Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS

DOSEN PEMBIMBING : KAMESYWORO SST,MM

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

RANGGA (PO.71.20.5.19.026)

BAGAS ABIMANYU (PO.71.20.5.19.005)

AMELIA PUTRI (PO.71.20.5.19.002)

RAHMADANTI (PO.71.20.5.19.025)

RENI OKTAVIA (PO.71.20.5.19.027)

YULITA SARI (PO.71.20.5.19.036)

MARLINDA SAPUTRI (PO.71.20.5.19.017)

WIDIYA RAHMAWATI (PO.71.20.5.19.034)

CARYN MONICA (PO.71.20.5.19.006)

ELSYCA ARLISTANTIA (PO.71.20.5.19.012)

NUR AISYAH (PO.71.20.5.19.021)

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

PRODI DIII KEPERAWATAN LAHAT

2021
1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyanyang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ilmiah tentang Asuhan Keperawatan Osteoporosis.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Asuhan Keperawatan
Osteoporosis ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

2
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL 1
KATA PENGANTAR.................................……….................................................... 2
DAFTAR ISI ……………………………………........……………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 5
C. Tujuan ...................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Osteoporosis 7
B. Etiologi Osteoporosis 7
C. Patofisologi Osteoporosis 10
D. Manifestasi Klinis Osteoporosis 12
E. Klasifikasi Osteoporosis 12
F. Komplikasi Osteoporosis 14
G. Faktor Faktor Yang mempengaruhi Pengurangan Massa tulang pada usia
Lanjut 14
H. Pemeriksaan Penunjang 17
I. Penatalaksanaan Medis 19
J. Konsep Asuhan Keperawatan 25

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 34
B. Saran 35

3
BAB I
PENDAHULUA
N

A. LATAR BELAKANG

Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit


degeneratif dan metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem
muskolokeletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama dinegara
berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990, ternyata jumlah
penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50%
dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis
dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan
meningkat.
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak
massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa
tulang pasca menopause adalah 1,4% tahun. Penelitian yang dilakukan di
klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang
meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah,
sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat
berat badan lebih/obesitas dan latihan yang teratur.
Ada beberapa faktor risiko osteoporosis daiantaranya genetic, jenis
kelamin dan masalah kesehatan kronis, defisiensi hormone, kurang olah raga,
serta rendahnya asupan kalsium, Bila dalam suatu keluarga mempunyai
riwayat osteoporosis maka kemungkinan peluang anak mengalami hal yang
sama adalah 60-80%. Dilihat dari jenis kelamin 80% wanita mengidap
osteoporosis. Risiko osteoporosis juga akan meningkat apabila mengidap
penyakit kronis. Sedangkan hubunga antara perempuan osteoporosis karena
menaupose akibat penurunan hormone esterogen.
Osteoporosis atau dikenal sebagai tulang keropos. Pada osteoporosis
massa yang membentuk tulang sudah berkurang, sehingga tulang dapat
dikatakan keropos. Struktur pengisi tulang antara lain berupa senyawa-
4
senyawa kolagen disamping juga kalsium, berfungsi bagaikan semen cor-an
nya tulang. Ketika massa ini menjadi berkurang maka tulang menjadi kurang
padat sehingga tak kuat menahan benturan ringan sekalipun yang
mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi.Di luar dari mudahnya
tulang yang keropos itu mengalami fraktur, tulang yang keropos hampir tak
bergejala sama sekali, silent disease. Jadi Keduanya memang dekat dengan
wanita usia post menopause dikarenakan proses metabolisme di tulang
memang membutuhkan pengaruh dari hormone estrogen yang lazimnya
menurun saat wanita post menopause.

B. RUMUSAN MASALAH

1) Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis ?

2) Apa Itu Etiologi Osteoporosis ?

3) Apa Patofisiologi Osteoporosis ?

4) Apa Manifestasi Klinis Osteoporosis ?

5) Apa Itu Klasifikasi Osteoporosis ?

6) Apa Itu Komplikasi Osteoporosis ?

7) Apa Faktor Faktor Yang mempengaruhi Pengurangan Massa tulang


pada usia Lanjut ?

8) Apa Saja Pemeriksaan Penunjang ?

9) Apa Penatalaksanaan Medis Osteoporosis ?

10) Apa Asuhan Keperawatan Osteoporosis ?

C. TUJUAN

1) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang pengertian


osteoporosis
2) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang etiologi osteoporosis
3) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang patofisiologi
osteoporosis
4) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang manifestasi klinis
osteoporosis
5) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang klasifikasi
osteoporosis
6) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang komplikasi
osteoporosis
7) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut

8) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang pemeriksaan


penunjang
9) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang penatalaksaan medis
10) Agar mahasiswa/I dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan
osteoporosis

a. Metodelogi Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, menggunakan metode deskriptif
dimana kelompok menjelaskan dan menggambarkan tentang asuhan
keperawatan osteoporosis.

b. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan urutan sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, menjelaskan latar belakang, tujuan penulisan,
metodelogi penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Pembahasan, menjelaskan pengertian osteoporosis, etiologi
osteoporosis, patofisiologi osteoporosis, manifestasi klinis
osteoporosis, klasifikasi osteoporosis, komplikasi osteoporosis,
faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada
usia lanjut, pemeriksaan penunjang, penatalaksaan medis, asuhan
keperawatan osteoporosis
BAB III : Penutup, menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang
(Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference,
di Roma, Itali, 1992. Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat- sifat khas
berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang.
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001. Osteoporosis
adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan
dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas
tulang.

B. Etiologi Osteoporosis
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh
hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45
tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru
menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat
dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena
proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid
meningkat

3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan
asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi
kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90%
intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita
kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun
rendah
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-
hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang
tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya
dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama

5. Gaya Hidup Kurang Baik


a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda,

karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan


horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan
tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert
Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis
Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara
minuman berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air
seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu
berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein
dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa
tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga
Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat
proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu
kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan
olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit
osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat
nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain
penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon
estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang
tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok
juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit
jantung, dantersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah
sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi,
nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak
langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang
tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi.
Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai
terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan
hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk
yang ada di tulang.
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan
pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit
osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan
mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses
osteoblas. Selain
itu, obat heparin dan anti kejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis.
Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar
dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin,
nutrisi, dan aktivitas fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama
osteoporosis hanya fokus pada masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan
dengan olahraga. Padahal, Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa olahraga
sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada
tulang. Mereka yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik
sebagai bagian dari pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak
hanya membentuk otot, melainkan juga memelihara dan meningkatkan
kekuatan tulang. Dengan demikian, latihan olahraga dapat mengurangi risiko
jatuh yang dapat memicu fraktur (patah tulang).

C. Patofisologi Osteoporosis
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara
faktor genetic dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis
kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor
mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya
hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan. Kedua
faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap
kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin,
tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi
lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak
dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang
total yang disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan
terjadi suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara
seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang
(remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila
proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan tulang, maka akan
terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada
osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis,
pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan peride
konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang
atau penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi
secara maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun
untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih
dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45 - 50 tahun, baik wanita
maupun pria akan mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar
0,3 - 0,5% setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami
proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa
tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita
sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria
seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-
30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%.
Pengurangan massa tulang ini berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa
penurunan massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh
seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra, sedang pada
bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha bagian tengah, tibia dan
panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan
mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian
korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut
tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang
yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang
bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan
terjadinya fraktur. Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada
kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian prosimal dan radius bagian
distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai sebab, akan tetapi
yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah osteoporosis oleh
karena bertambahnya usia.

D. Manisfestasi Klinis Osteoporosis


Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis adalah :
I. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
II. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak.
III. Nyeri timbul mendadak.
IV. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian
tubuh yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan
vertebra.
V. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
VI. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika
melakukan aktivitas atau karena suatu pergerakan yang salah.
VII. Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan,
Hal ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis
pada vertebra.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah
patah tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi karena adalah patah
tulang lengan di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang
disebut fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung
mengalami secara perlahan.

E. Klasifikasi Osteoporosis
Menurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan
sebagai berikut:
I. Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita),
yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada
wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75
tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak
semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita
penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
II. Osteoporosis Sinili
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan
dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang yang baru.
Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang
wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
III. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan
oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama
tiroid,paratiroid dan adrenal) dan obat- obatan (misalnya kortikosteroid,
barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian
alkohol yang berlebihan dan merokok bisamemperburuk keadaan osteoporosis.
IV. Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal
ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki
penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang
F. Komplikasi Osteoporosis
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur. Berbagai fraktur yang terjadi akibat komplikasi dari osteoporosis
antara lain ; fraktur vertebra, fraktur pinggul, fraktur femur, fraktur
pergelangan tangan, dan berbagai macam fraktur lainnya

G. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia


lanjut
I. Determinan Massa Tulang
1. Faktor genetic
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat
kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar
dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia.
Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam
Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
2. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping
faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik
Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan
juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau
pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot
maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya
atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang
harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau
pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui
dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa
lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
3. Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi
yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai
maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan.
Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas
kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan
tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
II. Determinan Penurunan Massa Tulang
1. Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah
mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar.
Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai
ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal
sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar
badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi
proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan
lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang
lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia
yang sama.
2. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn
proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya
usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting
antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya
aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena
massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut
pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam
proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia,
terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi
yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan
mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang
mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik,
menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas,
bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara
masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada
wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi
melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan
estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan
kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
4. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein
akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat
melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama
makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka
fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin.
Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui
tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan
kalsium yang negative.
5. Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari
makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung
akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
7. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering
ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan
masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang
meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak
sensitif. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah
penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan
tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-
frame vertebra.
I. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan
untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita
osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah
-2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan
tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai
BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa
tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai
energi photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi
tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai
jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA.
Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan
2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan
lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-
bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek
seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur
densitas tulang secara volimetrik
II. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer
dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
III. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah
yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas
serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai
arsitektur trabekula.
IV. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa
kelainan metabolisme tulang.
V. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang
yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat
korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa
korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang
sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan
yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
VI. CT-SCAN
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral
vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra
atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada
pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
VII. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.

I. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan
Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau
menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan
mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya. tujuan dari pengobatan ini
adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara
menghambat kerja osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas.
Akan tetapi saat ini obat-obat yang beredar pada umumnya bersifat anti
resorpsi. Yang termasuk obat antiresorpsi misalnya: esterogen, kalsitonin,
bifosfonat. Sedangkan Kalsium dan Vitamin D tidak mempunyai efek
antiresorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan untuk
optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh
sel osteoblas.
b. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi
aktivitas sel osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas.
Pemberian terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan
osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen
sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna.
Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi
cairan, peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada
pemakaian jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara.
Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah: kanker payudara,
kanker endometrium, hiperplasi endometrium, perdarahan uterus
disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma ovarium,
dan penyakit hait yang berat Beberapa preparat estrogen yang dapat
dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi, adalah estrogen terkonyugasi
0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1 Ð 2mg/ hari, 17-estradiol perkutan
1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 Ð 50 mg setiap 6 bulan.
Kombinasi estrogen dengan progesteron akan menurunkan risiko
kanker endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang
mendapatkan TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sebagai suplemen
mulai digalakkan pemakaiannya sebagai TSH. Beberapa penelitian
menyatakan memberikan hasil yang baik untuk keluhan defisiensi
estrogen, atau mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak
dalam kacang kedelai, daun semanggi.
Ada golongan preparat yang mempunyai efek seperti estrogen
yaitu golongan Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen
Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor
estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian
keganasan payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang
diduga melibatkan TGF yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi
menghambat diferensiasi sel osteoklas.
c. Bifosfonat
Bifosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan
osteoporosis. Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari
2 asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon.
Bifosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan
cara berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja
osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim
lisosomal di bawah osteoklas. Pemberian bifosfonat secara oral akan
diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55
dari dosis yang diminum).
Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama-sama
dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai minuman lain
kecuali air. Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan perut
kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan makan apapun
minimal selama 30 menit, dan selama itu penderita harus dalam posisi
tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20 - 50% bifosfonat yang
diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12 - 24 jam.
Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas,
bifosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulan-bulan
bahkan bertahuntahun, tetapi tidak aktif lagi. Bifosfonat yang tidak
melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh
dan akan diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus
hati-hati pemberiannya pada penderita gagal ginjal..
Generasi Bifosfonat adalah sebagai berikut:
1) Generasi I : Etidronat, Klodronat
2) Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
3) Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat

Hormon lain: hormon-hormon ini akan membatu meregulasi


kalsium dan fosfat dalam tubuh dan mencegah kehilangan jarungan
tulang.
1) Kalsitonin
2) Teriparatide
Kalsium: kalsium dan vtamin D diperlukan untuk meningkatkan
kepadatan tulang.
1) Konsumsi perhari sebanyak 1200-1500 mg (melalui makanan dan
suplemen).
2) Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk
meningkatkan kepadatan tulang.

d. Latihan pembebanan (olahraga)


Olahraga merupakan bagian yang sangat penting pada
pencegahan maupun pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi
penderita osteoporosis sangat berbeda dengan olahraga untuk pencegahan
osteoporosis. Gerakan-gerakan tertentu yang dapat meningkatkan risiko
patah tulang harus dihindari. Jenis olahraga yang baik adalah dengan
pembebanan dan ditambah latihanlatihan kekuatan otot yang disesuaikan
dengan usia dan keadaan individu masing-masing. Dosis olahraga harus
tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat
pada wanita dapat menimbulkan gangguan pola haid yang justru akan
menurunkan densitas tulang. Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup
sehat dapat menghambat kehilangan mineral tulang, membantu
mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan kebugaran secara
umum untuk mengurangi risiko jatuh. Monoklonal antibodi RANK-
Ligand.
Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan
aktivitas sel osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara
biomolekuler RANK-L sangat berperan. RANK-L akan bereaksi dengan
reseptor RANK pada osteoklas dan membentuk RANK- RANKL
kompleks, yang lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya
deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk mencegah terjadinya reaksi
tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L yang
dikenal dengan: denosumab. Besarnya dosis yang digunakan adalah 60
mg dalam 3 atau 6 bulan.
e. Pencegahan
1. Mengurangi asupan protein hewani: Protein hewani meningkatkan
kehilangan kalsium.
Studi lintas budaya telah menemukan hubungan yang kuat antara
asupan protein hewani dan risiko patah tulang pinggul. Tingginya
asupan daging (lima atau lebih porsi per minggu) secara signifikan
meningkatkan risiko retak tulang lengan bawah pada perempuan,
dibandingkan dengan makan daging kurang dari sekali per minggu.
Wanita lansia yang mengkonsumsi sejumlah besar daging kehilangan
tulang lebih cepat dan risiko lebih besar terkena retak tulang
pinggul.Risiko masalah tulang tampaknya berkurang ketika protein
hewani diganti dengan protein dari sumber nabati, terutama kedelai.
Dalam studi klinis dengan wanita menopause, makanan kedelai
telah ditemukan mencegah keropos tulang. Penelitian telah
menunjukkan hubungan positif antara protein kedelai dan kepadatan
mineral tulang pada wanita menopause. Hal ini mungkin karena
konsentrasi senyawa yang relatif tinggi yang disebut isoflavon dalam
protein nabati.
2. Peningkatan konsumsi buah dan sayuran
Penelitian telah menunjukkan bahwa diet kaya buah-buahan dan
sayur-sayuran berkaitan dengan kepadatan mineral tulang lebih tinggi
pada pria dan wanita. Asosiasi ini mungkin karena kalium, magnesium,
dan vitamin K dalam buah-buahan dan sayuran.
3. Mengurangi asupan natrium
Beberapa studi telah menemukan bahwa asupan tinggi natrium
menyebabkan hilangnya kalsium dari tubuh. Namun, efek dari
pembatasan natrium terhadap integritas tulang jangka panjang dan
risiko patah tulang masih belum jelas dan memerlukan penelitian lebih
lanjut.
4. Pola makan rendah lemak
Studi telah menemukan bahwa asupan lemak yang lebih tinggi
dikaitkan dengan kehilangan tulang yang lebih besar dan risiko patah
tulang lebih besar. Mekanisme yang mungkin meliputi kecenderungan
asupan lemak yang berlebihan mengurangi penyerapan kalsium dan
mempengaruhi produksi hormon. Secara khusus, asam lemak omega-6
dapat menyebabkan hilangnya tulang dengan mengorbankan
pembentukan tulang baru.
5. Moderasi dalam penggunaan kafein
Penelitian telah menemukan bahwa perempuan yang
mengkonsumsi paling banyak kafein telah mempercepat kehilangan
tulang belakang dan hampir tiga kali lipat risiko terkena patah tulang
pinggul. Resiko kehilangan tulang tampak tertinggi pada wanita yang
mengkonsumsi lebih dari 18 ons kopi per hari, atau 300 mg kafein dari
sumber lain.
6. Membatasi suplemen vitamin A
Penelitian telah menunjukkan bahwa asupan vitamin A yang
terlalu tinggi, baik dengan makanan atau suplemen, dapat menyebabkan
penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko fraktur pinggul.
Asupan sehat dan cukup vitamin A dapat dipastikan dengan beta-
karoten dari sumber tanaman, sayuran terutama oranye dan kuning.
7. Kombinasi suplemen vitamin D dan kalsium
Pada klien dengan obat-yang menyebabkan osteoporosis, kombinasi dari
kedua nutrisi tampaknya bermanfaat signifikan dalam mengurangi
kehilangan tulang lebih lanjut. Suplemen vitamin D (500 sampai 800
IU/hari) dan kalsium (1200-1300 mg/hari) juga telah ditemukan
meningkatkan kepadatan tulang dan penurunan kehilangan tulang dan
risiko patah tulang pada wanita dewasa yang lebih tua. Klien wanita
dengan diagnosa osteoporosis harus mendapatkan asupan kalsium total dari
pola makan dan suplemen sekitar 1500 mg/hari dalam dosis terbagi tiga
atau lebih, ditambah sedikitnya 400 sampai 800 IU vitamin D setiap hari.
Namun, klien yang tidak berisiko tinggi untuk osteoporosis mungkin tidak
memerlukan suplemen kalsium. Hal ini terutama berlaku untuk pria, yang
mungkin memiliki peningkatan risiko terkena kanker prostat jika mereka
mengkonsumsi terlalu banyak kalsium atau susu

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
A. Anamnese
1) Identitas
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien
tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b) Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu
mengidentifikasi adanya :
a) Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan
pinggang
b) Berat badan menurun
c) Biasanya diatas 45 tahun
d) Jenis kelamin sering pada wanita
e) Pola latihan dan aktivitas
3) Pola aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, makan,
mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk pribadi yang baik dan
individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat
mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan
aktifitas yang adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas
tubuh memerlukan interaksi yang kompleks antara saraf dan
muskuloskeletal.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan
menurunnya gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat
dan lancar ) menurun, dan stamina menurun.

B. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang
belakang
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki
2) B2 ( Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin
dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi
gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek
obat.
3) B3 ( Brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah,
klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
a) Kepala dan wajah : ada sianosis
b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
c) Leher : Biasanya JVP dalam normal
Nyeri punggung yang disertai pembatasan pergerakan spinal
yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur atau
lebih, fraktur kompresi vertebra
4) B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan
pada sistem perkemihan.
5) B5 ( Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun
perlu di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
6) B6 ( Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien
osteoporosis sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s
hump) dan penurunan tinggi badan dan berat badan. Ada perubahan
gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri
spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3.

C. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa
tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis.
Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang
paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal
merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus
vertebrae menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari
nucleus pulposus kedalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
2) CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3biasanya tidak menimbulkan
fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra
dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.

II. Diagnosa keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur
vertebra spasme otot, deformitas tulang.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder
akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
c. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan
skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
d. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.

III. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra,
spasme otot, deformitas tulang.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
 Klien akan mengekspresikan nyerinya
 Klien dapat tenang dan istirahat yang cuku
 Klien dapat mandiri dalam perawatan dan penanganannya secara
sederhana.
Intervensi :
1) Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi atau
menyebar pada abdomen atau pinggang. Skala nyeri 7-9 yaitu nyeri
berat.
Rasional : Tulang dalam peningkatan jumlah trabekular,
pembatasan gerak spinal.
2) Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan
mengurangi rasa nyerinya
Rasional : Alternatif lain untuk mengatasi nyeri, pengaturan posisi,
kompres hangat dan sebagainya.
3) Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri :
 Aspirin
 Phenyl-butazone
 Naproxen
 Ibuprofen
 Diclofenac
 Piroxicam
 Tenoxicam
 Celecoxib
 Lumiracoxib
Rasional : Keyakinan klien tidak dapat menoleransi obat yang
adekuat atau tidak adekuat untuk mengatasi nyerinya.
4) Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat dengan
berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih 15 menit
Rasional : Kelelahan dan keletihan dapat menurunkan minat untuk
aktivitas sehari-hari.

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder


akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan
klien mampu melakukan mobilitas fisik.
Kriteria hasil :
 Klien dapat meningkatan mobilitas fisik
 Klien mampu melakukan aktivitas hidup sehari hari secara mandiri.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
Rasional : Dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak
yang sesuai dengan kemampuannya.
2) Rencanakan tentang pemberian program latihan :
 Bantu klien jika diperlukan latihan
 Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari hari yang dapat
dikerjakan
 Ajarkan pentingnya latihan.
Rasonal : Latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi
sirkulasi darah.
3) Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup
sehari hari.
Rasional : Aktifitas hidup sehari-hari secara mandiri.
4) Peningkatan latihan fisik secara adekuat :
 Dorong latihan dan hindari tekanan pada tulang seperti berjalan
Rasional : Masa otot lebih besar sehingga memberikan
perlindungan pada osteoporosis.
 Instruksikan klien untuk latihan selama kurang lebih 30 menit
dan selingi dengan istirahat dengan berbaring selama 15 menit
Rasional : Program latihan merangsang pembentukan tulang.
 Hindari latihan fleksi, membungkuk tiba– tiba,dan penangkatan
beban berat
Rasional : Gerakan menimbulkan kompresi vertical dan fraktur
vertebra.

c. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan


skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam Cedera
tidak terjadi
Kriteria Hasil :
 Klien tidak jatuh dan fraktur tidak terjadi
 Klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
Intervensi :
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman :
 Tempatkan klien pada tempat tidur rendah
 Amati lantai yang membahayakan klien
 Berikan penerangan yang cukup
 Tempatkan klien pada ruangan yang tertutup dan mudah untuk
diobservasi
 Ajarkan klien tentang pentingnya menggunakan alat pengaman
di ruangan
Rasional : Menciptakan lingkungan yang aman dan mengurangi
risiko terjadinya kecelakaan.
2) Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan kebutuhan :
 Kaji kebutuhan untuk berjalan
 Konsultasi dengan ahli therapist
 Ajarkan klien untuk meminta bantuan bila diperlukan
 Ajarkan klien untuk berjalan dan keluar ruangan
Rasional : Ambulasi yang dilakukan tergesa-gesa dapat
menyebabkan mudah jatuh.
 Bantu klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara
hati-hati
Rasional : Penarikan yang terlalu keras akan menyebabkan
terjadinya fraktur.
3) Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan, tidak naik
tanggga, dan mengangkat beban berat
Rasional : Pergerakan yang cepat akan lebih memudahkan
terjadinya fraktur kompresi vertebra pada klien osteoporosis.
4) Ajarkan pentingnya diet untuk mencegah osteoporosis :
 Rujuk klien pada ahli gizi
 Ajarkan diet yang mengandung banyak kalsium
Rasional : Diet kalsium dibutuhkan untuk mempertahankan kalsium
serum, mencegah bertambahnya kehilangan tulang
 Ajarkan klien untuk mengurangi atau berhenti menggunakan
rokok atau kopi
Rasional : Kelebihan kafein akan meningkatkan kalsium dalam
urine dan alcohol akan meningkatkan asidosis yang meningkatkan
resorpsi tulang
5) Ajarkan tentang efek rokok terhadap pemulihan tulang
Rasional : Rokok dapat meningkatkan terjadinya asidosis
6) Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
Rasional : Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat
menyababkan pusing, mengantuk, dan lemah yang merupakan
predisposisi klien untuk jatuh.

d. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi


yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
klien memahami tentang penyakit osteoporosis dan program
terapi.
Kriteria hasil :
 Klien mampu menjelaskan tentang penyakitnya
 Klien mampu menyebutkan program terapi yang diberikan
 Klien tampak tenang.
Intervensi :
1) Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi.
2) Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya osteoporosis
Rasional : Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih
memahami tentang penyakitnya.
3) Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping
penggunaan obat
Rasional : Suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung
dan distensi abdomen maka klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium
bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping
tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai untuk
menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.

IV. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan
V. Evaluasi
Menurut Nursalam (2001), evaluasi merupakan tahap akhir dari
proses keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk menilai
keberhasilan dalam asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung
terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan.
Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu:
 Masalah teratasi
 Masalah teratasi sebagian
 Masalah tidak teratasi
 Timbul masalah baru
Evaluasi terdiri dari 2 jenis yaitu: evaluasi formatif dan evaluasi
sumatif. Evaluasi formatif disebut juga proses evaluasi jangka pendek
atau evaluasi sedang berjalan dimana evaluasi dilakukan secepatnya
setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
Sedangkan evaluasi sumatif disebut juga evaluasi akhir atau hasil atau
jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan paripurna dan menjadi suatu metode dalam memonitori
kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini
lazimnya menggunakan format SOAP.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara
faktor genetic dan faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia jenis
kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. Faktor
lingkungan meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi,
gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel
terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium
bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi
tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan
tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi
penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan
kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu
penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli
kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan
asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat
kalsium(kalsium karbonat).
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas,
rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa
terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah
kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan
tangan.
B. Saran
Adapun saran dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Diharapkan sebagai seorang perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan pendekatan yang komprehensif demi tercapainya
asuhan keperawatan yang optimal serta perlunya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan agar dapat melaksanakan asuhan
keperawatan kepada klien dengan cermat,cepat dan tepat.
2. Diharapkan dapat meningkatkan ilmu dan wawasan kepada para
pembaca tentang asuhan keperawatan osteoporosis
3. Diharapkan dengan adanya makalah ini, dapat dijadikan acuan dalam
peningkatan pendidikan dan pengetahuan dalam pemberian asuhan
keperawatan medical bedah yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai