RANGGA (PO.71.20.5.19.026)
RAHMADANTI (PO.71.20.5.19.025)
2021
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyanyang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ilmiah tentang Asuhan Keperawatan Osteoporosis.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Asuhan Keperawatan
Osteoporosis ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.
2
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL 1
KATA PENGANTAR.................................……….................................................... 2
DAFTAR ISI ……………………………………........……………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 5
C. Tujuan ...................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Osteoporosis 7
B. Etiologi Osteoporosis 7
C. Patofisologi Osteoporosis 10
D. Manifestasi Klinis Osteoporosis 12
E. Klasifikasi Osteoporosis 12
F. Komplikasi Osteoporosis 14
G. Faktor Faktor Yang mempengaruhi Pengurangan Massa tulang pada usia
Lanjut 14
H. Pemeriksaan Penunjang 17
I. Penatalaksanaan Medis 19
J. Konsep Asuhan Keperawatan 25
3
BAB I
PENDAHULUA
N
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
a. Metodelogi Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, menggunakan metode deskriptif
dimana kelompok menjelaskan dan menggambarkan tentang asuhan
keperawatan osteoporosis.
b. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, menjelaskan latar belakang, tujuan penulisan,
metodelogi penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Pembahasan, menjelaskan pengertian osteoporosis, etiologi
osteoporosis, patofisiologi osteoporosis, manifestasi klinis
osteoporosis, klasifikasi osteoporosis, komplikasi osteoporosis,
faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada
usia lanjut, pemeriksaan penunjang, penatalaksaan medis, asuhan
keperawatan osteoporosis
BAB III : Penutup, menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang
(Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference,
di Roma, Itali, 1992. Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat- sifat khas
berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang.
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001. Osteoporosis
adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan
dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas
tulang.
B. Etiologi Osteoporosis
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh
hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45
tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru
menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat
dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena
proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid
meningkat
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan
asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi
kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90%
intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita
kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun
rendah
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-
hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang
tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya
dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama
C. Patofisologi Osteoporosis
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara
faktor genetic dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis
kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor
mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya
hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua
faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap
kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin,
tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi
lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak
dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang
total yang disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan
terjadi suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara
seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang
(remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila
proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan tulang, maka akan
terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada
osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis,
pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan peride
konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang
atau penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi
secara maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun
untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih
dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45 - 50 tahun, baik wanita
maupun pria akan mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar
0,3 - 0,5% setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami
proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa
tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita
sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria
seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-
30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%.
Pengurangan massa tulang ini berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa
penurunan massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh
seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra, sedang pada
bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha bagian tengah, tibia dan
panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan
mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian
korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut
tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang
yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang
bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan
terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada
kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian prosimal dan radius bagian
distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai sebab, akan tetapi
yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah osteoporosis oleh
karena bertambahnya usia.
E. Klasifikasi Osteoporosis
Menurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan
sebagai berikut:
I. Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita),
yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada
wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75
tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak
semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita
penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
II. Osteoporosis Sinili
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan
dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang
wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
III. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan
oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama
tiroid,paratiroid dan adrenal) dan obat- obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian
alkohol yang berlebihan dan merokok bisamemperburuk keadaan osteoporosis.
IV. Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal
ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki
penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang
F. Komplikasi Osteoporosis
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur. Berbagai fraktur yang terjadi akibat komplikasi dari osteoporosis
antara lain ; fraktur vertebra, fraktur pinggul, fraktur femur, fraktur
pergelangan tangan, dan berbagai macam fraktur lainnya
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak
sensitif. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah
penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan
tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-
frame vertebra.
I. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan
untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita
osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah
-2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan
tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai
BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa
tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai
energi photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi
tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai
jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA.
Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan
2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan
lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-
bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek
seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur
densitas tulang secara volimetrik
II. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer
dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
III. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah
yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas
serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai
arsitektur trabekula.
IV. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa
kelainan metabolisme tulang.
V. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang
yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat
korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa
korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang
sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan
yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
VI. CT-SCAN
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral
vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra
atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada
pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
VII. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.
I. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan
Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau
menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan
mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya. tujuan dari pengobatan ini
adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara
menghambat kerja osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas.
Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya bersifat anti
resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi misalnya: esterogen, kalsitonin,
bifosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek
antiresorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk
optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh
sel osteoblas.
b. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi
aktivitas sel osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas.
Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan
osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen
sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna.
Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi
cairan, peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada
pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara.
Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah: kanker payudara,
kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan uterus
disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium,
dan penyakit hait yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat
dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi
0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1 Ð 2mg/ hari, 17-estradiol perkutan
1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 Ð 50 mg setiap 6 bulan.
Kombinasi estrogen dengan progesteron akan menurunkan risiko
kanker endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang
mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen
mulai digalakkan pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian
menyatakan memberikan hasil yang baik untuk keluhan defisiensi
estrogen, atau mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak
dalam kacang kedelai, daun semanggi.
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen
yaitu golongan Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen
Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor
estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian
keganasan payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang
diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi
menghambat diferensiasi sel osteoklas.
c. Bifosfonat
Bifosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan
osteoporosis. Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari
2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon.
Bifosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan
cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja
osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim
lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian bifosfonat secara oral akan
diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55
dari dosis yang diminum).
Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama
dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai minuman lain
kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan perut
kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun
minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi
tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20 - 50% bifosfonat yang
diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12 - 24 jam.
Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas,
bifosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulan-bulan
bahkan bertahuntahun, tetapi tidak aktif lagi. Bifosfonat yang tidak
melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh
dan akan diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus
hati-hati pemberiannya pada penderita gagal ginjal..
Generasi Bifosfonat adalah sebagai berikut:
1) Generasi I : Etidronat, Klodronat
2) Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
3) Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat
I. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
A. Anamnese
1) Identitas
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien
tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu
mengidentifikasi adanya :
a) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan
pinggang
b) Berat badan menurun
c) Biasanya diatas 45 tahun
d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas
3) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan,
mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan
individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat
mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan
aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas
tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan
muskuloskeletal.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan
menurunnya gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat
dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.
B. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang
belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
2) B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin
dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi
gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek
obat.
3) B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah,
klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
a) Kepala dan wajah : ada sianosis
b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
c) Leher : Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal
yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau
lebih, fraktur kompresi vertebra
4) B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan
pada sistem perkemihan.
5) B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun
perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
6) B6 ( Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien
osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan
gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri
spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3.
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa
tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis.
Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang
paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal
merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus
vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
2) CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3biasanya tidak menimbulkan
fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.
IV. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan
V. Evaluasi
Menurut Nursalam (2001), evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk menilai
keberhasilan dalam asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung
terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan.
Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu:
Masalah teratasi
Masalah teratasi sebagian
Masalah tidak teratasi
Timbul masalah baru
Evaluasi terdiri dari 2 jenis yaitu: evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif disebut juga proses evaluasi jangka pendek
atau evaluasi sedang berjalan dimana evaluasi dilakukan secepatnya
setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
Sedangkan evaluasi sumatif disebut juga evaluasi akhir atau hasil atau
jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode dalam memonitori
kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini
lazimnya menggunakan format SOAP.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara
faktor genetic dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia jenis
kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor
lingkungan meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi,
gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium
bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi
tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan
tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi
penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan
kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu
penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli
kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan
asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat
kalsium(kalsium karbonat).
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa
terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah
kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan
tangan.
B. Saran
Adapun saran dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan sebagai seorang perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan pendekatan yang komprehensif demi tercapainya
asuhan keperawatan yang optimal serta perlunya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan agar dapat melaksanakan asuhan
keperawatan kepada klien dengan cermat,cepat dan tepat.
2. Diharapkan dapat meningkatkan ilmu dan wawasan kepada para
pembaca tentang asuhan keperawatan osteoporosis
3. Diharapkan dengan adanya makalah ini, dapat dijadikan acuan dalam
peningkatan pendidikan dan pengetahuan dalam pemberian asuhan
keperawatan medical bedah yang optimal.