Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SISTEM PULMONARY

Oleh :
Kelas A2 2017
Kelompok 2

1. KURNIA IRJAYANTI P (NH0117062)


2. KLARA JELI TETIRAY (NH011760)
3. KEZIA YUNITASARI KUSUMA (NH0117059)
4. LIFIA NUR (NH0117066)
5. KRISDIANTY WEDLLEN (NH0117061)
6. NUR HABIBA FEBRIYANTI (NH01170108)
7. LAILA FITRI RUPO (NH0117063)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2020
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah lalu.
Perawat juga mengkaji keadaan keadaan pasien dan keluarganya. Kajian
tersebut berfokus kepada manifestasi klinik keluhan utama, kejadian yang
membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, dan riwayat psikososial, riwayat kesehatan dimulai dari
biografi pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan
sistem pernapasan adalah usia, jenis kelamain, pekerjaan (terutama
gambaran kondisi tempat kerja), dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal
mencakup kondisi tempat tinggal, serta apakah pasien tinggal sendiri atau
dengan orang lain yang nantinya berguna bagi perencaan pulang (discharge
planning) .
a. Keluhan utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini, keluhan utama yang
biasa muncul pada pasien yang mengalami gangguan siklus O2, dan CO2
antara lain; batuk, peningkatan produksi sputum, dispnea, hemoptisis,
wheezing, stridor, dan nyeri dada.
1) Batuk (cough)
Batuk merupakan gejala utama pada pasien dengan gangguan
sistem pernapasan. Tanyakan berapa lama pasien mengalami batuk
(misal: satu minggu, tiga bulan), tanyakan juga bagaimana hal
tesersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal; pada malam
hari, ketika bangun tidur) atau hubunganya dengan aktivitas fisik.
Tentukan batuk terebut apakah produktif atau nonprodukstif dan
berdahak atau kering.
2) Peningkatan produksi sputum
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan
batuk atau bersihan tenggorokan. Percabangan trakheobronkhial
secara normal memproduksi sekitar 3 ons mukus setiap hari sebagai
bagian dari mekanisme pembersihan nornal (“nornal cleaning
mechanium”). Namun produksi sputum akibat batuk adalah tidak
normal. Tanyakan dan catat warna konsitensi, bau, dan jumlah dari
sputum karena hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan dari
proses patologik. Jika terjadi infeksi, sputum dapat berwarna kuning
atau hijau, putih atau kelabu, dan jernih. Pada keadaan edema paru-
paru, sputum akan berwarna merah muda karena mengandung darah
dengan jumlah yang banyak.
3) Dispnea
Dispnea merupakan suatu persepsi kesulitan bernapas/napas
pendek dan merupakan perasaan subjektif pasien. Perawat mengkaji
tentang kemampuan pasien saat melakukan aktivitas sebagai comtoh
ketika berjalan apakah pasien mengalami dispnea? Perlu dikaji juga
kemampuan timbulnya paroxsysmal necturnal dispnea dan orthopnea,
yang berhubungan dengan penyakit paru-paru kronis dan gagal
jantung kiri.
4) Hemoptisi
Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut saat batuk.
Perawat mengkaji apakah dara tersebut berasal dari paru-paru
biasanya berwarna merah terang karena darah paru-paru distimulasi
segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptisis
antara lain bronkhitis kronik, bronkhiektasis, tuberkolosis (TB), paru-
paru cystic fibrosisi, upper airway necrotizing granulema, emboli
paru-paru, pnemonia, kanker paru-paru dan abses paru-paru.
5) Chest pain
Nyeri dada ( chest pain) dapat berhubungan dengan masalah
jantung dan paru-paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat
menolong perawat untuk menmbedakan nyeri pada pluera,
muskuloskeletal, kardiak, dan gastroinstestinal. Paru-paru tidak
mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri. Namum saraf tersebut
dimiliki oleh iga, otot, pluera parietal, dan percabangan
trakheubronkhial. Oleh karena perasaan nyeri murni bersifat subjektif,
maka perawat harus menganalisis nyeri yang ditimbulkan dan
berhubungan dengan masalah.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernapasan pasien.
Secara umum perawat perlu menanyakan hal-hal berikut:
1) Riwayat merokok, merokok merupakan penyebab utama kanker paru-
paru, emfisema, dan bronkhitis kronis. Semua keadaan itu sangat
jarang menimpa non-perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal:
a) Usia mulanya merokok secara rutin
b) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari
c) Usia menghentikan kebiasaan merokok
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-
paru sekarang kurangnya ada tiga hal yaitu:
1). Penyakit infeksi
tertentu khususnya tuberkulosis ditularkan melalui satu orang ke
orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang
terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
2). Kelainan alergi
seperti asma bronkhial, menunjukkan suatu predisposisi keterunan
tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh konflik
keluarga atau orang terdekat
3). Pasien bronkhitis kronis
mungkin bermukim didaerah yang tingkat polusi udaranya tinggi,
namun polusi udara tidak menimbbulkan bronkhitis kronis, melainkan
hanya memperburuk penyakit tersebut.
2. Kajian sistem head to toe
a. inspeksi
prosedur inspeksi yang dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut:
a) pemeriksaan dada dimulai dari dada postterior dan pasien harus dalam
keadaan duduk
b) dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya.
c) Tindakan dilakukan dari atas sampai ke bawah
d) Inspeksi dada posteroir terhadap warna kulit dan kondisimya ( skar,
lesi, dan massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis, dan
lordosis)
e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakkan dada
f) Observasi tipe pernapasan seperti pernapasan hidung atau pernapasan
diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fae ekspirasi (II), rasio pada fase ini normalnya adalah 1: 2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan
napas dan serinh ditemukan pada pasien dengan chronic airflow
limitation (CAL)/Chronic Obstructive Pulmonary Discase (COPD)
h) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anterposterior (AP)
dengan diameter lateral/tranversal (T). Rasio normal berkisar antara 1:
2 sampai 5 : 7, tergantung dari kondisi cairan tubuh pasien.
i) Kelainan pada bentuk dada :
1) Barrel chest
Timbul akibat terjadinya overinflatoin paru-paru. Terdapat
peningkatan diameter AP : T (1: 1), sering terjadi pada pasien
emfisema
2) Funnel chest (pectus excavatum)
Timbul jika terjadi depresi pada bagian bawah dari sternum, hal ini
akan menekan jantung dan pembuluh darah besar yang
mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsis,
marfons syndrome, atau akibat kecelakaan kerja.
3) Pigeon chest (pectus carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum yang
mengakibatkan terjadi peningkatan diameter AP terjadi pada pasien
dengan kifoskolinsis berat.
4) Kyphoscoliosis (kifoskoliosis)
Terlihat dengan adanya elevasi skapula yang akan menggangu
pergerakan paru-paru. Kelainan ini dapat timbul pada pasien
dengan osteoporisis dan kelainan muskuluskeletal lain yang
memengaruhi toraks.
Kifosisi: meningkatnya kelengkungan normal columna vertebrae
thoracallas menyebabkan pasien tampak bongkok.
Skoliosis: melengkungnya vertebrae thoracalls ke samping disertai
rotasi vertebral.
a) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnya ekspansi dada megindikasikan penyakit
pada paru-paru pleura.
b) Observasi retraksi abnormla ruang interkostal selama inspirasi,
yang mengindikasikan obstruksi jalan napas.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengindentifikasi keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi). Palpasi toraks berguna untuk
mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inpeksi seperti massa, lesi, dan
bengkak. Perlu dikaji juga kelembutan kulit terutama jika pasien
mengeluh nyeri. Perhatikan adanya getaran dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara (vocal premitus)
c. Perkusi
perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner,
organ yang ada disekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:
1). Suara perkusi normal
a) Resortam soner): dihasilkan dari jaringan paru-paru normal
umumnya bergaung dan bernada rendah
b) Dullnea: dihasilkan diatas bagian jantung dan paru-paru
c) Tympany: dihasilkan diatas perut yang berisi udara umumnya
bersifat musikal
2) Suara perkusi abnormal
a) Hiperrosman : bergaung rendah dibandingkan dengan resonan
dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi udara.
b) Flatness: nadanya lebih tinggi dari dulliness dan dapat didengar
pada perkusi daerah paha. Dimana seluruh areanya berisi
jaringan.
d. Auskultasi
Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencakuo
mendengarkan suara napas normal dan suara tambahan (abnormal). Suara
napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas
dari laring ke alveoli dan bersifat bersih.
1) Jenis suara napas normal adalah:
a) Bronkhial
Sering juga disebut dengan 'tubular sound' karena suara ini
dihasilkan oelh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya
terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di
antara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trakhea atau
daerah lekuk suprasternal.
b) Bronkovesikular
Merupakan gabungan dari suara napas bronkhial dan vesikular.
Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasi
sama panjang dengan ekpirasi. Suara ini terdengar di daerah dada
dimana bronkhus tertutup oleh dinding dada.
c) Vesikular
Terdengar lembut, halus, ssperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi, ekpirasi terdengar seprrti tiupan.
2) Jenis suara napas tambahan adalah:
a) Wheezing
Terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara
nyaring, musikal, suara terus menerus yang disebabkan aliran udara
melalui jalan napas yang menyempit.
b) Ronchi
Terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara
terdengar perlahan, nyaring, dan suara menggorok terus-menerus.
Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi
sputum.
c) Pleural Friction rub
Terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara kasar,
berciut, dan suara seperti gesekan akibat dan inflamasi pada daerah
pleura. Sering kali pasien mengalami nyeri saat bernapas dalam.
d) Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu:
 Fine crackles
Setiap fase lebih ssring terdengar saat inspirasi. Karakter
suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah
yang lembap di alveoli atau bronkhiolus. Suara seperti rambut
yang digesekkan.
 Coarse crackles
Lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar,
suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi
pada jalan napas yang besar. Mungkin akan berubah ketika
pasien batuk.
3. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup
pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respiarasi.
Beberapa kondisi respiratori timbul akibat stres. Penyakit pernapasan kronis
dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan hubungan dengan
orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan, atau
ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawat
dapat mengkaji reaksi pasien terhadap masalah stress psikososial dan
mencari jalan keluarnya.
B. DIAGNOSIS KEPRAWATAN
Diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan gangguan saluran
pernapasan (oksigenesi) yang mencakup ventilasi, difusi, da transportasi
sesuai dengan klasifikasi NANDA (2005) serta pengembangan dadi oenulis
antara lain:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan kondisi di mana individu
tidak mampu untuk batuk secara efektif.
2. Kerusakan pertukaran gas merupakan kondisi terjadinya penurunn
intake gas antara alveoli dan sistem vaskuler.
3. Pola napas tidak efektif merupakan suatu kondisi tidak adekuatnya
ventilasi yang disebabkan perubahan pola napas.
4. intoleransiintoleransi aktifitas merupakan kondisi terjadinya kapasitas
fisiologis seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai tingkat yang
diinginkan atau di perlukan.
5. Penurunan curah jantung merupakan kondisi dimana individu
mengalami penurunan jumlah darah yang di pompakan oleh jantung akibat
penurunan fungsi jantung
6. Risiko terhadap aspirasi merupakan kondisi di mana individu beresiko
untuk masukannya sekret,benda padat,atau cairan kedalam cairan kedalam
saluran trakheobronkhi
C. PERENCANAAN
Rencana yang dapat untuk dilakukan untuk mempertahankan respirasi
normal yang diadopsi dari beberapa sumber adalah
1. Intervensi umum
a. Posisi
Posisi pasien dengan masalah respiratori biasanya lebih nyaman jika
mereka di berikan posisi semi fowlerifowler elevasi kepala dan leher
akan meningkatkan espansi paru-paru dan meningkatkan efisiensi otot
pernapasan
b. kontrol lingkungan
Satu satunya hal penting yang menyebabkan iritasi saluran pernapasan
adalah merokok pada saat merawat pasien dengan gangguan respiratori
tempatkan pasien pada lingkungan yang bebas peluatan
c. Aktivitas dan itisrahat
Beberapa penyakit akut seperti influenza bedrat selama beberapa hari
sebelum dapat beraktivitas normal kembali
d. Oral irygine
Banyak pasien yang kesulitan bernapas sehingga mereka bernapas
melalui mulut akibatnya mukosa mulut menjadi kering dan beresiko
menjadi stomatis batuk sering terjadi dan sputum akan mengering oleh
karna itu di perlukan oral irgiene untuk pasien dengan masalah
respireteri. Pembersihan mulut dapat mengurangi rasa dan mulut yang
tidak sedap pengunaan antiseptik akan menolong mengurangi jumlah
kuman palongen pada rongga mulut, sehingga akan menolong mencegah
infeksi
e. Hidrasi adekuat
Hidrasi yang optimal berguna untuk mencegah konstipasi dan ketidak
keseimbangan cairan serta menolong mengencerkan bronkompulmonal
sehingga muda dikeluarkan. Anjurkan pasien untuk minum 3000-4000
cc/hari. Namun sebelumnya pastikan pasien tidak mempunyai gangguan
pada jantung dan ginjal .
f. Pencegahan dan kontrol infeksi
Super infeksi terjadi jika penggunaan obat dan megenai infeksi juga
menghancurkan Flora normal tubuh. Kondisi tersebut mengakibatkan
turunnya ketahanan nya (imunitas) dalam tubuh sehingga pada akhirnya
timbul dan berkembang infeksi sekunder atau superinfeksi infeksi.
Besokmial terjadi akibat kontaminasi peralatan yang menunjukan
keselahan dalam prosedur
g. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial dengan menurunkan kecemasan pasien sangat
Penting karena kecemasan akan memperburuk gejala seperti dispnea dan
bronkospasme
2. Agen farmakologi respiratori
a. Antimkroblas (antibiotik) Biasanya ampicillin dan tetracycline dapat
digunakan untuk mengobati infeksi paru-paru walaupun penyebab yang
kerap menginfeksi saluran pernapasan adalah firus yang pengobatan
bersifat simpotami
b. Brenchodilators
Obat yang bekerja langsung pada otot brongkus untuk mengurangi
bronkospasme biasanya dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
1) B.adrenergics,seperti seperti albuterol (ventolin)
2) Theophyline, seperti aminophyline
Efek samping yang telah terjadi adalah peningkatan detak jantung
palpitasi,kecemasan,Tremor,nausea,dan anoreksia.
c. Adrenal glucocorticoids (prednison)
Obat yang digunakan untuk mengurangi inflamasi dengan cara
mempertebal dinding bronkhial dan memperkecil ukuran lumne
bronkhial.
d. Antitusive
Antitusive berfungsi untuk menghambat refleks batu pada pusat
batuk.contoh dari golongan ini adalah benz inatate (tessalon),codein
phosphate dextrometorphan hydrobromida (robitusin DMdan )
hydroocohnie bitartrate (heycodan).
e. Mucholitycs
Mucholitcs membantu mencerahkan sekresi polmonal sehinga sekret
dapat dikeluarkan obat ini diberikan kepada pasien dengan sekresi
mukus yang abnirmal dan kental misalnya pada pasien dengan penyakit
akut dan kronis seperti pneumonia,bronkitis,tuberkolesi serta cyatic
fibrosis. Acetilcystein (muscomyst) yang berbetuk aerosol berguna untuk
mengurangi kekentalan sekret. Namun karena acetilcystein dapat
menyebabkan bronkospasme, maka harus digunakan bersama-sama
dengan bronkodilator aerosol.
f. Antialergenis
Cromoliyin sodium (intal) merupakan antialergen khusu untuk pasien
menderita asma antialergen ini menstabilkan mast sel dan
menghangatkan pelepasan mediator tipe 1 dari relaksi elergi histamin dan
slow-reacting subtance of anaphylaxis [SRS-AJ].
g. Vaseconstrictor dan Decongestan
pengobatan ini dapat digunakan untuk mengobati reaksi alergi.
Pengobatan diberikan melalui beberapa cara, yaitu: topical, parenteral,
dan oral. Contoh decongestan: Ephedrine Sulfate dan Phenylephrine
Hydrochloride.
3. Terapi Respirasi
Perawat melakukan terapi respiratori dengan memfasilitasi latihan batuk
efektif dan napas dalam. Batuk efektif dan napas dalam dilakukan degan
tujuan untuk meningkatkan ekspansi paru-paru, memobilisasi sekret, dan
mencegah efek samping dari penumpukan sekret. Betuk efektif diperlukan
untuk membersikan sekret dan meningkatkan mekanisme pembersihan
(normal deaning mechanium) jalan napas. Batuk yang tidak efektif akan
dapat menyebabkan efek merugikam pada pasien dengan penyakit paru-paru
kronis berat, seperti kolaps saluran napas, ruptur dinding alveoli, dan
pneumotoraks.
Perawat memberikan contoh tentang pelaksanaan terapi tersebut, ideal
pelaksanaannya dilakukan dengan pasien berada dalam posisi duduk tegak
pada tepi tempat tidur atau kursi dengan kaki disokong. Perawat
memeragakan bagaimana cara menempatkan telapak tangan di bawah
garis tulang iga dan menarik napas secara perlahan sampai ekspensi dada
tercapai. Selanjutnyaa tahan napas selama tiga detik lalu
menghembuskannya secara perlahan melalui mulut sampai kontraksi
maksimum dada tercapai. Bila sekresi terdengar, perawat memberi instruksi
pada pasien untuk bentuk dengan menggunakan kekuatan otot abdominal
dan otot eksesori pernapasan lainnya.
Jumlah banyaknya napas dan frekuensi latihan bervariasi sesuai dengan
kondisi pasien. Pasien bedrest dan pasien yang berada dalam proses
penyembuhan setelah operasi abdominal atau bedah dada memerlukan
latihan napas dalam sekitar 3-4 kali per hari. Pada setiap sesi, pasien harus
dapat melakukan pernapasan dalam minimun lima kali. Pasien dengan
masalah pilmonal harus melakukan latihan napas dalam setiap jam.
4. Fisioterapi Dada (Chest Physiotherapy)
Fisioterapi dada terdiri atas perkusi daada, vibrasi dada, dan postural
drainase. Umumnya ketiga metode tersebut digunakan pada posisi drainase
paru-paru yang berbeda diikuti dengan napas dalam san batuk.
Perkusi dada adalah pengetokan dinding dada dengan tangan. Untuk
melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan
memfleksikan jari (menekuk jari ke dalam) dan meletakan ibu jari
bersentuhan dengan jari telunjuk. Perkusi dinding dada secara mekanis akan
melepaskan sekret.
Vibrasi dada perlu digunakan untuk meningkatkan kecepatan dan
turbulensi udara ekshalasi untuk menghilangkan sekret. Teknik ini
dilakukan dengan meletakan tangan berdampigan degan jari-jari ekstensi
(meregang) di atas area dada. Setelah pasien melakukan inhalasi dalam,
perawat mengintruksi pasien untuk melakukan ekshalasi secara perlahan.
Selama ekshalasi, dada divibrasi dengan kontraksi dan relaksasi cepat pada
otot lengan dan bahu perawat.
Postural drainase merupkan pemberian posisi terapeutik pada pasien
untuk memungkinkan sekresi paru-paru mengalir berdasarkan gravitasi ke
dalam broukhus mayor dan trakhea.
Sering kali, tindakan postural drainase dilakukan sebanyak 2-3 kali per
hari, bergantung seberapa banyak penumpukan yang terjadi. Waktu yang
terbaik untuk melakukan fisioterapi jenis ini adalah : sebelum sarapan,
sebelum makan siang, sore hari, atau sebelum tidur. Penting untuk diingat
agar pasien mengindari kegiatan ini beberapa saat setelah makan, karena
tindakan postural drainase pada waktu tersebut dapat merangsang muntah.
Terdapat tiga kategori posisi dalam pelaksanaan postural drainase yaitu :
1) Posisi yang mendrainase segmen atas atau lobus atas paru-paru
2) Posisi yang mendrainasi segmen tengah paru-paru (hanya pada paru-paru
kanan)
3) Posisi yang mendrainase segmen basal paru-paru atau lobus bawah
5. Oksigen
Oksigen tambahan diberikan untuk pasien yang mengalami hipoksemia.
Oksigen diberikan ketika hipoksemia timbul atau dicurigai akan muncul
sehingga jika hipoksemia tertanggulangi maka hipoksia dapat tercegah.
Terdapat tiga indikasi utama untu pemberian O2
1) Menurunnya arterial blood oxygen
2) Meningkatnya kerja napas
3) Dibutuhkan untuk menurunkan kerja myocardial

Meskipun secara umum terapi O2 ini aman digunakan, terdapat beberapa


komplikasi yang dapat timbul akibat dari pemberian O2 tambahan yaitu
seperti :

a) Oxygen-inducal hypoventilation
b) Oxygen toxicity
c) Atelectasis
d) Occular damage

Sistem pemberian O2 secara tradisional dibagi menjadi sistem aliran


tinggi dan aliran rendah. Alat O2 aliran rendah bekerja dengan memberikan
O2 pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien. Sisa volume
diambil dari udara ruangan. Alat oksigen aliran rendah cocok untuk pasien
dengan pola napas, frekuensi , dan volume ventilasi normal yang stabil.
Alat-alat yang diperlukan untuk memberikan aliran rendah adalah kanula
nasal, masker sederhana rebreather dan non-rebreather.

Alat oksigen aliran tinggi memberikan aliran dengan frekuensi cukup


tinggi untuk memberikan dua atau tiga kali volume inspirasi pasien. Alat ini
cocok untuk pasien dengan pola napas pendek dan pasien PPOM yang
mengalami hipoksia. Alat tersebut juga dapat digunakan oleh pasien yang
sangat sensitive terhadap peningkatan O2 yaitu pasien yang mengalami
peningkatan PO2, dan PCO2 secara drastis dalam waktu yang bersamaan.
Dengan kata lain, hipoksia pada pasien tersebut dapat teratasi, tetapi usaha
untuk bernapas menjadi terhenti. Alat-alat oksigen aliran tinggi adalah
masker venturi, masker aerosol, collar trakheastomi, T-piece, dan sungkup.
Menurut (Irman Soemantri, 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Irman Soemantri (2007) Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan


Pada Pasien dengan Sistem Pernapasan. Pertama. Edited by Shelvy Dwi Citra.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai