Oleh :
AFDALNI
NIM : 1814201251
2019/2020
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep lansia .
Definisi
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi
Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4)
UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami
banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi
dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan
normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman
panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia
lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan
sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan
beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan
merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan
berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di
mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia
mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi
hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia
lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan
baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari
dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menurut UU No. 12 tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun
(Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena
biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian
(Hutapea, 2005).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan
penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang
perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Penggolongan lansia
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan menjadi 4,
yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Ciri-ciri Lansia.
Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia,yaitu:
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Kemunduran dapat
berdampak pada psikologis lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada
lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya
jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek
terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih senang
mempertahankan pendapatnya dari pada mendengarkan pendapat orang lain.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam segala hal.
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar
tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung mengembangkan konsep
diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
B. Konsep kematian.
Pengertian kematian .
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir dari kehidupan
manusia(Buku Ajar Keperawatan Gerontik : 435).
Pengertian kematian / mati adalah apabila seseorang tidak teraba lagi denyut nadinya tidak bernafas
selama beberapa menit dan tidak menunjukan segala refleks, serta tidak ada kegiatan otak.(Nugroho:
153).
Penyebab kematian
1. Penyakit.
a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mamae).
b. CVD (cerebrovascular disaese).
c. CRF (chronic renal failure (gagal ginjal) ).
d. Diabetes melitus (gangguan endokrin).
e. MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) ).
f. COPD (chronic obstruction pulmonary disaese)
2. Kecelakaan (hematoma epidural).
Tahap Kematian
Tahap – tahap ini tidak selamanya bruntutan secara tetapi dapat saling tindih. Kadang–kadang klien
lanjut usia melalui suatu tahap tertentu untuk kemudian kembali ketahap itu. Lama setiap tahap dapt
bervariasi, mulai dari beberapa jam sampai beberapa bulan. Apabila tahap tertentu berlangsung sangat
singkat, bisa timbul kesan seolah – olah klien lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat
memperhatikan seksama dan cermat.(Nugroho:2008)
1. Tahap Pertama ( Penolakan )
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasany, sikap itu ditandai dengan komentar
“saya?tidak, itu tidak mungkin”. Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa
maut menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap
penolakannya sehingga ia tidak memerhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh
perawat. Ia bahkan menekan apa yg telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari
berbagai macam sumber profesional dan nonprofesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan
bahwa mau sudah diambang pintu.
2. Tahap kedua (marah)
tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi tidak terkendali. Klien lanjut usia itu berkata “mengapa
saya? ” sering kali klien lanjut usia akan selalu mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah
marah terhadap perawat dan petugas kesehatan lainya tentang apa yang mereka lakukan. Pada tahap
ini, klien lanjut usia lebih menganggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan
disini merupakan mekanisme perthanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang
sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dankehidupan. Pada saat ini, perawat kesehatan harus berhati
– hati dalam memberi penilaian sebagai reaksi yang normal terhadap kemtian yang perlu
diungkapkan.
3. Tahap ketiga (tawar – menawar )
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata , “ya, benar aku, tapi...” kemarahan
biasnya mereda dan klien lanjut usia biasanya dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa
yang sedang terjadi pada dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar menawar ini banyak orang cenderung
untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum mau tiba, dan akan menyiapkan beberpa
hal, misalnya klien lanjut usia mempunyai permintaan terkhir untuk melihat pertandingan olahraga,
mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil, atau makan direstoran. Perawat dianjurkan memenuhi
permohonan itu karena membantu klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya.
4. Tahap keempat (sedih/ depresi )
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata “ya, benar aku” hal ini biasanya
merupakan saat yang menyedihkan karena lanjut usia sedang dalam suaana berkabung. Di masa
lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintainya dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya
sendiri. Bersamaan dengan itu, dia harus meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah
dinikmatinya. Selam tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering menangis.
Saatnya perawat duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang melalui masa sedihnya
sebelum meninggal
5. Tahap kelima (menerima/ asertif)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian.menjelang saat ini, klien lanjut usia telah
membereskan segala urusan ysng belum selesesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi karena
sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan
ketenangan. Seseorang mungkin saja lama ada dalam tahap menerima, tetapi bukan tahap pasrah yang
berarti kekalahan . Dengan kata lain pasrah terhadap maut tidak berarti menerima maut.
Pengaruh Kematian
1. Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia :
a. Bersikap kritis terhadap cara perawatan.
b. Keluarga dapat menerima kondisinya.
c. Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut.
d. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat mengatasi rasa
sedih.
e. Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.
f. Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat memperbesar beban emosi keluarga.
g. Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan.
2. Pengaruh kematian terhadap tetangga / teman :
a. Simpati dan dukungan moril.
b. Meremehkan / mencela kemampuan tim kesehatan
Intervensi
Perencanaan adalah langkah kedua dalam proses keperawatan. Termasuk penentuan apa yang
dapat dilakukan perawat terhadap pasien dan pemilihan intervensi keperawatan yang tepat.
DK Tujuan Rencana Intervensi Evaluasi
Gangguan Kebutuhan oksigen
- Menciptakan Kebutuhan oksigen
kebutuhan terpenuhi lingkungan yang sehat dapat terpenuhi
oksigen - Mengamati dan
mengkaji keadaan
pernapasan pasien
- Membersihkan slem
- Melatih pasien untuk
pernapasan
- Mengupayakan
Gangguan Rasa nyaman penurunan suhu tubuh Rasa nyaman
kenyamanan terpenuhi - Memberi obat sesuai terpenuhi
dengan program
- Mempertahankan
kebutuhan nutrisi yang
Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi cukup Kebutuhan nutrisi
terpenuhi terpenuhi
- Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
Gangguan Keseimbangan elektrolit Kebutuhan cairan
keseimbangan cairan dan elektrolit dan elektrolit
cairan dan terpenuhi terpenuhi
elektrolit - Mempertahankan
kelancaran defekasi
Gangguan Kebutuhan Kebutuhan
eleminasi alvi eliminasi (defekasi) eliminasi (defekasi)
terpenuhi terpenuhi
- Mempertahankan
Kebutuhan kelancaran berkemih
Gangguan eliminasi
eliminasi urine (berkemih) Kebutuhan
terpenuhi eliminasi
- Memenuhi kebutuhan (berkemih) dapat
Kebutuhan gerak (mobilisasi) terpenuhi
Keterbatasan pergerakan (sendi
pergerakan dan otot) terpenuhi- Membantu memenuhi
kebutuhan merawat diri Kebutuhan
Kebutuhan merawat pergerakan dapat
Perubahan diri terpenuhi - Ciptakan komunikasi terpenuhi
perawatan diri yang terapeutik, dengan
member penjelasan kepada Perawatan diri
Kebutuhan istirahat pasien tentang pentingnya dapat terpenuhi
dan tidur terpenuhi istirahat terhadap tubuh
Gangguan pola
tidur Menciptakan lingkungan Kebutuhan istirahta
yang terapeutik. dan tidur dapat
trepenuhi
- Tak ada keluhan,
dapat tidur
- Ekspresi bangun
Rasa cemas tidur ceria, segar
hilang/berkurang bugar
Pengkajian
1. Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.
2. Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang
diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa
terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin,
inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misalnya :
Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit
mis gagal ginjal.
3. Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun,
distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan
membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
4. Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
5. Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
6. Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
7. Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
8. Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang
muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi atau
barrier komunikasi.
9. Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi
terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi
peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju
kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan
yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Diagnosa
1. Ansietas (ketakutan individu, keluarga) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif
pada gaya hidup.
2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
3. Distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan,
atau ketidakmampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
Intervensi.
1. Diagnosa I : Ansietas (ketakutan individu, keluarga) yang berhubungan diperkirakan dengan
situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan
efek negatif pada pada gaya hidup.
· Tujuan :
Kecemasan pasien dan atau keluarga akan berkurang / hilang.
· Kriteria hasil :
Klien atau keluarga akan :
1) Mengungkapkan ketakutannya yang berhubungan dengan gangguan.
2) Menceritakan tentang efek gangguan pada fungsi normal, tanggung jawab, peran dan gaya
hidup.
· Intervensi :
1) Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya.
· Berikan kepastian dan kenyamanan.
· Tunjukkan perasaan tentang pemahaman dan empati, jangan menghindari pertanyaan.
· Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan
pengobatannya.
· Identifikasi dan dukung mekanisme koping efektif Klien yang cemas mempunpunyai penyempitan
lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar.
R/ : Ansietas cenderung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran
peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
2) Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang.
R/ : Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat
dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atau parah tidak
menyerap pelajaran.
3) Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka.
R/ : Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn kesempatan untuk
memperbaiki konsep yang tidak benar.
4) Berikan klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif.
R/ : Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang.
2. Diagnosa 2 : Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi,
penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
· Tujuan :
Pasien dan keluarga siap secara mental menghadapi kondisi dan kenyataan yang akan terjadi.
· Kriteria Hasil :
· Klien akan :
1) Mengungkapakan kehilangan dan perubahan
2) Mengungkapakan perasaan yang berkaitan kehilangan dan perubahan
3) Menyatakan kematian akan terjadi
· Anggota keluarga akan melakukan hal berikut : mempertahankan hubungan erat yang efektif , yang
dibuktikan dengan cara sbb :
1) Menghabiskan waktu bersama klien
2) Mempertahankan kasih sayang , komunikasi terbuka dengan klien
3) Berpartisipasi dalam perawatan
· Intervensi :
1) Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan
kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan, jelaskan bahwa berduka adalah
reaksi yang umum dan sehat.
R/ : Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa kematian sedang
menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang
dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota
keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
2) Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan
keberhasilan pada masa lalu.
R/ : Stategi koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
3) Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif.
R/ : Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian
yang terjadi.
4) Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan
dengan jujur.
R/ : Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi
di terima.
5) Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan
dukungan.
R/ : Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan
berikut :
· Membantu berdandan.
· Mendukung fungsi kemandirian.
· Memberikan obat nyeri saat diperlukandan.
· Meningkatkan kenyamanan fisik (skoruka dan bonet 1982).
3. Diagnosa 3 : Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system
pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman
kematian.
· Tujuan :
Tidak terjadi distres spiritual pada pasien dan keluarga.
· Kriteria Hasil :
Klien dan keluarga mampu memenuhi kebutuhan spiritualnya yaitu dapat melakukan sholat dalam
keadaan sakit.
· Intervensi :
1) Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau
spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya.
R/ : Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do’a atau praktek spiritual lainnya, praktek ini
dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2) Ekspesikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius
atau spiritual klien.
R/ : Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien dalam
mengekspresikan keyakinan dan prakteknya
.3) Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat
dilaksanakan.
R/ : Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan.
4) Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo’a bersama klien lainnya atau membaca buku
keagamaan.
R/ : Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat
membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
5) Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk
mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan (kapel dan injil RS).
R/ : Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual
yang penting .