Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

MANAJEMEN RESIKO DI LUAR GEDUNG RUMAH SAKIT


Dosen : Lamria Situmeang, S.Kep.,Ns.,M.Kep

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1

1. Novita Patimang Kalundu


NIM PO. 71 20 1 20 146
2. Erni Fitmawati
NIM PO. 71 20 1 20 095
3. Selfi Tandiara
NIM PO. 71 20 1 20 170
4. Romario Reyaan
NIM PO. 71 20 1 20 165
5. Benedikta Warinnusy
NIM PO. 71 20 1 20 074
6. Yani Sainab Pappang
NIM PO. 71 20 1 20 186
7. Avelina Siburian
NIM PO. 71 20 1 20 070
8. Maria Nanaryain
NIM PO. 71 20 1 20 130
9. Riris Sarma B Sianturi
NIM PO. 71 20 1 20 163
10. Bernadet Sero Masiku
NIM PO. 71 20 1 20 075

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA


PROGRAM STUDY SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
BAB I

LATAR BELAKANG MANAJEMEN RESIKO KESELAMATAN DAN


KESEHATAN KERJA (K3)

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah usaha pencegahan yang dibuat untuk
pekerja atau buruh maupun pengusaha sebagai pencegahan timbulnya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja di dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali
potensi yang akan menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan
yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia yang dikutip dari Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang masih tinggi terjadi tahun
2017-2020, pada tahun 2017 tercatat 123.041 kasus, tahun 2018 tercatat 173.105 kasus,.
Sedangkan pada tahun 2019 tercatat 144.000 kasus hingga pada tahun 2020 kasus
kecelakaan kerja mencapai 177.000 kasus tercatat. Penyebab utama terjadinya kecelakaan
kerja adalah masih rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di kalangan
pekerja dalam segala bidang. Selama ini penerapan K3 seringkali di anggap sebagai beban
biaya, bukan sebagai investasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari
angka penyakit akibat kerja di beberapa Negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering
terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan resiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23


dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di
semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika
memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi
juga terhadap pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola
RS menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-
bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi RS, yaitu kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan
psikososial dan ekonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan
kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di
lingkungan RS.

Keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat K3RS
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan bagi
sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun
lingkungan RS melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di
rumah sakit. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Rumah Sakit yang
selanjutnya di sebut SMK3 Rumah Sakit adalah bagian dari manajemen RS secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan aktifitas proses
kerja di Rumah Sakit memiliki kewajiban menciptakan lingkungan kerja yang sehat,
selamat, aman, dan nyaman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit. Untuk melaksanakan kewajiban
tersebut harus sesuai dengan standar K3RS yaitu manajemen resiko K3RS. (Peraturan
Menteri NO. PER 66/MEN/2016).

Menurut Peraturan Pemerintah Kesehatan No.66 Tahun 2016 Manajemen resiko


K3RS adalah proses yang bertahap dan berkesinambungan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja secara komprehensif di lingkungan Rumah Sakit.
Manajemen resiko merupakan aktifitas klinik dan administrasi yang dilakukan Rumah
Sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan resiko keselamatan dan
kesehatan kerja untuk mengembangkan dan mengimplementasikan program K3 dengan
kerjasama seluruh pihak yang berada di RS.

Identifikasi potensi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko potensi


bahaya dapat dilakukan dengan menggunakan Hazard identification, Risk Assesment, and
Determining Control (HIRADC). HIRADC bertujuan mengidentifikasi resiko bahaya di
tempat kerja yaitu dengan mengaitkan antara pekerja, tugas, peralatan kerja dan
lingkungan kerja .
BAB II

MANAJEMEN RESIKO K3 DI LUAR GEDUNG RUMAH SAKIT

A. PENGERTIAN
Resiko adalah peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan.
Manjemen resiko adalah pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam
penanggulangan resiko.
Manajemen resiko adalah suatu sistem pengawasan resiko dan perlindungan
harta benda, hak milik dan keuntungan badan usaha atau perorangan atas
kemungkinanan timbulnya kerugian karena adanya suatu resiko.
Manajemen resiko adalah kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan
mengendalikan organisasi berkaitan dengan resiko.

B. PROSES MANAJEMEN RESIKO


Proses manajemen resiko terdiri dari :
1. Identifikasi Resiko
Identifikasi resiko adalah proses menemukan, mengenal dan
mendeskripsikan resiko. Identifikasi resiko terbagi menjadi dua, yaitu
identifikasi resiko proaktif dan identifikasi resiko reaktif.
Identifikasi resiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
dengan cara proaktif mencari resiko yang berpotensi menghalangi rumah
sakit mencapai tujuannya. Metode yang dapat dilakukan diantaranya :
pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit lain, survey.
Identifikasi resiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan setelah
resiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk inseden/gangguan. Metode
yang biasanya adalah melalui pelaporan.
Bagi rumah sakit, cara paling mudah dan terstruktur untuk melakukan
identifikasi adalah lewat setiap unit. Setiap unit diminta untuk
mengidentifikasi resikonya masing-masing. Setelah terkumpul, seluruh data
identifikasi itu dikumpulkan menjadi satu dan menjadi identifikasi resiko
rumah sakit.
2. Analisis Resiko
Analisis resiko adalah proses untuk memahami sifat resiko dan menentukan
peringkat resiko. Analisis resiko dilakukan dengan cara menilai seberapa
sering peluang resiko itu muncul serta berat ringannya dampak yang
ditimbulkan. Analisa peluang dan dampak ini paling mudah jika dilakukan
dengan cara kuantitatif.
3. Evaluasi Resiko
Evaluasi resiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa resiko
dengan kriteria resiko untuk menentukan apakah resiko dan/atau besarnya
dapat diterima atau ditoleransi. Dengan evaluasi resiko ini, setiap resiko di
kelola oleh orang yang bertanggung jawab sesuai dengan peringkatnya.
4. Penanganan Resiko
Penanganan resiko adalah proses untuk memodifikasi resiko. Bentuk-bentuk
penanganan resiko diantaranya :
 Menghindari resiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau
melanjutkan aktivitas yang menimbulkan resiko
 Mengambil atau meningkatkan resiko untuk mendapat peluang (lebih
baik, lebih menguntungkan)
 Menghilangkan sumber resiko ; mengubah kemungkinan, mengubah
konsekuensi, berbagi resiko dengan pihak lain (termasuk kontrak dan
pembiayaan resiko), mempertahankan resiko dengan informasi
pilihan.
5. Pengawasan (Monitor) dan Tinjauan (Review)
Pengawasan dan tinjauan memang merupakan kegiatan yang umum
dilakukan oleh organisasi manapun. Alat bantu itu adalah Risk Register
(daftar resiko). Risk Register adalah alat manajemen yang memungkinkan
suatu organisasi memahami profil resiko secara menyeluruh, ini merupakan
sebuah tempat penyimpanan untuk semua informasi resiko.

C. FAKTOR RESIKO K3 DI LUAR GEDUNG RS


1. Ruang bangunan dan halaman : semua ruang/unit dan halaman yang ada
dalam batas pagar RS (bangunan fisik dan kelengkapannya) yang
dipergunakan untuk berbagai keperluan dan kegiatan RS.
2. Lingkungan bangunan RS harus mempunyai batas yang jelas, dilengkapi
dengan pagar yang kuat dan tidak memungkinkan orang atau binatang
peliharaan keluar masuk dengan bebas
3. Lingkungan bangunan RS harus bebas dari banjir, jika berlokasi di daerah
rawan banjir harus menyediakan fasilitas/teknologi untuk mengatasinya.
4. Lingkungan RS harus bebas dari asap rokok, tidak berdebu, tidak becek, atau
tidak terdapat genangan air, dan dibuat landau menuju ke saluran terbuka
atau tutup, bersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas
halaman
5. Pencahayaan : jalur pejalan kaki harus cukup terang, lingkungan bangunan
RS harus dilengkapi penerangan dengan intensitas cahaya yang cukup
terutama pada area dengan bayangan kuat dan yang menghadap cahaya yang
menyilau
6. Kebisingan : terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga mengganggu
atau membahayakan kesehatan. Dengan menanam pohon (green belt),
meninggikan tembok dan meninggikan tanah (bukit buatan) yang berfungsi
untuk penyekatan/penyerapan bising
7. Kebersihan : halaman bebas dari bahaya dan resiko minimum untuk
terjadinya infeksi silang, masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
8. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah,
masing-masing dihubungkanlangsung dengan instalasi pengolahan air
limbah.
9. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan
keseluruhan, sehingga tersedia tempat parkiryang memadai dan dilengkapi
dengan rambu parkir
10. Di tempat parkir, halaman, ruang tunggu dan tempat-tempat tertentu yang
menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.
11. Lingkungan, ruang, dan bangunan RS harus selalu dalam keadaan bersih dan
tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan kuantitas yang memenuhi
persyaratan kesehatan sehingga tidak memungkinkan sebagai tempat
berenang dan berkembangbiaknya serangga, binatang pengerat, dan
binatang pengganggu lainnya.
12. Jalur lalu lintas pejalan kaki dan jalur kendaraan harus dipisahkan.
Jalur pejalan kaki : lebar, tidak licin, mengakomodasi penyandang cacat,
memiliki rambu atau marka yang jelas, bebas penghalang dan memiliki rel
pemandu.
Jalur kendaraan : cukup lebar, konstruksi kuat, tidak berlubang, drainase
baik, memiliki pembatas kecepatan (polisi tidur), marka jalan jelas, memiliki
tanda petunjuk tinggi atau lebar maksimum, memungkinkan titik perlintasan
dan parker, menyediakan penyeberangan bagi pejalan kaki
13. Ketetapan yang di atur oleh the environment protection act 1990
mendefenisikan : Polutan : limbah padat di buang ke tanah, limbah cair di
buang ke tanah atau saluran air, dibuang ke atmosfer, bising dalam
komunitas masyarakat ; Limbah terkendali : limbah rumah tangga, limbah
industri, limbah usaha komersial; Limbah khusus : limbah terkendali yang
berbahaya sehingga membutuhkan prosedur pembuangan khusus.
14. Kriteria limbah berbahaya
 Dapat menyala/mudah menyala
 Iritan
 Berbahaya
 Beracun
 Karsinogenik
 Korosif
 Produk obat-obatan yang hanya diresepkan
BAB III
DAMPAK DARI MANAJEMEN RESIKO DI LUAR GEDUNG RUMAH SAKIT

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerja dan lingkungan
kerja. Berbagai potensi bahaya kesehatan dan kemungkinan dampaknya, antara lain :
A. ASPEK FISIK
1. Suara tinggi yang bising melalui ambang batas normal bisa mengakinatkan
ketulian
2. Debu yang bisa menyebabkan pneumoconiosis dan sebagainya
3. Temperature tinggi bisa mengakibatkan hyperpireksi, heat cramp, heatstres.
4. Getaran bisa mengakibatkan gangguan proses metabolisme polineurutis,
masalah syaraf
5. Penerangan yang kurang bisa mengakibatkan kerusakan pandangan

B. ASPEK KIMIA
1. Beberapa bahan kimia (desinfektan) yang masuk lewat aliran pernapasan
yang bisa membuat resiko alergi, iritasi, korosif, asphyxia
2. Uap serta gas beracun yang bisa mengakibatkan keracunan

C. ASPEK ERGONOMI
1. Tempat kerja, alat kerja yang tidak ergonomis, langkah kerja yang salah,
konstruksi yang salah hingga bisa mempunyai dampak kelelahan pada tubuh
2. Angkat beban yang berat
3. Tempat statis
4. Tempat membungkuk yang tidak ergonomis.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Resiko akibat kerja di luar lingkungan kerja lebih banyak berpotensi bahaya
dikarenakan kemungkinan terjadi akibat dampak dari aspek fisik, aspek kimia,
aspek ergonomi yang menimbulkan kecelakaan itu sendiri.

B. SARAN
Diharapkan agar lebih berhati-hati dalam bekerja dan selalu mengedepankan
kesehatan dan keselamatan kerja dengan menggunakan alat pelindung diri yang
tepat untuk sebisa mungkin melindungi diri dari penyakit yang ada, agar tidak
terjadi hal-hal yang menimbulkan resiko yang sangat tinggi.

Anda mungkin juga menyukai