Anda di halaman 1dari 15

Pengkajian Fisik dan Psikologis Terhadap Lansia Menjelang Ajal

Disusun Oleh Kelompok 1:

Alfajri Aulia Putra (01701001)


Iin Rahyuni (01701006)
Nurlatifah (01701009)
Reka Sandra Pertama (01701011)

Dosen Pembimbing:
Ns. Erni Musmiler, S.Kep, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YPAK PADANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga
terlimpahkan pada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafaatnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Komunitas, dengan Judul
“Pengkajian Fisik dan Psikologis Terhadap Lansia Menjelang Ajal”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembeca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi lebih
baik lagi. Kemudian apabila terdapat kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Keperawatan Paliatif yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian lah semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terima Kasih

Padang, 25 November 2019

Kelompok 1

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 3
B. Tujuan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Lansia 5
B. Etiologi 5
C. Manifestasi Klinis Klien Lanjut Usia Menjelang Ajal 6
D. Tahap Kematian 6
E. Pengaruh Kematian 8
F. Pertimbangan Khusus Pada Perawatan 8
G. Hak Asasi Pasien Menjelang Ajal 10
H. Penatalaksanaan 10
I. Pengkajian Pada Lansia menjelang Ajal 11

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 13
B. Saran 13

Daftar Pustaka 14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Seorang perawatan professional dalam merawat lanjut usia yang tidak ada harapan
mempunyai ketrampilan yang multi komplek. sesuai dengan peran yang dimiliki, perawatan
harus mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut usia
dan harus menyelami perasaan-perasaan hidup dan mati. Dalam memberikan asuhan
keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi sakarotul maut tidaklah selamanya muda,
klien lanjut usia akan memberikan reaksi-reaksi yang berbeda – beda, bergantung kepada
kepribadian dan cara klien lanjut usia menghadapi hidup. tetapi bagaimanapun keadaan, situasi
dan kondisinya perawat harus dapat menguasai keadaan terutama terhadap keluarga klien lanjut
usia.Kadang –kadang sebelum ajal tiba klien lanjut usia ke hilangan kesadarannya terlebih
dahulu.

Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat
untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut
pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya
dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan
yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali
diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien
terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.

Menurut Dadang Hawari (1977,53) orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis
kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan
perhatian khusus. Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban
penderita, terutama terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud tindakan aktif

3
antara lain mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek
psikologis, sosial, dan spiritual.

Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut
usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut usia yang
menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah didiagnosisoleh dokter bahwa
lanjut usia tersebut menderita penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh (mis., menderita
kanker). Sebagian pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut
“stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan.
Biasanya dokter memvonis pasien lanjut usia yang menderita penyakit yang mematikan (misal,
kanker, stroke, AIDS) juga mengalami penderitaan fisik, psikologis, sosial,kultural dan spiritual.

Diperlukan pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia.
Kualitas hidup adalah bebas dari segala sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan perasaan
takut sehingga lebih menekankan rehabilitasi dari pada pengobatan agar dapat menikmati
kesenagngan selama akhir hidupnya. Sesuai arti harfiahnya, paliatif bersifat meringankan, bukan
menyembuhkan. Jadi, perawatan paliatif diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan
menumbuhkan semangat dan motivasi.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien terminal.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian menjelang ajal
b. Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis penyakit terminal.
c. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik
d. Mahasiswa mampu memahami tahap-tahap kematian
e. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit
Terminal

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Lansia

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam
berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian
dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah,
berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman
bagi integritas orang usia lanjut.

Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah
dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang
kehidupan. Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju akhir.
Pengertian sakit gawat adalah suatu keadaan sakit, yang klien lanjut usia tidak dapat lagi atau
tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Pengertian kematian/ mati adalah apa bila seseorang tidak
lagi teraba denyut nadinya, tudak bernafas selama beberapa menit, dan tidak menunjukkan
beberapa reflek, serta tidak ada kegiatan otak.

B. Etiologi
1. Penyakit
2. Keganasan (karsinoma hati, paru, mammae).
3. Penyakit kronis, misalnya:
a. CVD (cerebrovascular diseases)
b. CRF (chronic renal failure (gagal ginjal)
c. Diabetes militus (gangguan)
d. MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) )
e. COPD (chronic obstruction pulmonary diseases)
4. Kecelakaan (hematoma epidural)

5
C. Manifestasi Klinis Klien Lanjut Usia Menjelang Ajal
1. Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya dimulai pada
anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki.
2. Gerak peristaltic usus menurun.
3. Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung.
4. Badan dingin dan lembap, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidungnya.
5. Kulit tampak pucat, berwarna kebiruan / kelabu.
6. Denyut nadi mulai tidak teratur.
7. Nafas mendengkur berbunyi keras (stidor) yang disebabkan oleh adanya lender pada
saluran pernafasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien lanjut usia.
8. Tekanan darah menurun.
9. Terjadi gangguan kesadaran (ingatan menjadi kabur).

D. Tahap Kematian

Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi saling tindih. Kadang-
kadang seorang klien lanjut usia melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali ketahap itu.
Apa bila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut
usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat memperhatikan secara seksama dan cermat.

1. Tahap pertama (penolakan)

Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasanya sikap itu ditandai dengan
komentar, selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa mau
menimpa semua orang, kecuali dirinya. Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap
penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan
kepadanya oleh perawat. Ia bahkan telah menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin
akan meminta pertolongan dari berbagai macam sumber professional dan nonprofessional
dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bahwa mau sudah ada di ambang pintu.

6
2. Tahap kedua (marah)

Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi yang tidak terkendali. Sering kali klien
lanjut usia akan mencela setiap orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat
dan petugas kesehatan lainnya tentang apa yang telah mereka lakukan.pada tahap ini, klien
lanjut usia lebih mengaggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan ini
merupakan mekanisme pertahanna diri klien lanjut usia lebih mengaggap hal ini
merupakan hikmah, dari pada kutukan. Kemarahan di sini merupakan mekanisme
pertahanan diri kliebn lanjut usia. Pada saat ini, perawat kesehatan harus hati-hati dalam
member penilaiaan sebagai reaksi yang normal terhadap kematiaan yang perlu
diungkapkan.

3. Tahap ketiga (tawar-menawar)

Kemarahan biasanya mereda dank lien lanjut usia dapat menimbulkan kesan dapat
menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.Akan tetapi pada tahap tawar-menawar ini
bnyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum maut
tiba, dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang tercinta yang ditinggalkan. Selama
tawar-menawar, permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena
merupakan urusan yang belum selesai dan harus diselesaikan sebelum mati.

4. Tahap keempat (sedih/depresi)

Hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan klien lanjut usia sedang dalam
suasana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang
ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersama dengan itu, ia harus meninggalkan semua
hal yang menyenangkan yang dinikmatinya. Selama tahap ini, klien lanjut usia cenderung
tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan
tenang di samping klien lanjut usia yang sedang melalui masa sedihnya sebelum
meninggal.

5. Tahap kelima (menerima/asertif)

Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini, klien lanjut usia
telah membereskan segala urusan yang belum selesai dan mungkin dan mungkin tidak

7
ingin bicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah lewat
dan lewat dan tibalah saat kedamaiaan dan ketenangan.Seseorang mungkin saja lama ada
dalam tahap meneriam, tetapi bukan tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata
lain, pasrah pada maut bukan berarti menerima maut.

E. Pengaruh Kematian
Pengaruh kematian terhadap keluarga klien yang lanjut usia:
1. Bersikap kritis terhadap cara perawat
2. Keluarga dapat menerima kondisinya
3. Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut
4. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat
mengatasi rasa sedih
5. Penglihatan tanggung jawab dan beban ekonomi
6. Keluarga menolak diagnosis.

F. Pertimbangan khusus dalam perawatan:


1. Tahap I (penolakan dan rasa kesendirian) Mengenal atau mengetahuai proses bahwa ini
umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya kematian atau ancaman maut.
a. Beri kesempatan kepada klien lan jut usia untuk mempergunakan caranya sendiri
dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak.
b. Memfasilitasi klien lanjut usiadalam menghadapi kematian. Luangkan waktu 10
menit sehari, baik dengan bercakap-cakap atau sekedar bersamanya.
2. Tahap II (marah) Mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda-tandanya.
a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan kemarahannya
dengan kata-kata.
b. Ingat bahwa dalam benaknya bergejolak pertanyaan, “ mengapa hal ini terjadi pada
diriku?“
c. Seringkali perasaanm ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara klien
lanjut usia bertingkah laku.

8
3. Tahap III (tawar-menawar) Menggambarkan proses yang berusaha menawar waktu.
a. Klien lanjut usia untuk mempergunakan ungkapan, seperti seandainya "saya"..
b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi kematian dengan
tawar-menawar.
c. Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara ademikian dapat menunjukkan
kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan perasaannya.
4. Tahap IV (depresi) Lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin menolak lagi
kematian yang tidak dapat dihindarkan itu, dan kini kesedian akan kematian itu sudah
membayanginya.
a. Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingat bahwa tindakan ini
sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan takut menyaksikan klien
lanjut usia atau keluarganya menangis. Hal ini merupakan ungkapan pengekpresian
kesedihannya.
b. apakah saya akan mati? sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut usia tersebut
hanya sekedar mengisi dan menghabiskan waktu untuk membincangkan
perasaannya, bukannya mencari jawaban.
5. Tahap V Membedakan antar sikap menerima kematian dan penyerahan terhadap
kematian yang akan terjadi.
Sikap meneriama: klien lanjut usia telah meneriama, dapat mengatakan bahwa
kematian akan tiba dan ia tidak akan menolak.
Sikap menyerah: sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki kematian ini
terjadi, tetapi ia tahu bahwa hal ini akan terjadi. Klien lanjut usia tidak merasa tenang
dan damai.
a. Luangkan waktu untuk klien lanjut usia (mungkin beberapa kali dalam sehari).
Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klien lanjut usia. Oleh karena itu,
sediakan waktu untuk mendiskusikan mereka.
b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan perhatiannya
sebanyak mungkin. Tindakan ini akan member ketenangan dan perasaan aman.

9
G. Hak Asasi Pasien Menjelang Ajal
Lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai mati.
Lanjut usia,
1. Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat saja
berubah.
2. Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan, walaupun
dapat berubah.
3. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah mendekat
dengan cara sendiri.
4. Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai perawatannya.
5. Berhak untuk mengharapkan terus mendapat perhatian medis dan perawatan.
6. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.
7. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.
8. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan.
9. Berhak untuk tidak ditipu.
10. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima
kematian.
11. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.
12. Berhak untuk mempertahankan individualis dan tidak dihakimi atas keputusan yang
mungkin saja bertentangan dengan orang lain.
13. Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian.
14. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan di hormati sesudah
mati.
H. Penatalaksanaan
1. Disiapkan sesuai agama dan kepercayaan. Pasien didampingi oleh keluarga dan
petugas. Usahakan pasien dalam keadaan bersih dan suasana tenang.
2. Keluarga pasien diberitahu secara bijaksana. Memberi penjelasan kepada keluarga
tentang keadaan pasien. Berikan bantuan kepada keluarga klien untuk kelancaran
pelaksanaan upacara keagamaan.

10
I. Pengkajian Terhadap Lansia Menjelang Ajal

Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitu
suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan aspek
pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial lainnya.Salah satu metode
untuk membantu perawat dalam mengkaji data psikososial pada klien terminal yaitu dengan
menggunakan metod“PERSON”.

1. Metode Person
P: Personal Strenghat
Yaitu: kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatannya atau
pekerjaan. Contoh yang positif: Bekerja ditempat yang menyenangkan bertanggung
jawab penuh dan nyaman, Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.
Contoh yang negatif: Kecewa dalam pengalaman hidup.
E: Emotional Reaction
Yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien. Contoh yang positif:
Binggung tetapi mampu memfokuskan keadaan. Contoh yang negatif: Tidak
berespon (menarik diri)
R: Respon to Stres
Yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu. Contoh yang
positif adalah Memahami masalah secara langsung dan mencari informasi,
Menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya: latihan dan olah raga.
Sedangkan contoh yang negative adalah menyangkal masalah, pemakaian alcohol.
S: Support System
Yaitu: keluarga atau orang lain yang berarti. Contoh yang positif: Keluarga,
Lembaga di masyarakat. Sedangakan Contoh yang negatif: Tidak mempunyai
keluarga.
O: Optimum Health Goal
Yaitu: alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi) Contoh yang positif adalah
Menjadi orang tua, Melihat hidup sebagai pengalaman positif Contoh yang negative
adalah Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat, Tidak mungkin
mendapatkan yang terbaik

11
N: Nexsus
Yaitu: bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai penyakit atau
mempunyai gejala yang serius. Contoh yang positif adalah Melibatkan diri dalam
perawatan dan pengobatan. Sedangkan contoh yang negative adalah Tidak berusaha
melibatkan diri dalam perawatan, Menunda keputusan.

2. Tanda Vital
Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan,denyut
nadi,pernapasan,dan tekanan darah. Mekanisme fisiologi yang mengaturnya berkaitan
satu sama lain. Setiap perubahan fungsi yang berlainan dengan keadaan yang norml
dianggap sebagai indikasi yang penting untuk mengenali keadaan kesehatan seseorang
.
3. Tingkat Kesadaran
1. Komposmentis : sadar sempurna
2. Apatis : tidak ada perasaan/ kesadaran menurun (masa bodoh)
3. Somnolen : kelelahan ( mengantuk berat)
4. Soporus : tidur lelap patologis(tidur pulas)
5. Subkoma : keadaan tidak sadar/hampir koma
6. Koma : keadaan pingsan lama disertai dengan penurunan daya reaksi ( keadaan
tidak sadar walaupun di rangsang dengan apa pun/ tidak dapat disadarkan).

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam
berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.

Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah
dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang
kehidupan. Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses menuju akhir.

Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan holistik yaitu
suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya pada penyakit dan aspek
pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga aspek psikososial lainnya.Salah satu metode
untuk membantu perawat dalam mengkaji data psikososial pada klien terminal yaitu dengan
menggunakan metod“PERSON”.

B. Saran

Kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari sempurna.
Kami akan memperbaiki makalah tsb dengan pedoman pada banyak sumber yang dapat
dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/valdesyiah/askep-menjelang-kematian

Nugroho.Wahyudi. 2008. Kep gerontik dan geriatric. Jakarta : EGC

Nugroho.Wahyudi. 2000. Kep gerontik dan geriatric. Jakarta : EGC

14

Anda mungkin juga menyukai