Anda di halaman 1dari 18

REVISI MAKALAH KOMUNIKASI PADA ANAK

AUTISME

Dosen Pembimbing:

Indar Widowati S.Kep,N.s,M.Kes

Disusun oleh:

1. Yaesa Nuria (P1337420322095)


2. Ihya Bagus (P1337420322121)
3. Claresta Agustin (P1337420322118)
4. Harum Ismah (P1337420322071)
5. Fahira Cicilia (P1337420322087)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI D III KEPERAWATAN PEKALONGAN

2022/2023

1
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah komunikasi dengan tema: “Komunikasi Pada Anak Autisme ”

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan, atau bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Pekalongan, 25 Oktober 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A LATAR BELAKANG...............................................................................................4
B RUMUSAN MASALAH..........................................................................................5

C TUJUAN MAKALAH..............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6

A KONSEP GANGGUAN KOMUNIKASI PADA PASIEN AUTISME.....................6


B POLA KOMUNIKASI PADA AUTISME................................................................7
C CARA MENDAMPINGI PASIEN AUTISME.........................................................8
D TEKNIK DAN STRATEGI KOMUNIKASI PADA PASIEN AUTISME................9
E KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN AUTISME.........................................11

BAB III PENUTUP................................................................................................................15


A KESIMPULAN........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam


kehidupan manusia. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan mutlak
manusia untuk berinteraksi dengan manusia lain. Melalui komunikasi,
seseorang dapat mengekspresikan perasaan, menunjukkan identitas diri,
keinginan, harapan, membangun konsep diri, bekerjasama, serta dapat
mengetahui dan memahami segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan di
sekitarnya. Dengan berkomunikasi orang dapat menyalurkan keinginan dan
kebutuhan yang dia inginkan, oleh karena itu sudah seharusnya manusia
berkomunikasi dengan manusia lainnya untuk dapat mempertahankan
hidupnya.
Melihat komunikasi merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, tidak
terkecuali komunikasi juga kebutuhan bagi seorang anak dengan gangguan
autisme. Autisme adalah kelainan perkembangan saraf yang menyebabkan
gangguan perilaku dan interaksi sosial.
Autis bukanlah suatu penyakit, melainkan gangguan perkembangan pada
anak yang gejalanya tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun.
Sebagian dari anak autis gejalanya sudah ada sejak lahir namun seringkali
luput dari perhatian orang tua (Sutadi, 2003). Pada anak penderita autis
terdapat Gangguan Spektrum Autisme atau Autisme Spectrum Disorder
(ASD) yang berpengaruh pada cara anak autis berkomunikasi, berinteraksi,
daya imanjinasi, dan sikap yang merupakan suatu kumpulan sindrom yang
mengganggu saraf. Adanya gangguan saraf pada anak autis mempengaruhi
cara mereka berperilaku dalam berinteraksi menyebabkan anak autis
berperilaku secara tidak wajar dibandingkan anak normal kebanyakan.
Perilaku-perilaku aneh yang mereka timbulkan secara alamiah terkadang
membuat orang-orang menganggap anak autis sebelah mata. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa autis merupakan suatu keadaan anak dapat berbuat
semaunya sendiri baik cara berfikir ataupun perilaku (Hidayat, 2005).

4
Kasus autisme akhir-akhir ini semakin sering dijumpai pada masyarakat
dimana angka kejadiannya semakin meningkat. Mengingat hal tersebut,
makalah ini dibuat dengan harapan dapat dijadikan pembelajaran mengenai
bagaimana cara berkomunikasi pada anak dengan gangguan autisme yang
benar.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah konsep gangguan komunikasi pada pasien dengan autisme?


2. Bagaimanakah pola komunikasi pada autisme?
3. Bagaimana cara mendampingi anak dengan autisme?
4. Bagaimanakah tenkik dan strategi komunikasi pada pasien dengan autisme?
5. Bagaimanakah komunikasi pada pasien dengan autisme?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep gangguan komunikasi pada pasien


dengan autisme
2. Untuk mengetahui pola komunikasi pada autisme
3. Untuk mengetahui mendampingi anak dengan autisme
4. Untuk mengetahui teknik dan strategi komunikasi pada pasien
dengan autisme
5. Untuk mengetahui komunikasi pada pasien dengan autisme

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Gangguan Komunikasi Pada Pasien dengan Autisme

Salah satu tanda bahwa anak mengalami autisme adalah kemampuan


berkomunikasi yang lemah. Penyebab kesulitan berkomunikasi pada anak
autis baru-baru ini diungkapkan oleh sejumlah peneliti yang mempelajari
hal tersebut.
Seperti yang dikutip dari webmd.com, anak-anak penderita autisme
kurang menyukai suara manusia, karenanya mereka kurang suka
berbicara dengan orang lain yang berakibat pada kesulitan
berkomunikasi.
Seperti yang diungkapkan oleh Daniel Abrams, pemimpin penelitian
yang dari Stanford University di Palo Alto, ketika manusia berbicara
dengan orang lain, manusia tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi
mereka juga menyampaikan emosi dan isyarat sosial.
Pada anak autis, mereka tidak bisa menangkap isyarat yang diberikan
oleh orang lain yang sedang berbicara padanya tersebut. Bahkan, mereka
cenderung mengabaikan suara manusia.
Anak-anak penderita autisme tidak tuli, indera pendengaran mereka
normal. Hanya saja terdapat masalah pada pemrosesan suara di otak
mereka.
Saat penelitian berlangsung, para peneliti mengamati aktivitas otak
anak-anak autis dengan melihat perubahan aliran darah yang mengalir ke
otak. Setelah dilakukan penelitian pada 20 anak autis berumur 10 tahun
yang memiliki IQ normal, ditemukan bahwa pada otak anak-anak autis
ini, area yang bertugas merespon suara manusia memiliki hubungan yang
lemah dengan dua area otak lainnya yang memproduksi respon terhadap
suara manusia tersebut.

6
B. Pola Komunikasi Pada Pasien dengan Autisme
Menurut Tubbs dan Moss (2001:26) mengatakan bahwa: “Pola
komunikasi atau hubungan itu dapat diciptakan oleh komplementaris atau
simetri. Dalam hubungan komplementer, satu bentuk perilaku akan diikuti
oleh lawannya. Seperti, perilaku dominan dari satu partisipan
mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya. Sedangkan perilaku simetri
tingkatan sejauh mana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi
bertemu dengan dominasi, atau kepatuhan dengan kepatuhan”.
Adapun Pola komunikasi terdiri atas beberapa macam yaitu:
1) Pola komunikasi Primer, “Pola ini merupakan suatu proses
penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan
menggunakan suatu simbol sebagi media atau saluran. Dalam pola
ini terbagi menjadi dua lambang yaitu Lambang verbal. bahasa
paling banyak dan paling sering digunakan karena bahasa mampu
mengungkapkan pikiran komunikator. Lambang non-verbal yaitu
lambang yang digunakan dalam berkomunikasi yang bukan bahasa,
merupakan isyarat dengan anggota tubuh antara lain mata, kepala,
bibir, tangan dan jari. Selain itu gambar juga sebagai lambang
komunikasi nonverbal, sehingga dengan memadukan keduannya
maka proses komunikasi dengan pola ini akan lebih efektif;
2) Pola komunikasi secara Sekunder adalah proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat
atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai
media pertama. Karena proses komunikasi sekunder ini merupakan
sambungan dari komunikasi primer untuk menembus dimensi
ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-lambang untuk
memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus
memperhitungkan ciri-ciri atau sifat-sifat media yang akan
digunakan. Penentuan media yang akan dipergunakan sebagai hasil
pilihan dari sekian banyak alternatif perlu didasari pertimbangan
mengenai siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan media
surat, poster, atau papan pengumuman akan berbeda dengan
komunikan surat kabar, radio, televisi atau film. Dengan demikian,
proses komunikasi secar sekunder itu menggunakan media massa
(massa media) dan media non massa (non-massa media). (Effendy,
2009:16);
3) Pola komunikasi Linier, mengandung makna lurus yang berarti
perjalanan dari satu titik ketitik lain secara lurus, yang berarti
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai
7
titik terminal. Jadi dalam proses komunikasi ini biasanya terjadi
dalam komunikasi tatap muka (face to face), tetapi juga ada
kalanya komunikasi bermedia. Dalam proses komunikasi ini pesan
yang disampaikan akan efektif apabila ada perencanaan sebelum
melaksanakan komunikasi;
4) Pola komunikasi sirkular, Sirkular secara harfiah berarti bulat atau
dalam proses sirkular itu terjadinya feedback atau umpan balik,
yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator, sebagai
penentu utama keberhasilan komunikasi. Dalam pola komunikasi
yang seperti ini proses komunikasi berjalan terus yaitu adanya
umpan balik antara komunikator dan komunikan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa pola komunikasi dapat dilakukan dengan
melalui pengiriman pesan yang dilakukan terapis terhadap
anakanak autisme dalam memberikan terapi serta pengetahuan
secara langsung, baik dengan menggunakan bahasa lisan dan
isyarat supaya dalam penyampaian pesan kepada anak-anak
autisme diruangan dapat mengerti, sehingga pesan tersebut dapat
diterima dan proses komunikasi dapat berjalan dengan baik.

C. Cara Mendampingi Pasien Autisme


1. Sering ajak ngobrol anak
Anak autis biasanya akan kesulitan berkomunikasi dan
mengekspresikan emosi. Hal pertama yang sebaiknya kita lakukan
adalah sering-sering ngobrol sama anak.
2. Cara berkomunikasi lancar dengan anak autis adalah menyebutkan
nama anak ketika sedang berbicara, menjaga kontak mata, serta
membahas topik secara jelas dan spesifik. Tidak usah terburu-
buru, ngobrol dengan santai dan pelan-pelan saja, supaya si kecil
mengerti
3. Jangan memanjakan anak
Anak autisme bukan berarti tidak bisa melakukan apapun. Jadi,
jangan terus-terusan memanjakan anak dan bersikap terlalu
protektif. Hal ini bisa membuat anak ketergantungan dengan orang
lain. Memanjakan anak juga akan membuat mereka tidak patuh dan
suka mengelak perintah kita.

8
4. Menerapkan aturan yang disiplin

Sama seperti anak-anak pada umumnya, anak autis juga perlu


diberikan aturan yang jelas agar dia disiplin. Mama Papa bisa
membuat jadwal harian untuk mempermudah anak mengetahui
kegiatan apa saja yang harus dilakukan. Cara agar anak lebih mudah
mematuhi peraturan, yakni dengan menciptakan suara atau
menyentuhnya dengan lembut.
5. Berikan mainan edukatif
Anak autis membutuhkan permainan edukatif untuk merangsang
kemampuan dalam mengatasi masalah. Melalui permainan edukatif,
anak akan belajar untuk mengatasi kesulitan.

6. Ajari bekerja sama dengan orang lain


Pertama-tama kita bisa mengajarkan anak untuk bisa
mengendalikan sikap di depan orang lain. Seperti tidak mudah
mengamuk atau menyakiti diri sendiri dan teman dekatnya.

D. Teknik dan Strategi Komunikasi Pada Pasien dengan Autisme


Dibandingkan mencoba mengkondisikan anak agar mampu
menyesuaikan diri dengan anak-anak lain dengan memahami bahasa yang
tidak dikuasainya, anak autis dapat diberdayakan untuk menggunakan
gaya komunikasi mereka sendiri bersama keluarga, pengasuh, atau teman
sekelas.
Berikut adalah beberapa strategi sebagai cara membangun komunikasi
yang dapat dicoba, antara lain:

1. Meniru Anak
Meniru suara dan perilaku bermain anak akan mendorong lebih
banyak vokalisasi dan interaksi. Hal ini juga mendorong anak untuk
meniru orang lain secara bergiliran. Pastikan kita meniru cara anak
bermain, selama itu perilaku yang positif. Misalnya, saat anak

9
menggulingkan mainannya, kita pun ikut menggulingkan mainannya.
Jika anak menabrakan mobil mainannya, kita bisa ikut melakukan hal
yang sama.

2. Bahasa Visual
Bahasa visual dapat meningkat bahasa sosial dan keterampilan
komunikasi timbal balik. Bagi anak dengan autisme, bahasa visual
dapat digunakan untuk setiap kata, membuat rutinitas langkah demi
langkah, dan berkomunikasi dengan teman.

3. Gestur Tubuh
Saat kata-kata tidak keluar dengan mudah, maka gestur tubuh dapat
membantu berkomunikasi dengan anak autisme. Ini bisa menjadi cara
terbaik dengan mempelajari bahasa mereka dan mengikuti arahan
anak. Kita dapat menggunakan gerakan atau gestur untuk membalas
komunikasi.
Meskipun komunikasi nonverbal dapat membuat kita frustrasi, tetapi
penting untuk memfokuskan kembali pada cara membangun
komunikasi pada anak. Kemungkinan besar, gerak tubuh datang
secara alami pada anak.

4. Menuliskan Kata di Label


Mengetahui kata dan mengucapkan kata adalah dua hal yang terpisah.
Mengingat anak dengan autisme cenderung memiliki keterampilan
pemrosesan visual yang baik, penggunaan label tertulis di rumah
membantu mereka menginternalisasi bahasa.

5. Beri Ruang Komunikasi


Jika orang tua selalu berbicara, anak tidak akan memiliki ruang untuk
dia berkomunikasi. Jadi memberi anak ruang untuk berkomunikasi,
baik secara verbal atau nonverbal, bisa menjadi hal yang penting.

6. Sederhanakan Bahasa yang Digunakan


Ketika berbicara dengan anak yang menyandang autisme, penting
bagi kita untuk menyederhanakan bahasa yang digunakan. Hal ini
10
akan membuat anak lebih mudah untuk mengikuti apa yang kita
katakan.
Jika anak lebih unggul dalam komunikasi nonverbal, cobalah
berbicara dengan kata-kata tunggal. Sebagai contoh, jika anak
bermain bola, kita bisa mengatakan “bola” kepadanya. Jika anak
mengucapkan satu kata sebagai balasan, kita bisa mencoba untuk
meningkatkan kosakata yang terucap dalam frasa pendek.

E. Komunikasi Pada Pasien dengan Autisme


Berikut beberapa metoda sederhana yang saya kutip dari makalah
Keriyadi yang berjudul Percakapan Pada Anak Usia Dini dengan
Metode Maternal Reflektif, yaitu:

1. Sikap Keterarahwajahan
Merupakan dasar utama untuk menangkap ungkapan orang lain,
sehingga anak dapat memahami percakapan orang di sekitarnya.
Metode yang dilakukan bisa dengan cara :

 Bermain “ci luk ba” bersama anak


 Berbicara setiap mendapat kontak mata dengan anak
 Berbicaralah tentang hal-hal yang disukai anak, untuk
mendapatkan kontak mata yang bersifat spontan
 Hentikan kegiatan sejenak sampai anak melihat kita, barulah
sampaikan informasi yang ingin diketahui anak.

2. Sikap Keterarahsuaraan
Penyadaran terhadap adanya berbagai suara dan bunyi akan
memperkaya batin anak serta menghubungkannya dengan dunia di
luar dirinya.
Latihan dapat dilakukan di dalam maupun di luar ruangan dengan
cara bermain. Misalnya :

 Selalu mengajak anak bercakap-cakap dalam segala situasi.


 Menangkap dan membuat bunyi secara bergantian
11
 Tunjukkan sumber bunyi, bila anak bereaksi terhadap bunyi
tertentu.
 Menyadarkan anak, bahwa bunyi datang dari berbagai arah.
Bisa dari depan, samping, belakang, dsb.

3. Suasana bersama antara anak dan ibu/terapis


Perkembangan bahasa anak sangat tergantung pada terjadinya
percakapan-percakapan ringan antara anak dengan ibu atau orang
terdekatnya ketika melakukan kegiatan bersama dalam kehidupan
sehari-hari.

4. Tanggap terhadap apa yang ingin dikatakan anak


Biasanya anak autis akan menggunakan berbagai cara untuk
mengungkapkan dirinya, seperti : gerakan tubuh, suara bermakna,
senyuman, tangisan, mimik wajah dan isyarat tangan.

5. Komunikasi dengan anak autis perlu adanya dorongan untuk meniru


Dasar berbahasa bukanlah sekadar memberikan atau menanamkan
kosakata pada anak, melainkan menciptakan kondisi yang
membangkitkan minat anak untuk berkomunikasi. Salah satunya
dengan menggunakan media gambar.

6. Mengapresiasi spontanitas anak


Berlah pujian ketika anak berani mengkomunikasikan dirinya,
meskipun ungkapan itu masih sangat sederhana.

7. Komunikasi dengan anak autis perlu menggunakan


Reinforcement/Penguat
Kita bisa memberi hadiah terhadap prilaku positif anak dan
memberikan teguran untuk hal-hal negatif yang dilakukannya.

8. Menumbuhkan rasa empati dalam percakapan


Untuk membangun rasa empati anak terhadap perasaan orang lain,
sejak dini anak harus dikenalkan dan ditanamkan pada berbagai

12
bentuk ungkapan yang mampu mewakili perasaan dan
menggambarkan suasana hati.
Misalnya dengan memilih ungkapan yang menyiratkan kesedihan dan
diikuti dengan mimik wajah yang mendukung untuk suatu peristiwa
yang membuat anak merasa sedih.

F. SP Komunikasi Pada Pasien dengan Autisme


1. Kondisi Klien
Data subjektif:
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya.
 Klien merasa orang lain tidak selevel.
Data objektif:
 Klien tampak menyendiri.
 Klien terlihat mengurung diri.
 Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.

2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.


3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan
dengan orang lain.
d. Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap.
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan
sosial.
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi
dengan orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan
13
orang lain.
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan
berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.

SP 1: Pasien membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan hubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan.

1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik: "Assallamualaikum wr.wb"
→ Perkenalkan adek, nama kakak Ners Filliya, biasa di pangginers fili,
hari ini kakak yang bertugas merawat adek"
b. Evaluasi/Validasi:

"Siapa namanya adek? "Senang dipanggil apa dek? "Apa kabar adek B
hari ini?
"Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang permainan yang adek B
suka dan teman-temannya!
c. Kontrak tempat:
→Mau dimana kita bercakap-cakap Bagaimana kalau ruang tamu?

d. kontrak waktu

"Mau berapa lama, B? Bagaimana kalau 15 menit."


"Apa yang adek rasakan selama B dirawat disini ?"
"O....B merasa sendirian, siapa saja yang B kenal diruangan ini. Apa saja
kegiatan yang biasa B lakukan dengan teman yang B kenal ?*** "Apa
yang menghambat dalam mengenal teman / bercakap-cakap dengan pasien
lain"
”Menurut B apa saja keuntungan kalau kita mempunyai teman? "Wah
benar, ada teman bercakap-cakap, apa lagi?" (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa )
"Nah kalau kerugiannya tidak mempunyai teman apa iya B "Ya apa lagi
By"

14
2. Fase kerja

"Kalau begitu inginkan adek B belajar bergaul dengan orang lain."


"Bagus, bagaimana sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain"
Begini lo B untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan nama kita,
nama panggilan yang kita sukai asal kita, dan hobbi..
"Contoh: Nama saya filliya, Senang dipanggil filli, Asal dari Jambi, Hobbi
memasak." selanjutnya kita menanyakan nama orang yang diajak berkenalan
Contohnya Begini
* Nama kakak siapa ? senang dipanggil apa? asalnya dari mana ?
Hobbinya apa?
"Ayo B dicoba "Misalnya saya belum kenal denggan ibu coba berkenalan
dengan saya !!!”

"Ya bagus sekali coba sekali lagi"

"Bagus sekali. Setelah ibu mawar berkenalan dengan orang tersebut B bisa
melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan kakak
bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga,
pekerjaan dan sebaginya."

3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
"Bagaimana Perasaan B setelah kita latihan berkenalan 7"
"B tadi sudah mempraktekan cara berkenalan dengan baik sekali
selanjutnya B dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajar tadi selama
saya tidak ada, sehingga B lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain.
B mau praktekan kepasien lain?

b. RIL:
"Bagaimana kalau jadwal kegiatan B yaitu kegiatan berkenalannya ini
dengan orang yang lebih banyak lagi apa B mau?. Mau jam berapa B
latihan? Oo ketika makan pagi dan makan siang."

15
c. Kontrak yang akan datang

Waktu "untuk pertemuan selanjutnya, akan kita praktekan lagi ya B Mau


jam berapa besok untuk mencobanya?"

Tempat: "Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya. besok pagi
jam 10 saya akan datang kesini

Topik "nah besok saya akan mengajak B berkenalan dengan teman saya
perawat

bagaimana B mau kan ?" Baik lah Sampai jumpa besok pagi ya B.

waasallamualikum wr.wb."

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Autisme adalah kelainan perkembangan saraf yang menyebabkan gangguan


perilaku dan interaksi sosial. Autis bukanlah suatu penyakit, melainkan gangguan
perkembangan pada anak yang gejalanya tampak sebelum anak mencapai usia tiga
tahun. Sebagian dari anak autis gejalanya sudah ada sejak lahir namun seringkali
luput dari perhatian orang tua.

karakteristik anak autistik adalah adanya enam gejala/gangguan, yaitu dalam


bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, pola bermain dll.

Penyebab autis bisa berasal dari faktor genetis, gangguan pada system syaraf, dan
bisa juga karena ketidakseimbangan kimiawi, atau penyebab lain, seperti infeksi
yang terjadi pada otak anak menjelang atau setelah kelahiran.
Anak autis akan menghadapi hambatan dalam kualitas interaksi dengan individu di
sekitarnya, seperti sering menarik diri, acuh tak acuh, lebih senang bermain sendiri,
menunjukkan perilaku yang tidak hangat, tidak ada kontak mata dengan orang lain
dan bag

17
DAFTAR PUSTAKA

https://ejournal.iainkendari.ac.id/almunzir/article/download/779/709
https://tunas63.wordpress.com/2010/08/02/karakteristik-anak-autis/
https://m.fimela.com/parenting/read/3818576/mengapa-anak-autis-sulit-
berkomunikasi
https://www.halodoc.com/artikel/6-cara-membangun-komunikasi-
yangbaik-dengan-anak-autisme
https://id.theasianparent.com/menjalin-komunikasi-dengan-anak-autis

18

Anda mungkin juga menyukai