Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

ASTMA ATTACK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kegawat Daruratan I
Dosen pengampu: Ns, Setianingsih., S.Kep., M. Kep.,
Semester VII

Kelompok I
1. Ainun Na’im (SK115001)
2. Jihan Citra Rohayati (SK115025)
3. Mezty Gusella Rosady (SK115030)
4. Nazdla Pangesti R N (SK115033)
5. Nurrul Adhim (SK115035)
6. Putri Septiani (SK115039)
7. Siti Nur Fatonah (SK115041)
8. Terri Febrianto (SK115043)
9. Ulfah Ainul Khasanah (SK115046)
10. Vivi Indah Safitri (SK115047)

Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Oktober 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laporan ogranisasi kesehatan dunia (WHO) dalam World Health


Report, sebanyak 300 juta orang menderita asma dan 225 ribu penderita
meninggal di seluruh dunia. Angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit asma di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat 20 % untuk
sepuluh tahun mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik. Yang perlu di
khawatirkan pada penyakit asma ini adalah meningkatnya penderita asma
pada anak usia 6-12 tahun atau yang masih duduk di SD. (WHO, 2006)
Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan bahwa
hampir 300 juta orang di seluruh dunia menderita asma pravelensi asma
tertinggi di seluruh Dunia ditemukan di Britania Rayadan bekas
koloninya.  Rata-rata lebih dari 1 dan 15 penduduk di Britania Raya
menderita asma. Asma merupakan salah satu penyebab utama pasien anak
dirawat rumah sakit dengan lebih dari 75.000 kunjungan ke gawat darurat
pertahunnya. Data tersebut menunjukan bahwa diperkirakan 1 dari 4 orang
memiliki  asma berat atau asma sedang yang akan membaik bila terapi
adekuat. (Clark,Margaret Varnell, 2013).
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-
engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008).
Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai
kumpulan tanda dan gejala wheezing(mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor
pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara
spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau
atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar dan asuhan
keperawatan kegawat daruratan yang diberikan kepada pasien dengan
asma attack.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mengetahui tentang definisi dari asma attack.
b. Mahasiswa mengetahui etiologi dari asma attack.
c. Mahasiswa mengetahui tanda manifestasi klinis asma attack.
d. Mahasiswa mengetahui Penatalaksanaan asma attack.
e. Mahasiswa mengetahui Pengkajian, Diagnosa, Intervensi klien
asma attack.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Definisi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast,
eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan
gejala dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang
bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner &
Suddarth, 2001).
Asma merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang
berbeda-beda derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap
obstruksi jalan napas (Lewis et al., 2000).
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan
mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun
dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).

2. Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit
dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan
jangka panjang. Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan
(Depkes RI, 2007). Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan
pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering
gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut. Begitu juga
dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan Peak Flow Meters
untuk mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan Spyrometers untuk
mengukur Force Expiratory Volume dalam satu detik (FEV1) disertai
dengan Force Vital Capacity (FVC). Semakin rendah kemampuan fungsi
paru, maka semakin parah asma tersebut (GINA, 2004).
Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial
dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
a. Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan
reaksi alergi oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan
adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Paparan terhadap
alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya
dimulai saat kanak-kanak.
b. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan
adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernapasan, emosi dan
aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis
kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat
berkembang menjadi asma gabungan.
c. Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan
sering ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergi maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.
3. Faktor predisposisi
a. Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhialjika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya
juga bisa diturunkan.
4. Faktor Pesipitasi
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang
menjadi pencetus asma yaitu Pemicu Asma (Trigger) dan Penyebab Asma
(Inducer). Sedangkan Lewis et al (2000) tidak membagi pencetus asma
secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan
obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E
jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk
tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E
pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen
ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen
berupa asma.
b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas.
Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang
disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi
beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan
cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya
bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
c. Infeksi bakteri pada saluran nafas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan
perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah
mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial.
d. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya,
karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
e. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mukus.

5. Manifestasi Klinik
Menurut Jones dan Barlett (2001) ada beberapa gejala serangan asma,
yaitu:
a. Batuk. Batuk adalah respon tubuh terhadap iritasi pada saluran
napas. Pada penderita asma akan membatukkan lender untuk
melonggarkan jalan napas. Batuk akan meningkat jika berbaring.
b. Mengi. Bunyi ini disebabkan oleh menyempitnya jalan napas daan
terdengar pada saat menghirup dan menghembuskan napas.
c. Sesak dada dan napas pendek. Ini terutama terjadi pada latihan yang
keras. Selama serangan yang parah, cuping hidung mengembang dan
otot bantu pernapasan digunakan.
d. Peningkatan denyut nadi dan kecepatan pernapasan
e. Kulit pucat
f. Keletihan
g. Gelisah

6. Patofisiologi
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita
asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa
jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris
selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang
merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan
prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara
bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan
bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat
ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan
pCO2  akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan
alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut,
histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos
bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul
spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus
dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti
dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu
mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
a) Tes provokasi histamine
b) Metakolin
c) Alergen
d) Kegiatan jasmani
e) Hiperventilasi dengan udara dingin
f) Inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang
spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
8. Penatalaksanaan
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
a. Pengobatan non farmakologik
1) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
2) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
3) Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
b. Pengobatan farmakologik
1) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan
jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).
2) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali
sehari.
3) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang
baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
(beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
4) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
5) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
6) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
c. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
1) Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
2) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
3) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)
dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam
4) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
5) Dexametason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
6) Antibiotik spektrum luas.
9. Komplikasi
a. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal
nafas
b. Chronic persisten bronhitis
c. Bronchitis
d. Pneumonia
e. Emphysema
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang
terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”,
kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer Asma
1) Airway
a) Peningkatan sekresi pernafasan
b) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
2) Breathing
a) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
b) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
c) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
d) Papiledema
e) Urin output meurun
4) Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status
umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran,
reaksi pupil.
b. Pengkajian Sekunder Asma
1) Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk
menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik
antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat
berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak
yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa
adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk,
yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan
spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung
terus untuk waktu yang lama.
2) Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang
mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang
mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi
istirahat klien.
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau
bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau
tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna
rambut, kelembaban dan kusam.
c) Thorak
i) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan
kesemetrisan adanya peningkatan diameter
anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan
irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
ii) Palpasi
Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.
iii) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
iv) Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi,
dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
3) Sistem Pernafasan
a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin
keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula
encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau
putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
b) Frekuensipernapasanmeningkat
c) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
e) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang
daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
i) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan
diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi
terdengar hipersonor.
ii) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
g) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan
cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing
tidak terdengar(silent chest), sianosis.
4) Sistem Kardiovaskuler
a) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat.
b) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
i) Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
ii) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan
tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada
asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
iii) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun,
gangguan irama jantung.

1. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan besihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi mukus.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
kekurangan energi oksigen

2. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan besihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi mukus.
Tujuan : Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, Jalan nafas
kembali efektif
Kriteria Hasil :
1) Sesak berkurang
2) Batuk berkurang
3) Klien dapat mengeluarkan sputum
4) Wheezing berkurang/hilang
5) Vital dalam batas normal
6) Keadaan umum baik.
Intervensi :
1) Observasi system pernafasan klien
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi
(empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
2) Berikan Air Hangat
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus.
3) Beritahu tentang batuk efektif
Rasional : Batuk efektif akan sangat membantu dalam
mengurangi akumulasi mukus
4) Kolaborasi obat sesuai indikasi
Membebaskan spasme jalan nafas akan sangat membantu
keefektifan bersihan jalan nafas klien.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
Tujuan : Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, pola nafas klien
kembali efektif
Kriteria Hasil :
1) Pola nafas efektif dengan perbandingan inspirasi dan ekspirasi
1:2
2) Bunyi nafas normal atau bersih
3) TTV dalam batas normal
4) Batuk berkurang
5) Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1) Observasi frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu
pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas
yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
2) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru optimal
dan memudahkan dalam pernafasan.
3) Beritahu tentang batuk efektif
Rasional : Batuk efektif akan sangat membantu dalam
mengurangi akumulasi mukus
4) Kolaborasikan pemberian humidifikasi
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran sekret.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat


kekurangan energi oksigen
Tujuan : Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, klien dapat
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria Hasil :
1) Keadaan umum klien baik
2) Badan tidak lemas
3) Klien dapat beraktivitas secara mandiri
4) Kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1) Kaji respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
2) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau
tidur.
Rasional : posisi yang nyaman dalam beristrirahat mampu
meningkatkan kualitas istirahat yang dijalani pasien
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
4) Kolaborasikan tentang pemberian kruk
Rasional : pemberian kruk akan membantu keseimbangan pasien
yang mengalami kelemahan fisik dalam beraktifitas
BAB III
SIMPULAN

A. Kesimpulan
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran
nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam
maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah
penyempitan saluran nafas secara menyeluruh.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Brashers, Valentina L. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan &


Manajemen Edisi 2. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8,
Jakarta : EGC.
Doegoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Jones and Barlett. (2001). Pertolongan Pertama Dan RJP Pada Anak Ed. 4.
Jakarta: Arcan
Lewis , Heitkemper, Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing fifth edition, St
Louis Missouri : Mosby.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai