Anda di halaman 1dari 16

Tugas ini Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Keperawatan

Anak : Laporan Pendahuluan Praktik Klinik Keperawatan Anak

“ LAPORAN PENDAHULUAN AUTISME PADA ANAK “

DOSEN PEMBIMBING

Ibu Dra Hj. Sri Kusmiati, SKp., M.Kes

NAMA

Aprilia Salsabilla Dinda

NIM

P17320119009

TINGKAT / KELOMPOK

2A/1

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

JURUSAN DIPLOMA III KEPERAWATAN BANDUNG

2021

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan “isme”
yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik
pada dunianya sendiri (Suryana, 2004). Autistik adalah suatu gangguan
perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan
aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun
(Suryana, 2004).
Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada
anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut sindrom Kanner yang
dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun,
kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian
mereka atau mengajak mereka berkomunikasi (Budiman, 1998). Menurut
American psychiatric association (2000), bahwa autistic adalah gangguan
perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri.
Autisme tidak termasuk ke dalam golongan suatu penyakit tetapi suatu
kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata
lain, pada anak Autisme terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan
(gangguan pervasif). Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah gangguan
perkembangan yang sifatnya luas dan kompleks, mencakup aspek interaksi sosial,
kognisi, bahasa dan motorik.
2. Etiologi
1) Genetik (80% untuk kembar monozigot dan 20% untuk kembar dizigot)
terutama pada keluarga anak austik (abnormalitas kognitif dan kemampuan
bicara
2) Kelainan kromosim (sindrom x yang mudah pecah atau fragil).
3) Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
4) Cidera otak, kerentanan utama, aphasia, defisit pengaktif retikulum, keadaan
tidak menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf,
perubahan struktur serebellum, lesi hipokompus otak depan.
5) Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan
sensori serta kejang epilepsi.
6) Lingkungan terutama sikap orang tua, dan kepribadian anak.

Gambaran Autisme pada masa perkembangan anak dipengaruhi oleh


Pada masa bayi terdapat kegagalan mengemong atau menghibur anak, anak tidak
berespon saat diangkat dan tampak lemah. Tidak adanya kontak mata,
memberikan kesan jauh atau tidak mengenal. Bayi yang lebih tua memperlihatkan
rasa ingin tahu atau minat pada lingkungan, bermainan cenderung tanpa imajinasi
dan komunikasi pra verbal kemungkinan terganggu dan tampak berteriak-teriak.

Pada masa anak-anak dan remaja, anak yang autis memperlihatkan respon
yang abnormal terhadap suara anak takut pada suara tertentu, dan tercengang pada
suara lainnya. Bicara dapat terganggu dan dapat mengalami kebisuan. Mereka
yang mampu berbicara memperlihatkan kelainan ekolialia dan konstruksi
telegramatik. Dengan bertumbuhnya anak pada waktu berbicara cenderung
menonjolkan diri dengan kelainan intonasi dan penentuan waktu. Ditemukan
kelainan persepsi visual dan fokus konsentrasi pada bagian prifer (rincian suatu
lukisan secara sebagian bukan menyeluruh). Tertarik tekstur dan dapat
menggunakan secara luas panca indera penciuman, kecap dan raba ketika
mengeksplorais lingkungannya.

Pada usia dini mempunyai pergerakan khusus yang dapt menyita perhatiannya
(berlonjak, memutar, tepuk tangan, menggerakan jari tangan). Kegiatan ini ritual
dan menetap pada keaadan yang menyenangkan atau stres. Kelainann lain adalh
destruktif, marah berlebihan dan akurangnya istirahat. Pada masa remaja perilaku
tidak sesuai dan tanpa inhibisi, anak austik dapat menyelidiki kontak seksual pada
orang asing.

3. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri dari badan sel dan serabut untuk mengalirkan
implus listrik (akson) serta serabut untuk menerima implus listrik (dendrite).Sel
saraf terdapat pada lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks).akson di
bungkus selaput bernama myelin terletak di bagian otak berwarna putih.Sel saraf
berhubungan satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan
tiga sampai tujuh bulan.pada trimester ketiga,pembentukan sel saraf berhenti dan
di mulai pembentukan akson,dendrite dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pertumbuhan otak berupa bertambah dan
berkurangnya struktur akson,dendrite dan sinaps.proses ini di pengaruhi secara
genetic melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brai growth factor dan
proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk,anak makin cerdas,pembentukan
akson,dendrite dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari
lingkungan.Bagian otak yang digunakan dalam belajarmenunjukan pertamabhan
akson,dendrite dan sinaps,sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukan
kematian sel,berkurangnya akson,dendrite dan sinaps.Kelainan genetis,keracunan
logam berat,dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan proses-
proses tersebut.Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
4. Manifestasi klinis
1) Manifestasi klinis yang ditemuai pada penderita Autisme :
a. Penarikan diri, Kemampuan komunukasi verbal (berbicara) dan non
verbal yang tidak atau kurang berkembang mereka tidak tuli karena dapat
menirukan lagu-lagu dan istilah yang didengarnya, serta kurangnya
sosialisasi mempersulit estimasi potensi intelektual kelainan pola bicara,
gangguan kemampuan mempertahankan percakapan, permainan sosial
abnormal, tidak adanya empati dan ketidakmampuan berteman. Dalam tes
non verbal yang memiliki kemampuan bicara cukup bagus namun masih
dipengaruhi, dapat memperagakan kapasitas intelektual yang memadai.
Anak austik mungkin terisolasi, berbakat luar biasa, analog dengan bakat
orang dewasa terpelajar yang idiot dan menghabiskan waktu untuk
bermain sendiri.
b. Gerakan tubuh stereotipik, kebutuhan kesamaan yang mencolok, minat
yang sempit, keasyikan dengan bagian-bagian tubuh.
c. Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk pada tangannya, menatap pada
objek. Kesibukannya dengan objek berlanjut dan mencolok saat dewasa
dimana anak tercenggang dengan objek mekanik.
d. Perilaku ritualistik dan konvulsif tercermin pada kebutuhan anak untuk
memelihara lingkungan yang tetap (tidak menyukai perubahan), anak
menjadi terikat dan tidak bisa dipisahkan dari suatu objek, dan dapat
diramalkan .
e. Ledakan marah menyertai gangguan secara rutin.
f. Kontak mata minimal atau tidak ada.
g. Pengamatan visual terhadap gerakan jari dan tangan, pengunyahan benda,
dan menggosok permukaan menunjukkan penguatan kesadaran dan
sensitivitas terhadap rangsangan, sedangkan hilangnya respon terhadap
nyeri dan kurangnya respon terkejut terhadap suara keras yang mendadak
menunjukan menurunnya sensitivitas pada rangsangan lain.
h. Keterbatasan kognitif, pada tipe defisit pemrosesan kognitif tampak pada
emosional
i. Menunjukan echolalia (mengulangi suatu ungkapan atau kata secara tepat)
saat berbicara, pembalikan kata ganti pronomial, berpuisi yang tidak
berujung pangkal, bentuk bahasa aneh lainnya berbentuk menonjol. Anak
umumnya mampu untuk berbicara pada sekitar umur yang biasa,
kehilangan kecakapan pada umur 2 tahun.
j. Intelegensi dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi
secara fungsional.
k. Sikap dan gerakan yang tidak biasa seperti mengepakan tangan dan
mengedipkan mata, wajah yang menyeringai, melompat, berjalan berjalan
berjingkat-jingkat.
2) Cara mengetahui autis pada anak juga dapat dilihat dari interval umur
anak tersebut, karena tanda autis berbeda pada setiap interval umurnya:
a. Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi
tegang bila diangkat, cuek menghadapi orangtuanya, tidak bersemangat
dalam permainan sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya
menggunakan kat-kata. Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik
pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi, menolak makanan keras
atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua
tangannya sendiri.
b. Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-
benda, disertai kontak mata yang terbatas, menganggap orang lain sebagai
benda atau alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya
tubuh menjadi lemas, serta relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya.
c. Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa
sangat terganggu bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari. Bila anak
akhirnya mau berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang
apa yang diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan
anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh, (biasanya bernada
tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat diperbaiki),
tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan
merangsang diri sendiri.
3) Ciri yang khas pada anak yang austik :
a. Defisit keteraturan verbal.
b. Abstraksi, memori rutin dan pertukaran verbal timbal balik.
c. Kekurangan teori berfikir (defisit pemahaman yang dirasakan atau
dipikirkan orang lain).
4) Menurut Baron dan kohen 1994 ciri utama anak autisme adalah:
a. Interaksi sosial dan perkembangan sossial yang abnormal.
b. Tidak terjadi perkembangan komunikasi yang normal.
c. Minat serta perilakunya terbatas, terpaku, diulang-ulang, tidak fleksibel
dan tidak imajinatif.
d. Ketiga-tiganya muncul bersama sebelum usia 3 tahun.
5) Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak dini :
a. USIA 0 - 6 BULAN
 Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
 Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
 Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
 Tidak "babbling"
 Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
 Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
 Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
b. USIA 6 - 12 BULAN
 Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
 Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
 Gerakan tangan dan kaki berlebihan
 Sulit bila digendong
 Tidak "babbling"
 Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
 Tidak ditemukan senyum sosial
 Tidak ada kontak mata
 Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
c. USIA 6 - 12 BULAN
 Kaku bila digendong
 Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
 Tidak mengeluarkan kata
 Tidak tertarik pada boneka
 Memperhatikan tangannya sendiri
 Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
 Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
d. USIA 2 - 3 TAHUN
 Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
 Melihat orang sebagai "benda"
 Kontak mata terbatas
 Tertarik pada benda tertentu
 Kaku bila digendong
e. USIA 4 - 5 TAHUN
 Sering didapatkan ekolalia (membeo)
 Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
 Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
 Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
 Temperamen tantrum atau agresif
5. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan audiologi
2) Pemeriksaan laboratorium
3) Tes timbal atau logam – logam berat
4) Skrining test menggunakan alat skrining CHAT
6. Penatalaksanaan
Menurut Danuatmaja, (2003), gangguan otak pada anak autis umumnya tidak
dapat disembuhkan (not curable), tetapi dapat ditanggulangi (treatable) melalui
terapi dini, terpadu, dan intensif. Gejala autisme dapat dikurangi, bahkan
dihilangkan sehingga anak bisa bergaul dengan normal. Jika anak autis terlambat
atau bahkan tidak dilakukan intervensi dengan segera, maka gejala autis bisa
menjadi semakin parah, bahkan tidak tertanggulangi. Keberhasilan terapi
tergantung beberapa faktor berikut ini :

1) Berat atau ringannya gejala, terganting pada berat-ringannya


gangguan di dalam sel otak.
2) Makin muda umur anak pada saat terapi dimulai, tingkat
keberhasilannya akan semakin besar. Umur ideal untuk dilakukan
terapi atau intervensi adalah 2-5 tahun, pada saat sel otak mampu
dirangsang untuk membentuk cabang-cabang neuron baru.
3) Kemampuan bicara dan berbahasa: 20% penyandang autism tidak
mampu bicara seumur hidup, sedangkan sisanya ada yang mampu
bicara tetapi sulit dan kaku. Namun, ada pula yang mampu bicara
dengan lancer. Anak autis yang tidak mampu bicara (non verbal)
bisa diajarkan ketrampilan komunikasi dengan cara lain, misalnya
dengan bahasa isyarat atau melalui gambar-gambar.
4) Terapi harus dilakukan dengan sangat intensif, yaitu antara 4-8 jam
sehari. Di samping itu, seluruh keluarga harus ikut terlibat dalam
melakukan komunikasi dengan anak. Berikut terapi yang diberikan
a) Terapi obat (medikamentosa)

Terapi ini dilakukan dengan obat-obatan yang bertujuan untuk


memperbaiki komunikasi, memperbaiki respon terhadap lingkungan, dan
menghilangkan perilaku-perilaku aneh yang dilakukan secara berulang-
ulang. Pemberian obat pada anak autis harus didasarkan pada diagnosis
yang tepat, pemakaian obat yang tepat, pemantauan ketat terhadap efek
samping obat dan mengenali cara kerja obat. perlu diingat bahwa setiap
anak memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis
obat dan efek samping. Oleh karena itu perlu ada kehati- hatian dari
orang tua dalam pemberian obat yang umumnya berlangsung jangka
panjang (Danuatmaja, 2003).

Saat ini pemakaian obat diarahkan untuk memperbaiki respon


anak sehingga diberikan obat-obat psikotropika jenis baru seperti obat-
obat anti depresan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) yang
bisa memberikan keseimbangan antara neurotransmitter serotonin dan
dopamine. Yang diinginkan dalam pemberian obat ini adalah dosis yang
paling minimal namun paling efektif dan tanpa efek samping. Pemakaian
obat ini akan sangat membantu untuk memperbaiki respon anak terhadap
lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima tata laksana terapi
lainnya. Bila kemajuan yang dicapai cukup baik, maka pemberian obat
dapat dikurangi, bahkan dihentikan (Danuatmaja, 2003).
b) Terapi biomedis
Terapi melalui makanan (diet therapy) diberikan untuk anak-
anak dengan masalah alergi makanan tertentu. Terapi ini bertujuan untuk
memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet dan pemberian suplemen.
Terapi ini dilakukan mengingat banyaknya gangguan pada fungsi tubuh
yang sering terjadi anak autis, seperti gangguan pencernaan, alergi, daya
tahan tubuh yang rentan, dan keracunan logam berat. Gangguan –
gangguan pada fungsi tubuh ini yang kemudian mempengaruhi fungsi
otak.
Diet yang sering dilakukan pada anak autis adalah GFCF
(Glutein Free Casein Free). Pada anak autis disarankan untuk tidak
mengkonsumsi produk makanan yang berbahan dasar gluten dan kasein
(gluten adalah campuran protein yang terkandung pada gandum,
sedangkan kasein adalah protein susu). Jenis bahan tersebut
mengandung protein tinggi dan tidak dapat dicerna oleh usus menjadi
asam amino tunggal sehingga pemecahan protein menjadi tidak
sempurna dan berakibat menjadi neurotoksin (racun bagi otak). Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan sejumlah fungsi otak yang
berdampak pada menurunnya tingkat kecerdasan anak (Danuatmaja,
2003). Menurut Veskarisyanti (2008), anak dengan autisme memang
tidak disarankan untuk mengasup makanan dengan kadar gula tinggi.
Hal ini berpengaruh pada sifat hiperaktif sebagian besar dari mereka.
c) Terapi wicara
Menurut Veskarisyanti (2008), umumnya hampir semua
penyandang autisme mengalami keterlambatan bicara dan kesulitan
berbahasa. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka
tidak mampu untuk memakai kemampuan bicaranya untuk
berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, terapi
wicara (speech therapy) pada penyandang autisme merupakan suatu
keharusan, tetapi pelaksanaannya harus sesuai dengan metode ABA
(Applied Behavior Analysis).

d) Terapi perilaku

Terapi ini bertujuan agar anak autis dapat mengurangi perilaku yang
bersifat self-maladaption (tantrum atau melukai diri sendiri) dan menggantinya
dengan perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat. Terapi perilaku ini
sangat penting untuk membantu anak ini agar lebih bisa menyesuaikan diri
didalam masyarakat. (Danuatmaja, 2003).
e) Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak autis yang mempunyai
perkembangan motorik kurang baik yang dilakukan melalui gerakan-gerakan.
Terapi okupasi ini dapat membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan
ketrampilan ototnya. Otot jari tangan misalnya sangat penting dikuatkan dan
dilatih supaya anak bisa menulis dan melakukan semua hal yang membutuhkan
ketrampilan otot jari tangannya seperti menunjuk, bersalaman, memegang
raket, memetik gitar, main piano, dan sebagainya (Danuatmaja, 2003).
f) Terapi sensori integrasi
Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk megolah dan mengartikan
seluruh rangsang yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian
menghasilkan respon yang terarah. Terapi ini berguna untuk meningkatkan
kematangan susunan saraf pusat, sehingga lebih mampu untuk memperbaiki
struktur dan fungsinya. Aktifitas ini merangsang koneksi sinaptik yang lebih
kompleks, dengan demikian dapat bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.
7.
7. WOC

Partus lama Genetik Keracunan logam Infeksi GIT


Gg. nutrisi & oksigenasi >> neurotropin & neuropeptida Kebocoran usus
Kurang nutrisi ke otak
Gg. pada otak Kerusakan pada sel purkinye & hippocampus
Abnormalitas pertumbuhan sel saraf Gg. keseimbangan serotonin & dopamin
Neurokimia secara abnormal Gg. pada otak kecil
Tumbuh tanpa pengawasan Reaksi atensi lebih lambat

AUTIS

Gg. komunikasi Gg. interaksi sosial Gg. perilaku Gg. persepsi sensori

Terlambat bicara Bicara monoton Hiperaktif Agresif Sangat pasif

Hambatan komunikasi verbal Resiko kekerasan terhadap diri sendiri

Mengabaikan & mengacuhkan org lain Perilaku aneh Sensitif cahaya Sensitif sentuhan Sensitif suara

Hambatan interaksi sosial Kecemasan pada orangtua


B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Biodata Klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, no
register, dan diagnosa medis
2) Riwayat kesehatan : Riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan keluarga,
3) Riwayat Psikologis : Meliputi koping keluarga dalam menghadapi
masalah
4) Riwayat Tumbuh Kembang
a. Bayi baru lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh
kembang, pernah mengalami trauma sakit
c. Sakit pada saat kehamilan mengalami infksi intrapartal
d. Sakit pada saat kehamilan tidak keluar mekonium
5) Riwayat Sosial
a. Hubungan sosial diluar lingkungan internal
b. Hubungan internal antar anggota keluarga
6) Pengkajian data fokus pada anak dengan gangguan
perkembangan pervasif menurut Issac, A (2005) dan Townsend,
M.C (1998) antara lain :
a. Tidak suka dipegang
b. Rutinitas yang berulang
c. Tangan digerak – gerakkan dan kepala diangguk – anggukan
d. Terpaku pada benda mati
e. Sulit berbahasa dan berbicara
f. 50% diantaranya mengalami retardasi mental
g. Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologis dan
emosi diri sendiri dengan orang lain
h. Tingkat ansietas yang bertambah akibat dari kontak dengan orang
lain
i. Ketidakmampuan membedakan batas – batas tubuh diri sendiri
dengan orang lain
j. Mengulangi kata – kata yang dia dengar dari yang diucapkan orang
lain atau gerakan – gerakan mimik orang lain
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
Tidak ada tes laboratorium atau fisik yang memastikan secara pasti
diagnosa autisme, sebaiknya ada tim diagnostik yang terdiri dari neurolog,
ahli perkembangan anak, juru terpai perkataan / bahasa dan konsultan
pendidikan istimewa
1) Hambatan komunikasi verbal
2) Perubahan interaksi sosial
3. Perencanaan Keperawatan
1) Hambatan komunikasi verbal
NOC : Tingkat demensia, dukungan sosial
NIC : Manajemen demensia, manajemen lingkungan dan latihan
memori
2) Perubahan interaksi sosial
NOC : Keparahan cidera fisik
NIC : Manajemen Perilaku
3)

15
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather. Kamitsuru, Shigemi (2018) NANDA – I Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2018 – 2020. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Huda, Amin. Hardhi Kusuma (2015) NANDA NIC – NOC Jilid II. Yogyakarta : Penerbit
Mediaction Jogja

Kasiat. Rosmalawati, Wayan. (2016) Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta Selatan :


Pusdik SDM Kesehatan

Nurjannah, Intansari (2018) Klasifikasi Luaran Keperawatan Nursing Outcomes


Classification (NOC) Pengukuran Outcome Kesehatan. United Kingdom Elsevier

Nurjannah, Intansari (2018) Klasifikasi Luaran Keperawatan Nursing Interventions


Classification (NIC) United Kingdom : Elsevier

Anda mungkin juga menyukai