Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhana wata‘ala, atas Rahmat
dan Hidayahnya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Biologically
Based Treatmens : Functional Food and Nutraceuticals”, “Manipulative
and body based therapies: postural re-education”, “Mind Body Spirit
Therapy: Biofeedback, Storytelling, Journalling” dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Sholawat serta salah semoga tetap tercurah kepada Nabi
Besar Muhammad SAW, Pembawa Rahmat Bagi seluruh alam.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah Terapi Komplementer. Penulis menyadari dalam penulisan makalah
ini masih jauh dari sempurna, dan banyak kekurangan baik dalam metode
penulisan maupun dalam pembahasan materi. Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan kemampuan Penulis. Sehingga Penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat.

Makassar, 30 September 2019

Asriyani Hamid

1
BAB I

PENDAHULUAN

Terapi komplementer telah menjadi isu di beberapa negara


berkembang. Penggunaan terapi komplementer sering dihubungkan
dengan keyakinan suatu agama dan budaya, keuangan serta
berkurangnya kepercayaan sebagian masyarakat terhadap praktisi
kesehatan dalam memberikan pengobatan dan perawatan (Lindquist,
Snyder, & Tracy, 2014).

Terapi komplementer mulai dikenal dan digunakan di Amerika


Serikat pada tahun 1991 dengan jumlah pengguna sekitar 33% dan
meningkat 42% pada tahun 1997 dengan alasan pada penderita penyakit
kronik merasa tidak ada perubahan terhadap pengobatan konvensional
(Lindquist et al., 2014).

Terapi komplementer merupakan terapi tambahan dari terapi


konvensional yang direkomendasikan ke pasien. Terapi ini juga dikenal
dengan terapi tradisional yang digabungkan dengan terapi modern yang
dapat mempengaruhi keharmonisan individu dari berbagai aspek, seperti
aspek biologis, psikologis, dan spiritual, dimana kondisi ini sesuai dengan
prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang
holistik (bio, psiko, sosial, dan spiritual) (Rufaida et al., 2018).

Kemampuan perawat dalam menguasai berbagai bentuk terapi


keperawatan dapat mendukung prinsip holistik pada keperawatan.
Perawat mempunyai peluang untuk terlibat secara langsung dalam
penerapan terapi komplementer, namun harus memerlukan dukungan dari
bukti hasil-hasil penelitian (evidence based practice). Selain itu,
penerapan terapi komplementer memberikan kesempatan besar bagi
perawat untuk menunjukan sikap caring pada pasien, serta dapat
berperan sesuai kebutuhan pasien.

2
Klasifikasi terapi komplementer:
a. Mind body spirit therapy: tindakan yang dilakukan untuk
memfasilitasi kapasitas berfikiryang mempengaruhi gejala fisik
dan fungsi tubuh, seperti: imagery, yoga, terapi musik, berdoa,
journaling, biofeedback, humor, tai chi, storytelling, dan
hypnotherapy.
b. Biologically based treatments: terapi/obat herbal dan makanan
c. Manipulative and Body based therapies: tindakan yang didasari
oleh manipulasi dan pergerakan tubuh, seperti: massage,
exercise, cupping therapy, terapi cahaya dan warna,
hydroterapi, dan postural re education.
d. Energy and biofield therapies: berfokus pada energi dari tubuh,
seperti: akupressure, qi gong, reiki, therapeutic touch dan
healing touch, magnet therapy. Terapi ini kombinasi antara
energi dengan bioelektromagnetik.
Akan tetapi pada makalah ini, hanya akan membahas terapi
komplementer dengan “biologically based treatments: functional food dan
nutraceutical”, “Manipulative and Body based therapies: postural re
education, dan “Mind body spirit therapy: journaling, biofeedback,
storytelling”, yang dianggap dapat meningkatkan kesehatan tubuh
manusia dalam mengurangi beban biaya perawatan, serta meningkatkan
ekonomi dan menjadi sumber penelitian yang di berbagai bidang.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biologically Based Treatment
Terapi berbasis biologis merupakan terapi yang paling
populer di antara terapi komplementer lainnya. Di Amerika
menggunakan setidaknya satu periapan obet herbal dan
nutraceutical (aditif, vitamin, dan diet khusus). Meski pada
dasarnya perawat tidak bisa memberikan resep atau
merekomendasikan nutraceutical kepada pasien, namun perawat
sangat perlu memiliki pengetahuan tentang hal tersebut (Lindquist,
2006)
Functional food and nutraceuticals, merupakan makanan
buatan yang dapat diproduksi oleh teknologi pengolah makanan,
pemuliaan tradisional, maupun rekayasa genetika. Martirosyan &
Singh, 2015 mengatakan bahwa makanan fungsional saat ini
mengutamakan pentingnya “senyawa bioaktif” dalam makanan
fungsional tersebut. senyawa bioaktif dianggap sebagai bahan
utama dari efektivitas dari makanan fungsional. Jumlah senyawa
bioaktif yang berbeda, efektif dalam situasi yang berbeda, dan
terkadang apabila terlalu banyak senyawa bioaktif dalam
kandungan makanan fungsional tersebut dapat menjadi zat racun.
Makanan ini harus memiliki manfaat kesehatan jangka panjang
dengan aman bagi pasien. Kesehatan dan kesejahteraan manusia
sebagian besar ditentukan oleh makanan bergizi yang dikonsumsi.
Beberapa penelitian mengaitkan makanan dalam membantu
mencegah penyakit degeneratif, baik itu sejenis makanan yang
berasal dari hewani maupun dari nabati (Hunter & Hegele, 2017).
Selama hampir 20 tahun, FFC telah berkolaborasi dengan
para ilmuwan yang banyak mempelajari manfaat makanan
fungsional. Dengan adanya senyawa bioaktif, defenisi baru untuk
makanan fungsional telah berubah dan menjelaskan tentang
efektifitas kemampuan makanan fungsional dalam meningkatkan

4
kesehatan dan mencegah, mengelola, dan mengobati penyakit.
Biomarker dapat bermanifestasi dlam bentuk protein, gula drah,
kolesterol, kadar trigliserida, atau kadar hormon yang merangsang
jaringan tertentu (Martirosyan & Singh, 2015). Perkembangan
defenisi makanan fungsional dari konsepsi ke bentuk yang
diusulkan terbaru, yaitu:

Dengan mengukur dan menganalisisnya, para peneliti dapat


menentukan mekanisme reaksi, khususnya urutan setiap proses
dan peran yang dimainkan oleh masing-masing enzim, protein, dan
molekul. Contohnya termasuk: penyaringan air di ginjal atau
produksi empedu di hati. Ilmuwan pangan fungsional akan memilih
biomarker yang paling efisien, akurat, dan mudah diukur dalam
studi mereka tentang kesehatan dan pengembangan penyakit
kronis.
Makanan fungsional mirip dengan makanan konvensional,
yang dikonsumsi sebagai bagian dari diet biasa tetapi diketahui

5
untuk meningkatkan status kesehatan di luar fungsi gizi primer,
salah satunya: makanan yang dikenal dimana bahan-bahan
fungsional dari makanan lain ditambahkan ke dalam makanan
fiungsional ini, makanan yang dikenal dimana bahan fungsional
baru untuk suplai makanan ditambahkan, serta makanan yang
sama sekali baru mengandung satu atau lebih bahan-bahan
fungsional (Lindquist, 2006). Sedangkan, nutraceutical adalah
produk yang dihasilkan dari makanan tetapi dijual dalam bentuk
obat dari kapsul, tablet, bubuk, larutan, atau ramuan, yang tidak
umum terkait dengan makanan dan telah menunjukkan manfaat
fisiologis dan / atau memberikan perlindungan terhadap penyakit
kronis; ini sekarang disebut sebagai "alami produk kesehatan” (Gul,
Singh, & Jabeen, 2016).
Makanan mengandung berbagai komponen dengan
berbagai manfaat kesehatan yang menawarkan peluang bagus
untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Manfaat medis dari makanan telah dieksplorasi sejak dahulu kala.
Studi epidemiologis telah menunjukkan hubungan antara konsumsi
makanan nabati (buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian) dan
berbagai manfaat kesehatan (Gul et al., 2016). Hal lain
menjelaskan bahwa makanan mengandung berbagai komponen
dengan beragam manfaat kesehatan yang menawarkan peluang
sanat baik untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat. Dimana manfaat medis dari makanan telah
dieksplorasi sejak dahulu kala (Gul et al., 2016).
Anti oksidan dan nutrisi melindungi sel-sel dari radikal bebas
yang secara alami diproduksi oleh proses metabolisme tubuh.
Konsumsi berlebihan makanan yang digoreng dan paparan racun
dalam lingkungan kita dapat meningkatkan jumlah radikal bebas
dan membahayakan status kesehatan seseorang. Anti oksidan
adalah elemen yang memiliki sifat unik untuk menyumbangkan
elektron ke radikal bebas, sehingga menonaktifkannya. Antioksidan

6
datang dalam bentuk vitamin, mineral, enzim dan bumbu, dan
dapat ditemukan dalam makanan yang kita makan dan minum,
terutama buah dan sayuran segar (Jacka & McCabe, 2000).
Tingkat anti-oksidan yang tidak memadai bersama-sama
dengan gelombang radikal bebas yang tinggi dapat mempercepat
proses degenerasi dan penuaan. Ketidakseimbangan tersebut
dapat menyebabkan :
a. Mengubah ekspresi gen
b. Kerusakan jaringan dan seluler
c. Disfungsi imun
d. Gangguan hormonal
e. Kelainan saraf
Asam folat dan beberapa vitamin B lainnya (cobalamin,
riboflavin, dan piridoksin) juga memainkan peran utama dalam
depresi dan demensia. Asam lemak omega 3 juga merupakan
nutrisi penting terkait dengan depresi. Selain nutrisi, makanan
tertentu, seperti cokelat, teh, sukrosa, dan minyak ikan cod telah
dipelajari berdasarkan efek potensial mereka untuk menghilangkan
depresi (Badrasawi, Shahar, Abd Manaf, & Haron, 2013).
Modifikasi gaya hidup ditekankan sebagai dasar untuk umur
panjang; khususnya, diet tinggi buah-buahan, sayuran dan biji-
bijian dan rendah jenuh dan lemak trans dapat mengurangi risiko
CVD. Makanan fungsional seperti protein kedelai, teh hijau, sterol
yang diperkaya tanaman produk dan yogurt probiotik dapat
dimasukkan ke dalam diet yang menyehatkan jantung dan mungkin
mendorong pengurangan lebih lanjut kadar kolesterol jika
dikonsumsi sering (Massa et al., 2016).
B. Manipulative and Body Based Therapies
Terapi komplementer ini melibatkan manipulasi dan
pergerakan bagian tubuh.
Postural Re-education merupakan suatu metode terapi fisik
yang dikembangkan oleh Philippe Emmanuel Souchard di Perancis

7
tahun 1980. Beliau merupakan Presiden Universite Internationale
Pemanente de Therapie Manuelle dari Saint Mont Perancis.
Pendekatan terapi postural re- education ini didasarkan pada
sistem otot yang dibentuk oleh rantai otot yang dapat mengalami
pemendekan disebabkan oleh faktor konstitusional, perilaku, dan
psikologis. Gerakan ini bertujuan untuk meregangkan otot-otot
dipersingkat dengan menggunakan properti creep jaringan
viscoelastic dan meningkatkan kontraksi otot-otot antagonis,
sehingga asimetri postural dapat dihindari postural (Bonetti et al.,
2010; Castagnoli et al., 2015). Dengan terapi ini perubahan
fungsional terhadap gerakan pasien dapat memungkinkan otot
kembali bekerja menjalankan perannya sebagai penanggung jawab
terhadap postur tubuh. Terapi ini dilakukan dalam keadaan rileks
dalam waktu 15-20 menit (Bradley & Haladay, 2018). Hasil tinjauan
literatur yang dilakukan oleh Vega L. Rafael, 2016, bahwa dari
beberapa penelitian mengatakan signifikansi postural re-education
untuk penyakit-penyakit seperti low back pain, neck pain,
spondilosis. Dalam literatur ini pula menunjukkan bahwa postural
re-education menunjukkan peningkatan signifikan pada nyeri dan
fungsi dibandingkan dengan perawatan fisik lainnya.
Menurut Souchard, 2014, indikasi indikasi pengobatan
dengan metode postural re-education, yaitu:
a. Wanita dengan nyeri leher kronis dalam menghilangkan rasa
sakit
b. Masalah ligament tulang belakang, ketidakseimbangan tulang
belakang: scoliosis, hyperlordosis, hyperkyphosis, pembetulan
atau inversi lekukan
c. Deformitas tungkai atas dan bawah
d. Nyeri spinal syndrom: neck pain, cervicobrachial, middle or
lower back pain (acute or chronic)
e. Disfungsi artikular atau tendon

8
f. Gangguan neurologis mekanik: mati rasa atau parasthesia
anggota badan atas atau bawah, migrain, pusing atau vertigo,
disfungsi dasar panggul (inkontinensia urine)
g. Disfungsi pernafasan
h. Sequela pasca trauma: fracture, strain, sprain, post surgical
recovery
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan penundaan
metode ini adalah low back pain akut dan sub akut, penyebab
spesifik LBP (herniasi, stenosis lumbal, deformitas tulang belakang,
fraktur, spondilosis), tanda-tanda neurologis sentral atau perifer,
penyakit sistemik, defisit psikiatri dan mental pasien yang telah
menjalani intervensi fisioterapi atau operasi bedah lainnya dalam
waktu 6 bulan sebelum penilaian awal juga dikeluarkan (Bonetti et
al., 2010).

Evidence Based Practice untuk Postural Re-Education


terapi, yaitu:
a. Penelitian Bonetti, 2010 yang menggunakan terapi PR untuk
pasien yang mengalami LBP menunjukkan penigkatan yang
signifikan pada penurunan kecacatan dan intensitas nyeri,

9
follow up dilakukan 3-6 bulan, durasi pemberian latihan selama
1 jam dan dilakukan 2 kali seminggu
b. Terapi PR untuk pasien Neck Pain (NP) atau nyeri leher terbukti
menghiolangkan nyeri, latihan berlangsung 9 sesi, masing-
masing satu jam, dengan pengawasan para ahli terapis,
frekuensi sekali atau dua kali seminggu sesuai kebutuhan
pasien (Pillastrini et al., n.d.).
c. Terapi PR yang dilakukan untuk pasien inkontinensia urine
menunjukkan bahwa sekitar 24% melaporkan sembuh dan 64%
melaporkan membaik (Fozzatti, Riccetto, Palma, Fozzatti, &
Herrmann, 2010).
C. Mind Body Spirit Therapy
a. Biofeedback
Biofeedback didasarkan pada perspektif holostik, dimana pikiran
dan tubuh tidak terpisah, dengan tujuan meningkatkan kontrol
atas fungsi diri seseorang. Teknik biofeedback menggunakan
alat untuk mengungkapkan kepada manusia beberapa peristiwa
fisiologis internal mereka, normal ataupun tiodak normal dalam
bentuk visual dengan mengajarkan mereka untuk memanipulasi
kejadian yang tidak disengaja atau disengaja pada sinyal visual
yang ditampilkan. Fokus dari biofeedback membantu pasien
mendapatkan lebih banyak kontrol atas fungsi mereka, terkait
semua area tubuh termasuk penguatan otot atau relaksasi,
aktivitas otak, dan respon sistem saraf somatik dan otonom.
Respon ini dipantau dan umpan balik diberikan kepada pasien
mengenai tingkat kontrol yang dicapai, sehingga pasien pada
akhirnya dapat mengontrol respon tanpa umpan balik.
Biofeedback dapat digunakan sebagai strategi relaksasi untuk
mengendalikan respon otonom yang mempengaruhi gelombang
otak, aktivitas pembuluh darah perifer, detak jantung, glukosa
darah, dan konduktansi kulit. Biofeedback yang dikombinasikan
dengan olahraga dapat memperkuat otot yang dilemahkan oleh

10
penyakit, seperti penyakit paru kronis, operasi lutut, usia, serta
dapat melibatkan saraf motorik dalam kondisi hemiplegia
(Lindquist, 2006).

b. Storytelling
Dalam bercerita, semua kelompok umur terlibat, komponen-
komponen yang ada adalah alami dan umum dari percakapan
sehari-hari. Seni kuno mendongeng merupakan salah satu seni
tertua yang berakar pada awal ekspresi artikulatif. Cerita yang
dibuat adalah untuk menceritakan sebuah kisah, memberikan
informasi kepada orang lain, menjelaskan pendangan, dan
berbagi pengalaman (Lindquist, 2006).
Bercerita memiliki banyak tujuan dalam kehidupan dan dapat
digunakan oleh perawat. Perawat mendengarkan cerita setiap
kali pasien memberi tahu mereka apa yang terjadi dalam hidup
mereka dan mereka menceritakan kembali kisah setiap kali
mereka menyampaikan informasi tentang pasien (Fairbairn &
Carson, 2002).
Storytelling melibatkan individu dari suatu peristiwa yang
menciptakan gambar yang tak terlupakan dalam pikiran
pendengar. Ada banyak bentuk cerita, termasuk dongeng,
legenda, insiden pribadi, dan mitos pribadi. Namun demikian,
cerita faktual atau fiksi selalu memiliki karakteristik tertentu.
William Labov, seorang ahli sosiologi, menyatakan bahwa
sebuah cerita lengkap biasanya terdiri dari:
- abstrak — tentang apa ceritanya
- suatu orientasi — "siapa, kapan, di mana, dan apa" dari
cerita itu
- tindakan yang menyulitkan — bagian “lalu apa yang terjadi”
dari cerita
- evaluasi — "apa-apa" dari cerita itu
- resolusi — bagian “apa yang akhirnya terjadi” dari kisah itu

11
- coda — sinyal cerita telah berakhir
- kembalinya ke masa sekarang
Digital storytelling adalah "ekspresi modern” dari seni
mendongeng kuno. Cerita digital memperoleh kekuatan dengan
paduan gambar, musik, narasi dan suara bersama, sehingga
memberikan dimensi yang dalam dan warna yang hidup untuk
karakter, situasi, pengalaman, dan wawasan (Snyder &
Lindquist, 2010).
Storytelling with children
Kegunaan terapeutik dari bercerita dengan anak-anak telah
dieksplorasi dalam sejumlah penelitian. Walker (1988)
menggunakan kartun bercerita sebagai salah satu dari
beberapa teknik untuk menilai strategi koping kognitif dan
perilaku saudara kandung pasien kanker anak. Analisis dari
data menyatakan tema utama stresor dari kehilangan, ketakutan
akan kematian, dan perubahan di antara saudara kandung.
Dalam studi korelasi deskriptif, Collins (1991) menggunakan
bercerita spontan untuk menentukan tingkat stres pada siswa
kelas empat. Perbedaan ditemukan dalam tema cerita di antara
anak-anak dengan tingkat stres rendah, sedang, atau tinggi.
Werle (2004) menggunakan bercerita dengan siswa sekolah
menengah untuk mengeksplorasi pengalaman kekerasan yang
dijalani. Para siswa merespons cerita melalui gaya penulisan
gratis menggunakan pertanyaan terbuka sebagai panduan.
Perawat mungkin mengetahui bahwa mendongeng bermanfaat
dalam program pendidikan pencegahan kekerasan.
Storytelling with Older Adults
Tidak hanya anak-anak mendapat manfaat dari bercerita. Lepp,
Ringsberg, Holm, dan Sellersjo (2003) melakukan studi
percontohan di antara 12 pasien lansia dengan demensia
sedang hingga berat. Tujuh pengasuh mereka juga
berpartisipasi dalam penelitian. Dua kelompok menerima

12
intervensi: satu kelompok fokus pada tarian, irama, dan lagu-
lagu yang akrab bagi kelompok usia ini sementara kelompok
lain berpartisipasi dalam bercerita. Kualitas hidup meningkat
dalam kelompok drama dan mendongeng. Clark, Hanson, dan
Ross (2003) melakukan kelompok fokus di antara staf panti
jompo, lansia yang tinggal di komunitas, pengasuh keluarga,
dan praktisi untuk mengeksplorasi apakah pendekatan biografi
yang menggabungkan penceritaan dapat digunakan untuk
meningkatkan perawatan. Temuan mengungkapkan bahwa
kisah hidup membantu para praktisi untuk melihat pasien
sebagai orang dan untuk memahami mereka secara lebih
penuh, dan meningkatkan hubungan dengan keluarga orang tua
(Lindquist, 2006)
c. Journalling
Menulis jurnal merupakan salah satu terapi yang memberikan
kesempatan bagi orang untuk merenungkan dan menganalisis
kehidupan, peristiwa, serta orang-orang yang ada di sekitarnya
dan untuk berhubungan dengan perasaan mereka. Menulis
jurnal membutuhkan keterlibatan aktif orang tersebut dalam
merefleksikan dan menganalisis pengalamannya. Sejak awal
sejarah, orang-orang telah merekam peristiwa-peristiwa dalam
hidup mereka, pertama dalam gambar dan kemudian dalam
kata-kata. Jurnal memberikan perspektif unik pada pemikiran
dan perjuangan individu pada kehidupan nyata di era tertentu.
Namun, menulis jurnal seperti yang disajikan dalam bab ini akan
fokus pada menulis untuk diri sendiri dan tidak untuk berbagi
dengan orang lain melalui publikasi. Meskipun ada banyak bukti
anekdotal tentang efek menguntungkan dari jurnal, penelitian
tentang penggunaan jurnal jarang. Dalam keperawatan, studi
terkait terutama dengan jurnal sebagai alat pendidikan
(Lindquist, 2006). Bentuk tulisan ekspresif seperti puisi, cerita,
dan scrapbooking adalah metode yang dapat digunakan

13
seseorang untuk menjelajahi perasaan dan pikiran batin. Jurnal
digunakan untuk mencakup penulisan untuk tujuan terapeutik.
Acara dan pengalaman dicatat dalam jurnal, dengan penekanan
pada refleksi orang tersebut tentang peristiwa ini dan makna
pribadi yang diberikan kepadanya. Jurnal adalah terapi holistik
karena melibatkan semua aspek seseorang — fisik (gerakan
otot), mental (proses otot), emosional (berhubungan dengan
atau mengungkapkan perasaan), dan spiritual (menemukan
makna). Melalui rekaman jurnal, orang dapat terhubung dengan
kelangsungan hidup mereka dan dengan demikian
meningkatkan keutuhan. Menulis juga dapat membantu individu
dalam mengidentifikasi gagasan dan emosi yang tidak disadari
yang mungkin memengaruhi perilaku dan kehidupan mereka.
Kesadaran akan hal ini lebih jauh karena subjek merefleksikan
peristiwa, pemikiran, atau perasaan tertentu saat merekamnya;
menghubungkan mereka dengan perasaan dan makna masa
lalu; dan mempertimbangkan implikasi sekarang dan masa
depan (Snyder & Lindquist, 2010).

14
DAFTAR PUSTAKA

Badrasawi, M. M., Shahar, S., Abd Manaf, Z., & Haron, H. (2013). Effect of
Talbinah food consumption on depressive symptoms among elderly
individuals in long term care facilities, randomized clinical trial. Clinical
Interventions in Aging, 8, 279–285.
https://doi.org/10.2147/CIA.S37586
Bonetti, F., Curti, S., Mattioli, S., Mugnai, R., Vanti, C., Violante, F. S., &
Pillastrini, P. (2010). Effectiveness of a ‘ Global Postural Reeducation
’ program for persistent Low Back Pain : a non- randomized controlled
trial. BMC Musculoskeletal Disorders, 11(1), 285.
https://doi.org/10.1186/1471-2474-11-285
Bradley, B., & Haladay, D. (2018). The effects of a laser-guided postural
reeducation program on pain , neck active range of motion , and
functional improvement in a 75-year-old patient with cervical dystonia.
Physiotherapy Theory and Practice, 00(00), 1–8.
https://doi.org/10.1080/09593985.2018.1488904
Castagnoli, C., Cecchi, F., Canto, A. Del, Paperini, A., Boni, R., Pasquini,
G., … Macchi, C. (2015). Effects in Short and Long Term of Global
Postural Reeducation ( GPR ) on Chronic Low Back Pain : A
Controlled Study with One-Year Follow-Up, 2015.
Fozzatti, C., Riccetto, C. L. Z., Palma, P. C. R., Fozzatti, C., & Herrmann,
V. (2010). Global Postural Re-education : an alternative approach for
stress urinary incontinence ?, 152, 218–224.
https://doi.org/10.1016/j.ejogrb.2010.06.002
Gul, K., Singh, A. K., & Jabeen, R. (2016). Nutraceuticals and Functional
Foods: The Foods for the Future World. Critical Reviews in Food
Science and Nutrition, 56(16), 2617–2627.
https://doi.org/10.1080/10408398.2014.903384
Hunter, P. M., & Hegele, R. A. (2017). Functional foods and dietary
supplements for the management of dyslipidaemia. Nature Reviews
Endocrinology, 13(5), 278–288.
https://doi.org/10.1038/nrendo.2016.210

15
Jacka, J., & McCabe, P. (2000). Complementary therapies in nursing and
midwifery: from vision to reality. Melbourne: Ausmed.
Lindquist, R. (2006). Complementary / Alternative Therapies in Nursing
(5th ed.).
Lindquist, R., Snyder, M., & Tracy, M. F. (Eds.). (2014). Complementary &
alternative therapies in nursing (Seventh edition). New York: Springer
Publishing Company.
Martirosyan, D. M., & Singh, J. (2015). A new definition of functional food
by FFC : what makes a new definition unique ?, 5(6), 209–223.
Massa, N. M. L., Silva, A. S., de Oliveira, C. V. C., Costa, M. J. C.,
Persuhn, D. C., Barbosa, C. V. S., & Gonçalves, M. da C. R. (2016).
Supplementation with Watermelon Extract Reduces Total Cholesterol
and LDL Cholesterol in Adults with Dyslipidemia under the Influence
of the MTHFR C677T Polymorphism. Journal of the American College
of Nutrition, 35(6), 514–520.
https://doi.org/10.1080/07315724.2015.1065522
Pillastrini, P., Lima, F. De, Banchelli, F., Burioli, A., Di, E., Guccione, A. A.,
… Vanti, C. (n.d.). Effectiveness of Global Postural Reeducation in
Patient With Chronic Nonspecific neck Pain.
Rufaida, Z., Bd, S. K., Sc, M., Wardini, S., Lestari, P., St, S., … St, S.
(2018). KOMPLEMENTER.
Snyder, M., & Lindquist, R. (2010). Complementary & Alternative
Therapies in Nursing.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Souchard, R. (2014). Rééducation Posturale Globale,
https://sites.google.com/site/rpguk123/home.
Vega L. Rafael. (2016). Effectiveness of Global Postural Re-education for
Treatment of Spinal Disorders, 1–10.
https://doi.org/10.1097/PHM.0000000000000575

16

Anda mungkin juga menyukai