Anda di halaman 1dari 21

ASKEP LEISHMANIASIS

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK VIII
NAMA : 1. YANI SAINAB PAPPANG
2. KONTANTINA. H. WEASU
3. BERNADET SERO MASIKU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat selesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu yang berjudul ASKEP
LEISHMANIASIS .
Dalam penyusunan makalah ini,penyusun banyak memperoleh bimbingan,petunjuk dan
bantuan serta dukungan dari teman-teman.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.untuk itu,penyusun
mengharapkan kritikan dan saran yang ersifat membangun dari semua pihak.
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .................................................................................................................................1
B. Rumusan masalah .......................................................................................................................... 2
C. Tujuan penulisan ............................................................................................................................ 2

BAB II TUJUAN TEORI


D. Definisi penyakit ............................................................................................................................. 3
E. Etiologi .......................................................................................................................................... 4
F. Manifestasi klinis ........................................................................................................................... 6
G. Pemeriksaan penunjang ............................................................................................................... 6
H. Pathways/penyimpangan kebutuhan dasar manusia .................................................................. 7
I. Penatalaksanaan medis ................................................................................................................ 8

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


J. Pengkajian .................................................................................................................................... 9
K. Diagnosa keperawatan yang muncul ......................................................................................... 10
L. Interfensi keperawatan .............................................................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi.
Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses berkolonisasi di bumi. Serangga(di
sebut pula insecta di baca “insekta”)adalah kelompok utama dari hewan beruas
(arthropoda) yang bertungkai enam (tiga pasang);karena hebat mereka di sebut pula
Hexapoda (dari bahasa yunani yang berarti “berkaki enam” )
Serangga dalah hewan yang sering dijumpai dalam keseharian kita dan di temukan
dihampir semua jenis lingkungan . di dunia terdapat lebih dari 800.000jenis, dan
beberapa jenis dapat merugikn manusia karena merupakan pembawa penyakit.
Musim hujan adalah musim yang rawan terdapat seranggaserangga pembawa alergi
atau penyakit. Telur serangga pagar cepat menetes saat hujan, oleh karena itu ada
banyak genangan udara sehingga nyamuk serta serangga lainnya mempunyai media
yang melimpah untuk bertelur. Lingkungan yang kotor, penata kamar yang tidak
beraturan dan berantakan juga bisa menjadi sarang serangga seperti kecoa,kutu,semut
dan nyamuk.
• 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang , maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang di maksud dengan serangga sebagai aipatogen vektor?
2. Apa bahaya dari penyakit Leishmaniasis?
3. Apa definisi penyakit Leishmaniasis?
4. Bagaimana gejala dan diagnosa penyakit Leishmaniasis?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumus masalah di atas ,terdapat tujuan yang akan tercapai ,yaitu:
5. Mengetahui bahaya dari penyakit Leishmaniasis.
6. Mengetahui definisi penyakit Leishmaniasis.
7. Mengetahui gejala dan diagnosis penyakit Leishmaniasis adalah.
8. Mengetahui patofisiologi penyakit penyakit Leishmaniasis.
9. Mengetahui faktornya resiko penyakit Leishmaniasis.
10. Mengetahui pencegahan penyakit Leishmaniasis .
11. Mengetahui pengobatan penyakit Leishmaniasis.
BAB II
TUJUAN TEORI

A. DEFINISI PENYAKIT
Leishmaniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa yang termasuk dalam genus
Leishmania dan ditularkan lewat gigitan sejenis lalat genus Lutzomyia dan Phlebotomus. Penyakit ini dinamai
menurut penemunya William Boog Leishman dan juga dikenal sebagai Leichmaniosis, Leishmaniose, dan
leishmaniose.
Leishmania adalah kelompok parasit protozoa yang menjadi penyebab penyakit leishmaniasis. Leishmania
umumnya hidup di dalam lalat pasir yang terinfeksi. Apabila lalat pasir yang terinfeksi menggigit seseorang,
Leishmania dapat berpindah ke orang tersebut dan memicu leishmaniasis. Parasit dari spesies Leishmania
hidup dan membelah diri di dalam lalat pasir betina. Serangga pembawa ini menyukai lingkungan lembap dan
aktif pada periode-periode hangat. Lalat pasir pembawa Leishmania juga aktif saat malam hari, dari waktu
senja hingga fajar. Hewan domestik seperti anjing dapat menjadi “tempat penampungan” Leishmania tanpa
mengalami penyakit yang disebabkan oleh parasit ini. Leishmania dapat berpindah dari hewan ke lalat pasir,
kemudian ke manusia. Perpindahan Leishmania dari manusia ke manusia juga bisa terjadi melalui transfusi
darah dan penggunaan bersama jarum suntik. Di beberapa wilayah, penularan leishmaniasis bisa terjadi dari
manusia ke lalat pasir, kemudian ke manus.
Nyatanya, ada 3 jenis penyakit leishmaniasis jika dilihat dari parasit dan lokasi penyebarannya, yaitu:
1. Visceral leishmaniasi
Jenis yang satu ini sangat berbahaya jika tidak segera diobati. Biasanya ditandai dengan demam tinggi,
penurunan berat badan secara drastis, limpa dan hati membesar, dan anemia.
2. Cutaneous leishmaniasis
Jenis yang paling sering muncul dan menyebabkan luka pada kulit seperti bisul pada bagian tubuh yang
mudah terlihat. Luka ini meninggalkan bekas, hingga menyebabkan cacat kulit yang serius.
3. Mucocutaneous leishmaniasis
Sementara, mucocutaneous leishmaniasis adalah penyakit yang paling jarang muncul di antara yang lain.
Penyakit infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada selaput lendir yang terdapat pada hidung, mulut, dan
tenggorokan.
B. ETIOLOGI
Etiologi leismaniasis adalah protozoa intraseluler obligat, famili Trypanosomatidae, orda
Kinetoplastida, genus Leishmania. Jumlah spesies yang bertanggung jawab terhadap kasus leismaniasis
kurang lebih ada 20 spesies, antara lain L.donovani, L.mexicana, L.tropicana, L.major, dan L,aethiopica.
Leishmania memiliki dua bentuk perkembangan, yaitu promastigot dan amastigot. Promastigot
memiliki flagel, berada di ekstraseluler, panjangnya 10–20 ìm, dan tetap tinggal dalam tubuh vektor
kurang lebih selama 4–25 hari.
Sedangkan amastigot merupakan bentuk tanpa flagel dengan ukuran panjang 2–4 ìm dan berada di
intraseluler. Parasit ditransmisikan oleh vektor sandfly (agas) dari genus Phlebotomus pada “Old
World” (Asia, Afrika, dan Eropa) dan genus Lutzomyia pada “New World” (Amerika). Ukuran vektor
sandfly sangat kecil, yaitu panjangnya <3,5 mm atau sekitar sepertiga ukuran nyamuk.
Vektor ini bersifat nokturnal dan hanya sandfly betina yang menghisap darah sebagai makanannya.
[3,6] Transmisi dapat bersifat antroponotik (vektor mentransmisikan infeksi dari manusia yang
terinfeksi ke manusia yang sehat) atau bersifat zoonotik (vektor mentransmisikan infeksi dari reservoir
hewan ke manusia).
Transmisi antarmanusia dapat terjadi melalui penggunaan jarum suntik pada pengguna obat
terlarang, sedangkan transmisi in utero jarang terjadi.[1,3,6]
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis leismaniasis lokal adalah lesi pada bagian kulit yang mengalami gigitan
(wajah, leher, atau ekstremitas). Lesi ditandai dengan pembentukan papul atau nodul eritem yang
berevolusi menjadi ulkus setelah 2–6 bulan.
Bagian tepi ulkus meninggi dengan dasar yang disertai dengan jaringan nekrotik ditutupi
krusta. Ulkus dapat berdarah bila mengalami trauma. Ukuran lesi bervariasi antara 0,5–3 cm lebih.
Manifestasi klinis yang umum dijumpai adalah demam tinggi mendadak yang berlangsung
selama beberapa minggu dengan intensitas yang menurun, diikuti dengan fase afebris selama
beberapa waktu, sebelum akhirnya mengalami serangan demam lainnya.
Gejala klinis lain yang dapat menyertai adalah nyeri perut, diare, penurunan nafsu makan dan
berat badan, malaise, batuk, serta nyeri persendian.1]
D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan baku emas leismaniasis adalah histopatologi atau kultur jaringan yang terinfeksi.
Pemeriksaan Histopatologi
Baku emas penegakan diagnosis leismaniasis adalah dengan temuan amastigot pada pemeriksaan
aspirat jaringan. Pada kasus leismaniasis viseralis, apusan sediaan limpa memiliki tingkat sensitivitas
>95%, sediaan sumsum tulang memiliki sensitivitas 60–85%, dan sediaan nodus limfa memiliki
sensitivitas 50%. Pada anak, aspirat jaringan yang paling aman untuk diambil berasal dari sumsum
tulang.
Pada saat pengambilan sampel aspirat dari jaringan limpa, perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
terutama pada pasien dengan trombositopenia berat. Pada kasus leismaniasis kutaneus, sampel dapat
diambil dari tepi ulkus.

Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi lebih baik dilakukan pada kasus leismaniasis viseralis. Sensitivitas pemeriksaan
serologi cukup baik dan tidak invasif. Metode ini berfungsi untuk mendeteksi antibodi terhadap parasit
atau mendeteksi antigen yang ada pada parasit. Pemeriksaan serologi dengan menggunakan tes cepat
imunokromatografi adalah pemeriksaan yang mendeteksi antibodi terhadap antigen rekombinan
(rK39). Pemeriksaan ini memiliki tingkat sensitivitas 97–100% dan spesifitas 86–92%.[3,6,11]
Tes aglutinasi direk memiliki tingkat sensitivitas 91–100% dan spesifitas 72–100%. Tes RT-PCR
merupakan tes kualitatif terhadap asam nukleat Leishmania, tetapi pemeriksaan ini belum banyak
dilakukan sebagai pemeriksaan rutin di area endemis.
Pemeriksaan serologis lain, seperti ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) atau IFAT
(immunofluorescence antibody test) dapat mendeteksi antibodi Leishmania.[3,6,11] Leishmania
skin test (LST) merupakan tes untuk deteksi antigen Leishmania melalui reaksi hipersensitivitas
tipe lambat.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menginjeksi promastigot yang telah mati. Pada orang yang
telah terinfeksi Leishmania, injeksi promastigot ini dapat memicu reaksi hipersensitivitas tipe
lambat. Penilaian tes dilakukan 48 jam setelah injeksi.
Hasil tes dinyatakan positif bila terdapat indurasi ≥5mm, dan didapatkan pada orang yang saat ini
sedang atau pernah terinfeksi Leishmania (leishmaniasis kutaneus dan mukosa). Pada kasus
leismaniasis viseralis aktif, LST memberikan hasil negatif.
E. Pathways/penyimpangan kebutuhan dasar manusia
Leishmaniasis pada dasarnya memiliki peluang kesembuhan yang tinggi, selama sistem kekebalan
tubuh pasien tergolong kuat.
Leishmaniasis dapat mengakibatkan beberapa komplikasi yang patut diwaspadai, di antaranya :
• Infeksi bakteri sekunder, seperti TBC (tuberkulosis) dan pneumonia.
• Pembesaran limpa pecah.
• Hiperpigmentasi
• Kakeksia atau kondisi sindrom kompleks yang menyebabkan otot hilang.
• Edema
• Perdarahan yang tak terkendali.
• Lesi metastasis pada nasofaring karena jaringan mengalami kerusakan.
• Kerusakan di bagian langit-langit mulut, bibir dan hidung.
• Septikemia atau keracunan darah yang diakibatkan oleh bakteri yang masuk ke peredaran darah
dalam jumlah yang sangat banyak.
F. Penatalaksanaan medis
Tata laksana leismaniasis tergantung pada beberapa faktor, seperti tipe leismaniasis itu sendiri dan
lokasi geografis. Terapi lini pertama pada sebagian besar kasus leismaniasis adalah antimonial
pentavalen. Manajemen leismaniasis juga mencakup penatalaksanaan malnutrisi dan koinfeksi human
deficiency virusacquired immune deficiency syndrome (HIV-AIDS), tuberkulosis paru, atau infeksi
bakteri sekunder yang menyertai.
Diagnosis pasti leismaniasis adalah dengan menemukan parasit pada pemeriksaan aspirat jaringan
yang terinfeksi, seperti dari jaringan kulit untuk leismaniasis kutaneus, atau dari sumsum tulang untuk
leismaniasis viseral.
Parasit dapat dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis cahaya, metode molekuler, dan kultur.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
Asuhan keperawatan keluarga pada kelurga ny “A” dilakukan pada tanggal 10 Nopember 2020 pada pukul 11.00 wib,
keluhan Sdr”Y” awal mulanya hanya mengeluh mati rasa pada kulit (bercak) dan kedua telapak kaki sakit. Sesuai dalam teori
disebutkan bahwa gejala dari penyakit kusta hilangnya sensabilitas kulit dan kelemahan otot, hal ini disebabkan karena
kerusakan saraf terutama saraf tepi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Hsl ini sejak kurang lebih 6 bulan yang lalu mengelu
penyakitnya menimbulkan bercak-bercak, dan warna putih seperti panu, kaki bila dibuat duduk dibawah terlalu lama
telapak kaki sakit untuk menapak, dan hampir semua kulit tubuh ada bercak keputihan mati rasa.
Dalam teori dijelaskan kelainan kulit berupa bercak putih atau kemerahan atau benjolan, hilangnya sensabilitas serta
kelemahan otot merupakan tanda dari penyakit kusta (Departemen Kesehatan RI, 2006). Pengkajian riwayat dahulu, pada
tinjauan pustaka konsep keperawatan keluarga yang disebutkan riwayat penyakit sebelumnya adalah Sdr “A” perna punya
teman sakit yang sama sepeti dirinya kurang lebih tiga tahun yang lalu di tempat lix kerjanya. Penularan penyakit kusta
terjadi karena beberapa faktor antaralain jenis kuman kusta, sumber penularan, daya tahan tubuh, sosial ekonomi, dan iklim
(Masjoer, 2000).
Hasil pengkajian fungsi perawatan kesehatan keluarga didapatkan bahwa keluarga NY “A” dalam menggenal masalah
kesehatan masih kurang tentang penyakit kusta hal ini di sebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah hanya sebatas
SD, dan pemahaman keluarga terhadap masalah yang di derita oleh Sdr.S. tidak begitu banyak. Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan data keadaan umum klien cukup, compos mentis, untuk tanda-tanda vital didapatkan Tensi: 110/80 mmHg,
Nadi: 82x/menit, respirasi: 20 x/menit, suhu: 36 C, BB: 42 kg. Sdr.A. awal mulanya hanya mengeluh mati rasa pada kulit
(bercak) dan kedua telapak kaki sakit.
Sedangkan kusta memiliki tanda yang sangat khas diantaranya pertama bercak kulit yang mati rasa
bisa berbentuk bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak),
sedangkan mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, dan
rasa nyeri. Kedua penebalan saraf tepi, dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa
gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu gangguan fungsi sensorik (mati rasa), gangguan fungsi motorik
(paresis atau paralisis), gangguan fungsi otonom (kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang
terganggu). Ketiga ditemukan kuman tahan asam, bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping
telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif, kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi kulit atau saraf
(Harahap, 2000).
B. Diagnosa keperawatan yang muncul
Diagnosis Banding
Terdapat banyak sekali diagnosis banding leismaniasis dan sulit bila hanya dibandingkan dari
pemeriksaan klinis. Diagnosis leismaniasis harus selalu dipertimbangkan bila terdapat riwayat bepergian
ke daerah endemis. Untuk menyingkirkan diagnosis banding, perlu ditemukan parasit pada aspirat
jaringan. Beberapa diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan berdasarkan jenis leismaniasis,
antara lain :
Leismaniasis Kutaneus
Leismaniasis kutaneus memiliki tampilan nonspesifik dan dapat menyerupai penyakit lainnya. Salah satu
diagnosis banding leismaniasis kutaneus adalah keganasan. Pada kasus keganasan, seperti karsinoma
sel basal atau karsinoma sel skuamosa, biasanya tidak didapatkan riwayat demam dan splenomegali.
Diagnosis banding lain leismaniasis kutaneus adalah lepra, infeksi jamur, dan sarkoidosis.
Riwayat gigitan serangga yang diikuti dengan munculnya lesi hingga ulserasi pada orang dengan riwayat
berpergian atau tinggal di daerah endemis dapat meningkatkan kecurigaan pada leismaniasis kutaneus.
[6,14
Leismaniasis Mukokutaneus
Diagnosis banding leismaniasis mukokutaneus adalah retikulosis polimorfik, limfoma, karsinoma nasofaring, dan
granuloma.[5]
Leismaniasis Viseralis
Diagnosis banding leismaniasis viseralis adalah:
Brucellosis:
Tidak seperti leismaniasis viseralis, pada brucellosis, splenomegali tidak masif dan keterlibatan hepar, sendi, tulang,
serta saraf jarang terjadi.
Demam Tifoid:
Pada demam tifoid, terdapat demam tinggi, bradikardia, durasi perjalanan penyakit yang kurang dari satu bulan,
konstipasi, dan mungkin dijumpai gangguan kesadaran.
Tuberkulosis Paru:
Pada kasus tuberkulosis paru, splenomegali tidak ditemui kecuali pada kasus tuberkulosis milier. Gangguan
pernapasan juga biasanya ditemukan pada tuberkulosis paru.
Schistosomiasis:
Pada schistosomiasis, splenomegali dapat disebabkan oleh hipertensi porta dan demam dapat disebabkan oleh
penyebab lain, seperti pneumonia.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan baku emas leismaniasis adalah histopatologi atau kultur jaringan yang terinfeksi.
Pemeriksaan Histopatologi
Baku emas penegakan diagnosis leismaniasis adalah dengan temuan amastigot pada pemeriksaan aspirat jaringan. Pada
kasus leismaniasis viseralis, apusan sediaan limpa memiliki tingkat sensitivitas >95%, sediaan sumsum tulang memiliki
sensitivitas 60–85%, dan sediaan nodus limfa memiliki sensitivitas 50%. Pada anak, aspirat jaringan yang paling aman
untuk diambil berasal dari sumsum tulang.
Pada saat pengambilan sampel aspirat dari jaringan limpa, perlu diwaspadai terjadinya perdarahan terutama pada pasien
dengan trombositopenia berat. Pada kasus leismaniasis kutaneus, sampel dapat diambil dari tepi ulkus.[3,6,11]
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi lebih baik dilakukan pada kasus leismaniasis viseralis. Sensitivitas pemeriksaan serologi cukup baik
dan tidak invasif. Metode ini berfungsi untuk mendeteksi antibodi terhadap parasit atau mendeteksi antigen yang ada
pada parasit. Pemeriksaan serologi dengan menggunakan tes cepat imunokromatografi adalah pemeriksaan yang
mendeteksi antibodi terhadap antigen rekombinan (rK39). Pemeriksaan ini memiliki tingkat sensitivitas 97–100% dan
spesifitas 86–92%.[3,6,11]
Tes aglutinasi direk memiliki tingkat sensitivitas 91–100% dan spesifitas 72–100%. Tes RT-PCR merupakan tes kualitatif
terhadap asam nukleat Leishmania, tetapi pemeriksaan ini belum banyak dilakukan sebagai pemeriksaan rutin di area
endemis. Pemeriksaan serologis lain, seperti ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) atau IFAT (immunofluorescence
antibody test) dapat mendeteksi antibodi Leishmania.
Leishmania skin test (LST) merupakan tes untuk deteksi antigen Leishmania melalui reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menginjeksi promastigot yang
telah mati. Pada orang yang telah terinfeksi Leishmania, injeksi promastigot ini dapat memicu reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Penilaian tes dilakukan 48 jam setelah injeksi.
Hasil tes dinyatakan positif bila terdapat indurasi ≥5mm, dan didapatkan pada orang yang saat ini
sedang atau pernah terinfeksi Leishmania (leishmaniasis kutaneus dan mukosa). Pada kasus
leismaniasis viseralis aktif, LST memberikan hasil negatif.[11,12]
Pemeriksaan Laboratorium
Pada leismaniasis viseralis, dapat dijumpai anemia normositik normokrom, leukopenia, dan
trombositopenia yang disebabkan oleh infiltrasi parasit pada sumsum tulang.
Temuan anemia berat dapat menyebabkan gagal jantung kongestif. Trombositopenia dapat
menyebabkan epistaksis serta perdarahan retina dan saluran cerna.
Pada pemeriksaan fungsi hati, ditemukan peningkatan ringan serum glutamic oxaloacetic transaminase
(SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT), hipogamaglobulinemia, serta hipoalbumin.
C. Interfensi keperawatan
Hingga saat ini belum ditemukan vaksin maupun chemoprophylaxis untuk Leishmaniasis. Obat-obatan perawatan
Leishmaniasis sudah ada, seperti Antimonial Pentavalent, Pentamidine, Miltefosine, Paromomycin, dan Liposomal
Amphotericin B, namun obat-obatan tersebut memiliki tingkat toksisitas yang tinggi. Miltefosine, Paromomycin, dan
Liposomal Amphotericin B dianggap lebih aman dan sudah mendapatkan izin dari Badan Pangan dan Obat-Obatan
Amerika Serikat (Food and Drug Administration) untuk perawatan Leishmaniasis.
Orang yang mengonsumsi obat-obatan tersebut dapat mengalami efek samping seperti rasa mual, diare bahkan
anorexia, dan tidak boleh dikonsumsi orang yang sedang hamil atau menyusui. Tingginya toksisitas juga
menjadikanobat-obatan ini dapat mengakibatkan kematian. Harga obat-obatan ini juga tergolong mahal dan
pengobatanoral yang saat ini yang dianggap paling efektif danaman adalah Miltefosine. Namun, di beberapa kondisi,
parasit Leishmania mulai memiliki resistensi atas obat-obatan yang paling efektif sekalipun seperti Liposomal
Amphotericin B, Paromomycin, dan Miltefosine yang terbukti dari adanya kasus relapseatau kekambuhannya kembali
setelah sembuh menggunakan obat-obatan tersebut.
15 Penggunaan obat-obatan yang tidak sesuai dengan resep ahli kesehatan, penghentian proses pengobatan
secara sepihak oleh pasien/penderita(akibat tidak tahan dengan dampak toksisitas yang tinggi atau merasa sudah
baikan sehingga merasa tidak perlu meminum obat lagi), dan coinfeksi pasien penderita Leishmaniasis dengan
penyakit HIV membuat Leishmaniasis semakin sulit disembuhkan. Pengobatan Leishmaniasis, khususnya yang
menggunakan miltefosine dapat memakan waktu hingga satu bulan sehingga jika seorang prajurit terinfeksi, cukup
dapat mengganggu kemampuannya menjalankan operasi. Efek sampingnya juga dapatmengganggu aktivitas bahkan
membahayakan kesehatan dan keselamatan (dapat menimbulkan dehidrasi akibat mual dan diare).
Pengobatan biasanya juga harus bersamaan didukung dengan bantuan nutrisi tambahan dan vitamin
untuk hasil yang maksimal. Berdasarkan kondisi ini, cara terbaik agar aman dari infeksi Leishmaniasis
adalah mencegah jangan sampai digigit lalat pasir.

Anda mungkin juga menyukai