Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Keperawatan komunitas merupakan suatu sistem dari praktik keperawatan profesional
yang diterapkan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat secara luas.
Lingkup keperawatan komunitas tidak terbatas pada individu yang sakit saja, namun seluruh
masyarakat dari berbagai jenjang usia dalam rentan sehat maupun sakit meliputi peningkatan
dan pemeliharaan kesehatan secara optimal. Salah satunya adalah perannya dalam pencegahan
penyakit menular di masyarakat.
Saat ini, masalah penyakit menular dan kualitas lingkungan yang berdampak terhadap
kesehatan masih menjadi isu sentral yang ditangani oleh pemerintah dan tenaga kesehatan
bersama masyarakat sebagai bagian dari misi Peningkatan Kesejahteraan Rakyatnya. Faktor
lingkungan dan perilaku masih menjadi risiko utama dalam penularan dan penyebaran penyakit
menular, baik karena kualitas lingkungan, masalah sarana sanitasi dasar maupun akibat
pencemaran lingkungan. Sehingga insiden dan prevalensi penyakit menular yang berbasis
lingkungan di Indonesia relatif masih sangat tinggi.
Keadaan kesehatan lingkungan di masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang
perlu mendapat perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah seperti:
Mobilitas dan peningkatan jumlah penduduk, penyediaan air bersih, pemanfaatan jamban,
pengelolaan sampah, pembuangan air limbah, penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah
pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, polusi udara, air dan tanah dan banyak
lagi permasalahan yang dapat menimbulkan penyakit menular.

2. Rumusan Masalah
2.1 Apa definisi definisi communicable diseases ?
2.2 Bagaimana konsep dan tujuan keperawatan komunitas dalam area communicable
diseases ?
2.3 Apa saja macam-macam communicable diseases ?
2.4 Bagaimana konsep pencegahan communicable diseases di area komunitas ?
2.5 Bagaimana asuhan keperawatan pada komunitas dengan penyakit menular ?
3. Tujuan
3.1 Mengetahui definisi communicable diseases
3.2 Mengetahui konsep dan tujuan keperawatan komunitas dalam area communicable
diseases
3.3 Mengetahui macam-macam communicable diseases
3.4 Mengetahui konsep pencegahan communicable diseases di area komunitas
3.5 Mengetahui asuhan keperawatan pada komunitas dengan penyakit menular
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Communicable diseases atau penyakit menular merupakan penyakit yang disebabkan
oleh suatu agen tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat ditularkan
dari satu individu ke individu lain. Proses penyakit dimulai saat agen siap menetap dan
tumbuh/ bereproduksi dengan tubuh pejamu (F. Mckenzei, 2013).
Communicable diseases merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Penyakit-penyakit baru sering muncul dan yang lainnya masih dalam proses pengendalian.
Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, meliputi perubahan sosial, perubahan
lingkungan, dan perubahan perilaku yang dapat menyebabkan munculnya agen infeksi
penyakit (Clark, 1999).
Communicanle diseases adalah suatu penyakit yang dapat ditularkan dari satu individu
ke indvidu lain dan disebabkan karena adanya agen perantara yang dapat menginfeksi
individu yang rentan. Agen perantara penyakit menular bisa manusia, hewan atau serangga
sedangkan sumber infeksi bisa dari manusia, hewan, serangga atau benda mati yang menjadi
tempat hidup dan tempat perkembangbiakan infeksi serta dapat menjadi sumber infeksi bagi
yang lain. Communicable diseases telah menantang tenaga pelayanan kesehatan selama
berabad-abad untuk mengembangkan perawatan dan langkah-langkah pencegahan yang tak
terhingga, mulai dari prosedur sederhana sepertu mencuci tangan, sanitasi, ventilasi yang
cukup hingga pengembangan vaksin dan antibiotik (Spradley & Allender, 1996).
Pengetahuan tentang communicable diseases (penyakit menular) merupakan suatu hal
yang dasar bagi praktik keperawatan komunitas karena penyakit ini dapat menyebar di seluruh
komunitas penduduk. Memahami konsep dasar pengendalian penyakit menular sesuai jumlah
masalah yang muncul di suatu daerah dapat membantu praktik keperawatan komunitas dalam
pencegahan dan pengendalian penyakit menular yang lebih efektif di suatu populasi atau
kelompok. (Spradley & Allender, 1996).
2. Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan keperawatan komunitas antara lain adalah:
a. Pencegahan penyebaran penyakit menular lebih lanjut
b. Pengontrolan prevalensi dan insidensi penyebaran penyakit menular di area endemik
c. Pengelolaan area dengan prevalensi penyakit menular yang tinggi
d. Memutus mata rantai penyebaran penyakit menular
e. Pemberdayaan masyarakat untuk memberi dukungan terhadap penderita dan keluarga
Menurut Clark (1999) secara garis besar, keperawatan komunitas berperan penting
dalam perencanaan pencegahan, mengidentifikasi dan mengendalikan penyakit menular yang
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Perencanaan
pencegahan penyakit menular meliputi, imunisasi, intervensi lingkungan, promosi kesehatan
komunitas, program deteksi dini penyakit, menemukan kasus (cases-finding), dan
penyelidikan (Spradley & Allender, 1996).

3. Mata Rantai infeksi


Agen patogenik (penyebab penyakit) meninggalkan reservoirnya (pejamu yang
terinfeksi) melalui gerbang keluar (portal of exit). Penularan terjadi baik secara langsung
maupun tidak langsung, dan agens patogenik masuk ke dalam tubuh pejamu yang rentan
melalui gerbang masuk (portal of entry) (F. Mckenzei, 2013).
Contoh, agens (virul selesma) meninggalkan reservoir (tenggorokan orang yang
terinfeksi), mungkin saat pejamu bersin. Portal of exitnya adalah hidung dan mulut. Penularan
dapat terjadi secara langsung jika droplet air liur memasuki kesaluran pernapasan pejamu yang
rentan di dekatnya atau penularan berjalan tidak langsung jika droplet menjadi kering dan
menjadi bawaan udara (air borne). Portal of entry-nya dapat berupa hidung mulut dari pejamu
yang rentan. Agens masuk dan infeksi baru terjadi (F. Mckenzei, 2013).

4. Cara penularan infeksi


Menurut Nies, M.A., & Mc Ewan, M. (2001), Penularan penyakit tidak terjadi pada
ruang hampa tetapi penularan adalah hasil interaksi antara satu komponen dengan komponen
lain contohnya manusia, agen infeksius (bakteri), lingkungan yang terkontaminasi. Penularan
ini dapat terjadi secara vertical dan horizontal, contoh penularan vertical adalah penularan
antara orang tua dan janin melalui plasenta, ASI dan persalinan sementara penularan horizontal
terjadi secara langsung seperti antar manusia, manusia dengan air, atau manusia dengan vector
(nyamuk). Jenis penularan terdiri dari 2 yaitu :
a. Transmisi langsung, adalah transmisi yang didapat dengan segera dari agen infeksius
melalui kontak fisik, contoh scabies, rubella, dan gonorea
b. Transmisi tidak langsung, adalah pajanan infeksi melalui muntahan di kendaraan, hewan
dan vector (biologikal dan mekanikal). Muntahan mampu menjadi transmisi infeksi
karena mengandung makanan, cairan serta darah dari dalam tubuh manusia yang
mengalami infeksi. Vector dapat menyebabkan virus atau bakteri hewan lain dengan
gigitan, ludah, feses, urin dan daging yang terkontaminasi.

5. Pencegahan Penyakit Menular


Pencegahan penyakit menular di lingkup komunitas dapat dilakukan melalui 3 jenis
pencegahan (Spradley & Allender, 1996), yaitu:
a. Pencegahan primer/ tingkat pertama
Sasaran utama pencegahan primer adalah orang sehat melalui usaha peningkatan
derajat kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta usaha pencegahan khusus
terhadap penyakit tertentu. Tujuan pencegahan tingkat pertama adalah mencegah agar
penyakit tidak terjadi dengan mengendalikan agent dan faktor determinan. Pencegahan
tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan interaksi antara pejamu (host), penyebab
(agent atau pemapar), lingkungan (environtment) dan proses kejadian penyakit.
Pejamu (host) Perbaikan status gizi, status kesehatan dan pemberian
imunisasi, pendidikan kesehatan
Penyebab (agent) Menurunkan pengaruh serendah mungkin seperti
dengan penggunaan desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi,
penyemprotan insektisida yang dapat memutus rantai
penularan.
Lingkungan Perbaikan lingkungan fisik yaitu dengan perbaikan air bersih,
(environment) sanitasi lingkungan dan perumahan.
Kewaspadaan standar atau standard precaution diberlakukan terhadap semua
pasien, tidak tergantung terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk
mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan
praktek rutin (Nies, M.A., & Mc Ewan, M., 2001), meliputi:
1) Kebersihan tangan
2) Alat Pelindung Diri (APD): sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield(pelindungwajah), gaun
3) Peralatan perawatan pasien
4) Pengendalian lingkungan
5) Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6) Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7) Penempatan pasien
8) Hyangiene respirasi/Etika batuk
9) Praktek menyuntik yang aman
10) Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi

b. Pencegahan sekunder
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan
menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini untuk menemukan status patogeniknya
serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama pencegahan tingkat kedua
ini, antara lain untuk mencegah meluasnya penyakit menular dan untuk menghentikan
proses penyakit lebih lanjut.
Kegiatan pencegahan sekunder ini meliputi:
1) Pemeriksaan berkala pada kelompok populasi tertentu
2) Penyaringan (screening) penyakit pada kelompok resiko atau kelompok secara
umum saat timbul tanda dan gejala penyakit
3) Surveilans epidemiologi yakni melakukan pencatatan dan pelaporan sacara teratur
dan terus-menerus untuk mendapatkan keterangan tentang proses penyakit yang ada
dalam masyarakat, termasuk keterangan tentang kelompok risiko tinggi.
Selain itu, pemberian pengobatan dini pada mereka yang dijumpai menderita atau
pemberian kemoprofilaksis bagi mereka yang sedang dalam proses patogenesis termasuk
mereka dari kelompok risiko tinggi penyakit menular tertentu. Contohnya kemoproflaksis
doksisiklin yang diberikan pada wisatawan ke daerah yang endemik malaria.

c. Pencegahan tersier
Pencegahan pada tingkat ketiga ini merupakan pencegahan dengan sasaran
utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya
penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Beberapa kegiatan
yang dilakukan dalam pencegahan tertier meliputi: isolasi (mengasingkan diri) dan
karantina, serta desinfeksi.

Menurut Nies, M.A., & Mc Ewan, M. (2001) terdapat 4 hal upaya memperlakukan
infeksi yaitu:
a. Kontrol
Pengontrolan adalah upaya untuk mengurangi insiden atau prevalensi secara global.
Contohnya pemberian imunisasi kepada 80% balita seperti BCG untuk TBC, polio, DPT
di semua negara
b. Eliminasi
Adalah upaya pengontrolan pada area geografi yang spesifik seperti pada Negara,
kepulauan atau benua dan mengurangi prevalensi atau insiden yang terjadi. Contohnya
upaya pengurangan poliomeilitis di eropa dan pasifik barat, rubella di inggris di pulau
karibean, dan tetanus pada neonatal di eropa.
c. Pembasmian
Adalah mengurangi insiden penyakit menjadi nol di seluruh dunia. Contohnya
pembasmian pada cacar tahun 1977 yang sekarang virus tersebut hanya ditemukan pada
laboratorium. Beberapa kriteria pembasmian suatu penyakit adalah penyakit itu menyerang
manusia, mudah didiagnosa, dapat meningkatkan imunitas, penyakit musiman terdapat
perawatan kuratif.
6. Gambaran Kejadian Penyakit Menular di Indonesia dan Dunia
Penyakit menular masih menjadi masalah yang serius baik di Indonesia maupun di
dunia. Berdasarkan data Kemenkes RI (2015) prioritas penanganan penyakit menular masih
tertuju pada penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, malaria, demam berdarah, influenza dan flu
burung. Disamping itu Indonesia juga belum sepenuhnya berhasil mengendalikan
penyakit neglected diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain.
Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8.6 juta kasus TB pada tahun
2012 dimana 1,1 juta orang (13%) di antaranya adalah pasien dengan HIV positif. Sekitar 75%
dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika, Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000
orang yang menderita TB MDR dan 170.000 diantaranya meninggal dunia (Kemenkes RI,
2016).
Di Indonesia, prevalensi TB paru smear positif per 100.000 penduduk usia > 15 tahun
sebesar 257 pada tahun 2013. Angka notifikasi kasus menggambarkan cakupan penemuan
kasus TB. Secara umum angka kasus BTA positif baru dan semua kasus dari tahun ke tahun di
Indonesia mengalami peningkatan (Kemenkes RI, 2016).
Sedangkan kecenderungan prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15-49 meningkat.
Pada awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada penduduk usia 15 - 49 tahun hanya 0,16%
dan meningkat menjadi 0,30% pada tahun 2011, meningkat lagi menjadi 0,32% pada 2012,
dan terus meningkat manjadi 0,43% pada 2013. Angka CFR AIDS juga menurun dari 13,65%
pada tahun 2004 menjadi 0,85 % pada tahun 2013. (Kemenkes RI, 2015)

7. Vaksin dan Penyakit Menular


Menurut Nies, M.A., & Mc Ewan, M. (2001), salah satu upaya untuk mencegah
penyebaran penyakit menular adalah dengan pemberian vaksin. Berikut adalah kebutuhan
vaksin sesuai kelompok manusia, diantaranya:
a. Remaja dan dewasa muda
1) Hepatitis B
2) Varisela
3) Rubella
4) Dosis MMR kedua
5) Tetanus dan dipteri (Td)
b. Dewasa dan lansia
1) Pneumococcal
2) Influenza
c. Ibu hamil
1) Tetanus dan dipteri pada trimester 2/3
2) Rubella
3) MMR
4) Varisela
5) OPV di lingkungan dengan risti
6) Hepatitis B
7) Pneumococal
8) Meningococcal
9) Rabies

a) Haemophilus influenze type B (Hib)


Infeksi bakteri akut yang bersifat invasive yang dapat mempengaruhi keseluruhan organ
tubuh. Hib berhubungan dengan penyakit meningitis, epiglotitis, otitis media, pneumonia,
arthritis dan selulitis. Manifestasi dari penyakit ini adalah demam, letargi, muntah, iritasi
meningeal, penurunan status mental, nyeri leher, pembengkakan epiglottis, distress
pernapasan, lesi kulit, dan infeksi ke telinga. Komplikasi seperti sepsis arthritis, sumbatan
jalan napas, bahkan kematian. Penyakit ini biasanya terjadi pada anak dibawah 5
tahun. Hib dapat ditularkan melalui droplet.
b) Hepatitis A
Hepatitis A adalah infeksi virus akif yang biasanya terjadi < 2 bulan dan manifestasinya
adalah diawali dengan demam, anoreksia, malaise, urin gelap dan jaundice. HAV di
transmisikan melalui kontaminasi fekal-oral dari makanan dan air dengan masa inkubasi
15-50 hari dengan rata-rata 25-30 hari. Virus ini biasanya terjadi di negara berkembang
yang biasa terjadi pada anak-anak 5-14 tahun. Penyakit dapat didiagnosa dengan adanya
serum antibody dan tidak ada perawatan spesifik yang direkomendasikan. Kontraindikasi
vaksin ini jika ada alergi.
c) Hepatitis B, Hepatitis C
Virus ini mempunyai awalan yang tidak diketahui, orang yang terinfeksi akan tanda gejala
yang sangat luas diantaranya anoreksia, nyeri perut, mual muntah. Transmisi virus ini
melalui darah.
d) Penyakit lyme
Infeksi bakteri ini menular melalui gigitan, biasanya gigitan rusa. Masa inkubasi 3-35 hari
dengan manifestasi eritema, migraine, kemerahan, pada bekas gigitan dan bekas tersebut
seperti mata sapi jantan.
e) Campak
Sebuah penyakit infeksi akut dengan disertai demam 101 oF, batuk, konjungtivitis. Paling
banyak terjadi pada anak usia 12 bulan. Penegakan diagnose berdasarkan kultur jaringan
sekresi nasofaringeal dan tes serologi. Vaksin yang diberikan MMR
f) Gondong
Penyakit sistemik karena virus yang menyebabkan demam dan pembengkakan yang nyeri
di kelenjar saliva dan carotid. Ditularkan melalui droplet dan kontak langsung dengan
saliva yang terinfeksi. Masa inkubasi 12-25 hari. Penegakan diagnose berdasarkan isolasi
virus dari oral dan tenggorokan, urin dan cairan spinal. Penyakit ini dapar divaksinanasi
dengan MMR
g) Polio
Penyakit enterovirus akut. Manifestasi berupa paralisis. Cara transmisi dengan droplet
melalui udara, kontaminasi fekal oral dengan masa inkubasi 7-21 hari. Penyakit ini
diberikan vaksin OPV.
h) Rubela
Penyakit karena virus dengan manifestasi ruam makulopapular, oksipital dan limpa
denopati posterior servikal. Pada anak biasanya tidak terdapat gejala namun pada orang
dewasa disertai demam dan malaise. Masa inkubasi 14-23 hari. Biasa divaksin dengan
MMR
i) Tetanus
Adalah penyakit akut neurological karena bakteri anaerob. Manifestasi berupa nyeri
konttraksi otot dan spasme otot. Transmisi secara tidak langsung melalui kontaminasi luka,
dari tanah dan muntahan yang terkontaminasi. Masa inkubasi 1-20 hari, biasanya divasksin
dengan TT
j) Varisela (Chicken pox)
Adalah penyakit menular dengan berbagai awalan. Transmisi melalui droplet dari napas,
kontak langsung cairan vesikuler, infeksi dari ibu selama hamil. Manifestasi yang terjadi
demam, malaise, dan ruam. Paling banyak terjadi pada usia > 15 tahun. Masa inkubasi
selama 14-15 hari. Biasanya divaksinasi MMR
k) Kolera
Adalah infeksi bakteri enteric akut dengan manifestasi diare encer, mual, dan dehidrasi.
Transmisi melalui rute fekal-oral biasanya dari air yang terkontaminasi fekal atau
makanan. Masa inkubasi selama 1-5 jam.
l) Japanese ensepalitis
Infeksi akut arbovirus. Manifestasi yang terjadi demam, gangguan siste saraf pusat. Masa
intubasi 5-15 hari.
m) Meningokokus, adalah infeksi akut bacterial dengan tanda gejala demam, sakit kepala,
kaku leher, mual muntah dan ruam makulopopular. Transmisi melalui droplet udara
tertutup maupun terbuka, kontak langsung dengan individu terinfeksi. Penegakan diagosa
dengan kultur darah dan cairan serebrospinal.
n) Tuberculosis (TBC), adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosi yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ
tubuh lainnya.
Manifestasi Klinik:
· Demam 40-41oC serta batuk/batuk berdarah
· Sesak napas dan nyeri dada
· Malaise, keringat malam
· Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
· Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
· Pada anak:
- berkurang berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh.
- demam tanpa jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
- batuk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
- riwayat kontak dengan penderita TB dewasa.
Penularan TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran napas dengan
menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet infection) yang mengandung hasil dan
dibatukkan oleh penderita TBC terbuka.Daya tangkis orang dengan reaksi tuberculin negative
dapat diperkuat melalui vaksinasi dengan vaksin BCG.
14) HIV/AIDS, Adalah sekumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Penularan virus ditularkan melalui:
· Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
· Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
· Mendapatkan transfuse darah yang mengandung virus HIV
· Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan
atau melalui ASI.
Manifestasi klinis Human Immunodeficiency Virus (HIV) /AcquiredImunnodeficiency
Syndrome (AIDS). Tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita AIDS umumnya sulit
dibedakan karena bermula dari gejala klinis umum yang didapati pada penderita penyakit lainnya.
Secara umum dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Rasa lelah dan lesu
b. Berat badan menurun secara drastis
c. Demam yang sering dan berkeringat waktu malam
d. Mencret dan kurang nafsu makan
e. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
f. Pembengkakan leher dan lipatan paha
g. Radang paru
h. Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal yaitu:
A. Manifestasi tumor
1. Sarkoma Kaposi
Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat jarang menjadi sebab
kematian primer.
2. Limfoma ganas
Timbul setelah terjadi Sarkoma Kaposi dan menyerang saraf serta dapat bertahan kurang
lebih 1 tahun.
B. Manifestasi oportunistik
1. Manifestasi pada Paru
a. Pneumoni pneumocystis(PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru PCP dengan
gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
b. Cytomegalovirus(CMV)
Pada manusia 50% virus ini hidup sebagai komensal pada paru-paru tetapi dapat
menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan 30% penyebab kematian pada AIDS.
c. Mycobacterium avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.
d. Mycobacterium tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi milier dan cepat menyebar ke organ
lain di luar paru.
2. Manifestasi gastrointestinal
Tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan >10% per bulan.
C. Manifestasi neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya timbul pada
fase akhir penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati,
neuropati perifer.

Gejala dan stadium klinis Human Immunodeficiency Virus(HIV) /Acquired


Imunnodeficiency Syndrome(AIDS)
Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO atau
CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat apabila
menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu
gejala minor.
Gejala mayor dan gejala minor infeksi HIV/AIDS
Gejala Mayor Gejala Minor
Berat badan menurun >10% dalam Batuk menetap >1 bulan
1 bulan
Diare kronik berlangsung >1 bulan Dermatitis generalisata
Demam berkepanjangan >1 bulan Herpes Zooster multi-segmental
dan berulang
Penurunan kesadaran Kandidiasis orofaringeal
Demensia/HIV ensefalopati Herpes simpleks kronis progresif
Limfadenopati generalisata
Infeksi jamur berulang pada alat
kelamin wanita
Retinitis Cytomegalovirus
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian penyakit menular meliputi enam dimensi (Clark, 1999), yaitu:
a. Dimensi Biofisik
Ya Tidak
Apakah klien di kelompok umur tertentu
mempunyai resiko dibawah ini?
· Campak
· Penyakit gondok
· Tetanus
· Hepatitis A
· Hepatitis B
· Infeksi HIV
· TBC
· Penyakit menular seksual
· Influenza
· Varicella
· Pertussis
· Poliomeilities
· Penyakit HiB

Apakah klien mempunyai penyakit kronik?


Apakah klien menerima terapi imunosupresif?
Apakah klien mempunyai infeksi HIV?
Apakah klien cepat merasa lelah?
Apakah klien hamil?
Apakah klien mempunyai mempunyai riwayat
IMS?
Apakah klien pernah menerima tranfusi darah?
b. Dimensi Psikologi
Ya Tidak
Apakah klien merasa stress?
Apakah klien merasa depresi?
Apakah klien merasa kurang percaya diri di
lingkungannya?

c. Dimensi Fisik
Ya Tidak
Apakah klien memiliki banyak aktivitas?
Apakah klien beresiko dari gigitan hewan atau
serangga?
Apakah kondisi lingkungan fisik
mempengaruhi adanya penyakit?
Apakah klien menunjukkan kontaminasi
makanan atau air?
Apakah klien memiliki sanitasi yang buruk?

d. Dimensi Sosial
Ya Tidak
Apakah klien tidak memiliki rumah?
Apakah klien tinggal di penginapan atau di
institusi lain?
Apakah hubungan sosial mendukung resiko
tinggi?
Apakah terdapat anggota keluarga atau teman
yang sakit?
Apakah peningkatan jumlah penduduk
mempengaruhi penyebaran resiko?
Jika penduduk beresiko tinggi, apakah klien
melakukan upaya pencegahan?
Apakah klien terlibat dalam pelayanan anak
sebagai penerima atau penyedia?
Apakah kepercayaan budaya dan lingkungan
meningkatkan resiko penyakit klien?
Apakah klien hidup dalam lingkungan penyakit
menular yang tinggi?
Apakah klien mengunjungi area lingkungan
penyakit menular yang tinggi?

e. Dimensi Perilaku
Ya Tidak
Apakah klien tidak mampu merawat
lingkungan?
Apakah klien terlibat dalam penyalahgunaan
zat?
Apakah klien menggunakan obat terlarang?
Apakah klien menyebarkan obat terlarang?
Apakah klien aktif dalam seksual?
Apakah klien mempunyai pasangan seksual
lebih dari 1?
Apakah klien melakukan hubungan seksual
secara aman?
Apakah klien menggunakan kondom dalam
berhubungan seksual?
Apakah klien menggunakan spray tertentu?
Apakah klien menggunakan kontrasepsi oral?
Apakah klien masuk dalam prostitusi untuk
mendapatkan uang atau obat terlarang?
Apakah klien mempunyai keterkaitan dengan
anggota dari kelompok resiko tinggi?
Apakah klien menjaga kebersihan diri dengan
baik, misalnya cuci tangan?
Apakah klien mencuci buah dan sayuran
sebelum memakannya?
Apakah klien memasak makanan hingga matang
untuk membunuh mikroorganisme
Apakah klien menjamin kemurniaan air dari
kontaminasi sebelum meminum dan memasaknya?

f. Dimensi Sistem Kesehatan


Ya Tidak
Apakah klien menerima imunisasi dibawah ini?
Campak
Gondok
Tetanus
Dipteria
Pertusis
HiB
Hepatitis A
Hepatitis B
Vericella
Influenza
TBC
Apakah klien menyediakan pelayanan imunisasi?
Apakah klien memiliki jaminan untuk pelayanan
imunisasi?
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan pada Penyakit Menular
a. HIV/AIDS
No Diagnosa Intervensi Keperawatan
Masalah
1 Resiko Control infeksi (6540)
infeksi berhubungan 1. Jaga kebersihan lingkungan
dengan imunosupresi 2. Ajarkan teknik cuci tangan yang tepat
(00004) sebelum dan sesudah melakukan tindakan
3. Ajarkan klien dan keluarga mengenai
tanda dan gejala infeksi
4. Ajarkan klien dan keluarga mengenai
cara menghindari infeksi seperti: tidak
menggunakan jarum bersama, tranfusi darah
dengan penderita, dan hubungan seksual
5. Membuang sampah dengan aman dan
benar
Manajemen Nutrisi (1100)
6. Bantu dan anjurkan menentukan jenis
nutrisi yang dibutuhkan (tinggi vitamin dan
mineral)
7. kolaborasi dengan tenaga kesehatan:
pemberian ARV pada ibu hamil
2 Isolasi sosial Konseling (5240)
1. Membantu klien dalam
mengidentifikasi masalah dan seberapa jauh
mengontrol diri
2. Membantu klien dalam
meningkatkan perilaku menyeleaikan masalah
3. Memotivasi klien dalam
meningkatkan rasa percaya diri
4. Memberikan kesempatan kepada
klien dalam menentukan keputusan
5. Identifikasi sumber sumber – sumber
pribadi dan lingkungan yang dapat meningkatkan
kontrol diri: keyakinan, agama
6. Ajarkan perilaku klien untuk
mencegah keparahan penyakit dengan cara:
control dan minum obat teratur, konsumsi nutrisi
seimbang, aktifitas dan istirahat teratur
Dukungan Emosional (5270)
7. Beri kesempatan untuk
mengungkapkan perasaan
8. Menegaskan tentang pentingnya
klien bagi orang lain
9. Mendorong agar klien
mengungkapkan perasaan negatif
10. Memberikan rasa percaya dan
keyakinan
11. Memberi dukungan : moril, materiil (
khususnya keluarga ) : spiritual
12. Memberikan informasi yang
dibutuhkan

b. Tuberculosis
No Diagnosa Intervensi
1 Resiko infeksi Pengendalian infeksi (6545)
(00004) berhubungan 1. Jelaskan tentang batuk efektif
dengan vaksinasi yang untuk menghinadari penyebaran infeksi dari
tidak adekuat, kurang satu penjamu ke yang lain
informasi terkait
menghindari pajanan 2. Ajarkan cara membersihkan
infeksi, imunosupresi lingkungan setelah dipakai pasien dengan
TBC
3. Pertahankan teknik isolasi
yang tepat
4. Pendidikan northkesehatan
terkait cara penyebaran infeksi TBC
5. Pendidikan kesehatan terkait
tanda dan gejala infeksi tbc
6. Ajarkan cara menghindari
infeksi
7. Ajarkan teknik mencuci tangan
8. Berikan pendidikan kesehatan
terkait imunasi untuk menghindari TBC
9. Laporkan jika ada kecurigaan
infeksi TBC

Manajemen nutrisi (1100)


10. Sarankan untuk melakukan
pengaturan diet tinggi protein untuk
menambah kekebalan tubuh

Manajemen lingkungan:
komunitas (6484)
11. Screening faktor resiko dari
lingkungan
12. Kolaborasi dan bekerjasama
dengan lingkungan untuk mengembangkan
upaya pencegahan penularan TBC
2 Kurang Pendidikan kesehatan (5510)
pengetahuan (00126)
berhubungan dengan 1. Tentukan tingkat pengetahuan
ketidakcukupan dan perilaku kelompok
informasi, ketidakcukupan 2. Identifikasi sumberdaya
sumber kelompok
informasi (Blackwell, 3. Menyusun materi edukasi
2014) terkait konsep TBC
4. Berikan informasi mengenai
darimana sumber informasi terkait TBC
dapat di peroleh
5. Gunakan teknik diskusi
kelompok
6. Demontrasikan cara
pencegahan TBC
7. Melibatkan kelompok dalam
menentukan intervensi
Teaching : Proses penyakit (5602)
8. Jelaskan terkait proses peyakit
9. Lakukan evaluasi terkait
edukasi

c. Dengue Hemoragic Fever (DHF)


No. Diagnosa Intervensi
1. Hipertermi Perawatan demam (3740)
berhubungan dengan 1. Libatkan keluarga dalam
proses infeksi monitor suhu seseringmungkin
virus dengue (00007) 2. Libatkan keluarga dalam monitor
warna dan suhukulit
3. Edukasi dan libatkan keluarga
dalam monitorpenurunan tingkat kesadaran
4. Edukasi keluarga untuk
kompres pasien pada lipatpaha dan aksila
Pengaturan suhu (3900)
5. Libatkan keluarga dalam monitor
suhu minimaltiap 2 jam
6. Edukasi keluarga untuk
tingkatkan intake cairan dan nutrisi

2. Nyeri Manajemen nyeri (1400)


berhubungan dengan 1. Identifikasi faktor internal dan
proses patologis eksternal yang dapat meningkatkan atau
penyakit (00132) mengurangi nyeri pasien.
2. Edukasi keluarga untuk
meningkatkan istirahat pasien.
3. Edukasi keluarga teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri pasien
(contoh : teknik massage)
3 Kurang 1. Inisiasi skrining resiko kesehatan
pengetahuan yang berasal dari lingkungan
berhubungan dengan 2. Monitor status risiko kesehatan
kurangnya informasi yang berasal dari lingkungan
(00126) 3. Dorong lingkungan untuk
berpartisipasi aktif dalam keselamatan
komunitas seperi melakukan 3M
4. Koordinasikan layanan terhadap
kelompok dan komunitas beresiko
5. Lakukan program edukasi untuk
kelompok beresiko

d. Hepatitis
No Diagnosa Intervensi
Keperawatan
1 Ketidakseimbangan Manajemen Nutrisi (1100)
nutrisi kurang dari 1. Edukasi tentang pentingnya
kebutuhan tubuh (00002) kebutuhan asupan nutisi
berhubungan dengan 2. Anjurkan diit rendah lemak
ketidakmampuan mencerna dan tinggi kalori
makanan 3. Anjurkan makan sedikit tapi
sering
4. Ajarkan modifikasi makanan
yang sesuai
Monitoring Nutrisi (1160)
5. Monitor adanya penurunan
berat badan
6. Monitor turgor kulit dan
mobilitas
2 Risiko tinggi Kontrol Infeksi (6540)
terhadap transmisi infeksi 1. Edukasi tentang standar
(00004) berhubungan pencegahan seperti cuci tangan dan
dengan sifat menular dari penggunaan sarung tangan
agen virus Perlindungan infeksi (6550)
2. Monitor adanya tanda gejala
infeksi sistemik dan lokal
Manajemen penyakit menular
(8820)
3. Informasikan mengenai
imunisasi dan anjurkan untuk melakukan
imunisasi (HBIg untuk Hepatitis B)
4. Monitor sanitasi dan
lingkungan
5. Promosikan legislasi yang
memastikan pemantauan dan pengobatan
yang tepat untuk Hepatitis.
6. Anjurkan melakukan
pemeriksaan berkala.

e.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Communicable diseases atau penyakit menular merupakan salah satu faktor utama
penyebab kematian tertinggi di dunia. Oleh sebab itu, perlu adanya penanganan khusus untuk
mengendalikan penyakit menular untuk mengurangi insidensi penyakit menular dan meningkatkan
kesehatan masyarakat secara optimal.
Praktik keperawatan komunitas sebagai bagian dari pelayanan kesehatan komunitas
memiliki peran yang sangat penting terhadap pencegahan, identifikasi dan pengendalian penyakit
menular melalui pendekatan komunitas,intervensi lingkungan, promosi kesehatan komunitas,
program deteksi dini penyakit, menemukan kasus (cases-finding), dan penyelidikan lebih lanjut.
Pencegahan penyakit menular dapat dilakukan dengan tiga jenis pencegahan, yaitu pencegahan
primer (sebelum terjadinya penyakit), pencegahan primer (deteksi dini penyakit, pengobatan), dan
pencegahan tertier (untuk mencegah kecacatan lebih lanjut dan rehabilitasi)
B. SARAN
Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka kejadian penyakit menular yang
tinggi. Oleh karena itu, pengetahuan tentang penyakit menular merupakan suatu hal yang dasar
bagi praktik keperawatan komunitas untuk mencegah penyebaran penyakit yang lebih luas.
Perawat komunitas juga harus mampu memahami konsep dasar pengendalian penyakit menular
sesuai jumlah masalah yang muncul di suatu daerah. Hal ini, dapat membantu fungsi praktik
keperawatan komunitas agar lebih efektif dalam mencegah, mengidentifikasi dan mengendalikan
penyakit menular dalam suatu populasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., dkk. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). (6th ed). United
States: Mosby Elsevier.
Carpenito, L. J. (2010). Nursing Diagnosis: Aplication to Clinical Practice. (13th ed).
United States: Wolters Kluwer.
Clark, Mary Jo.1999. Community Health Nursing Handbook. USA: Appleton & Lange.
F. Mckenzei, James F. 2013. Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Kemenkes RI. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. 2016. Infodatin Tuberculosis:Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Moorhead, Sue., dkk. (2013) Nursing Outcomes Classification (NOC):Measurement of
Health Outcomes. (5th ed.). United States: Mosby Elsevier.
Mubarak, dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika.
Nies, M.A., & Mc Ewan, M. (2001) Community Health Nursing:promoting the health of
population. USA:W.B. Saunders company
Rivai. (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan.Jurnal Mutiara
Kesehatan Indonesia, 1 (1).
Nurarif, Amin & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC Edisi Jilid III. Jogjakarta: Mediaction.
Spradley B. W & Allender J. A. 1996. Community Health Nursing Concept and Practice
edisi 4. Philadelphia: Lippincott.

Anda mungkin juga menyukai