Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

&
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
AUTIS DAN RETARDASI MENTAL

Untuk memenuhi Tugas Mandiri dari Mata kuliah Keperawatan Anak II


Dosen Pengampuh : Ns. Julita Legi, S. Kep, M. Kep.

Disusun Oleh :
Nama : Fitria Gosal
NIM : 1814201266
Kelas :A3/5

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
2020/2021
Askep No. 1:
LAPORAN PENDAHULUA
AUTISME PADA ANAK

A. Pengertian
 Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan
realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M,
1996 : 305)
 Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal,
aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30
bulan. (Behrman, 1999: 120)
 Autisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk
mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam
pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif. (Sacharin,
R, M, 1996: 305)
 Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock
dan sadock 2000)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan


perkembangan pervasif, atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas
imajinatif dan interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan
antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa,
fenomena ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak dengan
realitas.

B. Epidemiologi
Prevalensi 3-4 per 1000 anak. Perbandingan laki-laki dari wanita 3-4:1. Penyakit
sistemik, infeksi dan neurologi (kejang) dapat menunjukan gejala seperti austik.

C. Etiologi
Penyebab Autisme diantaranya :
1. Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot) terutama
pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan bicara).
2. Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
3. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
4. Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak
menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan
struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
5. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan sensori
serta kejang epilepsi.
6. Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak

Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh


Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak
berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata, memberikan kesan
jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan rasa ingin tahu atau minat
pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi dan komunikasi pra verbal
kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak.

Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon yang
abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengggang pada suara
lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka yang mampu
berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi telegramatik.

Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung menonjolkan diri


dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan kelainan persepsi visual dan
fokus konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu lukisan secara sebagian bukan
menyeluruh). Tertarik tekstur dan dapat menggunakan secara luas panca indera
penciuman, kecap dan raba ketika mengeksplorais lingkungannya.

Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita perhatiannya
(berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan). Kegiatan ini ritual dan
menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalh destruktif ,
marah berlebihan dan akurangnya istirahat. Pada masa remaja perilaku tidak sesuai dan
tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki kontak seksual pada orang asing.
D. Cara Mengetahui Autisme Pada Anak
Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan:
1. Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal.
2. Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak.
3. Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, diteka, saat
bermain, pada saat berinteraksi sosial dalam kondisi normal.

 Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya:


1. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila
diangkat ,cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan
sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya menggunakan kat-kata.
Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan
gmainan untuk bayi, menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila
anak terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri.
2. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda,
disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai benda atau
alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi lemas,
serta relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya.
3. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat
terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau
berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang diucapkan
orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan
nada suara yang aneh, (biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata
terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa
juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
1. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non verbal yang
tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat menirukan lagu-lagu
dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya sosialisasi mempersulit estimasi
potensi intelektual kelainan pola bicara, gangguan kemampuan mempertahankan
percakapan, permainan sosial abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan
berteman. Dalam tes non verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus
namun masih dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas intelektual yang memadai.
Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat orang
dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk bermain sendiri.
2. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat yang sempit,
keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
3. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada objek.
Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa dimana anak
tercenggang dengan objek mekanik.
4. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk memelihara
lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak menjadi terikat dan tidak
bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat diramalkan .
5. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
6. Kontak mata minimal atau tidak ada.
7. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda, dan
menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan sensitivitas terhadap
rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap nyeri dan kurangnya respon
terkejut terhadap suara keras yang mendadak menunjukan menurunnya sensitivitas
pada rangsangan lain.
8. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada emosional
9. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat) saat
berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak berujung pangkal,
bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak umumnya mampu untuk
berbicara pada sekitar umur yang biasa, kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
10. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara
fungsional.
11. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan mengedipkan
mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan berjingkat-jingkat.

 Ciri yang khas pada anak yang austik :


1. Defisit keteraturan verbal.
2. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
3. Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau dipikirkan
orang lain).
 Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:
1. Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal.
2. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
3. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel dan tidak
imajinatif.
4. Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.

F. PENGOBATAN
Orang tua perlu menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya, orang tua harus
memeberikan perawatan kepada anak temasuk perawat atau staf residen lainnya. Orang
tua sadar adanaya scottish sosiety for autistik children dan natinal sosiety for austik
children yang dapat membantu dan dapat memmberikan pelayanan pada anak autis.
Anak autis memerlukan penanganan multi disiplin yaitu terapi edukasi, terapi perilaku,
terapi bicara, terapi okupasi, sensori integasi, auditori integration training (AIT), terapi
keluarga dan obat, sehingga memerlukan kerja sama yang baik antara orang tua, keluarga
dan dokter.
Pendekatan terapeutik dapat dilakukan untuk menangani anak austik tapi
keberhasilannya terbatas, pada terapi perilaku dengan pemanfaatan keadaan yang terjadi
dapat meningkatkan kemahiran berbicara. Perilaku destruktif dan agresif dapat diubah
dengan menagement perilaku. Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan
(operant konditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan hukuman (dukungan negatif).
Merupakan metode untuk mengatasi cacat, mengembangkan ketrampilan sosial dan
ketrampilan praktis.
Kesabaran diperlukan karena kemajuan pada anak autis lambat. Neuroleptik dapat
digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri yang mengarah pada
agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial. Antagonis opiat dapat
mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik, selain itu terapi kemampuan bicara
dan model penanganan harian dengan menggunakan permainan latihan antar perorangan
terstruktur dapt digunakan.
Masalah perilaku yang biasa seperti bising, gelisah atau melukai diri sendiri dapat
diatasi dengan obat klorpromasin atau tioridasin. Keadaan tidak dapat tidur dapat
memberikan responsedatif seperti kloralhidrat, konvulsi dikendalikan dengan obat anti
konvulsan. Hiperkinesis yang jika menetap dan berat dapat ditanggulangi dengan diit
bebas aditif atau pengawet. Dapat disimpulkan bahwa terapi pada autisme dengan
mendeteksi dini dan tepat waktu serta program terapi yang menyeluruh dan terpadu.

 Penatalaksanaan anak pada autisme bertujuan untuk:


1. Mengurangi masalah perilaku.
2. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.
3. Anak bisa mandiri.
4. Anak bisa bersosialisasi.

G. Prognosis
Anak terutama yang mengalami bicara, dapat tumbuh pada kehidupan marjinal, dapat
berdiri sendiri, sekalipun terisolasi, hidup dalam masyarakat, namun pada beberapa anak
penempatan lama pada institusi mrp hasil akhir. Prognosis yang lebih baik adalah tingakt
intelegensi lebih tinggi, kemampuan berbicara fungsional, kurangnya gejala dan perilaku
aneh. Gejala akan berubah dengan pertumbuhan menjadi tua. kejang-kejang dan
kecelakaan diri sendiri semakin terlihat pada perkembangan usia.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN AUTISME

1. Pengkajian
a. Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
b. Riwayat keluarga yang terkena autisme.
c. Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
 Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
 Cedera otak
d. Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan Kongnitif.
e. Pemeriksaan fisik
 Tidak ada kontak mata pada anak.
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
 Terdapat Ekolalia.
 Tidak ada ekspresi non verbal.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
2. Diagnosa Keperawatan
Dx 1 : Gangguan Interaksi sosial b/d Defisiensi bicara, Hambatan
Perkembangan/maturasi d/d Ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain, kurang
responsif atau tertarik pada orang lain.
Dx II : Gangguan komunikasi Verbal dan non verbal b/d hambatan psikologis (mis.
gangguan konsep diri, gangguan Emosi) d/d tidak mampu berbicara atau mendengar,
menunjukan respon tidak sesuai.

3. Intervensi Keperawatan

 Dx 1 : Gangguan Interaksi sosial b/d Defisiensi bicara, Hambatan


Perkembangan/maturasi d/d Ketidakmampuan untuk percaya pada orang lain,
kurang responsif atau tertarik pada orang lain.
 Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
 Intervensi: promosi sosialisasi
Tindakan;
- Observasi
1. Identifikasi kemampuan untuk melakukan interaksi dengan
orang lain
2. Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain.
- Terapeutik
1. Motifasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
2. Motifasi berinteraksi diluar lingkungan
3. Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan
orang lain.
4. Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan.
- Edukasi
1. Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
2. Latih bermain peran untuk meningkatkan ketrampilan komunikasi
3. Latih mengekspresikan marah dengan tepat.

 Dx II : Gangguan komunikasi Verbal dan non Verbal b/d hambatan


psikologis (mis. gangguan konsep diri, gangguan Emosi) d/d tidak mampu
berbicara atau mendengar, menunjukan respon tidak sesuai.
 Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada
orang lain.
 Intervensi : promosi Komunikasi :Defisit Bicara
- Observasi :
1. Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain yang mengganggu
bicara.
2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
- Terapeutik
1. Gunakan metode komunikasi alternatif
2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
3. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
4. Berikan dukungan psikologis
5. Gunakan juru bicara.
- Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisolofis
yang berhubungan dengan kemampuan bicara
- Kolaborasi
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis.
Askep No. 2

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA ANAK DENGAN RETARDASI MENTAL

 Pengertian
American Association on Mental Deficiency(AAMD)membuat definisi retardasi
mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu penurunan fungsi
intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa perkembangan dan dihubungkan
dengan gangguan adaptasi sosial. Ada 3 hal penting yang merupakan kata kunci dalam
definisi ini yaitu penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial, dan masa perkembangan.

Retardasi mental ialah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai dengan adanya rendahnya ( impairment) keterampilan
( kecakapan, skill ) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh terhadap intelegensia
yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. ICG ( WHO, 1992 )

Menurut Crocker AC 1983, retadarsi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi
intelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan
gejalanya timbul pada masa perkembangan.

Retardasi Mental adalah kelainan fungsi intelektual yang subnormal terjadi pada masa
perkembangan dan berhubungan dengan satu atau lebih gangguan dari:
a. Maturasi
b. Proses belajar
c. Penyesuaian diri secara social

 Etiologi

Kelainan ini dapat digolongkan menjadi :

a. Penyebab Organik

1). Faktor prenatal :

a) Penyakit kromosom ( Trisomi 21 ( Sindrom Down)


b) Kelainan genetik/herediter
c) Intoksikasi
d) Gangguan metabolisme sejak lahir ( Fenilketonuria )
2). Faktor Perinatal :

a) Abrupsio plasenta
b) Diabetes maternal
c) Kelahiran premature
d) Kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan intracranial
3). Faktor Pasca natal :

a) Cedera kepala
b) Infeksi
c) Gangguan degeneratif

b. Penyebab non organik


a) Kemiskinan dan keluarga tidak harmonis
b) Sosial cultural
c) Interaksi anak kurang
d) Penelantaran anak
c. Penyebab lain :
Keturunan,pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain
Retardasi mental dapat juga disebabkan oleh gangguan psikiatris berat dengan deviasi
psikososial atau lingkungan ( Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta )

 Manisfestasi Klinik
a. Gangguan kognitif ( pola, proses pikir )
b. Lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa
c. Gagal melewati tahap perkembangan yang utama
d. Lingkar kepala diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih besar atau lebih
kecil dari ukuran normal )
e. Kemungkinan lambatnya pertumbuhan
f. Kemungkinan tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot lemah )
g. Kemungkinan ciri-ciri dismorfik
h. Terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar

 Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari. Retardasi
mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa
kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah
normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada
sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara dan berbahasa , kemampuan/ketrampilan
merawat diri, kerumah tanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas,
pengarahan diri , kesehatan dan keamanan , akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal.
Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.

 Klasifikasi

Berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders , WHO,


Geneva tahun 1994 retardasi mental dibagi menjadi 4 golongan yaitu :
a. Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu
menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik.
Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen (makan,
mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun
tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal.
Kesulitan utama biasanya terlihat pada pekerjaan akademik sekolah, dan
banyak yang bermasalah dalam membaca dan menulis. Dalam konteks sosiokultural
yang memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada masalah.
Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan sosial, akan terlihat bahwa
mereka mengalami gangguan, misal tidak mampu menguasai masalah perkawinan
atau mengasuh anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi budaya.
a. Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih
(trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan per kembangan
pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya terbatas.
Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan ketrampilan motor juga
mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya mem- butuhkan pengawasan
sepanjang hidupnya. Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih ssbisa belajar
dasar- dasar membaca, menulis dan berhitung.

b. Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34

Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi mental sedang
dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang terkait.
Perbedaan utama adalah pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami
kerusakan motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis.

Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi mental sedang
dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang terkait.
Perbedaan utama adalah pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami
kerusakan motor yang bermakna atau adanya defisit neurologis.

c. Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20


Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat terbatas
kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau instruksi. Umumnya
anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk komunikasi
nonverbal yang sangat elementer.

Tabel 1: Klasifikasi retardasi mental dalama setiap usia perkembangan

RM IQ Usia Usia Sekolah Usia Dewasa


Prasekolah (0-21 tahun) (>21 tahun)
(0-5 tahun)
Sangat <20 Retradasi jelas Beberapa Perkembangan
berat Perkembangan motorik motorik dan
dapat berespon namun bicara sangat
terbatas terbatas

Perkembangan Dapat bicara atau Dapat berperan


Berat 20- motorik yang berkomunikasi namun sebagian dalam
23 miskin latihan kejujuran tidak pemeliharaan
bermanfaat diri sendiri
dibawah
pengawasan
ketat

Dapat Latihan dalam Dapat bekerja


berbicara atau keterampilan social dan sendiri tanpa
Sedang 35- belajar pekerjaan dapat dilatih namun
49 berkomunikasi bermanfaat, dapat pergi perlu
, ditangani sendiri ketempat yang pengawasan
dengan telah dikenal terutama jika
pengawasan berada dalam
sedang stress

Dapat Dapat belajar Biasanya dapat


mengembangk keterampilan akademik mencapai
Ringan 50- an sampai ± kelas 6 SD keterampilan
69 keterampilan social dan
social dan kejujuran namun
komunikasi, perlu bantuan
retradasi terutama bila
minimal stress

 Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderita retardasi
mental, yaitu dengan:
1.      Kromosomal Kariotipe
a.       Terdapat beberapa kelainan fisik yang tidak khas
b.      Anamnesis ibu tercemar zat-zat teratogen
c.       Terdapat beberapa kelainan kongenital
d.      Genetalia abnormal
2.      EEG ( Elektro Ensefalogram)
a.       Gejala kejang yang dicurigai
b.      Kesulitan mengerti bahasa yang berat
3.      CT ( Cranial Computed Tomography) atau MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
a.       Pembesaran kepala yang progresif
b.      Tuberous sklerosis
c.       Dicurigai kelainan otak yang luas
d.      Kejang lokal
e.       Dicurigai adanya tumor intrakranial
4.      Titer virus untuk infeksi kongenital
a.       Kelainan pendengaran tipe sensorineural
b.      Neonatal hepatosplenomegali
c.       Petechie pada periode neonatal
d.      Chorioretinitis
e.       Mikroptalmia
f.       Kalsifikasi intrakranial
g.      Mikrosefali
5.      Serum asam urat ( uric acid serum)
a.       Gout
b.      Sering mengamuk

6.      Laktat dan piruvat darah


a.       Asidosis metabolik
b.      Kejang mioklonik
Beberapa uji tumbuh kembang:
 Uji intelegensi standar ( stanford binet, weschler, Bayley Scales of infant
development)
 Uji perkembangan seperti DDST II
 Pengukuran fungsi adaftif ( Vineland adaftive behaviour scales, Woodcock-Johnson
Scales of independent Behaviour, School edition of the adaptive behaviour scales ).

 Pencegahan

1.Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-
sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal
yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40
tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).
2.Pencegahan sekunder
Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural,
kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi;
pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).
3.Pencegahan tersier
Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah luar biasa.
Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif. Konseling kepada
orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu
mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan Retardasi mental.

 Penatalaksanaan
1.) Farmakologi
Anak Retardasi mental biasanya disertai dengan gejala hyperkinetik (selalu bergerak,
konsentrasi kurangdan perhatian mudah dibelokkan). Obat-obat yang sering digunakan
dalam bidang retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala
hyperkinetik, misalnya :
a. Amphetamin dosis 0,2 - 0,4 mg/kg/hari
b. Imipramin dosis ± 1,5 mg/kg/hariEfek sampingan kedua obat diatas dapat
menimbulkan convulsi
c. Valium, Nobrium, Haloperidol dsb. dapat juga menekan gejala hyperkinetik
Obat-obatan untuk konvulsi :
a. Dilantin dosis 5 - 7 mg/kg/hari (Dilantin dapat juga menurunkan gejala hyperkinetik,
gejalagangguan emosi dan menaikkan fungsi berfikir).
b. Phenobarbital dosis 5 mg/kg/hari (Phenobarbital dapat menaikkan gejala
hyperkinetik).
c. Cofein : baik untuk convulsi dan menurunkan gejala hyperkinetik
Obat-obatan untuk menaikkan kemampuan belajar :
a. Pyrithioxine (Encephabol, Cerebron).
b. Glutamic acid.
c. Gamma amino butyric acid (Gammalon).
d. Pabenol.
e. Nootropil.
f. Amphetamin dsb.

2.) Non Farmakologi


Psikoterapi dapat diberikan baik pada anaknya sendiri maupun pada orang tuanya.
Untuk anak yang terbelakang dapat diberikan psikoterapi individual, psikoterapi kelompok
dan manipulasi lingkungan(merubah lingkungan anak yang tidak menguntungkan bagi anak
tersebut).
Walaupun tak akan dapat menyembuhkan keterbelakangan mental, tetapi dengan
psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakanperubahan sikap, tingkah laku, kemampuan
belajar dan hasil kerjanya. Yang penting adalah adanya ketekunan, kesadaran dan minat yang
sungguh dari pihak terapis (yang mengobati).
Terapis bertindak sebagai pengganti orang tua untuk membuat koreksi-koreksi
terhadaphubungan yang tak baik ini. Dari pihak perawat diperlukan juga ketekunan dan
kesadaran dalam merawatanak-anak dengan retardasi mental serta melaporkan kepada dokter
bila dalam observasi terdapattingkah laku anak maupun orang tua yang negatif, merugikan
bagi anak tersebut maupun lingkungannya(teman-teman disekitarnya).
Social worker (pekerja sosial) melakukan kunjungan rumah untuk melihat hubungan
anak denganorang tua, saudara-saudaranya maupun dengan masyarakat sekitarnya. Tugasnya
utama mencari data-data anak dan orang tua serta hubungan anak dengan orang-orang
disekitarnya. Untuk ibu atau orangtua anak dengan retardasi mental dapat diberikan family
terapi (terapi keluarga) untuk mengubah sikaporang tua atau saudaranya yang kurang baik
terhadap penderita. Dapat diberikan juga terapi kelompok dengan ibu-ibu.
Anak retardasi mental lainnya, seminggu sekali selama 12 kali. Tujuannya untuk
mengurangi sikaprendah diri, perasaan kecewa dari ibu tersebut karena ternyata banyak ibu
lain yangmengalami nasib serupa, mempunyai anak dengan retardasi mental. Dengan
demikian ibu dapatbersikap lebih realistik dan lebih dapat menerima anaknya serta dapat
merencanakan program yang baikbagi anaknya. Di luar negeri social worker yang bertugas
memberi terapi kelompok untuk ibu-ibu tersebut di atas.

 Komplikasi
a. Serebral palcy
b. Gangguan kejang
c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi /hiperaktif
e. Defisit komunikasi
f. Konstipasi

 Perencanan Pulang dan Perawatan di Rumah


a) Rujuk anak dan keluarga ke lembaga dan ahki yang dapat memberi bantuan khusus
sehubungan dengan perawatan anak serta perawatan dan hygene gigi
b) Rujuk keluarga ke lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk konseling genetik,
bantuan keuangan, peralatan adaptif, dan layanan-layanan pendukung
c) Bekerja sama dengan kelurga dalam membentuk dan mengimplementasikan renacana
perbaikan perilaku
d) Fasilitas pembelajaran keterampilan yang benar dalam hal sosial, kemasyarakatan,
komunikasi, keamamanaan masyarakat, dan menghindari orang asing ,serta
perkembangan minat berhubungan dengan kelompok sebaya dan bersantai dan
berekreasi.
e) Fasilitas keikutsertaan anak dalam program sekolah, program rekreasi, dan
lingkungan masyarakat.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN RETARDASI MENTAL

 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan kekuatan


yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi, perawatan diri, interaksi sosial,
penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan
keamanan, akademik fungsional, pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan
bekerja.

1.) Riwayat Kesehatan


a.  Riwayat kesehatan sekarang
Pasien menunjukkan Gangguan kognitif ( pola, proses pikir ), Lambatnya ketrampilan
ekspresi dan resepsi bahasa, Gagal melewati tahap perkembangan yang utama, Lingkar
kepala diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran
normal ), lambatnya pertumbuhan, tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot lemah ), ciri-
ciri dismorfik, dan terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar.

b.  Riwayat kesehatan dahulu


Kemungkinan besar pasien pernah mengalami Penyakit kromosom ( Trisomi 21 ( Sindrom
Down), Sindrom Fragile X, Gangguan Sindrom ( distrofi otot Duchene ), neurofibromatosis
( tipe 1), Gangguan metabolisme sejak lahir ( Fenilketonuria ), Abrupsio plasenta, Diabetes
maternal, Kelahiran premature, Kondisi neonatal termasuk meningitis dan perdarahan
intracranial, Cedera kepala, Infeksi, Gangguan degenerative.

c.  Riwayat kesehatan keluarga


Ada kemungkinan besar keluarga pernah mengalami penyakit yang serupa atau penyakit
yang dapat memicu terjadinya retardasi mental, terutama dari ibu tersebut.
2.)Pemeriksaan fisik
a. Kepala           :Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
b. Rambut         : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat
berubah
c. Mata              : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d. Hidung          : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung ke
atas, dll
e. Mulut            : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung
tinggi
f. Geligi            : odontogenesis yang tdk normal
g. Telinga          : keduanya letak rendah; dll
h. Muka             : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i. Leher             : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
j. Tangan          : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan
lebar, klinodaktil, dll
k. Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit, dll
l. Genitalia       : mikropenis, testis tidak turun, dll
m. Kaki           : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil.

 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek keridakmampuan fisik d.d
tidak mampu melakukan keterampilan atau perilaku khas sesuai usia, respon
social lambat.
2. Gangguan interaksi social berhubungan dengan defisiensi bicara d.d merasa sulit
menerima atau mengkomunikasikan perasaan
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler d.d tidak
mampu melakukan kegiatan secara mandiri

 Intervensi
Diagnosa Intervensi
1. Gangguan tumbuh kembang Intervensi : Perawatan perkembangan
berhubungan dengan efek Observasi :
keridakmampuan fisik d.d tidak - Identifikasi pencapaian tugas
mampu melakukan keterampilan perkembangan.
atau perilaku khas sesuai usia, - Identifikasi isyarat peerilaku
respon social lambat. dan fisiologis yang ditunjukkan
bayi
Terapeutik :
- Pertahankan sentuhan
seminimal mungkin.
- Minimalkan kebisingan
ruangan.
- Pertahankan lingkungan yang
mendukung perkembangan
optimal
- Motivasi anak berinteraksi
dengan anak lain.
- Fasilitasi anak melatih
keterampilan pemenuhan
kebutuhan secara mandiri.
- Bernyanyi bersama anak lagu-
2. Gangguan interaksi social lagu yang disukai
berhubungan dengan defisiensi - Pertahankan kenyamanan anak
bicara d.d merasa sulit menerima
atau mengkomunikasikan Intervensi : Intervensi : Modifikasi
perilaku keterampilan social
perasaan
Observasi :
- Identifikasi penyebab kurangnya
keterampilan social
- Identifikasi focus pelatihan
keterampilan social.
Terapeutik :
- Motivasi untuk berlatih
keterampilan social
- Beri umpan balik positif (mis.
Pujian atau penghargaan)
terhadap kemampuan
sosialisasi.
- Libatkan keluarga selama
latihan keterampilan social, jika
perlu.
Edukasi :
- Jelaskan tujuan melatih
keterampilan social
- Jelaskan respons dan
konsekuensi keterampilan
social.
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan akibat masalah yang
dialami.
3. Defisit perawatan diri
- Anjurkan mengevaluasi
berhubungan dengan gangguan pencapaian setiap interaksi.
- Edukasi keluarga untuk
neuromuskuler d.d tidak mampu
dukungan keterampilan social.
melakukan kegiatan secara - Latih keterampilan social secara
bertahap.
mandiri
Intervensi : Dukungan perawatan diri
Observasi :
- Identifikasi kebiasaan aktivitas
perawatan diri sesuai usia
- Monitor tingkat kemandirian
- Identifikasi kebutuhan alat
bantu kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan.
Terapeutik :
- Sediakan lingkungan yang
terapuetik.
- Siapkan kepeerluan pribadi.
- Dampingi dalam melakukan
perawatan diri
- Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas perawatan
diri.
Edukasi :
- Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan

Anda mungkin juga menyukai