PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Buta warna dapat menyulitkan atau bahkan membuat seseorang tidak mampu
melakukan pekerjaan tertentu yang membutuhkan persepsi warna dalam tanggung
jawabnya, seperti pilot karena banyak aspek penerbangan bergantung pada pengodean
warna.
Prevalensi buta warna di Indonesia adalah sebesar 0,7% (Riskesdas 2007),
sedangkan di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard Hughes Medical
Institute, terdapat 7% pria, atau sekitar 10.5 juta pria, dan 0.4% wanita tidak dapat
membedakan merah dari hijau, atau mereka melihat merah dan hijau secara berbeda
dibandingkan populasi umum. Sejumlah 95 % gangguan buta warna terjadi pada
reseptor warna merah dan hijau pada mata pria.
Faktor utama yang sampai saat ini dipercaya sebagai penyebab utama buta
warna adalah faktor genetik yang sex-linked, artinya kelainan ini dibawa oleh
kromosom X. Hal ini yang menyebabkan lebih banyak penderita buta warna laki-laki
dibandingkan wanita.
B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan kepada pasien
buta warna
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep teoritis buta warna
2. Untuk mengetahui dan memahami askep teoritis buta warna
3. Untuk mengetahui dan memahami askep kasus buta warna
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP BUTA WARNA
1. Definisi
Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna
juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidak
mampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu
spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang
sesungguhnya (Nina Karina, 2007).
2. Anatomi & Fisiologi
1) Anatomi
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata, mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya (Ilyas,
2008).
Menurut Guyton & Hall (1997), retina merupakan bagian mata yang
peka terhadap cahaya, mengandung sel-sel kerucut yang berfungsi untuk
penglihatan warna dan sel-sel batang yang terutama berfungsi untuk
penglihatan dalam gelap.
Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa di
sebelah dalam. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan
epitel berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrana
Bruch, khoroid, dan sclera, dan permukaan dalam berhubungan dengan
corpus vitreum (Snell, 2006).
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai
berikut:
1. Membrana limitans interna
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel
ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion
4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungansambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel
horizontal
6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungansambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
8. Mambrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel kerucut
10. Epithelium pigmen retina. Lapisan dalam membrane Bruch
sebenarnya adalah membrane basalis epithelium pigmen retina
(Vaughan, 2000).
dipantulkan
dari
permukaan
benda.
Berkas-berkas
cahaya
yang
akibat
gelombang
elektromagnetnya
mempunyai
panjang
wanita.
Bahan kimia. Seseorang bisa mengalami buta warna jika terpapar bahan
kimia beracun misalnya di tempat kerja, seperti karbon disulfida dan pupuk.
Efek samping pengobatan tertentu. Beberapa pengobatan berpotensi
menyebabkan buta warna, seperti digoxin, pheytoin, chloroquine dan
sildenafil yang juga dikenal sebagai Viagra. Jika gangguan disebabkan oleh
pengobatan, biasanya pandangan akan kembali normal setelah berhenti
mengonsumsi obat.
4. Klasifikasi
Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros
(kedua), dan tritos (ketiga) yang pada warna 1. Merah, 2. Hijau, 3. Biru.
1) Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat
disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa.
Penderita anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap,
namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga
sel reseptor warna tersebut.
Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan
interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah:
a. Trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment
(blue). Pigmen biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah.
pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak
normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya pada satu atau
lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang
dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.
b. Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen middlewavelenght (green). Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih
terhadap
long-wavelenght
(red)
pigmen,
sehingga
arti intensitasnya saja dan biasanya 6/30. Pada orang dengan buta warna total
atau akromatopsia akan terdapat keluhan silau dan nistagmus dan bersifat
autosomal resesif (Kurnia, 2009).
Pada bagian tengah retina, terdapat photoreceptor atau cone (seperti kantung)
yang memungkinkan kita untuk bisa membedakan warna. Photoreceptor ini terdiri
dari tiga pigmen warna ; yaitu merah, hijau dan biru. Gangguan persepsi terhadap
warna terjadi apabila satu atau lebih dari pigmen tersebut tidak ada atau sangat
kurang. Mereka dengan persepsi warna normal disebut Trichromats. Mereka yang
mengalami defisiensi salah satu pigmen warna disebut dengan Anomalous
Trichromats. Type ini adalah yang paling sering ditemukan. Sedangkan mereka
yang sama sekali tidak memiliki salah satu dari pigmen warna itu disebut
drichromat.
8. WOC
Kongenital
Didapat degenerasi
makula atau cidera
kepala
Resesif
kromosom X
Pertumbuhan
massa
Buta warna
Tidak dapat atau sebagian
melhat dan membedakan
warna
Penurunan dalam
kegiatan sehari hari
terutama yang
berhubungan dengan
Gangguan
persepsi
penglihatan
Merasa berbeda
dengan orang lain
Kesulitan
berkendara
Pandangan
negatif terhadap
diri
Harga diri
rendah
Resiko
terhadap
cidera
9. Pemeriksaan Penunjang
1. Oftalmoskop
Suatu alat dengan sistem pencahayaan khusus, untuk melihat bagian dalam
mata terutama retina dan struktur terkaitnya.
2. Tes penglihatan warna
a. Uji ishihara yaitu dengan memakai sejumlah lempeng polikromatik yang
berbintik, warna primer dicetak diatas latar belakang mosaic bintik bintik
serupa dengan aneka warna sekunder yang membingungkan, bintik
bintik primer disusun menurut pola (angka atau bentuk geometric) yang
tidak dapat dikenali oleh pasien yang kurang persepsi warna
b. Uji pencocokan benang yaitu pasien diberi sebuah gelendong benang dan
diminta untuk mengambil gelendong yang warnanya cocok dari setumpuk
gelendong yang berwarna warni.
3. Tes sensitivitas kontras yaitu kesanggupan mata melihat perbedaan kontras
yang halus, dimana pada pasien dengan gangguan pada retina, nervus optikus
atau kekeruhan media mata tidak sanggup melihat perbedaan kontras tersebut.
4. Tes elesktrofisiologik
a. Elektrofisiologik (ERG) untuk mengukur respon listrik retina terhadap
kilatan cahaya bagian awal respon flash ERG mencerminkan fungsi
fotoreseptor sel kerucut dan sel batang.
b. Elektro okulografi (EOG) untuk mengukur potensial korneoretina tetap.
Kelainan EOG terutama terjadi pada penyakit secara dipus mempengaruhi
epitel pigmen retina dan fotoreseptor.
10. Penatalaksanaan
Tidak terdapat pengobatan untuk buta warna yang diturunkan, sedangkan buta
warna didapat diterapi sesuai penyebab. Beberapa cara yang dapat digunakan
sebagai alat bantu penglihatan warna:
Lensa kontak dan kacamata specially tinted, yang dapat membantu uji
terang.
B. ASKEP TEORITIS
1. Pengkajian
1. Identitas meliputi, nama, no MR, umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin,
alamat, dll.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluham utama
klien biasanya
merasakan
gangguan
penglihatannya
untuk
Diagnosa Keperawatan
NOC
Gangguan persepsi sensori Gangguan
persepsi
NIC
Kaji bentuk defisiensi
penglihatan
membedakan
dengan benar.
warna
klien
mengurangi
silau
keterbatasan
pada
cahaya
terang.
terang,
contoh
perbaikan
sinar/warna
yang terang.
Anjurkan
klien
menggunakan
teknik
khusus
dalam
menginterpretasi warna,
misalnya
menghafal
dengan
bentuk,
ukuran, ukuran/susunan
2.
Harga
diri
berhubungan
lingkungan
Menerima diri apa
3.
Risiko
terhadap
berhubungan
kurangnya
adanya.
cidera Cedera tidak
terjadi
warna
Klien
dapat
untuk mengekspresikan
perasaannya
Beri
dukungan
psikologis
Beri informasi
akurat
yang
tentang
penyakitnya,
Anjurkan klien untuk
tetap
dapat
menggunakan
menginterpretasikan
terhadap warna
dalam menginterpretasi
warna
Anjurkan orang terdekat
untuk selalu bersama
klien.
C. ASKEP KASUS
1. KASUS
Remaja A usia 18 tahun datang ke RS M. Djamil Padang dengan keluhan
kesulitan dalam berkendaraan karena ia tidak dapat membedakan lampu merah
dan hijau pada lampu lalu lintas, klien mengatakan hal ini terjadi setelah ia
mengalami kecelakaan 2 bulan yang lalu. Dimana kecelakaan itu menyebabkan
benturan keras pada kepalanya. Dalam pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90
mmHg, RR 20 x/i dan nadi 60 x/i, suhu 37 derajat C. Dari uji ishihara klien tidak
dapat melihat pola pada sejumlah lempengan polikromatik yang berbintik, saat
ditanyakan klien terlihat menunduk. Klien merasa malu karena tidak dapat
membedakan warna.
2. PENGKAJIAN
Identitas
Nama : Remaja A
Usia : 18 tahun
Riwayat kesehatan :
a. Riwayat kesehatan sekarang
kesulitan dalam berkendaraan karena ia tidak dapat membedakan
lampu merah dan hijau pada lampu lalu lintas
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengalami kecelakaan 2 bulan yang lalu. Dimana kecelakaan itu
Analisis data
N
o
1.
Data
Do :
Masalah
Gangguan
Etiologi
Defek penglihatan
polikromatik
yang
Ds :
Klien
mengeluh
tidak
dapat
Do :
ditanya
klien
terlihat
kemampuan untuk
menunduk
membedakan
Ds :
Kurangnya
warna
Klien mengatakan ia merasa malu
karena tidak dapat membedakan
warna
3.
Do :
Resiko
-
terhadap Kurangnya
cidera
intervensi
Ds :
terhadap warna.
Klien
mengatakan
kesulitan
dalam berkendaraan
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d defek penglihatan warna
2. Harga diri rendah b.d kurangnya kemampuan untuk membedakan warna
3. Resiko terhadap cedera b.d kurangnya intervensi terhadap warna.
4. INTERVENSI
N
o
1.
Dx keperawatan
Gangguan
NOC
NIC
sensori : penglihatan :
penglihatan
teratasi
dapat
membedakan
dengan benar.
warna
Kaji
bentuk
defisiensi
buta
warna.
Tentukan
teknik
khusus
dalam
menginterpretasi
warna,
misalnya
dengan
menghafal
ukuran,
bentuk,
ukuran/susunan
2.
diri
konsep
warna
optimis
3.
lingkungan
Menerima diri
adanya.
Resiko terhadap cedera Cedera
tidak
b.d
intervensi
terjadi
dapat
perasaannya
Beri dukungan psikologis
Beri informasi yang
akurat
tentang
Anjurkan
klien
tetap
menggunakan
dalam
warna
Klien dapat melindungi
mengekspresikan
untuk
menginterpretasikan
warna.
untuk
penyakitnya,
apa
menginterpretasi
warna
Anjurkan orang terdekat
untuk
selalu
bersama
Evaluasi
Paraf
klien.
5. IMPLEMENTASI
N
Diagnosa
Keperawata
1.
n
Gangguan
Kamis/24
persepsi
maret
sensori
Hari/tgl/
Jam
Implementasi
Hari/tgl/
jam
: 2016/09.00
Mengkaji
Senin/28
S : klien
bentuk
maret
mengatakan
penglihatan
warna.
b.d
menentukan
warna
penglihatan
apakah
dengan
warna
satu
atau
menghafal
kedua
mata
bentuk,
defek
00
dapat
salah
yang rusak.
Menganjurkan
klien
menggunakan
membedakan
ukuran, dll
O : Klien
dapat
membedakan
teknik khusus
warna
dalam
dengan benar.
menginterpret
asi
A : masalah
warna,
misalnya
teratasi
:
P : intervensi
dengan
tidak
menghafal
dilanjutkan.
bentuk,
ukuran,
ukuran/susuna
n suatu benda,
2.
Harga
diri Jumat/24
rendah
b.d maret
kurangnya
2016/13:00
dll
Memberi
Sabtu/28
S : klien
kesempatan
maret
mengatakan
klien
untuk 2016/09:
tidak merasa
kemampuan
mengekspresik 30
malu lagi.
untuk
an
O : klien
membedakan
perasaannya
Memberi
tampak ceria
warna
dan dapat
dukungan
menerima
psikologis
Memberi
diri apa
informasi
adanya.
yang
A : masalah
akurat
tentang
teratasi
penyakitnya
P : intervensi
tidak
3.
Jumat/24
terhadap
maret
klien
cedera b.d
2016/13:00
tetap
2016/10:
tidak lagi
kurangnya
menggunakan
00
kesulitan
intervensi
teknik teknik
berkendara.
terhadap
khusus dalam
O : klien
Menganjurkan
Senin/24
dilanjutkan.
S : klien
Resiko
untuk maret
mengatakan
warna.
menginterpret
dapat
asi warna
Menganjurkan
menginterpre
orang terdekat
warna.
untuk
selalu
bersama klien.
tasikan
A : masalah
teratasi.
P : intervensi
tidak
dilanjutkan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Buta warna adalah kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan
selsel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu. Prevalensi buta
warna di Indonesia sebesar 0,7%. Buta warna sering menjadi masalah saat seseorang
harus memilih jurusan dalam jenjang pendidikan khususnya untuk pekerjaan yang
membutuhkan warna sebagai kode dalam pekerjaan. Tidak terdapat pengobatan untuk
buta warna yang diturunkan, sedangkan buta warna didapat diterapi sesuai penyebab.
B. SARAN
Semoga asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan buta warna.
DAFTAR PUSTAKA
Aderson, CR, Petunjuk Modern Kepada Kesehatan, Indonesia, Publishing House, Bandung,
1975
Cassin B, Solomon S. Dictionary of Eye Terminology. 6th ed Florida: Triad Publ.Co; 2011.
Ilyas HS. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi Dua,
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Jakarta : Sagung Seto. 2002.
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.