Anda di halaman 1dari 27

GAMBARAN PERILAKU MEROKOK PADA LANSIA

DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS SENTANI
PROPOSAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:
IRYANTI PALILING
0091040159

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAK U LTAS K E D O K T E RAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2013

BAB I
PENDAHULUAN
I.1

LATAR BELAKANG
Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang, dimana seseorang mengalami

kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011). Menurut Badan Pusat

Statistik (2011) populasi lansia 1,94% dan tahun 2012 (1,95%). Rata-rata pertambahan populasi
setiap tahun 1,94%, dan diprediksikan 2020 (11,20%), hal ini memerlukan perhatian karena
lansia merupakan kelompok yang beresiko dan rentan terkena masalah kesehatan seperti
hipertensi, dan diperkuat dengan kebiasaan merokok.
Kelompok beresiko (at risk) adalah sekelompok orang yang memiliki peluang resiko
terjadinya masalah kesehatan atau penyakit tertentu baik ada maupun tidak adanya faktor yang
berkonstribusi. Association of state and Territorial Health Offices (ASTHO, 2008 dalam
Bittikaka, 2012) mendefinisikan at risk berhubungan dengan faktor-faktor yang meningkatkan
seseorang memperoleh suatu penyakit. Berdasarkan hal tersebut, maka kelompok resiko tinggi
adalah kelompok yang memiliki peluang terjadinya sakit akibat faktor resiko yang menyertai.
Apriana (2012) melaporkan bahwa jumlah perokok di dunia 41,6%. Menurut Rikesdas
(2010) jumlah perokok di Indonesia 34,7% di Papua 37,1%. Angka ini lebih rendah dari dunia
tetapi lebih tinggi dari angka nasional. Oleh sebab itu memerlukan perhatian karena rokok
berisiko terhadap kejadian hipertensi.
Hipertensi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik
secara lambat atau mendadak. Menurut Kemenkes (2013) prevalensi penderita hipertensi
diprediksikan tahun 2025 sebanyak 29% didunia, 31,7% di Indonesia. MenurutInstitute Of
Medicine (2011) salah satu indikator 2020 adalah mengurangi proporsi penggunaan tembakau
pada lansia.
Kemenkes (2013) menyatakan bahwa hipertensi merupakan faktor resiko utama kematian
akibat Penyakit Tidak Menular di dunia dan meningkat dari 41,7% menjadi 60%. Hipertensi
disebut sebagai sillent killer karena terjadi tanpa tanda dan gejala. Sebanyak 76,1% populasi
tidak sadar telah menderita hipertensi. Apabila hipertensi tidak segera diobati akan
mengakibatkan komplikasi penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan kebutaan.
World Health Organisation (WHO, 2011) melaporkan bahwa penyebab kematian lebih
dari 5 juta per tahun dan diperkirakan 10 juta tahun 2020, 70% diantaranya berada dari negara
berkembang. Kebiasaan merokok yang terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi
akan sangat berbahaya dan memicu penyakit yang berkaitan dengan jantung dan darah.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan hipertensi menduduki urutan kedelapan
dari 10 besar penyakit di Kabupaten Jayapura periode 2012. Penderita hipertensi di Puskesmas
Sentani 6,9% lebih tinggi dari Puskesmas Harapan 6.8% dan Puskesmas Dosay 6,14%, dari data
tersebut maka peneliti memilih Puskesmas Sentani sebagai tempat penelitian karena tingginya
proporsi lansia dengan hipertensi.

Melihat dari latar belakang dan data yang diperoleh bahwa angka kejadian hipertensi
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan faktor gaya hidup yang tidak sehat seperti
kebiasaan merokok. Hal ini mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang penyebab
sehingga dapat terjadi hipertensi pada seseorang khususnya pada lansia. Karena itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Gambaran Perilaku Merokok Pada Lansia
Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani.
I.2

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian adalah: Bagaimana Gambaran Perilaku Merokok Pada Lansia Dengan
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani.

I.3
a.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku merokok pada lansia dengan hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sentani.

b. Tujuan Khusus : Mengidentifikasi


1. Gambaran karakteristik lansia dengan hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Sentani
2. Gambaran karakteristik prilaku merokok pada lansia dengan hipertensi mencakup; pengetahuan,
sikap dan tindakan di Wilayah Kerja Pusekesmas Sentani.
I.4
a.

MANFAAT PENELITIAN

Bagi Dinas Kesehatan


Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukkan dan pertimbangan dalam membuat kebijakan di
bidang kesehatan di masa mendatang khususnya dalam kejadian hipertensi.

b. Bagi Responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan responden tentang bahaya
merokok terhadap kejadian hipertensi.
c.

Bagi peneliti
Dapat menjadi pedoman bagi peneliti dalam ilmu keperawatan khususnya tentang bahaya rokok
terhadap kejadian hipertensi.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk pneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Perilaku
A.

Pengertian Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung,
maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 2007).
Skiner 1938 (dalam Notoadmodjo, 2007) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Macam-macam perilaku dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (Covert Behavior)


Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tertutup (Covert). Respons atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon
terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah
dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
B.

Domain perilaku
Bloom, 1908 (dalam Notoadmodjo, 2007) seorang ahli psikolog pendidikan membagi
perilaku manusia itu ke dalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni kognitif, afektif,
psikomotor. Dalam perkembangan teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan ksehatan, yaitu:

1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif memunyai 6 tingkatan yaitu:
a.

Tahu

Tahu artinya sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini mengingat kembali (Recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c.

Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada siuasi atau kondisi sebenarnya.

d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuanuntuk menjabarkan materi atau objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya
satu sama lain.
e.

Sintesis
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f.

Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2. Sikap
Sikap merupakan reaksi suatau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek. Komponen pokok dari sikap adalah kepercayaan terhadap suatu objek,
kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak. Sikap
terdiri daribeberapa tingkatan, yaitu:
a.

Menerima (Receiving), dimana bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).

b. Merespon (Responding), dimana individu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan


dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c.

Menghargai (Valuing), dimana individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertangung Jawab (Responsible), diamna individu bertanggung jawab terhadap segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan. Praktik ini memunyai beberapa tingkatan,yaitu:

a.

Persepsi
Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah
merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah
merupakan indikator praktik tingkat kedua.
c.

Mekanisme
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu
sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapaipraktik tingkat ketiga.

d. Adopsi
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang engan baik. Artinya
tindakan itu sudah dimodifikasikannya tapa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut teori Lawrence Green (1990), menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi
oleh tiga faktor, yaitu:
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Termasuk didalamnya, sikap, kepercayaan, kenyakinan, dan nilai-nilai.
a. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang

lain.

Pengetahuan merupakan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.


b. Sikap

Mempengaruhi perilaku karena sikap merupakan kesiapan berespon atau bertindak. Bila
klien bersikap kurang baik sehubungan dengan perilaku merokok maka hal tersebut dapat
berpengaruh terhadap munculnya penyakit hipertensi.
c. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, nenek. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan kenyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
Masyarakat yang mempercayai suatu kenyakinan tertentu, maka dalam menghadapi suatu
perilaku kesehatan akan berpengaruh terhadap status kesehatannya.
d. Kenyakinan
Suatu hal yang dianggap benar dan dianut sebagai aturan yang dilakukan oleh masyarakat.
e. Nilai-nilai
Didalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan sikap
orang dalam menyelenggarakan hidup masyarakat.

2. Faktor Pendukung (Enabling Factors)


Faktor pendukung disini adalah ketersediaan sumber-sumber dan fasilitas yang memadai.
Sumber-sumber dan fasilitas tersebut sebagian harus digali dan dikembangkan dari masyarakat
itu sendiri. Faktor pendukung ada dua macam, yaitu: fasilitas fisik dan fasilitas umum. Fasitilitas
fisik yaitu fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan,alat
kontrasepsi, jamban dan sebagainya. Sedangkan fasilitas umum yaitu media informasi, misalnya
TV, koran, dan majalah.
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor penguat di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
a. Pengaruh Orang Tua
Orang tua sangat berpengaruh sekali dalam pembinaan perilaku anakanaknya. Anak akan
mudah terpengaruh untuk berperilaku merokok jika melihat orang tua mereka merokok. Anak yang
berasal dari keluarga yang kurang bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anakanaknya juga dapat memicu anak untuk berperilaku merokok, dibanding anak-anak yang berasal dari
keluarga yang bahagia.
b. Pengaruh Teman

Semakin banyak anak-anak merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya


adalah perokok dengan alasan agar anak tersebut dapat diterima dilingkungannya dan tidak dikatakan
benci oleh sebagian anak lainnya.

II.2

Konsep Rokok

A. Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120mm (bervariasi
tergantung negara) dengan diameter sekitar 10mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah
dicacah. Rokok merupakan benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa jantan.
B. Bahan-bahan yang terkandung dalam rokok
Rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen, dan setidaknya 200 diantaranya
dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah Nikotin, Tar, dan
Monoksida. (Marlina, 2010)
1. Nikotin
Nikotin adalah zat aditif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini bersifat
karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan, meracuni syaraf tubuh,
meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh darah perifer dan menyebabkan
ketagihan serta ketergantungan pada pemakainya.
2. Tar
Tar merupakan kumpulan dari beribu-beribu bahan kimia dalam
komponen padat asap rokok yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Pada saat
rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin
akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran
pernafasan dan paru-paru.
3. Karbon Monoksida
Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah
darah tidak dapat mengikat oksigen.
C. Bahaya Rokok
Berikut ini adalah bahaya atau dampak dari merokok ketergantungan, kanker paru dan
kanker lainnya, impotensi, gangguan janin, gangguan pernafasan, osteoporosis, dan merusak
gigi:
a. Ketergantungan

Akibat yang paling gawat dari penggunaan nikotin adalah ketergantungan. Rokok adalah
salah satu zat adiktif sekali seseorang menjadi perokok, akan susah untuk mengakhirinya.
Ketergantungan pada rokok itu akan menyerang tubuh perokok baik fisik maupun psikologis.
b. Penyakit jantung
Zat-zat yang dihasilkan oleh asap rokok menyebabkan adanya
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Pembuluh darah yang menyempit kemudian
akan mengurangi aliran oksigen menuju jantung, otak, dan organ-organ penting lainnya. Apalagi
ditambah dengan penyumbatan akibat endapan lemak. Hal ini menyebabkan jantung bekerja
lebih cepat tetapi aliran oksigen menyedikit akibat penyempitan pembuluh darah, inilah yang
menyebabkan perokok memiliki resiko terkena penyakit jantung yang sangat tinggi.
c. Kanker paru dan kanker lainnya
Kanker paru selalu dikaitkan dengan bahaya rokok dan juga dapat menyebabkan kanker
lainnya seperti dari mulut, laring, tenggorokan, kanker ginjal, kandung kemih, leher rahim, dan
kanker darah.
d. Impotensi
Rokok merupakan faktor resiko utama untuk penyakit pembuluh darah perifer, yang
mempersempit pembuluh darah yang membawa darah keseluruh tubuh. Pembuluh darah ke
penis juga terpengaruh karena merupakan pembuluh darah yang kecil dan dapat mengakibatkan
impoten.
e. Gangguan janin
Merokok berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi dan janin dalam kandungan,
termasuk infertilitas, keguguran, kematian janin dalam kandungan.
f. Gangguan pernafasan
Merokok meningkatkan resiko kematian karena penyakit paru kronis
hingga sepuluh kali lipat. Sekitar 90% kematian karena penyakit paru kronis disebabkan oleh
merokok.
g. Osteoporosis
Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin yang terkandung dalam
rokok akan mempercepat penyerapan tulang, selain itu proses pembentukan tulang akan sulit
terjadi, hal ini disebabkan oleh tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh.
h. Merusak gigi

Zat-zat kimia beracun pada asap rokok menimbulkan plak yang aktif berkonstribusi
merusak gigi. Perokok satu setengah kali lebih mudah kehilangan gigi. Selain itu dapat
menyebabkan struktur gigi rusak.
III.3 Konsep Hipertensi
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Sarif La Ode, 2012). Menurut Agoes
(2011) hipertensi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik
secara lambat atau mendadak. Hipertensi menetap merupakan faktor resiko terjadi stroke,
penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung, gagal ginjal. Meskipun peningkatan tekanan
darah relatif kecil, hal tersebut dapat menurunkan angka harapan hidup.

Tabel 2.1
Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Tekanan Darah
Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)
Normal
Prehipertensi
Hipertensi Stadium I
Hipertensi Stadium II

< 120 dan < 80


120 139 atau 80 89
140 159 atau 90 99
> 160 atau > 100
Sumber : Agoes Azwar (2011)

B. Jenis Hipertensi
Jenis hipertensi ada dua yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Garnadi, 2012).
1) Hipertensi Primer
Hipertensi yang terjadi tanpa adanya kondisi atau penyakit penyebab disebut sebagai
hipertensi primer. Biasa di sebut juga dengan hipertensi esensial. Berdasarkan penelitian,
sebagian besar masyarakat mengidap hipertensi jenis ini meski tidak di sebabkan adanya kondisi

atau penyakit, tetapi ada beberapa faktor resiko penyebab gangguan kemampuan tubuh untuk
mengatur tekanan darah. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor usia, keturunan, stres, obesitas, pola
makan tidak sehat, merokok, konsumsi alkohol
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi yang diakibatkan oleh adanya penyakit lain. Hanya sedikit kasus hipertensi yang
terdeteksi akibat penyakit atau kondisi tertentu, misalnya hipertensi yang terjadi karena adanya
penyakit ginjal, kelainan hormon, kelainan jantung dan penyakit pembuluh darah.
C.

Gejala Hipertensi
Hipertensi pada sebagian orang menyebabkan keluhan pusing, sakit kepala atau leher
terasa kaku. Sementara itu pada kebanyakan orang tidak menimbulkan keluhan (Garnadi, 2012).
Hipertensi biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin. Hipertensi dapat
di ketahui dengan mengukur tekanan darah. Biasanya penyakit ini tidak memperlihatkan gejala,
meskipun beberapa pasien melaporkan nyeri kepala, lesu, pandangan kabur, muka yang terasa
panas atau telinga mendenging. Hipertensi sering terjadi bersamaan dengan ketegangan mental,
stres, gelisah. Gelisah berkepanjangan atau kronis atau mudah tersinggung sering ditemukan
pada pengidap hipertensi. Di pihak lain enselopati hipertensi sering menimbulkan gejala
mengantuk, kebingungan, gangguan penglihatan mual dan muntah (Agoes dkk, 2011).

D.

Epidemiologi Hipertensi
Menurut model ini, apabila ada perubahan dari salah satu faktor, maka akan terjadi
perubahan keseimbangan diantara mereka, yang berakibat akan bertambah atau berkurangnya
penyakit yang bersangkutan (Nandar, 2009).

1. Host (Penjamu)
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit hipertensi pada penjamu:
a. Daya Tahan Tubuh Terhadap Penyakit
Daya tubuh seseorang sangat dipengaruhi oleh kecukupan gizi, aktifitas, dan istirahat.
Dalam hidup modern yang penuh kesibukan juga membuat orang kurang berolagraga dan
berusaha mengatasi stresnya dengan merokok , minum alkohol, atau kopi sehingga daya tahan
tubuh menjadi menurun dan memiliki resiko terjadinya penyakit hipertensi.
b. Faktor Genetik

Para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi
(genetik) dengan resiko untuk juga menderita penyakit ini. Faktor genetik disini merupakan
faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor genetik ini memainkan peran penting dalam
hipertensi primer.
c. Umur
Pertambahan usia akan meningkatkan resiko hipertensi pada seseorang. Kejadian hipertensi
lebih sering terjadi pada kelompok lansia. Resiko hipertensi meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Pertambahan usia pada umumnya dapat meningkatkan tekanan sistolik.
Keadaan ini terkait dengan proses pengerasan pembuluh darah (Garnadi, 2012).
Semakin tua usia seseorang, maka pengaturan metabolisme zat kapurnya (kalsium)
terganggu. Hal ini menyebabkan banyaknya zat kapur beredar bersama aliran darah, akibatnya
darah akan menjadi lebih padat dan tekanan darahpun meningkat.
Endapan kalsium di dinding pembuluh darah (arterosklerosis) menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Aliran darahpun menjadi terganggu dan memicu peningkatan tekanan darah.
Pertambahan usia menyebabkan elastisitas arteri berkurang. Arteri tidak lagi lentur malah
cenderung kaku sehingga volume darah di jaringan tak mencukupi, maka jantung harus
memompa lebih kuat, sehingga tekanan darah meningkat.
d. Jenis Kelamin
Pada umumnya resiko hipertensi pada pria lebih tinggi dari pada wanita. Namun pada usia
pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita akan meningkat. Ini berkaitan dengan
premenopause yang dialami perempuan yang mengakibatkan tekanan darah menjadi naik.
Sebelum menopause wanita relatif terlindungi dari penyakit kardivaskuler karena adanya hormon
estrogen. Sementara itu kadar estrogen pada wanita akan menurun pada wanita yang memasuki
masa menopause. Dengan demikian, resiko hipertensi pada wanita usia lanjut menjadi lebih
tinggi.
e. Pekerjaan
Stress pada pekerjaan cenderung menyebabkan terjadinya hipertensi berat. Pria yang
mengalami pekerjaan penuh tekanan, misalnya penyandang jabatan yang menuntut tanggung
jawab besar tanpa disertai wewenang pengambilan keputusan, akan mengalami tekanan darah
yang lebih tinggi selama jam kerjanya, dibandingkan dengan rekannya mereka yang jabatan nya
lebih longgar tanggung jawabnya . Stres yang terlalu besar dapat memicu terjadinya berbagai

penyakit misalnya sakit kepala,sulit tidur, tukak lambung, hipertensi, penyakit jantung, dan
stroke.
f. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang-orang yang berkulit hitam daripada orang
berkulit putih. Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi ditemukan pada orang kulit hitam
kadar renin yang lebih rendah daripada kulit putih.
Beberapa negara pernah dilakukan penelitian yang menunjukan bahwa ras dengan kulit
berwarna mempunyai faktor lebih tinggi terkena hipertensi. Faktor suku mungkin berpengaruh
pada hubungan antara umur dan tekanan darah, seperti yang ditunjukan oleh kecenderungan
tekanan darah yang meninggi bersamaan dengan bertambahnya umur secara progresif pada
orang Amerika berkulit hitam keturunan afrika ketimbang orang amerika berkulit putih. Etnis
Amerika keturunan Afrika menempati posisi tertinggi terkena hipertensi (Sofia, 2010).
2. Agent (Penyebab Penyakit)
Agent adalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya atau ketidakberadaannya dapat
menimbulkan penyakit atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Untuk penyakit hipertensi
yang menjadi agen adalah:
a. Faktor Nutrisi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang peranan penting terhadap
timbulnya hipertensi. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler
tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi.
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per
hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya
masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam. Indra perasa kita
sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin,
sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar.
Juga terbukti adanya hubungan antara resiko hipertensi dengan makanan cepat saji yang
kaya daging. Makanan cepat saji juga merupakan salah satu penyebab obesitas (berat badan
berlebih). Dilaporkan bahwa 60% penderita hipertensi mempunyai berat badan berlebih.
b. Faktor Kimia

Mengkonsumsi

obat-obatan

seperti

kokain,

Pil

KB

Kortikosteroid,

Siklosporin,

Eritropoietin, Penyalahgunaan Alkohol, Kayu manis (dalam jumlah sangat besar).


c. Faktor Biologi
Penyebab tekanan darah tinggi sebagian besar diketahui, namun peneliti telah membuktikan
bahwa tekanan darah tinggi berhubungan dengan resistensi insulin dan atau peningkatan kadar
insulin (hiperinsulinemia). Keduanya tekanan darah tinggi dan resistensi insulin merupakan
karakteristik dari sindroma metabolik , kelompok abnormalitas yang terdiri dari obesitas,
peningkatan trigliserid, dan HDL rendah (kolesterol baik) dan terganggunya keseimbangan
hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah.
Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan, namun hubungannya tidak
sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari interaksi gen yang beragam, sehingga tidak ada tes
genetik yang dapat mengidentifikasi orang yang berisiko untuk terjadi hipertensi secara
konsisten.
d. Faktor Fisik
Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada saat
melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat.
Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga) bisa memicu terjadinya hipertensi pada
orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan.
Berat badan yang berlebih akan membuat seseorang susah bergerak dengan bebas.
Jantungnya harus bekerja lebih keras untuk memompa darah agar bisa menggerakkan berlebih
dari tubuh terdebut. Karena itu obesitas termasuk salah satu yang meningkatkan resiko
hipertensi.
3. Enviroment (Lingkungan)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh
luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia.
Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup misalnya gaya hidup kurang baik
seperti gaya hidupnya penuh dengan tekanan (Stres). Stres yang terlalu besar dapat memicu
terjadinya berbagai penyakit seperti hipertensi. Dalam kondisi tertekan adrenalin dan kortisol
dilepaskan ke aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah agar tubuh siap
beraksi. Gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam
makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang
diturunkan.

Terdapatnya perbedaan keadaan geografis, dimana daerah Pantai lebih berisiko terjadinya
penyakit hipertensi dibading dengan daerah pegunungan, karena daerah pantai lebih banyak
terdapat natrium bersama klorida dalam garam dapur sehingga Konsumsi natrium pada
penduduk pantai lebih besar dari pada daerah pegunungan.
Penyakit hipertensi ditemukan disemua daerah di Indonesia dengan prevalensi yang cukup
tinggi. Dimana daerah perkotaan lebih dengan gaya hidup modern lebih berisiko terjadinya
penyakit hipertensi dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Berikut ini adalah factor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi menurut teori HL
Blum yaitu:
a. Faktor Genetik
Peneliti juga telah mengidentifikasi selusin gen yang mempunyai kontribusi terhadap
tekanan darah tinggi. Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan, namun
hubungannya tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari interaksi gen yang beragam,
sehingga tidak ada tes genetik yang dapat mengidentifikasi orang yang berisiko untuk terjadi
hipertensi secara konsisten.
Riwayat penyakit yang di derita, bagi keturunan penderita hipertensi Jika ada anggota
keluarga yang menderita penyakit hipertensi, walaupun belum adanya tes genetik secara
konsisten terhadap penyakit hipertensi tetaplah berhati-hati. Karena dalam garis keluarga pasti
punya struktur genetik yang sama.

b. Faktor Perilaku
Faktor perilaku seperti misalnya gaya hidup kurang baik seperti pengkonsumsian makanan
cepat saji yang kaya daging dan minuman bersoda, memiliki kadar kolesterol darah yang tinggi,
kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), gaya hidup stres,stres
cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu,
maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.
Kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein dan beralkohol atau garam dalam makanan;
bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Serta
kebiasaan merokok karena rokok dapat meningkatkan risiko penyakit hipertensi.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan
berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya), seperti: Indra perasa kita yang sejak

kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin,
sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit
dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran,
hotel, dan lain-lain).
d. Faktor Pelayananan
Faktor pelayanan kesehatan adalah kurangnya pemberdayaan masyarakat dalam usaha
pencegahan penyakit hipertensi dengan pemeriksaan tekanan darah secara teratur, kurangnya
perencanaan program mengenai pencegahan penyakit hipertensi dari provider (pelayanan
kesehatan) di puskesmas mengenai pencegahan penyakit hipertensi dengan pengaturan pola
makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup, kurangnya kerja sama dengan berbagai sektor
terkait guna pencegahan terjadinya penyakit hipertensi, serta kurangnya penilaian, pengawasan
dan pengendalian mengenai program pencegahan penyakit hipertensi di Puskesmas.
E. Penyebab Hipertensi
Berdasarakan sebabnya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan hipertensi
sekunder. Hipertensi primer terjadi penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder timbul
karena kondisi tertentu, misalnya penyakit ginjal atau tumor(Agoes, 2011).
1. Hipertensi Primer
Hanya sebagian kecil penyakit hipertensi yang dapat diketahui penyebabnya, sedangkan
sebnyak 90-95% kasus tidak diketahui. Pasien-pasien ini mungkin memiliki kelainan-kelainan
endokrin atau ginjal yang jika ditangani dapat mengembalikan tekanan darah menjadi normal.
2. Hipertensi Sekunder
Sebanyak 5-10% hipertensi timbul akibat penyebab tertentu dan disebut hipertensi
sekunder. Beberapa keadaan yang dapat menjadi penyebabnya yaitu:
a) Hipertensi Renal
Hipertensi ini timbul akibat penyakit ginjal, misalnya penyakit ginjal polikistik atau
glomerulonefritis kronis. Hipertensi juga dapat disebabkan penyakit pembuluh darah yang
mendarahi ginjal. Keadaan ini dikenal sebagai hipertensi renovaskuler, yaitu terjadi akibat
menurunnya perfusi ke ginjal karena penyempitan cabang utama arteri renalis atau stimulasi
sistem renin-angiontensin secara berlebihan.
b) Hipertensi Adrenal

Hipertensi ini timbul akibat penyakit atau gangguan di korteks adrenal. Pada
aldosteronisme primer, terdapat hubungan yang jelas antara retensi sodium yang disebabkan
aldoteron dan hipertensi.
F. Pencegahan Hipertensi
Pencegahan hipertensi termasuk mempertahanka berat badan yang sehat secara fisik aktif;
mengikuti rencana makan yang sehat yang menekankan buah-buahan, sayuran dan makanan
rendah lemak susu; memilih dan menyiapkan makaanan dengan garam sedikit dan natrium;
sampai pada mengubah kebiasan seperti berhenti atau paling tiak meminimalkan merokok dan
konsumsi alkohol. Pencegahan hipertensi memungkinkan seseorang untuk terhindar dari
berbagai jenis komplikasi (Yusri, 2011).

1. Langkah 1 : Pola Makan Sehat


Penelitian telah menunjukan bahwa mengikuti rencana makan sehat dapat mengurangi resiko
terjadinya hipertensi dan menurunkan tekanan darah yang sudah tinggi. Langkah ini merupakan
awal pencegahan hipertensi yang baik.
2. Langkah 2: Mengurangi Garam Dan Sodium Ketika Diet
Kunci makan sehat adalah memilih makanan rendah garam dan natrium. Kebanyakan orang
mengonsumsi garam lebih dari yang mereka butuhkan. Rekomendasi saat ini adalah untuk
mengkonsumsi kurang dari 2,4 gram sodium dalam sehari bukan hanya pencegahan hipertensi
tetapi juga menjaga tekanan darah tetap normal. Perbandingan itu sama dengan 6 gram (sekitar 1
sendok teh) garam meja sehari.
3.

Langkah 3: Mempertahakan Berat Badan Normal


Kelebihan berat badan meningkatkan resiko terkena hipertensi bahkan, tekanan darah
meningkat dengan meningkatnya berat badan. Pencegahan hipertensi dini sangat efektif jika
sesorang memiliki berat badan ideal. Lakukan diet menurunkan berat badan jika anda kelebihan
berat badan.

4. Langkah 4: Menjadi Lebih Aktif


Menjadi lebih aktif secara fisik merupakan salah satu langkah yang paling penting yang dpaat
dilakukan untuk mencegah hipertensi atau mengontrol tekanan darah. Hal ini membantu
mengurangi resiko penyakit jantung. Cukup dengan olahraga ringan dalam sehari.
5. Langkah 5: Berhenti mengonsumsi Alkohol

Minum alkohol terlalu banyak dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini juga dapat
membahayakan hati, otak dan jantung. Minuman beralkohol juga mengandung kalori, yang
menimbulkan masalah jika memiliki program untuk menurunkan berat badan.
6. Langkah 6: Berhenti Merokok
Merokok melukai dinding pembuluh darah dan mempercepat proses pengeresan pembuluh
darah. Berhenti merokok merupakan salah satu upaya dalam mengubah gaya hidup sehat demi
pencegahan hipertensi.
III.4 Konsep Lansia
A. Pengertian Lansia
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba
menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Lansia
merupakan suatu proses alami yang di tendukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang yang
mengalami proses menjadi tua akan mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara
bertahap (Azizah, 2011).
Menurut WHO (2007) mengolongkan usia lanjut menjadi tiga yaitu: Middle Age antara
usia 45-59 tahun, Elderly Age antara 60-74 Tahun, Old Age antara 75-90 Tahun.
Ageing Process (proses penuaan) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat menahan rangsangan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang di derita (Azizah, 2011).
B. Masalah-Masalah Kesehatan Lansia
Masalah-masalah kesehatan yang sering dijumpai pada lansia yaitu penyakit
kardiovaskuler, hipertensi, stroke, penyakit ginjal, rematik, osteoporosis dan gangguan tidur
(Ummi, 2012).
1. Penyakit Kardiovaskuler
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar pada usia lanjut di seluruh
dunia. Pada lansia penyakit ini sering ditemui. Dengan adanya peninggian prevalensi lansia maka
terjadi pula peningkatan prevalensi penyebab kardiovakuler. Penyakit jantung pada lansia yaitu
penjakit jantung koroner, yang merupakan penyakit jantung yang disebabkan oleh gangguan
pada pembuluh darah koroner.

2. Hipertensi
Hipertensi sering dijumpai pada lansia. Pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah
menyebabkan terjadinya pengapuran. Berkurangnya elastisitas pembuluh darah menyebabkan
terjadinya hipertensi. Hal ini erat kaitannya dengan proses degenerasi karena penuaan.
3. Stroke
Menurut kriteria World Health Organisation (WHO), stroke secara klinis didefinisikan
sebagai gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala baik lokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian karena
peredaran darah otak.
4. Penyakit ginjal
Setelah umur 30 tahun mulai terjadi penurunan kemampuan ginjal dan pada usia 60 tahun
kemampuan ginjal menurun hingga 50% dari kapasitas fungsinya pada usia 30 tahun. Ini
disebabkan proses fisiologi berupa berkurangnya jumlah nefron.
5. Rematik
Proses menua mempengaruhi juga sistem otot dan persendian, dengan kemungkinan
timbulnya penyakit rematik. Kejadian penyakit ini meningkat sejalan dengan meningkatnya usia.
Rematik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada
bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot.
6. Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sehingga dengan trauma
minimal tulang akan patah. Osteroporosis merupakan kelainan kerangka tulang pada lansia,
tulang menjadi tipis, rapuh, dan mudah patah akibat kekurangan kalsium.
7. Gangguan tidur
Dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan manusia adalah makan dan
tidur. Keadaan normal (sehat) maka pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan
tidur nyenyak. Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni
sulit untuk masuk dalam proses tidur. Tidurnya tidak nyenyak dan mudah terbangun, jika
terbangun sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1

Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan survey. Dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai
perilaku merokok pada lansia dengan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani.

III.2

Kerangka

Konsep

III.3 Populasi dan Sampel


a.

Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Sentani.

b. Sampel
Sampel dalam penelitian adalah total seluruh lansia yang terkena penyakit hipertensi di
Wilayaj Kerja Puskesmas Sentani.
III.4 Tempat dan Waktu Penelitian
a.

Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani. Dengan alasan karena di
Puskesmas Sentani menepati urrutan pertama jumlah lansia dengan hipertensi.

b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013.
III.5 Variabel dan Definisi Operasional
a. Variabel Penelitian
1) Variabel Independen
Variabel independen adalah Perilaku merokok pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Sentani

2) Variabel Dependen
Variabel Dependen adalah kejadian lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sentani.
b. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Alat dan
Hasil Ukur
Operasional
Cara Ukur
Variabel Independen
Perilaku
Pengetahuan Pemahaman tentang Kuesioner
Menggunakan cu
mengenai
t of point mean
kandungan dan
2. Baik bila
bahaya rokok
nilainya >
terhadap diri sendiri
1. Buruk bila
dan lingkungan
nilainya <
Sikap
Peryataan lansia
Kuesioner
Menggunakan cu
mengenai setuju
t of point mean
atau tidak setuju
2. Baik bila
terhadap kebiasaan
nilainya >
merokok
1. Buruk bila
nilainya <
Tindakan
Suatu aktifitas yang Kuesioner
Menggunakan
dilakukan lansia
cut of point mean
2. Baik bila
nilainya >
1. Buruk bila
nilanya >
Kerakteristik lansia
Jenis
Jenis kelamin lansia Kuesioner 1. Laki-laki
Kelamin
laki-laki perempuan menggunaka 2. Perempuan
n ceklist
Pendidikan
Pendidikan lansia
Kuesioner 2. > SMA
berdasarkan ijazah
dengan
1. < SMA
terakhir yang
menggunaka
dimiliki
n ceklist
Pendapatan
Pendapatan lansia
Kuesioner 1. < 1.750.000
dengan
2. > 1.750.000
pertanyaan
terbuka
Etnis
Jenis suku yang
Kuesioner 2. Papua
dimiliki lansia
dengan
1. Non Papua
menggunaka
n ceklist

Skala
Ukur

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Nomina
l
Nomina
l

Nomina
l

Nomina
l

Variabel dependen
Hipertensi
Kenaikan tekanan
Kuesioner
darah melebihi batas dengan
normal
pertnyaan
terbuka

Dalam mmHg
Rasio
1. Bila normal
TD S=140
mmHg
TD D=90 mmHg
2. Hipertensi
TD S= >140
mmHg
TD D= >90
mmHg

III.6 Instrumen dan Cara Pengumpulan


a. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen
dalam penelitian ini berupa kuesioner. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
untuk mengetahui gambaran perilaku merokok pada lansia dengan hipertensi
1) Kuesioner pertama berisi data karakteristik responden
Kuesioner pertama diisi oleh responden meliputi jenis kelamin, pendidikkan, pekerjaan,
pendapatan dan etnis. Responden mengisi dengan memberikan tanda ceklis () pada jawaban
yang sesuai dengan kondis, pendapatan. Kuesioner ini terdiri dari 5 item (no 1-4).
2) Kuesioner kedua berisi pengetahua tentang rokok
3) Kuesioner ketiga berisi sikap terhadap rokok
4) Kuesioner keempat berisi tentang tindakan
b. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Data primer
Data primer diperoleh dengan membagikan kuesioner kepada responden yang bersedia,
kemudian di analisis dan disajikan dalam bentuk narasi.
2) Data sekunder
Melakukan koordinasi dengan Kepala Puskesmas Sentani tentang rencana penelitian,
setelah mendapat persetujuan peneliti mengecek data-data yang berkaitan dengan hipertensi.
III.7 Analisa Data
a. Pengolahan data

Berdasarkan data yang terkumpul di lapangan maka dilakukan analisis data terhadap hasil
pengisian kuesioner. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, maka
dilakukan empat tahapan pengolahan data terlebih dahulu yaitu: Editing, coding, prossing,
cleaning(Bittikaka, 2012).
1. Editing
Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner
apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten, a) Lengkap:
semua pernyataan sudah terisi jawaban; b) Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisan cukup jelas
terbaca; c) Relevan: jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaan; d) konsisten;
apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawabannya konsisten.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka
atau bilangan. Kegunaan dari koding adalah untuk mempermudah pada saat analisis data dan
juga mempercepat pada saat entry data.

3. Processing
Setelah kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati pengkodean, maka
langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah dientry dapat di analisis.
Pemprosesan data dilakukan dengan cara mengentry data dari kuesioner ke paket program
komputer.
4. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dientry apakah ada keselahan atau tidak. Kesalahan tersebut mungkin terjadi pada saat kita
mengentry ke komputer.
b. Analisa data
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing
variabel, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Analisa data menggunakan tabek dengan
rumus:
P=
Keterangan:

x 100 %

= Jumlah presentase yang dicari

= Frekuensi jawaban yang benar

= Jumlah responden

III.8 Etika Penelitian


Sesuai dengan Komite Nasional Etik Penelitian Kesehatan Indonesia, maka aplikasi prinsip
dasar etika penelitian, terdiri dari: perfect for person,beneficince, justice. Resiko persetujuan
etika resiko (etical clearance) dan cara menghindari resiko (Dempy&Dempsey, 2002).
a. Benefience (manfaat) dan Maleficience (tidak menimbulkan resiko)
Prinsip beneficience artinya penelitian yang dilakukan haruslah memberikan dampak yang
positif terhadap respon baik langsung maupun tidak langsung dan perlu penjelasan secara rinci
sebelum dilakukan informed consent.
Malefience artinya penelitian tidak menimbulakn resiko pada responden. Responden
dilindungi dari cedera fisik, sosial atau emosional.
b. Perfect to person (menghormati harkat martabat manusia)
Pada penelitian ini, peneliti tidak menampilkan identitas responden (anonymous) serta
menjaga kerahasiaan data yang diperoleh (confidintialyti) dengan cara menggunakan kode
responden.
c. Justice (keadilan)
Prinsip justice, yaitu berlaku adil untuk semua, yang merupakan prinsip moral dengan
kewajaran dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya. Peneliti
menjamin privacy responden dan menjunjung tinggi harga diri responden. Peneliti harus
melakukan upaya untuk menghindari invasi terhadap privasi responden dan tidak menempatkan
mereka pada situasi yang merendahkan diri atau tidak berkemanusiaan.
III.9.1

Persetujuan Sebelum Penelitian (Inform Consent)


Perhatian terbesar pada riset yang subjeknya manusia adalah perlindungan hak-hak subjek
untuk mengambil keputusan sendiri yang dijamin oleh formulir persetujuan. Ini berarti
responden harus dibuat sadar sepenuhnya terhadap situasi dan setuju untuk berpartisipasi
didalamnya.
Pada penelitian ini sebelum responden bersedia berpartisipasi, peneliti harus memberi
penjelasan yang dapat dimengerti mengenai tujuan penelitian dan manfaat penelitian, setiap

responden diberi penjelasan mengenai resiko ketidaknyamanan potensial yang mungkin akan
dialami sebagai hasil dari penelitian, peneliti harus bersedia menjawab semua pertanyaan
mengenai prosedur yang diajukan oleh responden, responden diberitahu bahwa mereka dapat
mengundurkan

diri

dari

investigasi

penelitian

kapan

saja,

dan

peneliti

harus

memastikan anonimitis dan kerahasiaan.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes Azwar, dkk. 2010. Penyakit Di Usia Tua, EGC: Jakarta


Ahmad Rifai Rifan, 2010. Merokok Haram, Republika: Yogyakarta
Apriana

kurniani,

dkk.

2012. Jurnal

Kesehatan

Masyarakat.

http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/JKM
Azizah.L.M, 2011. Keperawatan Usia Lanjut, Graha Media: Yogyakarta
Bittikaka Fransisca, 2011. Hubungan Karakteristik Keluarga Balita Dan Kepatuhan Dalam Berkunjung
Ke Posyandu Dengan Status Gizi Balita Dikelurahan Kota Baru Abepura Jayapura. Universitas
Indonesia. Depok
Depkes, 2010. Laporan Hasil Riset Kesahatan Dasar (Riskesdas) Nasional, TabelRikesdas2010.pdf
Depkes, 2011. Estimasi Penduduk Sasaran Program Pengembangan Kesehatan,
http://depkes.go.id
Depkes, 2013. Waspadai hipertensi kendalikan tekanan darah,http://pppl.depkes.go.id. Di akses 12
April 2013
Dewi Sofia & Digi Familia. 2010. Hidup Bahagia dengan Hipertensi, Aplus Books: Yogyakarta

Institute Of Medicine Of The National Academic, 2011. Indicators For Health People, di peroleh
tanggal 31 maret dari (http://www.iom.edu/. health)
Ip Suiraoka, 2012. Penyakit Degeneratif, Nuha Medika: Yogyakarta
Lawrence W Green & Marshall W Kreuten, 2005. Health Program Planning An Education and
Ecological Approach (Fourth Edition). Mc Graw Hill: Amerika
Marlina, 2010. Merokok Terhadap Hipertensi.http://Marlinasulistianingsi.blogspot.com
Nandar

Sawatri,

2009.

Segitiga

epidemiologi. http://fharmacy.blogspot.com

Notoatmodjo,S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta
P.Dempy & A.Dempsey, 2002. Riset Keperawatan, EGC: Jakarta
Sarif La Ode, 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Nuha Medika: Yogyakarta
Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Graha Media: Yogyakarta
Tonang Dwi,

2008.

Rokok,

Kemiskinan

dan

Nurani,

http://tonang.staff.uns.ac.id
Ummi Maesaruh, 2012. Masalah Masalah Kesehatan Pada Lansia. http://ummieyammy.blogspot.com
Yayasan Jantung Indonesia, 2003, Information, Mengenal Hipertensi, www.google.com. di akses 8 Juni
2008.
Yudi Garnadi, 2012. Hidup Nyaman Dengan Hipertensi, Agromedia Pustaka: Jakarta

Yusri, 2011. Pencegahan Hipertensi Secara Sederhana.http://www.kesehatan123.com


______, 2012. Bahaya merokok.http://kemonbaca.blogspot.com//2012//08/bahaya-merokok.html

Anda mungkin juga menyukai