Oleh :
Kelompok 3 Kelas A1
2016
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis berbentuk makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Other Urinary Tract Disorders (Hypospadia/Epispadia) pada mata
kuliah Keperawatan Perkemihan dengan lancar dan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Untuk itulah kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Praba Diyan R.,S.Kep.,Ns., M.Kep
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Dan teman-teman mahasiswa yang
memberikan konstribusinya baik secara langsung maupun tidak dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat bagi kita semua. Kami
menyadari dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Kami sangat berterima kasih apabila ada pihak–
pihak yang berkenan memberikan kritik dan saran pada makalah ini.
Surabaya, Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan.............................................................................................................. 1
1. 1Latar Belakang........................................................................................................... 1
1. 2Rumusan Masalah...................................................................................................... 1
1. 3Tujuan........................................................................................................................ 2
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1Latar Belakang
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anormali penis
yang paling sering. Perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu.
Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra
terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan
lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak
lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak
ini seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona), penis
(di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra penis dan skrotum), dan perineal
(pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal
glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari penis.
1. 2Rumusan Masalah
1. 3Tujuan
1. 3. 1 Tujuan Umum
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
A. Hipospadia
Hipospadia terjadi pada satu sampai tiga per 1000 kelahiran dan merupakan
anomaly penis yang paling sering. Hipospadia adalah congenital anomali yang mana
uretra bermuara pada sisi bawah penis atau perineum. (Suriadi, 2001)
B. Epispadia
Epispadia adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis.
Epispadia adalah suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang
uretra terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi
terbuka.
2.2 Klasifikasi
A. Hipospadia
Hipospadia dibagi menjadi beberapa tipe menurut letak orifisium uretra eksternum
yaitu sebahai berikut:
1. Tipe sederhana adalah tipe grandula, meatus terletak pada pangkal glans penis. Pada
kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik
3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal, kelainan cukup besar, umumnya pertumbuhan
penis akan terganggu
Gb.1 Hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra
2. Middle : penile
B. Epispadia
Epispadia dibagi ke dalam tiga bentuk tergantung pada posisimeatus kemih, yaitu :
Malformasi terbatas pada kelenjar, meatus terletak pada permukaan, alur dari
meatus di puncak kepala penis. Ini adalah jenis epispadias jarang dan lebih mudah
diperbaiki.
2. Epispadia penis
Derajat pemendekan lebih besar dengan meatus uretra terletak di titik variabel
antara kelenjar dan simfisis pubis.
3. Penopubica epispadias
Varian yang lebih parah dan lebih sering. Uretra terbuka sepanjang perpanjangan
seluruh hingga leher kandung kemih yang lebar dan pendek.
2.3 Etiologi
1. Faktor Genetik
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut
tidak terjadi.
2. Faktor Hormon
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bias juga karena reseptor hormone androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada
tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang
berperan dalam sintesis hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak
sama.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
4. Embriologi
Secara embriologis hipospadia disebabkan oleh sebuah kondisi dimana bagian ventral
lekuk uretra gagal untuk menutup dengan sempurna.Diferensiasi uretra bergantung
pada hormone androgen Dihidrotestosteron (DHT) dengan kata lain hipospadia dapat
disebabkan oleh defisiensi produk testosterone, konversi testosterone menjadi DHT
yang tidak adequate, atau defisiensi local pada hormone androgen. (Heffner, 2005)
2.4 Patofisiologi
A. Hipospadia
Pada embrio berumur 2 minggu, baru terdapat dua lapisan ektoderm dan
entoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, yang memisahkan ektoderm dan entoderm. Di
bagian kaudal ektoderm dan entoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka.
Pada permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang
disebut genital tuberkel. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana
bagian lateralnya ada dua lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama
minggu ke 7, genital tuberkel akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah
bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki. Bila wanita akan menjadi
klitoris. (Mary. 2005)
Perkembangan uretra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai
dalam 15 minggu, uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang
permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi furikulus
ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang
menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan digaris tengah lipatan uretra tidak
lengkap sehingga meatus uretra terbuka tidak pada ujung penis. Pita jaringan fibrosa
yang dikenal sebagai chordee, menyebabkan lengkungan (kurvatura) pada penis.
Pada orang dewasa, chordee tersebut akan menghalangi hubungan seksual,
infertilisasi (hipospadia penoskrota atau perineal), menyebabkan stenosis meatus
sehingga mengalami kesulitan dalam mengatur aliran urine dan sering terjadi
kriptorkidisme.
B. Epispadia
Epispadias jauh lebih jarang pada anak perempuan, dengan hanya satu dari
565.000. Mereka yang terpengaruh memiliki tulang kemaluan yang dipisahkan
dengan berbagai derajat. Hal ini menyebabkan klitoris tidak menyatu selama
perkembangan, sehingga menjadi dua bagian klitoris. Selanjutnya, leher kandung
kemih hampir selalu terpengaruh. Akibatnya, anak perempuan dengan epispadias
selalu inkontinensia urin stres (misalnya dengan batuk atau melakukan aktivitas yang
berat). Untungnya, dalam banyak kasus, perawatan bedah dini dapat menyelesaikan
masalah ini.
A. Hipospadia
c. Penis tampak seperti berbalut karena adanya kelainan pada kulit depan penis
e. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di
dasar penis
B. Epispadia
Pemeriksaan diagnostik pada hipospadia lebih sering dilakukan dan jelas terlihat pada
pemeriksaan fisik. Tidak ada tes rutin lainnya. Pemeriksan fisik pada bayi baru lahir atau bayi.
Pemeriksaan yang menyeluruh serta pemeriksaan kromosom perlu dilakukan karena keainan lain
dapat menyertai hipospadia dan epispadia (Corwin, 2009). Hanya sedikit penderita hipospadia berat
yang mungkin mengalami abnormalitas pada genitalia. Bagaimanapun, tes kromosom CT scan pada
genitalia dapat mempercepat penemuan dan mencegah komplikasi jika sindrom lain sering dirasakan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah USG pelvis, MRI, Sistogram mikturasi, kultur urin,
sistografi, dan BNO-IVP. Pemeriksaan BNO-IVP dilakukan karena biasanya pada hipospadia diisertai
dengan kelainan kongenital ginjal.
2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Beberapa abnormalitas hipospadia sangat sedikit sehingga tidak banyak hal yang
dilakukan. Kebanyakan penangan dari hipospadia adalah dengan pembedahan.
Pembedahan ini dilakukan dengan membuat lubang kencing pada ujung penis dan
melakukan sirkumsisi pada saat itu juga. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah
hipospadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan eatus uretra di
tempat yang normal atau dekat dengan normal sehingga arah aliran urin ke depan dan
dapat melakukan koitus dengan normal. Operasi harus dilakukan sejak dini dan sebelum
operasi dilakukan, bayi atau anak tidak boleh sirkumsisi karena kulit depan penis
digunakan untuk pembedahan nanti. Penanganan yang tepat dapat dilihat pada aliran
urin, yaitu anak dapat berkemih saat berdiri.Selain itu, penanganan yang tepat jika anak
bebas dari nyeri ketika penis ereksi. Berikut adalah tahap pembedahan yang dilakukan
pada hipospadia:
1. Tahap 1
2. Tahap 2
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting sehingga
sirkumsisi dapat di hindari; kulit prepusium digunakan untuk bedah perbaikan.
3. Persiapkan orang tua dan anak untuk menjalani prosedur bedah yang diinginkan.
Perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki kemampuan anak
berdiri selama berkemih, untuk memperbaiki bentuk penis, dan untuk memelihara
keadekuatan seksual. Hal ini biasanya dilakukan antara usia 6 dan 12 tahun dengan
satu atau dua tahap perbaikan.
4. Jelaskan hasil bedah kosmetik yang diharapkan; orang tua dan anak dapat merasa
sangat kecewa dengan kecacatan fisik ini.
5. Pantau asupan dan haluaran cairan dan pola urine, anjurkan banyak minum,
pertahankan kepatenan, dan awasi tindakan pencegahan infeksi jika anak
dikateterisasi.
6. Persiapkan orang tua dan anak untuk pengalihan urine, jika perlu, sementara meatus
baru dibuat.
7. Ajarkan orang tua bagaimana merawat kateter menetap, jika perlu. (Muscari, 2005)
2.8 Komplikasi
1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordeenya parah, maka
penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009)
4. Kesukaran saat berhubungan saat, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
5. Infertility karena bentuk penis yang bengkok menyebabkan penis susah masuk
kedalam vagina saat copulas, cairan semen yang disemprotkan melalui saluran uretra
pada tempat abnormal.
6. Resiko hernia inguinal karena riwayat hipospadia dapat meningkatkan resiko terjdinya
hernia inguinal.
7. Gangguan psikososial pada anak karena merasa malu akibat bentuk penis yang
berbeda dengan teman-temannya. (Suriadi, 2001)
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan yang besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah di bawah kulit, yang
biasanya dicegah dengan balutan ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi
2. Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari
anastomis
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang
atau pembentukan batu saat pubertas
5. Residual chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak sempurna, dimana
tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan scar yang berlebihan
di ventral penis walaupun sangat jarangDivertikulum (kantung abnormal yang
menonjol ke luar dari saluran atau alat berongga) (Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak,
2005), terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar atau adanya stenosis
meatal yang mengakibatkan dilatasi yang dilanjut.
2.9 Prognosis
Prognosis hispospadia dan epispadia tergantung pada berat ringannya kasus dan
keberhasilan pembedahan. Kesuksesan bedah rekontruksi untuk kasus sedang dan berat terus
meningkat. Perawatan post operasi juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi
prognosisnya.(Arif, 2000)
Prognosis lebih baik jika perbaikan hipospadia sebelum usia sekolah ( 2 tahun) (Emil, 2008).
Terdapat predisposisi genetic non-Mandeli pada hipospadia. Jika salah satu saudara kandung
mengalami hipospadia, resiko kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12%. Jika bapak dan
anak laki-lakuinya menderita, maka resiko untuk anak lak-laki berikutnya adalah 25%.
2.10 WOC Hipospadia/Epispadia
DAFTAR PUSTAKA
MK : Nyeri
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
A. Anamnesis
Identitas pasien, terdiri dari nama, alamat, tempat tanggal lahir, tanggal masuk
rumah sakit, data obyektif/data subyektif, dan informasi lain yang penting
tentang pasien.Secara keseluruhan kelainan hipospadia ditemukan dan terjadi
pada anak laki-laki.
Keluhan yang sering terjadi pada anak dengan hipospadia antara lain:anak tidak
bisa mengarahkan aliran urinnya, anak tidak dapat berkemih dengan posisi berdiri
(terjadi pada anak dengan hipospadia penoskrotalatau perineal), meatus uretra
terbuka lebar.
6.Mental
c. Tingkat kecemasan
B. Pemeriksaan Fisik
1.Pemeriksaan genetalia
Saat dilakukan inspeksi bentuk penis lebih datar dan ada lekukan yang dangkal
dibagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus, pada
kebanyakan penderita penis melengkung ke bawah(chordee) yang tampak jelas
pada saat ereksi, preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis tetapi
menumpuk dibagian punggung penis,testis tidak turun ke kantong skrotum. Letak
meatus uretra berada sebelah ventral penis dan sebelah proximal ujung penis.
2.Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada
ginjal, karena kebanyakan penderita hipospadia sering disertai dengan kelainan
pada ginjal.
Pada hipospadia aliran urin dapat membelok kearah bawah atau menyebar dan
mengalir kembali sepanjang batang penis. Anak dengan hipospadia penoskrotal
atau perineal berkemih dalam posisi duduk. Pada hipospadia glanduler atau
koronal anak mampu untuk berkemih dengan berdiri, dengan sedikit mengangkat
penis ke atas.
C. Pemeriksaan Penunjang
2.Excretory urography
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre-op
2. Post – op
C. Intervensi Keperawatan
1. Pre – op
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
- Jelaskan mengenai
pentingnya menjaga
kebersihan area
perineal dan ajarkan
cara membersihkannya
D. Evalu2. Post – op
- Ajarkan teknik
distraksi pada saat
nyeri
- Lakukan manajemen
sentuhan
- Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian analgesic
D. Evaluasi
1. Pre-op
a. Nyeri berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:EGC.
Emil A. Tanagho, MD. 2008. Smith’s General Urology edisi 17. a LANGE medical book
Hidayat, Aziz, dkk. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan belajar keperawatan pediatric edisi 3. Jakarta: EGC
Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak. (2005). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
Posting Komentar
‹
›
Beranda