Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KELAINAN

KONGENITAL HIPOSPADIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh :

Kelompok 11

Risty Farzeti B 10521042

Fahsa Fathmanisa 10521049

Fefy Hartati Lestari 10521069

Evi Nuraeni 10521079

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

POLTEKES TNI AU CIUMBULEUIT BANDUNG

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Kelainan Kongenital Hipospadia” yang
diampu oleh ibu Sussanty Cahyaning Nurdyantary , S.Kep.,Ners.,M.Kep

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan
pendidikan.

Bandung, 13 Oktober
2022

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................4
1.2 Tujuan...........................................................................................................5
1.3 Manfaat.........................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI...............................................................................................7
2.1 KONSEP PENYAKIT.................................................................................7
2.1.1 Definisi........................................................................................................7
2.1.3 Etiologi......................................................................................................10
2.1.4 Tanda dan Gejala....................................................................................12
2.1.5 Patofisiologi..............................................................................................12
2.1.6 Komplikasi...............................................................................................14
2.1.7 Pemeriksaan penunjang..........................................................................15
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................17
2.2.1Pengkajian.................................................................................................17
3.2.3 Diagnosa Keperawatan...........................................................................19
3.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................47
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan
merupakan anormali penis yang paling sering.perkembangan uretra in uretro
di mulai usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari
penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra
terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands
untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila
penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra
terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti
pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus
korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan
ventra penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada
pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita
jaringan fibrosa yang di kenal sebagai chordee, pada  sis ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.                     
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi
baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee
akan menghalangi hubungan seksual; infertilitas dapat terjadi pada hipospadia
penoskrotal atau perineal; dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan
kesulitan dalam mengatur aliran urin; dan sering terjadi kriptokridisme.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan
resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di
lakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan bdekemih, yaitu biasanya
sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi; oleh karena
itu bayi dengan hipospadia tidak boleh di sirkumsisi. Chordee dapat juga
terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk
memperbaiki fungsi dan penampilan penis.
Hipospadia terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi baru lahir. Pada
kasus yang paling ringan, meatus uretra bermuara pada bagian ventral glans
penis, terdapat berbagai derajat malformasi glans dan kulup zakar tidak
sempurna pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal.
Dengan bertambahnya tingkat keparahan, penis berbelok kearah ventral
(chordee) dan uretra penis lebih pendek secara proggresif, tetapi jarak antara
meatus dan glans tidak dapat bertambah secara signifikan sampai chordee di
koreksi.
Karenanya, hal ini menyesatkan, mengklasifikasi hipospadia semata-mata
atas dasar meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan
penoskrotal: pada kasus ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum
bifida dan kadang-kadang meluas kebasis dorsal penis (transposisi skrotum),
dan chordee adalah ekstrem. Pada kasus demikian, biasanya terdapat di
vertikulum uretra yang bermuara pada setinggi verumontanum,
memperlihatkan suatu struktur sisa mollerian (a vestige of mullerian
structures). Pada kasus varian, kurva tura ventral penis terjadi tanpa
hipospadiak meatus uretra. Pada kasus ini, kulup zakar berkerudung dan
korpus spongiosum mungkin kurang berkembang.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada anak
dengan kelainan kongenital hipospadia.
2. Tujuan khusus
1) Untuk mengetahui definisi dari hipospadia.
2) Untuk mengetahui klasifikasi dari hipospadia
3) Untuk mengetahui etiologi dari hipospadia.
4) Untuk mengetahui manifestasi klinis dari hipospadia.
5) Untuk mengetahui patofisiologi dari hipospadia.
6) Untuk mengetahui komplikasi dari hipospadia.
7) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari hipospadia.
8) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari hipospadia.

1.3 Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari hipospadia
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami etiologi dari hipospadia
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami manifestasi dari
hipospadia
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami patofisiologi dari
hipospadia
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan
penunjang hipospadia
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari
hipospadia
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pengkajian pada
hipospadia
8. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami diagnose pada
hipospadia
9 Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami intervensi pada
hipospadia
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP PENYAKIT
2.1.1 Definisi
Kelainan kongenital adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh adanya
kegagalan dalam proses pembentukan organ saat fase organogenesis di trimester
petama. Hipospadia merupakan salah satu kelainan bawaan sejak lahir pada alat
genitalia laki-laki. Kata hipospadia berasal dari bahasa Yunani yaitu Hypo, yang
berarti dibawah, dan Spadon, yang berarti lubang (Vikaningrum, 2020).

Hipospadia dapat di definisikan sebagai adanya muara uretra yang terletak


di ventral atau proksimal dari lokasi yang seharusnya. Kelainan terbentuk pada
masa embrional karena adanya gangguan pada masa perkembangan alat kelamin
dan sering dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer maupun
gangguan aktivitas seksual saat dewasa (Snodgrass & bush, 2016).

Hipospadia adalah kelainan congenital saluran kemih yaitu muara uretra


teretak tidak pada ujung penis, namun lebih kearah paroximal di sisi ventral penis.
Hipospadia terjadi akibat gangguan penutupan urethral goove oleh urethral fold.
Pembentukan uretra terjadi pada usia kehamilan 4 bulan, sedangkan testis mulai
turun ke dalam skrotum pada usia kehamilan 7 bulan.
Pada daerah tempat tidak terbentuk uretra, terbentuk chordee, yaitu suatu
jaringan ikat berasal dari jaringan mesenkim yang seharusnya berdiferensiasi
menjadi korpus spongionsum, fasia buck dan fasia dartos. Karena jaringan ikat
tidak elastic, chordee menyebabkan penis membengkok kearah ventral saat ereksi
(Sjamsuhidajat, 2010)

Kelainan hipospadia dapat diperbaiki dengan tindakan pembedahan. Untuk


mendapatkan hasil akhir operasi yang baik menurut Yildiz et al. (2013) harus
disertai dengan kemajuan teknik oeprasi, pemahaman patologi hipospadia, dan
usia saat operasi yang tepat. Secara ideal hasil akhir pembedahan hipospadia harus
memiliki tingkat komplikasi yang rendah, tidak ditemukan gangguan urinasi dan
ereksi, serta secara kosmetik bentuk penis serta meatus uretra sesuai dengan
anatomisnya (Yildiz et al., 2013).

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

Organ reproduksi pria dibedakan menjadi organ kelamin luar dan organ
kelamin dalam.

a) Organ reproduksi luar terdiri dari :

Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan
dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis
diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat
dikhitan/sunat. Penis terdiri dari:
Akar (menempel pada dinding perut)

Badan (merupakan bagian tengah dari penis)

Glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut).Lubang uretra (saluran
tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di umung glans penis.

Terdapat 2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak
bersebelahan.

Rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra.Jika terisi


darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi).

Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung testis


serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa.

b) Organ reproduksi dalam terdiri dari :


Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan
menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Dalam testis banyak
terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus. Testis terletak di dalam
skrotum.Testis memiliki 2 fungsi, yaitu menghasilkan sperma dan membuat
testosteron (hormon seks pria yang utama). Epididimis merupakan saluran
panjang yang berkelok yang keluar dari testis. Berfungsi untuk menyimpan
sperma sementara dan mematangkan sperma. Vas deferens merupakan saluran
panjang dan lurus yang mengarah ke atas dan berujung di kelenjar prostat.
Berfungsi untuk mengangkut sperma menuju vesikula seminalis.Saluran ejakulasi
merupakan saluran yang pendek dan menghubungkan vesikula seminalis dengan
urethra. Vesikula seminalis merupakan tempat untuk menampung sperma
sehingga disebut dengan kantung semen, berjumlah sepasang. Menghasilkan
getah berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat
alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran reproduksi
wanita. Urethra merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan
terdapat di penis. Uretra punya 2 fungsi yaitu Bagian dari sistem kemih yang
mengalirkan air kemih dari kandung kemih. Bagian dari sistem reproduksi yang
mengalirkan semen. Kelenjar pada organ reproduksi pria :
1. Kelenjar Prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan
getah putih yang bersifat asam.
2. Kelenjar Cowper’s/Cowpery/Bulbourethra merupakan kelenjar yang
menghasilkan getah berupa lender yang bersifat alkali. Berfungsi untuk
menetralkan suasana asam dalam saluran urethra.

2.1.3 Etiologi
Penyebab kelainan hipospadia ini kemungkinan bermula dari proses
kehamilan juga karena maskulinisasi inkomplit dari genetalia karena prematur
dari sel interstitial testis. Didalam kehamilan terjadi penyatuan di garis tengah
lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis.
Perkembangan uretra in utero normalnya dimulai sekitar usia 8 minggu dan
selesai dalam 15 minggu.

Secara umum dipercaya bahwa hipospadia disebabkan oleh produksi


androgen yang tak – adekuat oleh testis fetal. Perbedaan dalam penentuan waktu
dan tingkat insufiensi hormonal kemungkinan menerangkan jenis berbeda dari
hipospadia. Bentuk hipospadia urethrae externum terletak pada badan penis atau
perineum, sehingga menganggu urinasi normal pada posisi berdiri yang lazim
pada laki laki. (Moore., 2013)

Hipospadia sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor, namun


belum ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa kemungkinan
dkemukakan oleh para peneliti mengenai etiologi hipospadia. Faktor risiko yang
mempengaruhi terjadinya hipospadia yaitu :

a. Faktor genetik dan embrional


Genetik merupakan faktor risiko yang diduga kuat memengaruhi
proses terjadinya hipospadia. Penelitian menyebutkan bahwa naka
laki-laki yang memiliki saudara yang mengalami hipospadia
berisiko 13,4 kali lebih besar mengalami hipospadia, sedangkaan
anak yang memiliki ayah dengan riwayat hipospadia berisiko 10,4
kali mengalaami hal yang sama (Van der Zaden et al., 2012).
Selama masa embrional, kegagalan dalam pembentukan genital
folds dan penyatuannya diatas sinus urogenitaal juga dapat
menyebabkan terjadinyahipospadia. Biasanya semakin berat
derajat hipospadia ini, semakin besar terdapat kelianan yang
mendasari. Kelainan kromosom dan mabigu genitalia seperti
hermaafrodit maupun pseudohermafrodit merupakan kelainan yang
kerap kali ditemukan bersamaan dengan hipospadia (Krisna &
Maulana, 2017).
b. Faktor hormonal
Perkembangan genitalia pada laki laki merupakan proses yang
kompleks dan melibatkan berbagai gen serta interaksi hormon yang
ada pada ibu hamil. Proses pembentukan saluran uretra ini terjadi
pada minggu ke-6 trimester pertama dan bersifat
androgendependent, sehingga ketidak normalan metabolisme
androgen seperti defisiensi reseptor androgen di penis, kegagalan
konversi dari testosteron ke dihidrotestoteron, serta penurunan
ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor androgen
mungkin dapat menyebabkan terjadinya hipospadia (Noegroho et
al., 2018).
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dicurigai sebagai salah satu faktor penyebab
hipospadia seperti terdapat paparan estrogen atau progestin pada
ibu hamil di awal kehamilan, paparan estrogen tersebut biasanya
terdapat pada pestisida yang menempel pada buah, sayuran,
tanaman, dan obat obatan yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Pada
ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsi seperti
asam valporat juga diduga meningkatkan resiko hipospadia tetapi
untuk pil kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan
progestin diketahui tidak menyebabkan hipospadia (Krisna &
Maulana, 2017).
d. Lain-lain
Pada anak laki-laki yang lahir dengan program Intra-cystolasmic
sperm Injection (ICSI) atau In Vitro Fertilization (IVF) memiliki
insiden yang tinggi pada hipospadia (Krisna & Maulana, 2017).
Selain itu faktor ibu yang hamil dengan usia terlalu muda atau
terlalu tua juga sangat berpengaruh, diketahui bayi yang lahir dari
ibu yang berusia >35 tahun beresiko mengalami hipospadia berat.
Kelahiran prematur serta berat bayi lahir rendah, bayi kembar juga
sering dikaitkan dengan kejadian hipospadia (Widjajana, 2017).

2.1.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala menurut Nurrarif & Kusuma (2015) yang sering muncul
pada penyakit hipospadia sebagai berikut :

1. Tidak terdapat prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi


berlebih (dorsal hood)
2. Sering disertai chordee (penis agulasi ke ventral / penis melengkung
kearah bawah)
3. Lubang kencing terletak dibagian bawah dari penis.
4. Kebanyakan penderita terdapat penis yang melengkung kearah bawah
yang akan tampak lebih jelas pada saat ereksi.
5. Muara uretra eksterna tidak berada di ujung glans penis
2.1.5 Patofisiologi
Hipospadia berhubungan dengan perkembangan genitalia eksterna pria
pada usia kehamilan 8-20 minggu. Sebelumnya genitalia eksterna pria dan wanita
memiliki struktur yang mirip. Perkembangan selanjutnya terjadi dalam dua fase,
yaitu fase yang tidak dipengaruhi hormon (hormone independent) dan fase yang
dipengaruhi hormon (hormone dependent).

a. Fase hormone independent

Perkembangan genitalia awalnya tidak dipengaruhi hormon dan terjadi


selama minggu ke-8 hingga minggu ke-12 usia kehamilan. Pada fase ini terbentuk
lempeng uretra dan garis tengah tuberkulum genital

Fase hormone dependent

Memasuki minggu ke-11 dan ke-16 usia kehamilan, fase perkembangan


dipengaruhi hormon dan dimulai dengan diferensiasi gonad menjadi testis pada
janin yang memiliki kromosom XY. Androgen yang disekresikan oleh testis janin
memiliki fungsi penting dalam pemanjangan tuberkulum genital yang disebut
phallus (penis). Selama pemanjangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke arah
depan sehingga lipatan-lipatan tersebut membentuk dinding lateral dari uretra
(urethral groove). Bagian distal dari urethral groove yang disebut lempeng uretra
memanjang menjadi lekukan menuju ujung phallus. Penyatuan lipatan
labioskrotal pada garis tengah membentuk skrotum, dan penyatuan lipatan uretra
yang berdekatan dengan lempeng uretra akan membentuk penile urethra.
Akhirnya glans penis dan preputium menutup pada garis tengah. Apabila
penyatuan lipatan uretra terjadi tidak sempurna, akan terbentuk muara uretra
abnormal di sepanjang sisi ventral penis, biasanya di dekat glans, sepanjang
batang penis, atau dekat pangkal penis. Kelainan inilah yang disebut sebagai
hipospadia. Bila muara uretra yang abnormal terbentuk pada sisi dorsal penis,
maka kelainan tersebut disebut sebagai epispadia. Pada kasus yang jarang, ostium
uretra meluas di sepanjang rafe skrotalis. Hal ini karena penyatuan kedua lipatan
uretra sama sekali tidak terjadi, terbentuklah celah sagital lebar di sepanjang penis
dan skrotum dan kedua penebalan skrotum yang tampak mirip labia mayora.

Pathway
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi awal (immadiate complication) terjadi dalam kurun waktu

enam bulan pasca operasi atau saat enam bulan pertama follow up (Prat et al.,

2012). Komplikasi awal yang dapat terjadi sebagai berikut.

a. Perdarahan pasca operasi jarang terjadi dam biasanya dapat diatasi dengan

bebat tekan. Jika terjadi perdarahan maka harus ditinjau ulang untuk

mengeluarkan hematoma dan mengidentifikasi serta mengatasi sumber

perdarahan;

b. Infeksi, jika dicurigai terjadi infeksi, segera lakukan debridement, insisi,


drainase, dan kultur. Kemudian berikan antibiotik sesuai kuman yang

menyebabkan infeksi. Infeksi yang berat dapat menyebabkan kegagalan secara

menyeluruh dari operasi perbaikan hipospadia;

c. Edema lokal dan bintik perdarahan umumnya dapat terjadi segera pasca operasi

tetapi biasanya tidak menimbukan gangguan yang berarti;

d. Jahitan yang terlepas; dan

e. Nekrosis flap (Mouriquand dalam Gearhart et al., 2010).

Komplikasi lanjut (late complication) terjadi lebih dari enam bulan pasca

operasi atau setelah enam bulan pertama follow up ( Prat et al., 2012). Komplikasi

lanjut menurut Yildiz et al. (2013), yaitu fistula uretroktaneus (6,2 %), meatal

stenosis (3,58%), glans dehiscence (0,97%), dan urethral stenosis (0,65%).

Fistula menempati urutan pertama komplikasi tersering pasca operasi perbaikan

hipospadia (Steven et al., 2013) Pada penelitian yang dilakukan Spinoit et al.,

komplikasi terbanyak yang menyebabkan reoperasi hipospadia adalah fistula (36),

meatal stenosis (27), kosmesis (20), lainnya (9). Dari data tersebut dapat

dikatakan bahwa fistula merupakan komplikasi tersering pasca pembedahan

hipospadia.

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau
bayi. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan
pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromosom
(Corwin,2009).
1. Rongten
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO – IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan
kelainan kongenital ginjal
4. Kultur urine (anak – hipospadia).
( Amin, Huda, 2015, Buku Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
diagnosis medis dan nanda. Jilid 2 Halaman : 117 )

2.2.8 Penatalaksanaan medis

Menurut Muttaqin (2011;243), tujuan utama dari penatalaksanaan bedah


hipospadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra
di tempat yang normal atau dekat normal sehingga arah aliran urine ke depan
melakukan koitus dengan normal. Operasi harus dilakukan sejak dini dan sebelum
operasi dilakukan, bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan
penis digunakan untuk pembedahan nanti.

Dikenal banyak tehnik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari


beberapa tahap yaitu :

1. Operasi pelepasan chordee dan tunneling


Dilakukan pada usia 1,5-2 tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi
chordee dari muara uretra sampai ke glands penis. Setelah eksisi chordee
maka penis akan menjadi lurus tetapi meatus uretra masih terletak
abnormal. Untuk melihat keberhasilan eksisi dilakukan tes ereksi buatan
intraoperatif dengan menyuntikkan NaCL 0,9% kedalan korpus
kavernosum.
2. Operasi uretroplasty
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari
kulit penis bagian ventral yang di insisi secara longitudinal pararel di
kedua sisi. Tujuan pembedahan :
(1) Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
(2) Perbaikan untuk kosmetik pada penis.

Langkah-langkah pada operasi Hipospadia


1) Koreksi meatus 13
2) Koreksi chordee bila ada
3) Rekonstruksi uretra
4) Pengalihan kulit dorsal penis yang berlebihan ke ventral
5) Koreksi malformasi – malformasi yg berhubungan Teknik operasi

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan pertama dari proses keperawatan. Sebelum
memulai seluruh proses, tenaga keperawatan akan melakukan pengkajian awal
terhadap kondisi klien. Klien akan diberikan pertanyaan serta diberikan sejumlah
tes baik fisik maupun psikis. Pengkajian ini merupakan titik yang paling penting
untuk menghasilkan diagnosa keperawatan yang tepat (Prabowo, 2017). Pada
klien dengan hipospadia setelah tindakan post operasi pengkajian yang penting
dilakukan yaitu mengkaji adanya pembengkakan atau tidak, adanya perdarahan,
dan disuria (Mendri & Prayogi, 2017).

a. Keluhan Utama

Biasanya orang tua klien mengeluh dengan kondisi anaknya karena penis yang
tidak sesuai dengan anatomis penis biasa karena melengkung kebawah dan
terdapat lubang kencing yang tidak pada tempatnya.

b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Penyakit Sekarang.

Pada klien dengan hipospadia ditemukan adanya lubang kencing yang tidak pada
tempatnya sejak lahir dan belum diketahui dengan pasti penyebabnya.

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat ketidakseimbangan hormon dan faktor lingkungan yang


mempengaruhi kehamilan ibu, seperti terpapar dengan zat atau polutan yang
bersifat tertogenik yang menyebabkan terjadinya mutasi gen yang dapat
menyebabkan pembentukan penis yang tidak sempurna.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Terdapat riwayat keturunan atau genetik dari orang tua atau saudara kandung dari
klien yang pernah mengalami hipospadia.

d. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)

1) Pola nutrisi

Klien dengan hipospadia biasanya tidak terjadi gangguan nutrisi

2) Pola Reproduksi dan seksualitas

Klien dengan hipospadia biasanya mengalami masalah dalam hal berhubungan


jika tidak menjalani prosedur operasi untuk memperbaiki uretra yang tidak
berkembang.

3) Pola aktivitas/ latihan

Pada umunya klien dengan hipospadia tidak memiliki gangguan aktivitas

4) Pola istirahat

Pada klien biasaya tidak memiliki gangguan pola tidur kecuali saat dirawat
dirumah sakit

5) Persepsi, pemeliharaan, dan pengetahuan

Klien biasanya tidak mengetahui penyakit yang dialami karena kurangnya


pemahaman klien terkait penyakit hipospadia dan pada umumnya pemeliharaan
kesehatan klien tidak ada masalah

6) Keyakinan dan nilai

Klien hipospadia dapat memeluk agama sesuai keyakinannya masing-masing


7) Pola toleransi

Tidak ada masalah toleransi pada klien degan hipospadia

8) Pola hubungan peran

Klien biasanya tidak memiliki masalah hubungan dengan orang lain

9) Kognitif dsn persepsi

Klien dengan hipospadia kebanyakan tidak memiliki masalah pada memorinya

10) Persepsi diri dan konsep diri

Klien biasanya tidak percaya diri dengan kelainan yang dialaminya

11) Pola eliminasi

Pada saat buang air kecil, pada klien hipospadia mengalami kesulitan karena penis
yang bengkok mengakibatkan pancaran urin mengarah kearah bawah dan menetes
melalui batang penis (Krisna & Maulana, 2017).

e. Data Penunjang

1) Laboratorium

Pada pemeriksaan darah akan diketahui apakah terjadi tanda infeksi atau tidak

2) USG

USG Ginjal disarankan untuk mengetahui adanya kelainan lainnya pada saluran
kemih.

3.2.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan hipospadia post
operasi uretroplasty yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (proseduroperasi)


dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu tampak meringis, bersikap
protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaforesis

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi


dengan tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu kerusakan jaringat atau
lapisan kulit, perdarahan, kemerahan, hematoma, dan nyeri.

c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dengan tanda dan gejala


yang mungkin muncul yaitu merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat, sulit
berkonsenstrasi, tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur

d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dengan tanda


dan gejala yang mungkin muncul yaitu menolak melakukan perawatan diri, tidak
mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias secara mandiri, minat
melakukan perawatan diri kurang

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan dengan


tanda dan gejala yang mungkin muncul yaitu mengeluh sulit tidur, engeluh sering
terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh
istirahat tidak cukup

f. Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif.


3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa perencanaan
keperawatan TUJUAN DAN RENCANA RASIONAL
KRITERIA
HASIL
Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen Nyeri 1. Diketahui tingkat
berhubungan (L.08066) (I.08238) nyeri klien membantu
dengan agen Setelah Observasi dalam menentukan
pencedera dilakukan asuhan 1. Identifikasi tindakan keperawatan
fisik keperawatan lokasi, yang akan dilakukan.
(prosedur selama 3x24 jam, karakteristik, 2. Untuk mengetahui
operasi) diharapkan nyeri durasi, frekuensi, tingkat
(D.0077) akut teratasi kualitas dan ketidaknyamanan
dengan kriteria intensitas nyeri yang dirasakan klien
hasil: 1. Nyeri (PQRST) 3. Nafas dalam dapat
berkurang dari 4 2. Identifikasi melancarkan sirkulasi
menjadi 2 2. respon nyeri non oksigen di dalam
Meringis verbal Teraupetik tubuh, membuat
berkurang dari 4 3. Ajarkan teknik sirkulasi darah lancar,
menjadi 2 3. nonfarmakologi dan vena melebar
Sikap protektif untuk mengurangi sehingga bisa
berkurang dari 4 nyeri (teknik mengurangi nyeri.
menjadi 2 4. relaksasi nafas 4. Dapat
Gelisah dalam Edukasi meningkatkan
berkurang dari 5 4. Edukasi pada pengetahuan klien
menjadi 2 5. klien dan keluarga dan keluarga terkait
Frekuensi nadi terkait penyebab, penyebab, periodedan
normal 70- periode dan pemicu nyeri
120x/menit pemicu nyeri 5. Terapi farmakologi
Kolaborasi yang tepat dapat
5. Kolaborasi mengurangi keluhan
dengan dokter nyeri
terkait pemberian
analgetik
Defisit Perawatan Diri Dukungan 1. Diketahuinya
perawatan (L.11103) Perawatan Diri tingkat kemandirian
diri Setelah (L.11348) klien dapat membantu
berhubungan dilakukan asuhan Observasi dalam mendiagnosis
dengan keperawatan 1. Monitor tingkat dan menentukan
kelemahan selama 3x24 jam kemandirian 2. tindakan keperawatan
(D.0109) diharapkan Identifikasi yang akan dilakukan
defisit perawatan kebutuhan alat 2. Diketahuinya
diri teratasi bantu kebersihan kebutuhan perawatan
dengan kriteria diri, berpakaian, diri yang diperlukan
hasil: 1. berhias, dan makan oleh klien 3.
Kemampuan Teraupetik 3. Tersedianya
mandi meningkat Siapkan keperluan keperluan alat
dari 3 menjadi 5 pribadi (air hangat, kebersihan diri klien
2. Kemampuan waslap, sabun 4. Termotivasi untuk
berpakaian mandi, pakaian, melakukan perawatan
meningkat dari 3 parfum dll) 4. diri secara mandiri 5.
menjadi 5 Bantu klien dalam Memandirikan klien
3. Kemampuan memenuhi dalam perawatan diri
toileting kebutuhan secara konsisten
meningkat dari 3 perawatan diri sesuai kemampuan
menjadi 4 sampai mandiri
Edukasi 5.
Anjurkan
melakukan
perawatan diri
secara konsisten
sesuai kemampuan
Gangguan Pola tidur Dukungan Tidur 1. Diketahuinya
pola tidur (L.05045) (I.09265) kondisi pola aktivitas
berhubungan Setelah Observasi dan tidur klien
dengan dilakukan asuhan 1. Identifikasi pola 2. Diketehuinya
hambatan keperawatan aktivitas dan tidur faktor penganggu
lingkungan selama 3x24 jam 2. Identifikasi tidur klien dapat
(D.0055) diharapkan faktor penganggu membantu dalam
gangguan pola tidur Teraupetik menentukan tindakan
tidur dapat 3. Modifikasi keperawatan yang
teratasi, dengan lingkungan (misal: akan dilakukan
kriteria hasil: pencahayaan, 3. Lingkungan yang
1. Keluhan sulit kebisingan, suhu, nyaman dapat
tidur membaik matras dan tempat meningkatkan
dari 2 menjadi 5 tidur) kualitas tidur klien
2. Keluhan pola 4. Lakukan 4. Mempercepat
tidur membaik prosedur untuk mengawali tidur dan
dari 2 menjadi 5 meningkatkan memperbaiki siklus
3. Istirahat cukup kenyamanan tidur
meningkat dari 2 Edukasi 5. 5. Meningkatkan
menjadi 5 Jelaskan pengetahuan klien
pentingnya tidur terkait tidur yang
cukup selama sakit cukup selama sakit
Gangguan Integritas Kulit Perawatan Luka 1. Diketahuinya
Integritas dan Jaringan (I.14564) tanda-tanda infeksi
Kulit/Jaringan (L.14125) Observasi lebih awal akan
berhubungan Setelah 1. Monitor tanda- mencegah terjadinya
dengan dilakukan asuhan tanda infeksi komplikasi
perubahan keperawatan Teraupetik 2. Cairan NaCl tidak
sirkulasi selama 3x24 jam 2. Bersihkan luka mengganggu proses
(D.0129) diharapkan dengan carian penyembuhan luka
defisit perawatan NaCl 3. Teknik steril
diri teratasi 3. Pertahankan menurunkan resiko
dengan kriteria teknik steril saat terserang
hasil: 1. Keluhan melakukan mikroorganisme pada
nyeri menurun perawatan luka luka
dari 3 menjadi 5 4. Ganti balutan 4. Melindungi luka
2. Perdarahan sesuai jumlah jenis dari infeksi
menurun dari 3 luka Edukasi 5. Makanan tinggi
menjadi 5 5. Anjurkan klien kalori dan protein
3. Kemerahan untuk dapat mempercepat
menurun dari 3 mengonsumsi proses penyembuhan
menjadi 5 makanan tinggi luka
kalori dan protein 6. Terapi farmakologi
Kolaborasi 6. cefotaxime yang tepat
Kolaborasi dengan dapat menurunkan
dokter terkait risiko infeksi pada
pemeberian luka
antibiotik
Ansietas Tingkat Reduksi Ansietas 1. Untuk mengetahui
berhubungan Ansietas (I.09314) tingkat kecemasan
dengan krisis (L.09093) Observasi klien
situasional Setelah 1. Identifikasi saat 2. Agar klien dapat
(D.0080) dilakukan asuhan tingkat ansietas menentukan pilihanya
keperawatan berubah (mis. sendiri
selama 3x24 jam Kondisi, waktu, 3. Mengetahui tanda
diharapkan stressor) dan gejala ansietas
ansietas teratasi 2. Identifikasi yang dialami klien
dengan kriteria kemampuan 4. Menumbuhkan
hasil: 1. Perilaku mengambil rasa saling percaya
gelisah menurun keputusan 3. pada klien
dari 3 menjadi 5 Monitor tanda 5. Memahami klien
2. Perilaku ansietas (verbal dapat mengurangi
tegang menurun dan non verbal) ansietasnya
dari 3 menjadi 5 Terapeutik 4. 6. Mengetahui
3. Frekuensi nadi Ciptakan suasana penyebab kecemasan
normal 70- terapeutik untuk klien
120x/menit menumbuhkan 7. Agar klien
4. Pola tidur kepercayaan mengetahui
membaik dari 3 5. Pahami situasi kondisinya
menjadi 5 yang membuat 8. Pendampingan
ansietas keluarga dapat
6. Motivasi meringankan
mengidentifikasi ketegangan klien
situasi yang 9. Distraksi atau
memicu pengalihan dapat
kecemasan mengatasi ansietas
Edukasi 10. Relaksasi dapat
7. Informasikan meringankan ansietas
secara faktual 11. Obat ansietas
mengenai dapat menurunkan
diagnosis, kecemasan klien
pengobatan, dan
prognosis
8. Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien, jika perl
9. Latih kegiatan
pengalihan, untuk
mengurangi
ketegangan
10. Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi 11.
Kolaborasi
pemberian obat
anti anxietas, jika
perlu
Resiko Tingkat infeksi Pencegahan 1. Tanda gejala
infeksi (L.14137) Infeksi (I.14539) infeksi menjadi acuan
berhubungan Setelah 1. Monitor tanda dalam menentukan
dengan efek dilakukan asuhan dan gejala tindakan keperawatan
prosedur keperawatan infeksilokal dan yang akan dilakukan.
invasif selama 3x24 jam sistemik 2. Cuci tangan dapat
(D.0142) diharapkan 2. Cuci tangan mencegah
resiko infeksi sebelum dan kontaminasi kuman
dapat teratasi , sesudah kontak 3. Teknik aseptik
dengan kriteria dengan klien dan menurunkan resiko
hasil: lingkungan klien 3. terserang infeksi
1. Demam Pertahankan teknik 4. Pengetahuan
menurun dari 3 aseptik pada klien penting untuk proses
menjadi 5 4. Jelaskan tanda penyembuhan luka
2. Kemerahan dan gejala infeksi klien
menurun dari 3 kepada klien dan 5. Cuci tangan
menjadi 5 keluarga meminimalisir risiko
3. Bengkak 5. Ajarkan cara infeksi.
menurun dari 3 mencuci tangan 6. Terapi antibiotik
menjadi 5 denganbenar yang tepat dapat
kepada klien dan menurunkan risiko
keluarga infeksi
6. Kolaborasi
pemberian
antibiotik
3.4 implementasi

Menurut Mufidaturrohmah (2017) implementasi merupakan pelaksanaan

tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan tersebut

mencakup tindakan mandiri keperawatan dan tindakan kolaborasi. Tindakan

mandiri dilakukan perawat sendiri dan bukan merupakan petunjuk maupun

perintah dari petugas kesehatan lain. Bentuk dari implementasi keperawatan

yaitu mulai dari pengkajian untuk mengidentifikasi masalah, pendidikan

kesehatan pada klien untuk membantu menambah pengetahuan tentang

kesehatan, konseling, penatalaksanaan atau tindakan keperawatan untuk

memecahkan masalah kesehatan, membantu memandirikan klien, konsultasi dan

diskusi dengan tenaga kesehatan lainnya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan implementasi

yaitu tindakan keperawatan yang dilakukan harus sesuai dengan intervensi yang

telah direncanakan, dilakukan dengan cara aman serta sesuai dengan kondisi

klien, harus dievaluasi terkait keefektifan dan pendokumentasian keperawatan

yang benar. Kegiatan yang dilakukan pada tahap implementasi dimulai dari

pengkajian lanjutan, membuat prioritas masalah, menghitung alokasi tenaga,

membuat intervensi keperawatan dan melakukannya, serta mendokumentasikan

tindakan beserta respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan (LeMone

et al., 2016).
BAB III

KASUS DAN PEMBAHASAN


3.1 Contoh kasus

Pada hari jumat pukul 07.00 tanggal 21 november 2020 An. B datang
bersama orang tuanya ke pelayanan kesehatan. orang tua pasien mengeluh dan
ketakutan dengan kondisi anaknya karena penis yang melengkung kebawah dan
adanya lubang kencing yang tidak pada tempatnya.

3.3.1 Pengkajian

1. Identitas
No RM : 0123457
Nama : An. B
Tempat/tanggal lahir : Bandung, 28 juli 2018
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama ayah/ibu : Tn.K /Ny. I
Pekerjaan ayah : karyawan swasta
Pendidikan ayah : SLTA
Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga (IRT)
Pendidikan ibu : SMA
Agama : Islam
Alamat : Antapani, arcamanik Bandung.
Tanggal Masuk : 21 November 2020
Diagnosa Medis : Hipospadia

2. Keluhan utama
Orang tua pasien mengatakan sejak lahir saluran pipisnya diatas skrotum dan
saat ereksi penisnya melengkung kebawah.
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Pranatal
1) Ibu rutin memeriksakan kehamilan sebulan sekali di Bidan dan dokter
2) Selama pemerikaan kehamilan, saat umur kehamilan 5 bulan hasil
USG menyatakan bayinya berjenis kelamin perempuan.
b. Natal
1) Status kehamilan : G1P1A0H1
2) Umur kehamilan : 40 minggu
3) Komplikasi persalinan : tidak ada
4) Cara persalinan : Spontan per Vaginam
5) Tempat melahirkan : RS Tidar
6) Penolong persalinan : Bidan dan Dokter
c. Postnatal
1) BB : 1800 gram
2) PB : 43 cm
3) LD : 26 cm.
4) APGAR skor :

APGAR 1 menit 5 menit


Frekuensi jantung 2 2
Usaha nafas 1 2
Tonus otot 1 1
Iritabilitasi reflek 1 1
Warna kulit 1 2
Jumlah 6 8

5) Interaksi orangtua dan pasien : ada


6) Trauma lahir : tidak ada
7) Gerakan : Aktif
8) BAB / BAK : + / +
9) Menetek : iya
4. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian, kondisi pasien hiperaktif. OUE pasien berada di
bawah skrotum dan terdapat chordae.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama. Tidak ada
riwayat hipertensi maupun diabetes mellitus.
6. Riwayat Sosial
Hubungan anak dengan orang tua baik-baik saja. Orang tua selalu
mendampingi pasien.
7. Keadaan psikologis keluarga
Keluarga pasien megatakan merasa cemas dengan keadaan pasien karena
orang tuanya belum mengetahui kapan akan dioperasi.

8. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : Baik
b) Kesadaran : Composmentis
c) Tanda vital:
Nadi : 110x/menit Suhu : 36 oC RR : 24 x/menit TD : -

saat lahir 18 November 2022


Berat badan 1800 gram 9 kg
Panjang badan 43 cm 72 cm
Lingkar kepala Tidak terkaji 44 cm
Lingkar dada 26 cm 46 cm
Lingkar perut Tidak terkaji 47 cm
Lingkar lengan atas 8 cm 15 cm

d) Kepala
Fontanel anterior lunak, sutura sagitalis tepat, gambaran wajah simetris,
bentuk kepala mesocepal, rambut berwarna hitam, tidak ada luka, tidak
sianosis.
e) Mata
Bersih, tidak ada penumpukan sekret. Konjungtiva tidak anemis, sklera
putih, kornea jernih, tidak ada kelainan. Pasien dapat melirik kanan kiri
secara normal.
f) Hidung
Normal, tidak terjadi epitaksis, tidak ada sekret atau cairan yang keluar
dari hidung.
g) Telinga
Normal, simetris antara telinga kiri dan kanan. Tidak ada cairan abnormal
yang keluar dari telinga.
h) Leher
Tidak ada luka, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid. 33
i) Mulut
Tidak ada pernafasan mulut, mukosa bibir lembab.
j) Dada
Inspeksi : tidak ada lesi, simetris, tidak ada retraksi dinding dada,
persebaran kulit merata.
Palpasi : tidak ada nyeri dada, tidak teraba massa/benjolan. Paru simetris
antara kanan dan kiri saat mengembang.
Perkusi : interkosta 1-5 kanan dan interkosta 1-3 kiri sonor.
Auskultasi : seluruh lapang dada vesikuler.
k) Abdomen
Inspeksi : tidak ada spidermennevi
Auskultasi : bising usus 7x/menit
Palpasi : tidak teraba masa, lunak
Perkusi : thympani
l) Ekstermitas : Tidak ada kelainan, normal.
m) Genital dan Anus : Pada genital OUE terletak dibawah skrotum terdapat
chordae. Anus ada, normal tidak ada kelainan.
n) Kulit : kulit lembab, tidak kering dan tidak mengelupas.
9. Terapi medis
Pasien belum mendapatkan terapi apapun.
10. Hasil pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium (21 November 2020)
Albumin : 3,92
SGOT/AST : 34
SGPT : 29
BUN : 6,60
CREATININ : 0,30
Glukosa sewaktu :104
Natrium :136
Kalium : 4,30
Klorida : 102
PPT :13,7
INR : 0,99
Kontrol PPT : 14,2
APPT : 63,7
Kontrol APTT: 32,5
HbsAg : NON REAKTIF
Eritrosit : 5,82
Hemoglobin : 11,5
Hematokrit : 35,6
MCH : 19,8
MCV : 61,2
MCHC : 32,3
RDW-SD : 33,7
RDW-CV : 16,2
NRBC# : 0,00,00
LEUKOSIT : 8,75
b. Pemeriksaan radiologi (13 November 2022)
1) Poto Thorax dan AP anak
Uraian :
foto thorax proyeksi AP, posisi supine, asimetris, inspirasi, dan kondisi
cukup, hasil:
- Tampak apasitas in homogen di perihiler dan paracardial belateral,
batas tak tegas, air broncchogram (+)
- Tampak ruang pleura bilateral licin dan tak mendatar
- Cor, CTR: 0,45 - Tampak sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan:
- Infiltrat di perihiler dan paracardial bilateral
- Besar dan konfigurasi cor normal
2) USG Abdomen Upper
Uraian Hasil: hepar ukuran dan echostrukture normal, permukaan licin,
sistema billier dan vaskuler intra hepatal tak prominen, tak tampak
massa/nodul, hasil:
- Vesika felea: ukuran normal, dinding tak tampak menebal, tak tampak
massa/ nodul, hilus linealis tak prominen
- Pancreas: sulit tervisualisasi karena udara usus sangat prominani
- Ren dextra: ukuran dan echostrukture normal, batas cortex dan modulla
tegas, SPC tak melebar, tak tampak massa/batu
- Ren sinistra: ukuran dan echostrukture normal, batas kortex dan modulla
tegas, SPC tak melebar, tak tampak massa/batu
- Vesica Urinaria: terisi cairan minimal, dinding tampak reguler tak
menebal, tak tampak batu maupun massa
- Umfonodi paraartici tak prominen
Kesan :
- Tak tampak kelainan pada hepar, vesica felea, lien, kedua ren, vesica
urinaria
- Pancreas sulit tervisualisasi karena udara usus sangan prominent
3) USG Abdomen Lower
Uraian Hasil: telah dilakukan USG testis, pada pasien dengan klinis, hasil:
- Scrotum dextra: tak tampak gambaran testis, tampak testis dextra di
canalis inguinalis dextra, ukuran lk. 1,20 cm x 0,57 cm, echostrukture
normal, vascularisasi baik, testis dikelilingi cairan minimal
- Scrotum sinistra: tak tampak gambaran testis, tampak testis sinistra di
canalis inguinalis sinistra, ukuran lk. 1,13 cm x 0,6 cm, echostrukture
normal, vasularisasi baik, testis dikelilingi cairan minimal
Kesan:
- UDT bilateral, testis dextra et sinistra berada di canalis inguinalis dextra
et sinistra.

3.3.2 Analisa Data

No Data Masalah Penyebab


1 DS Pasien mengatakan: Nyeri akut Agen cedera
- Pasien menyatakan nyeri fisik ( proses
pada penis karena bekas pembedahan )
operasi.
P: nyeri timbul saat diam
atau bergerak
Q: nyeri seperti terkena
benda tajam
R: nyeri pada penis
S: skala nyeri 5 dari 10
T: semakin parah jika
digerakkannyeri pada
bagian anus yg dilakukan
operasi
DO:
- Terdapat luka bedah pada
penis dan terbalut kassa
steril.
- Luka tampak bersih, tidak
ada rembesan darah, dan
tidak ada tanda-tanda
inflamasi.
- Pasien tampak menahan
nyeri
Nadi: 100 x/ menit
2 DS: Risiko infeksi Luka post
Pasien menyatakan nyeri pembedahan
pada penis karena bekas
operasi
DO:
- Terdapat luka bedah pada
penis dan terbalut kassa
steril.
- Luka tampak bersih, tidak
ada rembesan darah, dan
tidak ada tanda-tanda
inflamasi.
- Pasien tampak menahan
nyeri
Suhu: 36,60C
3 Risiko Kelainan
DS : Ibu anak mengatakan :
gangguan kongenital:
- sejak lahir lubang
tumbuh hipospadia
kencingnya ada dibawah
kembang
skrotum
- Saat lahir berat badan anak
hanya 1800 atau prematur
- Anak hanya minum ASI
sedikit dan lebih sering
minum susu formula
DO:
- Tampak OUE dibawah
skrotum - Pasien minum susu
formula
4 Ansietas Pre operasi
DS:
orangtua uretroplasty
- Keluarga pasien megatakan
merasa cemas dengan
keadaan pasien karena ibu
belum mengetahui kapan
akan dioperasi

DO:
- Ibu pasien tampak bertanya
tentang tindakan operasi dan
kapan akan dilakuakan
- Ibu pasien tampak gelisah
5 Gangguan pola Obstruksi
DS: Ibu pasien mengatakan
berkemih anatomik
- Pipis anaknya seperti anak
perempuan
- Air kencing merembes
DO:
- Tampak anak
menggunakan pampers
- UDT bilateral, testis dextra
et sinistra berada di canalis
inguinalis dextra et sinistra
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (proses pembedahan)


yang ditandai dengan pasien menyatakan nyeri pada penis karena bekas
operasi,
P: nyeri timbul saat diam atau bergerak
Q: nyeri seperti terkena benda tajam
R: nyeri pada penis
S: skala nyeri 5 dari 10
T: semakin parah jika digerakkannyeri pada bagian anus yg dilakukan
operasi
Terdapat luka bedah pada penis dan terbalut kassa steril, luka tampak
bersih, tidak ada rembesan darah, dan tidak ada tanda-tanda inflamasi,
pasien tampak menahan nyeri, nadi: 100 x/ menit
2. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post pembedahan
3. Gangguan pola berkemih berhubungan dengan obstruksi anatomis yang
ditandai dengan:
DS: Ibu pasien mengatakan
- Pipis anaknya seperti anak perempuan
- Air kencing merembes
DO:
- Tampak anak menggunakan pampers
- UDT bilateral, testis dextra et sinistra berada di canalis inguinalis dextra
et sinistra
4. Risiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan kelainan
kongenital yang ditandai dengan:
DS : Ibu anak mengatakan :
- sejak lahir lubang kencingnya ada dibawah skrotum
- Saat lahir berat badan anak hanya 1800 atau prematur
- Anak hanya minum ASI sedikit dan lebih sering minum susu formula
DO:
- Tampak OUE dibawah skrotum
- Pasien minum susu formula
5. Ansietas orang tua berhubungan dengan pre operasi ditandai dengan:
DS:
- Keluarga pasien megatakan merasa cemas dengan keadaan pasien karena
ibu belum mengetahui kapan akan dioperasi
DO:
- Ibu pasien tampak bertanya tentang tindakan operasi dan kapan akan
dilakuakan
- Ibu pasien tampak gelisah

II. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

1.Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (proses


pembedahan)

Implementasi Evaluasi
Senin, 07 September 2015 Senin, 07 September 2015 pukul
12.30 Mengkaji tingkat nyeri 13.00
12.30 Mengkaji tanda-tanda vital S: Pasien menyatakan masih
12.35 Mengajarkan teknik napas merasakan nyeri dengan skala 5
dalam pada rentang 1-10
O:
- RR: 24 kali/menit
- Nadi: 96 kali/menit
- Pasien masih tampak
menahan nyeri
A: Nyeri belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tingkat nyeri
- Kaji tanda-tanda vital
- Ajarkan teknik napas dalam
- Kelola pemberian Novalgin
2x 300 mg

Selasa, 08 September 2015 Senin, 07 September 2015 pukul


09.00 mengkaji tingkat nyeri 13.00
09.00 Mengkaji tanda-tanda vital S: Pasien menyatakan masih
09.00 Mengajarkan teknik napas merasakan nyeri dengan skala 5
dalam pada rentang 1-10
10.00 Memberikan analgetik O:
Novalgin 300 mg IV - RR: 24 kali/menit
- Nadi: 96 kali/menit
- Pasien masih tampak
menahan nyeri
A: Nyeri belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tingkat nyeri
- Kaji tanda-tanda vital
- Ajarkan teknik napas dalam
- Kelola pemberian Novalgin
2x 300 mg

Selasa, 08 September 2015 Selasa, 08 September 2015 pukul


22.00 Mengkaji tingkat nyeri 21.30
S: Pasien menyatakan skala nyeri 3
O: Pasien tidak tampak menahan
nyeri
A: Nyeri teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tingkat nyeri
- Kaji tanda-tanda vital

Rabu, 08 September 2015 Rabu, 08 September pukul 07.00


06.00 Mengkaji tingkat nyeri S:
06.00 Mengkaji tanda-tanda vital - Pasien menyatakan sudah
tidak merasakan nyeri.
Skala nyeri 0
- Pasien menyatakan sejak
setelah operasi (hari Senin)
pasien tidak menggosok
gigi dan tidak mandi
O:
- Nadi: 80 kali/menit
- Suhu: 360C
- Pasien tampak berganti
pakaian
- Rambut pasien tampak
acak-acakan
- Gigi pasien tampak sedikit
kuning
A: Defisit perawatan diri mandi
P:
- Anjurkan pasien mandi 2
kali sehari
- Anjurkan pasien
menggosok gigi setelah
makan dan sebelum tidur
- Anjurkan keluarga untuk
membantu menjaga
kebersihan anaknya
2. Diagnosa 2: resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

implementasi Evaluasi
Senin, 07 September 2015 Senin, 07 September 2015 pukul
12.30 Mengkaji tanda-tanda vital 13.00
12.30 Mengkaji luka post operasi S: pasien menyatakan daerah
sekitar post operasi tidak gatal dan
panas
O:
- Nadi: 96 kali/menit
- Suhu: 36,60C
- Balutan luka post operasi
tampak bersih, tidak
kemerahan, tidak bengkak
A: Resiko infeksi teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji luka post operasi
- Kelola pemberian
Cefotaxime 2x 500 mg

Selasa, 08 September 2015 Selasa, 08 September 2015 pukul


09.00 Mengkaji tanda-tanda vital 11.00
09.30 Mengakaji luka post operasi S: Pasien menyatakan daerah
10.00 Meberikan antibiotik sekitar post operasi tidak
Cefotaxime 500 mg IV gatal dan panas
O:
- Nadi: 88 kali/ menit
- Suhu: 360C
- Balutan luka post operasi
tampak bersih, tidak ada
tanda-tanda infeksi
(kemerahan, bengkak,
panas, nyeri)
A: Resiko infeksi teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji luka pos operasi
- Lakukan perawatan luka
- Kelola pemberian
Cefotaxime 2 x 500 mg IV
Khoirul Muna

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN : Gangguan pola berkemih berhubungan


dengan obstruksi anatomik

Implementasi Evaluasi

Selasa, 18 November 2022 Pukul Selasa, 18 November 2022 Pukul


10.00 WIB 14.00 WIB

1. Mengkaji pola berkemih pasien S : Ibu pasien mengatakan pasien


sering BAK. hari ini pasien sudah
2. Memonitor intake & output
ganti pampers 2x. Ibu pasien
3. Memasang perlak dan stick
mengatakan hari ini baru minum
dikasur
susu formula 250cc dan air teh
sebanyak 100cc.

O:

1. Terpasang perlak dan stick bersih


diatas tempat tidur pasien
2. Intake : ±400cc ouput :± 250cc.

3. Pasien aktif

A : Gangguan pola berkemih


berhubungan dengan obstruksi
anatomik teratasi sebagian

P : - Monitor intake dan ouput


pasien
- Kaji TTV pasien.

Rabu, 19 November 2022 Pukul Rabu, 19 November 2022 Pukul


19.00 20.00

1. Memantau distensi kandung S : ibu pasien mengatakan pasien


kemih b.a.k di pampers dan pampersnya
sudah ganti 3x. Ibu pasien
2. Memonitor intake & output
mengatakan pasien minum susu
3. Menggunakan perlak dan stick
habis ± 400cc
dikasur
O:

1. Terpasang perlak dan stick bersih


diatas tempat tidur pasien

2. Intake : ±400cc ouput :± 300cc.

A : Gangguan pola berkemih


berhubungan dengan obstruksi
anatomik teratasi sebagian

P : - Monitor intake dan ouput


pasien
- Kaji TTV pasien.

4.DIAGNOSA KEPRAWATAN : Risiko gangguan tumbuh kembang


berhubungan dengan kelainan kongenital

Implementasi Evaluasi

Selasa, 18 November 2022 Pukul Selasa, 18 November 2022 Pukul


10:00 WIB 10:20 WIB

1. Mengkaji tumbuh kembang pasien S : ibu pasien mengatakan BBL pasien


2. Menganjurkan ibu untuk memantau 1800gram, sedangkan BBS pasien
tumbuh kembang pasien. 9000gram. TB pasien saat lahir 43 cm.

O:

TBS : 72 cm LK : 44 cm LD : 46 cm
LP : 47 cm LLA : 15 cm

A : Risiko gangguan tumbuh kembang


berhubungan dengan kelainan
kongenital tercapai sebagian
P : 1. Lakukan penilaian DDST 2.
Berikan penkes tentang tumbuh
kembang usia 1 tahun

5.DIAGNOSA KEPERAWATAN : Ansietas Orang tua berhubungan dengan pre


operasi

Implementasi Evaluasi
Senin, 07 September 2015 pukul 13.00
Selasa, 18 November 2022 Pukul
S: pasien menyatakan daerah sekitar
10.30 WIB
post operasi tidak gatal dan panas
O:
1. Membina hubungan saling percaya
- Nadi: 96 kali/menit

2. Mengidentifikasi penyebab - Suhu: 36,60C

kecemasan keluarga - Balutan luka post operasi


tampak bersih, tidak
3. Menjelaskan semua prosedur yang kemerahan, tidak bengkak
akan dilakukan untuk kesembuhan A: Resiko infeksi teratasi sebagian
pasien P: Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji luka post operasi
- Kelola pemberian Cefotaxime
2x 500 mg

Maylis Perin

Rabu, 19 Nopember 2022 Pukul 15.00 Rabu, 19 Nopember 2022 Pukul 15.30
WIB WIB

1. Mengidentifikasi cara-cara yang S: ibu pasien mengatakan biasanya


efektif untuk mengurangi kecemasan untuk mengurangi kecemasan dengan
cara bermain dengan anaknya
2. Memotivasi keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan O: ibu pasien tampak tersenyum
dan persepsi
A: Ansietas Orang tua berhubungan
3. Menciptakan suasana yang tenang dengan pre operasi teratasi sebagian

P:
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat di
deteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, atau istilah lainya yaitu
adanya kelainan pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi
ventral batang penis. Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu
chordee yaitu penis yang menekuk kebawah.
Hipospadia terbagi menjadi dua fase yaitu fase hormone independent dan
fase hormone dependent. Yang mana pada fase independent terjadi selama
minggu ke delapan hingga minggu ke dua belas sedangkan pada fase
dependent terjadi pada minggu ke sebelas hingga minggu ke enam belas.
Terapi untuk hipospadia adalah dengan pembedahan untuk
mengembalikan penampilan dan fungsi normal penis. Pembedahan
biasanya tidak di jadwalkan sampai bayi berusia 1-2th ketika ukuran penis
dinyatakan sebagai ukuran yang layak di operasi. Komplikasi pada
hopispadia meliputi infeksi dan obstruksi uretra serta terjadinya gangguan
psikologis karena tidak percaya diri terhadap alat kelamin yang dimiliki.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan untuk mahasiswa
keperawatan dapat digunakan dengan baik. Untuk menambah wawasan
dan pengetahuan serta untuk melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien hiospadia dengan baik, serta tepat untuk menegakkan diagnosis
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
M.kep, N. d. (2017, juni senin). Makalah hipospadia. Diambil kembali dari
academia.edu:
https://www.academia.edu/34778292/MAKALAH_HIPOSPADIA_

widjajana, d. p. (2017). hubungan tipe hipospadia,usia,dan teknik operasi terhadap


komplikasi fistula uretrokutaneus pada kasus hipospadia anak. universitas
jember, 1-46.

aningrum, M. (2020). Studi Dokumentasi Gangguan Eliminasi Urin Pada

Pasien An. “M” Dengan Hypospadia Type Coronalpost Chordectomy dan .


Karya Tulis Ilmiah. Yogyakarta: Akper YKY.

Anda mungkin juga menyukai