Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN HIPOSPADIA

Mata Kuliah : Keperawatan Anak

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
ALFANDY COTARIO PO.62.20.1.17.315
ANIS SETIAWATI SUPIAH PO.62.20.1.17.317
KARINA AYU SERIN PO.62.20.1.17.331
MEGA SONIA VERA PO.62.20.1.17.336
MEINIA PRETI ANJELINA PO.62.20.1.17.337
RIZKY TRISTIAN NOR PO.62.20.1.17.334

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, dan kasih karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Hipospadia ini tepat pada waktunya.
Tak lupa kami berterima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut serta membantu
pembuatan makalah ini. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambahwawasan serta pengetahuan mengenai asuhan keperawatan hipospadia.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat
di masa yang akan datang.
Kami berharap makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
selaku penulis maupun bagi orang yang membacanya.

Palangka Raya, 12 September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi .................................................................................................................. 3
B. Klasifikasi .............................................................................................................. 4
C. Etiologi ................................................................................................................... 6
D. Tanda dan Gejala ................................................................................................... 6
E. Patofisiologi ........................................................................................................... 7
F. Penatalaksanaan ..................................................................................................... 8
G. Komplikasi ............................................................................................................. 9
H. Pemeriksaan Penunjang ......................................................................................... 10
I. Pencegahan ............................................................................................................ 10
J. WOC ...................................................................................................................... 10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan ........................................................................................ 11
B. Diagnosa Keperawatan .......................................................................................... 13
C. Intervensi Keperawatan ......................................................................................... 13
D. Evaluasi .................................................................................................................. 16
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 17
B. Saran ...................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anormali
penis yang paling sering. Perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 minggu dan
selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang
permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm
yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu.
Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak ini
seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus
korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventra penis
dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal
sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari
penis.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan
resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan
sebelum usia saat belajar untuk menahan berkemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun.
Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi. Oleh karena itu bayi dengan hipospadia
tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi
dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis.
Epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis. Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-
laki. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomali saluran
kemih. Inkontinensia urine timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%)
karena perkembangan yang salah dari spingter urinarius. Perbaikan dengan pembedahan
dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia, memperluas uretra ke glans. Prepusium
digunakan dalam proses rekonstruksi, sehingga bayi baru lahir dengan epispadia tidak
boleh di sirkumsisi. Pada epispadia, meatus uretra tidak meluas ke ujung penis karena
tidak adanya dinding dorsal uretra. Pada kedua keadaan tersebut, derajat rekonstruksi
uretra yang dibutuhkan bergantung pada letak lubang uretra di batang penis.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari hipospadia?
2. Apakah klasifikasi dari hipospadia?
3. Apakah etiologi dari hipospadia?
4. Bagaimanakah tanda dan gejala hipospadia?
5. Apakah patofisiologi hipospadia?
6. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien hipospadia?
7. Apakah komplikasi dari hipospadia?
8. Apakah pemeriksaan penunjang dari hipospadia?
9. Bagaimanakah cara pencegahan hipospadia?
10. Bagaimana WOC dari hipospadia?
11. Bagaimana asuhan keperawatan dari hipospadia?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah proses perkuliahan keperawatan perkemihan diharapkan mahasiswa
mampu mengetahui mengenai konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
hipospadia/epispadia
2. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi dari hipospadia
2. Menjelaskan klasifikasi dari hipospadia
3. Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus dari hipospadia
4. Menjelaskan tanda dan gejala hipospadia
5. Menjelaskan patofisiologi hipospadia
6. Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan hipospadia
7. Menjelaskan komplikasi dari hipospadia
8. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari hipospadia
9. Menjelaskan cara pencegahan hipospadia
10. Menjelaskan WOC dari hipospadia
11. Menjelaskan asuhan keperawatan dari hipospadia

D. Manfaat Penulisan
Penulis dan pembaca dapat memahami lebih dalam lagi mengenasi konsep hipospadia
dan asuhan keperawatan pada penderita hipospadia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa muara uretra yang terletak di
sebelah ventral penis dan sebelah prokimal ujung penis. Hipospadia merupakan salah
satu dari kelainan kongenital paling sering pada genitalia laki laki, terjadi pada satu
dalam 350 kelahiran laki-laki, dapat dikaitkan dengan kelainan kongenital lain seperti
anomali ginjal, undesensus testikulorum dan genetik seperti sindroma klinefelter.
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus
terletak dipermukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal
pada ujung gland penis. (Duccket, 1986, Mc Aninch, 1992)
Hipospadia adalah kelainan kongetinal berupa kelainan letak lubang uretra pada
pria dari ujung penis ke sisi ventral (Corwin, 2009).Hipospadia adalah kegagalan meatus
urinarius meluas ke ujung penis, lubang uretra terletak dibagian bawah batang penis,
skrotum atau perineum (Barbara J. Gruendemann & Billie Fernsebner, 2005).
Dan menurut (Muscari, 2005) Hipospadia adalah suatu kondisi letak lubang uretra
berada di bawah glans penis atau di bagian mana saja sepanjang permukaan ventral
batang penis. Kulit prepusium ventral sedikit, dan bagian distal tampak terselubung.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra
penispadakehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra
tertinggaldisuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H
Markum,1991 : 257).
Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain
pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara
kemaluandan anus ). (Davis Hull, 1994)
Hipospadia berasal dari dua kata yaitu ‘hypo’ yang berarti di bawahdanspadonyang
berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus
uretra eksterna berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari
tempatnya yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000).Hipospadia adalah
kelainan bawaan berupa urethra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis
(Ngastiyah, 2005).

3
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa hipospadia
adalah suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang uretra terdapat di penis bagian
bawah bukan diujung penis. Sebagaian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki
bentuk batang penis yang melengkung. Biasanya di sekitar lubang kencing abnormal
tersebut terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit
sekitarnya. Jika dilihat dari samping, penis tampak melengkung seperti kipas (chordee,
bahasa latin); secara spesifik jaringan parut di sekitar muara saluran kencing kemudian
disebut chordee. Tidak setiap hipospadia memiliki chordee.
Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis
yang belum turun sampai kekantung kemaluannya (undescended testis). Hipospadia
merupakan kelainan bawaan yang jarang ditemukan, dengan angka kekerapan 1 kasus
hipospadia pada setiap 250-400 kelahiran bayi laki-laki hidup.

B. Klasifikasi
Hipospadia adalah keadaan dimana lubang kencing terletak dibawah batang kemaluan /
penis.
Ada beberapa type hipospadia :
a. Hipospadia type Perenial, lubang kencing berada di antara anus dan buah zakar
(skrotum).
b. Hipospadia type Scrotal, lubang kencing berada tepat di bagian depan buah zakar
(skrotum).
c. Hipospadia type Peno Scrotal, lubang kencing terletak di antara buah zakar
(skrotum) dan batang penis.
d. Hipospadia type Peneana Proximal, lubang kencing berada di bawah pangkal
penis.
e. Hipospadia type Mediana, lubang kencing berada di bawah bagian tengah dari
batang penis.
f. Hipospadia type Distal Peneana, lubang kencing berada di bawah bagian ujung
batang penis.
g. Hipospadia type Sub Coronal, lubang kencing berada pada sulcus coronarius penis
(cekungan kepala penis).
h. Hipospadia type Granular, lubang kencing sudah berada pada kepala penis hanya
letaknya masih berada di bawah kepala penisnya.

4
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal.
Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini
bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak
sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal.Pada
tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan
kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga
penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan
tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di
bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai
dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.
Klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu
tipe glandular, distal penile, penile, penoskrotal, skrotal dan perineal. Semakin ke
proksinal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah
frekuensinya. Pada kasus ini 90% terletak di distal di mana meatus terletak diujung
batang penis atau di glands penis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu
ditengah batang penis, skrotum atau perineum. Berdasarkan letak muara uretra setelah
dilakukan koreksi korde, Brown membagi hipospadia dalam 3 bagian :
1) Hipospadia anterior : tipe glanular, subkoronal, dan penis distal.
2) Hipospadia Medius : midshaft, dan penis proksimal.
3) Hipospadia Posterior : penoskrotal, scrotal, dan perineal.

5
C. Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui
penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli
dianggap paling berpengaruh antara lain :
1) Gangguan dan ketidakseimbangan hormone
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada
tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang
berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak
sama.
2) Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen
tersebut tidak terjadi.

3) Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

D. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis pada hipospadia, antara lain:
1. Jika berkemih, anak harus duduk.
2. Pembukaan uretra di lokasi selain ujung penis
3. Penis tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis
4. Penis melengkung ke bawah
5. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar
penis
6. Semprotan air seni yang keluar abnormal
7. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah
penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
8. Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung
penis.

6
9. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang
hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
10. Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
11. Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
12. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
13. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
14. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
15. Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke arah bawah yang
akan tampak lebih jelas pada saat ereksi. Hal ini disebabkan oleh adanya chordee yaitu
suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang letaknya abnormal ke glands
penis.Jaringan fibrosa ini adalah bentuk rudimeter dari uretra, korpus spongiosum dan
tunika dartos.Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk mencurigai suatu
hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua hipospadia memiliki chordee.

E. Patofisiologi
Penyebab dari Hypospadia belum diketahui secara jelas dan dapat dihubungkan
dengan faktor genetik dan pengaruh Hormonal. Pada usia gestasi Minggu ke VI
kehamilan terjadi pembentukan genital, pada Minggu ke VII terjadi agenesis pada
msoderm sehingga genital tubercel tidak terbentuk, bila genital fold gagal bersatu diatas
sinus urogenital maka akan timbul Hypospadia.
Perkembangan urethra dalam utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam
15 minggu, urethra terbentuk dari penyatuan lipatan urethra sepanjang permukaan
ventral penis. Glandula Urethra terbentuk dari kanalisasi furikulus ektoderm yang
tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan urethra yang menyatu. Hypospadia
terjadi bila penyatuan digaris tengah lipatan urethra tidak lengkap sehingga meatus
urethra terbuka pada sisi ventral penis. Derajat kelainan letak ini antara lain seperti pada
glandular (letak meatus yang salah pada glans), Korona (pada Sulkus Korona), penis
(disepanjang batang penis), penuskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skrotum) dan
perineal (pada perinium) prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang
menutupi sisi darsal gland. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai Chordee, pada sisi
ventral menyebabkan kuruatura (lingkungan) ventral dari penis. Pada orang dewasa,
chordec tersebut akan menghalangi hubungan seksual, infertilisasi (Hypospadia

7
penoskrotal) atau (perineal) menyebabkan stenosis meatus sehingga mengalami kesulitan
dalam mengatur aliran urine dan sering terjadi kriotorkidisme.
Klasifikasi Hypospadia adalah tipe glandulan (balantik) yaitu meatus terletak pada
pangkal penis, tipe distal penil yaitu meatus terletak pada distal penis, tipe penil yaitu
meatus terletak antara perineal dan scrotum, tipe scrotal yaitu meatus terletak di scratum,
tipe perineal yaitu meatus terletak di perineal.
Komplikasi pada Hypospadia adalah infertilisasi risiko hernia inguinalm gangguan
psikososial.

F. Penatalaksaan
Dikenal banyak tehnik operai hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap
yaitu:
1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi
chordee dari muara uretra sampai ke glands penis. Setelah eksisi chordee maka penis
akan menjadi lurus tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat
keberhasilan eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikkan
NaCL 0,9% kedalan korpus kavernosum.
2. Operasi uretroplasty
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit
penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal pararel di kedua sisi.

Tujuan pembedahan :
1. Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial.
2. Perbaikan untuk kosmetik pada penis.

Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton
dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
a. Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan
yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis
diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan
luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis.

8
b. Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah
lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans,
lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup
dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan
dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama
dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar
dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal
(yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian
punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.
Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia,
maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan
operasi hipospadi.

G. Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi antara lain struktur uretra (terutama pada sambungan
meatus uretra yang sebenarnya dengan uretra yang baru dibuat) atau fistula.
1. Komplikasi awal
a. perdarahan
b. infeksi
c. jahitan yang terlepas
d. nekrosis flap
e. edema.
2. Komplikasi lanjut
a. Stenosis sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis.
b. Kebocoran traktus urinaria karena penyembuhan yang lama.
c. Fistula uretrocutaneus
d. Striktur uretra
e. Adanya rambut dalam uretra
f. Infertility.
g. Resiko hernia inguinalis.
h. Gangguan psikososial.

9
H. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau bayi.
Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan yang
menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromososm (Corwin, 2009).
a. Rontgen
b. USG sistem kemih kelamin
c. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal
d. Kultur urine (Anak-hipospadia)
e. Uteroskopi
f. Pemeriksaan Darah Lengkap

I. Pencegahan
1. Tidak ada metode khusus untuk mencegah hipospadia, namun perlu diperhatikan
penggunaan obat-obatan yang mengandung esterogen (misalnya pil KB) selama
kehamilan
2. Melakukan pemeriksaan rutin
3. Menghindari perkawinan sedarah yang memiliki kelainan hipospadia

J. WOC Hipospadia

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Anamnesis
a. Kaji identitas pasien
Identitas pasien, terdiri dari nama, alamat, tempat tanggal lahir, tanggal masuk
rumah sakit, data obyektif/data subyektif, dan informasi lain yang penting tentang
pasien.Secara keseluruhan kelainan hipospadia ditemukan dan terjadi pada anak
laki-laki.
b. Kaji riwayat masa lalu
Pada masa kehamilan minggu ke 10 sampai ke 14 terjadi hambatan penutupan uretra
penis yang mengakibatkan orifium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral
penis antara skrotum dan glands penis.
c. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
Penggunaan dietilbestrol (DES) antara minggu kedelapan dan enam belas kehamilan
sebagai pengobatan untuk mencegah terjadinya abortus spontan menjadi resiko
terjadinya hipospadia pada anak.
d. Kaji keluhan utama
Keluhan yang sering terjadi pada anak dengan hipospadia antara lain:anak tidak bisa
mengarahkan aliran urinnya, anak tidak dapat berkemih dengan posisi berdiri
(terjadi pada anak dengan hipospadia penoskrotalatau perineal), meatus uretra
terbuka lebar.
e. Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria,
drinage.
f. Mental
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien

11
Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan genetalia
Saat dilakukan inspeksi bentuk penis lebih datar dan ada lekukan yang dangkal
dibagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus, pada kebanyakan
penderita penis melengkung ke bawah(chordee) yang tampak jelas pada saat ereksi,
preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis tetapi menumpuk dibagian
punggung penis,testis tidak turun ke kantong skrotum. Letak meatus uretra berada
sebelah ventral penis dan sebelah proximal ujung penis.
b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal,
karena kebanyakan penderita hipospadia sering disertai dengan kelainan pada ginjal.
c. Perhatikan kekuatan dan kelancaran aliran urin
d. Pada hipospadia aliran urin dapat membelok kearah bawah atau menyebar dan
mengalir kembali sepanjang batang penis. Anak dengan hipospadia penoskrotal atau
perineal berkemih dalam posisi duduk. Pada hipospadia glanduler atau koronal anak
mampu untuk berkemih dengan berdiri, dengan sedikit mengangkat penis ke atas.

Pemeriksaan Penunjang
1. Uretroscopy dan cystoscopy
Pemeriksaan uretroscopy dan cystoscopy dilakukan untuk memastikan organ-organ
seks interna terbentuk secara normal.
2. Excretory urography
Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas
congenital pada ginjal dan ureter.
3. Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang dilakukan adalah
pemeriksaan radiologis urografi (IVP,sistouretrografi) untuk menilai gambaran
saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras. Pemeriksaan ini biasanya
baru dilakukan bila penderita mengeluh sulit berkemih. Selain itu juga dilakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui keadaan ginjal,mengingat hipospadi sering
disertai dengan kelainan pada ginjal.

12
B. Diagnosa Keperawatan

PRE OPERASI
1. Ansietas (anak dan orang tua) yang behubungan dengan proses pembedahan (uretroplasti).
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pancaran urin yang merembes
3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan

POST OPERASI
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan pascabedah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(integritas kulit tidak utuh/insisi bedah)
3. Nyeri berhubungan dengan pembedahan.
4. Resiko infeksi (traktus urinarius) yang berhubungan dengan pemasangan kateter.
5. Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan penampilan penis anak setelah pembedahan.
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

C. Intervensi Keperawatan
PRE OPERASI

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Resiko kerusakan integritas  Tujuan : - Kaji kulit anak untuk
kulit berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan melihat bukti iritasi dan
pancaran urin yang keperawatan selama 3 x 24 kerusakan seperti
merembes jam pasien tidak kemerahan, edema, dan
memperlihatkan tanda atau abrasi setiap 4 – 8 jam.
gejala kerusakan kulit - Lakukan perawatan kulit
 Kriteria Hasil : yang tepat, termasuk
- Pasien tidak menunjukkan adanya mandi harian dengan
kemerahan, iritasi dan kelemahan menggunakan sabun
otot. pelembab, masase,
- - Pasien menunjukkan integritas pengubahan posisi dan
kulit yang baik, yang dibuktikan penggantian linen serta
dengan tidak adanya lecet, warna pakaian kotor.
kulit normal. - Anjurkan untuk segera
- - Pasien dapat mendemonstrasikan mengganti celana bila

13
aktivitas perawatan kulit rutin basah
yang efektif - Jelaskan mengenai
pentingnya menjaga
kebersihan area perineal
dan ajarkan cara
membersihkannya
- Anjurkan anak untuk
membersihkan area
perineal dengan air hangat
setelah BAB dan
dikeringkan dengan
handuk
- Ajarkan pada klien dan
keluarga mengeni tanda-
tanda klinis kerusakan
integritas kulit
Kecemasan orang tua  -
Tujuan : Setelah dilakukan Jelaskan pada anak dan
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama 3 orang tua tentang prosedur
prosedur pembedahan x 24 jam kecemasan orang tua bedah dan perawatan
menjadi berkurang. pasca operasi yang
 Kriteria Hasil : diharapkan.
Orang tua -
mengalami Evaluasi tingkat
penurunan rasa cemas yang pemahaman keluarga
ditandai oleh ungkapan tentang penyakit
pemahaman tentang prosedur
- Akui masalah pasien dan
bedah dorong mengekspresikan
masalah dan berikan
kesempatan untuk
bertanya dan jawab
dengan jujur
- Libatkan pasien dan
keluarga dalam
perencanaan keperawatan

14
dan berikan kenyamanan
fisik pasien.

POST OPERASI
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Resiko infeksi  Tujuan : Setelah dilakukan - Kaji lebar luka, letak luka
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama- Kaji faktor yang dapat
pertahanan tubuh 3 x 24 jam diharapkan tidak menyebabkan infeksi
primer tidak adekuat terjadi infeksi - Bersihkan lingkungan dengan
(integritas kulit tidak  Kriteria Hasil : benar
utuh/insisi bedah) Tidak ada tanda-tanda infeksi - Ganti balut setiap hari
seperti (rubor, tumor, kalor, - Kolaborasi untuk pemberian
dolor, fungiolesa) antibiotik dan anti pendarahan
Nyeri berhubungan  -
Tujuan : Setelah dilakukan Kaji nyeri dengan pendekatan
dengan kerusakan tindakan keperawatan selama PQRST
jaringan pascabedah 3 x 24 jam terdapat
- Monitoring tanda – tanda vital
penurunan respon nyeri pasien
 Kriteria Hasil : - Lakukan manajemen nyeri
Pasien menyatakan keperawatan :
penurunan rasa nyeri, skala
- Atur posisi fisiologis
nyeri 0 -1 ( 0 – 4 ) - Istirahatkan pasien
- Didapatkan TTV dalam batas
- Manajemen lingkungan : berikan
normal lingkungan tenang dan batasi
- Memperihatkan
peningkatan pengunjung
rasa nyaman ditandai dengan- Ajarkan teknik relaksasi
ekpresi wajah rileks / tenang / pernapasan dalam
tidak menangis pada anak – anak- Lakukan manajemen sentuhan
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesic

15
D. Evaluasi
1. Pre-op
a. Tidak terdapat gejala kerusakan kulit
b. Rasa cemas menurun yang ditandai dengan pengungkapan perasaan mereka
tentang adanya kecacatan pada genetalia anak
2. Post-op
a. Nyeri berkurang
b. Pasien tidak mengalami infeksi

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Hipospadia adalah salah satu
kelainan kongenital yang seringkali terjadi pada genitalia laki laki,yaitu kondisi dimana
uretra tidak berada pada posisi normal. Hipospadia ini terbagi menjadi 8 tipe sesuai
dengan letak lubang kencingnya. Dan berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus
terbagi menjadi tipe sederhana/anterior, tipe penil/middle, dan tipe posterior.
Penyebab hipospadia ini sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pastinya. Hipospadia ini memiliki beberapa tanda dan gejala
diantaranya lubang penis berada di bawah atau di dasar penis, glans penis bentuknya
lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai
meatus uretra eksternus. Pada kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung ke
arah bawah yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi.
Kelainan ini dimulai pada usia gestasi Minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan
genital, pada Minggu ke VII terjadi agenesis pada msoderm sehingga genital tubercel
tidak terbentuk, bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenital maka akan timbul
Hypospadia. Untuk penyembuhan, biasanya dilakukan operasi yang umum dilakukan
yaitu operasi pelepasan chordee dan tunneling, dan operasi uretroplasty.
Dikarenakan hipospadia dapat disertai kelainan lain, maka dianjurkan pemeriksaan
yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromosom. Untuk pencegahannya masih belum
ada metode khusus, namun perlu diperhatikan penggunaan obat-obatan yang
mengandung esterogen (misalnya pil KB) selama kehamilan. Kemudian lakukan
pemeriksaan rutin, dan hindari perkawinan sedarah yang memiliki kelainan hipospadia.

B. Saran
Saran kami adalah untuk mencegah terjadinya hipospadia pada neonatus dari segi
faktor lingkungan pada saat ibu hamil, sebaiknya ibu menghindari atau meminimalisasi
paparan polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas, Husein dkk. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Jakarta: Penerbit Behrman
2. Richard E.2010.Esensi Pediatri. Jakarta:EGC
3. Brough, Helen.2007.Rujukan Cepat Pediatri Dan Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
4. Lissauer,Tom.2006.At a Glance Neonatologi. Jakarta: Penerbit Erlangga
5. Markum, A H.1991.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
6. Muscari, Mary E. 2005. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
7. Muslihatum, Wafi Nur .2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Penerbit
Fitramaya
8. Short, J R. 2011. Sinopsis Pediatri.Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher
9. Speer, Kathleen Morgan.2007.Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai