Anda di halaman 1dari 26

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO

UPT PUSKESMAS TAJINAN

KABUPATEN MALANG

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk keselamatan


Puskesmas. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan yaitu keselamatan
pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan
bangunan dan peralatan. Puskesmas yang bisa berdampak terhadap keselamatan
pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak
terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan “bisnis” Puskesmas yang terkait
dengan kelangsungan hidup Puskesmas. Kelima aspek keselamatan terebut sangat
penting untuk dilaksanakan di setiap Puskesmas, yang harus dikelola secara
profesional, komprehensif dan terintegrasi.
Di Puskesmas terdapat ratusan macam obat, berbagai macam tindakan,
beragam alat kesehatan serta, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang
memberikan pelayanan. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak
dikelola dengan baik, berisiko menimbulkan insiden. Karena itu UPT Puskesmas
Tajinan perlu melakukan pengelolaan risiko dalam suatu manajemen risiko yang
profesional, komprehensif dan terintegrasi, agar insiden dapat diminimalisasi dan
dicegah sedini mungkin. Manajemen risiko dapat diterapkan ke seluruh satuan kerja
lingkup Puskesmas pada keseluruhan area program/kegiatan dan pada setiap tingkatan
baik pada suatu fungsi khusus, proses maupun suatu program/kegiatan.

B. TUJUAN

1. Memberikan panduan sistem manajemen risiko yang berlaku di Puskesmas


Tajinan.
2. Memastikan sistem manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses
indentifikasi, analisa dan pengelolaan risiko dapat memberi manfaat bagi
peningkatan mutu dan keselamatan pasein di Puskesmas Tajinan .
3. Membangun sistem monitoring dan komunikasi yang efektif diantara petugas
sehingga pencapaian tujuan dan penerapannya berjalan berkesinambungan.

C. BATASAN OPERASIONAL
1. Risiko : peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO),
yang akan berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran
keselamatan pasien dan menurunkan mutu pelayanan.
2. Manajemen Risiko Puskesmas adalah upaya mengidentifikasi dan
mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko
tersebut baik secara proaktif risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif
terhadap insiden yang sudah terjadi agar memberikan dampak negative
seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu di Puskesmas.
3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yangmengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada
pasien. IKP terdiri dari KejadianTidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris
Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), danKejadian Potensial Cedera
(KPC).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah insiden yang mengakibatkan cidera
pada pasien.
5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC) adalah insiden yang berpotensi menimbulkan
cidera pada pasientapi yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga
tidak ada cidera pada pasien.
6. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang berpotensi
mengakibatkan cidera padapasien dan sudah terpapar ke pasien, tetap
ternyata tidak menimbulkan cidera pada pasien.
7. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkancidera, tetapi belum terjadi.
8. Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah
mengakibatkankematian atau cidera fisik / psikologis serius, atau kecacatan
pada pasien.Termasuk di dalam kejadian sentinel antara lain: kematian yang
tidak dapat diantisipasi dan tidakberhubungan dengan penyebab alami dari
penyakit pasien atau kondisi medis dasar pasien; bunuhdiri, kehilangan
permanen dari sebagian besar fungsi tubuh yang tidak berhubungan
denganpenyakit dasar pasien; pembedahan yang salah lokasi / salah
prosedur / salah pasien; penculikanbayi atau bayi yang dibawa pulang oleh
orang tua yang salah.
9. Pelaporan insiden keselamatan pasien adalah suatu sistim untuk
mendokumentasikan laporaninsiden keselamatan pasien, menganalisa dan
mengantisipasi / mengelola / mengendalikan insidensecara
berkesinambungan.
10. Risiko Sisa adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah
upaya pengendalian /tindakan dilakukan.
11. Penilaian Risiko adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau
berpotensi terjadi dalam pelayanan di rumah sakit dengan
mempertimbangkan klasifikasi dan derajat (grading) kerugianyang mungkin
terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko tersebut.
12. Penilai Risiko adalah anggota dari staf (manager atau yang lain) yang telah
menghadiripelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggung jawab
manajemen untuk memastikan bahwatiap unit kerja memiliki paling sedikit
satu penilai risiko yang terlatih.

BAB II
RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP MANAJEMEN RESIKO


Paduan ini mencakup seluruh manajemen resiko yang ada di Puskesmas Tajinan
yang meliputi:
1. Manajemen resiko ling kungan:
 Keamanan lingkungan fisik(bangunan):
 Pemantauan keamanan aliran air
 Pemantauan keamanan aliran listrik
 Pemantauan keamanan gas oksigen dan gas elpiji
 Pemantauan keamanan jendela dan pintu
 Indentifikasi risiko lingkungan yang berdampak pada pasein, petugas
dan lingkungan sekitar Puskesmas:
 Pemantauan keamanan pembuangan limbah
2. Manajemen resiko layanan klinis:
 Resiko yang berhubungan dengan pasein / pengunjung Puskesmas
 Resiko yang berhubungan dengan petugas kesehatan
 Resiko yang berhubungan dengan staf Puskesmas lainnya
 Resiko yang berhubungan dengan peralatan atau metode yang
digunakan dalam memberikan pelayanan klinis
3. Manajemen resiko program kesehatan masyarakat:
 Resiko pelaksanaan program terhadap masyarakat sasaran
 Resiko pelaksanaan program terhadap lingkungan
 Resiko pelaksanaan program terhadap petugas pelaksana program

B. TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN RESIKO


Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan resiko,
Puskesmas Tajinan mengatur kewenangan dan tanggung jawab manajemen
Puskesmas:
1. Tingkat Puskesmas oleh Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien di
Puskesmas.
2. Tingkat unit / poli oleh penanggung jawab masing-masing unit / poli/ program

Uraian tanggung jawab manajemen resiko:

a. Tanggung jawab Kepala Puskesmas:


 Menetapakan kebijakan mengenai manajemen resiko di Puskesmas
 Menetapkan dan membentuk Tim manajemen resiko.
 Mengawasi danmemeastikan sistem manajemen resiko berjalan
dengan baik dan berkembang
 Menerima laporan dan merekomendasikan penggelolaan
pengendalian resiko serta menindak lanjuti sesuai arahan dan
kebijakan Puskesmas termasuk pendanaan
 Mengambil alih tanggung jawab pengelolaan insiden keselamatan
pasein sesuai tingkat resiko.
b. Tanggung jawab Manajemen Resiko
 Membuat rencana kerja manajemen resiko di Puskesmas
 Membentuk Tim Penilai Resiko
 Menerima daftar resiko yang diberikan oleh penanggung jawab unit /
poli, menganalisa, evaluasi serta menindak lanjutinya
 Menerima serta menganalisa temuan resiko yang berasal dari luar
(external)
 Memantau serta mendorong semua petugas untuk melaksanakan
manajemen resiko
 Melaporkan hasil temuan kepada Pimpinan Puskesmas dan
melakukan diskusi serta menindak lanjuti hasil diskusi
c. Tanggung jawab penanngung jawab unit / poli
 Menerima laporan temuan – temuaan resiko di ada di unit / poli
 Membuat daftar dan penilaian resiko
 Menganalisa sesuai tingkat kejadian apakah cukup diselesaikan di
tingkat unit
 Mendorong rekan – rekan kerja untuk melakukan manjemen resiko
 Melaporkan semua daftar resiko, resiko yang sudah diselesaikan di
tingkat unit / poli serta melakukan diskusi kepada Tim manajemen
resiko untuk langkah – langkah ke depannnya
d. Tanggung jawab petugas pemberi layanan klinis
 Memberikan informasi kepada penangunggung jawab unit/ poli setiap
bahaya, resiko serta kejadian yang ada di unit/ poli
 Melaksanakan panduan manajemen resiko yang telah ditetapkan
 Mencatat dan mendokumentasi apabila terjadi insiden resiko klinis
 Ikut serta dalam mengupayakan langkah-langkah pengendalian resiko
BAB III
TATA LAKSANA

Manajemen resiko adalah proses berkesinambungan dan berkelanjutan. Resiko


mungkin terpapar kepada pasein, staf, pengunjung dan organisasi yang terus-
menerus berubah dan harus diidentifikasi.
Program manjemen resiko menggunakan 3 tahapan proses yaitu:
1. Identifikasi Resiko
2. Analisis resiko
3. Evaluasi resiko
4. Kelola/ penanganan resiko
5. Monitoring dan reviu
A. TETAPKAN KONTEKS
Tujuan, sasaran, strategi,ruang lingkup,kegiatan pada tahap ini harus disusun dalam
bentuk pedoman manjemen resiko Puskesmas.

B. IDENTIFIKASI RESIKO
Risiko pontensial dapat diidentifikasi dari berbagai sumber, misalnya:
 Informasi dari internal yang didapat dari laporan masing-masing unit/poli
 Informasi external yang didapat dari pedoman pemerintah, organisai atau
lembaga penelitian
 Pemeriksaan atau audit eksternal

C. ANALISIS RISIKO
Analisis dilakukan dengan menentukan score risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritaspenanganan dan level manajemen yang harus bertanggung
jawab untuk mengelola / mengendalikanrisiko / insiden tersebut termasuk dalam
kategori biru / hijau / kuning / merah.
.
Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko / insiden
dengan kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana
sedangkan untuk kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih
mendalam dengan metode RCA (root causeanalysis – reaktif / responsive) atau
FMEA (failure mode effect analysis – proaktif).

D. EVALUASI RISIKO

1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor
dan grading yang didapat dalam analisis.

2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan


meliputi prosesberikut :
a. Menilai secara obyektif beratnya / dampak / akibat dan menentukan suatu
skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan / peluang / frekuensi suatu peristiwa
terjadi danmenentukan suatu skor
c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko

3. Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap.


a. Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang akan
mengidentifikasibahaya, efek yang mungkin terjadi dan pemeringkatan risiko.
b. Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang akan
melakukanverifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana tindakan
untuk mengatasi risiko.
.
E. KELOLA RESIKO
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga
ke level terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul
dari insiden yang sudah terjadi.
RCA ( Root Cause Analysis)

Langkah – langkah untuk melakukan analisis akar masalah (RCA)


1. Identifikasi Insiden: Root cause analysis digunakan untuk menganalisa dan
mengevaluasi IKP pada derajat kuning dan merah.
2. Tentukan tim investigator yang mewakili berbagai komponen:
1) Ketua PMKP
2) Tim penilai resiko ( penanggung jawab unit / poli)
3) Tim audit internal
4) Notulen ( Sekretaris PMKP)
Dalam hal insiden sentinel maka tim investigator harus terdiri dari:
1) Expert insiden dan analis expert external (misal yang tidak berlatar belakang
medis)
2) Senior management expert (misal direktur medis)
3) Senior clinical expert (misal konsultan senior)
4) Orang yang mengetahui unit kerja / bagian terkait dengan baik namun tidak
terlibat langsungdalam insiden tersebut .
3. Pengumpulan data dan informasi dilakukan di lapangan dengan berbagai cara:
a. Observasi
Observasi langsung kepada praktek di lapangan dan tempat kejadian
b. Telaah Dokumentasi
Meliputi penelusuran kepada rekam medik pasien dan seluruh pedoman /
panduan / SPO terkait dengan insiden untuk korelasi keduanya
c. Wawancara
Dilakukan dalam sesi tertutup kepada setiap personil terkait secara
terpisahtermasukkepada pihak yang dirugikan / pasien dalam insiden tersebut.

Tujuan pengumpulan informasi pada tahap ini:


1. Mengamankan informasi untuk memastikan dapat digunakan selama
investigasi dan jikakasus disidangkan ke pengadilan
2. Identifikasi kebijakan dan prosedur yang relevan
3. Menggambarkan insiden secara akurat
4. Mengorganisasi informasi
5. Memberikan petunjuk kepada tim investigasi

Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dengan insiden harus dikumpulkan


sesegera mungkin:
- Semua catatan medis dan catatan keperawatan
- Semua hasil pemeriksaan yang berhubungan dan penunjang diagnostik
- Incident report (laporan keselamatan pasien)
- Kebijakan dan prosedur
- Integrated care pathway yang berhubungan
- Pernyataan-pernyataan dan hasil observasi
- Bukti fisik
- Daftar staf yang terlibat
- Lakukan interview dengan semua orang yang terlibat
- Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi terjadinya insiden
(misal pergantian jaga, ketersediaan petugas terlatih, kecukupan tenaga, dll)

4. Pemetaan kronologi kejadian dilakukan dengan cara:


a. Kronologi naratif : berguna pada laporan akhir insiden
b. Timeline: menelusuri rantai insiden secara kronologis dan berguna untuk
menemukanbagian dalan proses dimana insiden terjadi
c. Tubular Timeline: seperti timeline tapi lebih detail terutama dalam hal good
practice &CMP (care management problem), berguna untuk kejadian
yangberlangsung lama
d. Time-Person Grid: untuk mengetahui pergerakan dan keberadaan seseorang
sebelum,selama, dan sesudah kejadian. Berguna pada kejadian yangmelibatkan
banyak orang namun dalam periode waktu pendek.

5. CMP (Care Management Problem)


Adverse event yang berkaitan dengan penyimpangan dari standar pelayanan yang
telah ditetapkandan berdampak langsung atau tidak langsung kepada pasien.

6. Analisa Informasi
a. Tehnik 5 Whys (atau tehnik why – why)
Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab masalah,
denganmengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor kontributor, dan akhirnya
akar masalah.
Dengan tehnik ini, investigator tidak boleh berhenti bertanya walaupun sudah
menemukanpneyebab langsung sebelum menemukan akar penyebab masalah.

b. Analisis perubahan
Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek daripada prosedur yang
seharusnya.

c. Analisis Barrier
d. Analisis Fish Bone

7. Rekomendasi dan tindak lanjut

 FMEA (Failure Mode Effect Analysis)


Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu insiden, metode
FMEA digunakanuntuk mengidentifikasi modus kegagalan (kegagalan proses) yang
berpotensi terjadi kemudianmengidentifikasi dampak yang mungkin timbul diikuti analisis
akar masalah, sebelum melakukanredisain proses untuk meminimalisir risiko modus
kegagalan / dampaknya kepada pasien. FMEA merupakan proses pro-aktif untuk
memperbaiki kinerja dengan mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi sehingga
akhirnya meningkatkan keselamatan pasien. (F = failure, yaitusaat sistim tidak bekerja
sesuai yang diharapkan; M = mode, yaitu cara / perilaku yang dapatmenimbulkan
kegagalan tersebut; E = effect, yaitu dampak / konsekuensi dari modus kegagalantadi; A
= analysis, yaitu upaya investigasi terhadap proses secara detail).
5. Implementasi dan monitoring hasil dari redisain proses tersebut
(ACTION & OUTCOME MEASURE)

Langkah 1. IDENTIFIKASI PROSES BERISIKO TINGGI


Proses yang dimaksud dapat merupakan proses yang baru dan belum dilakukan (misalnyapembelian
alat baru, pemakaian rekam medik elektronik, redisain kamar bedah), proses yangsudah berjalan,
berisiko tinggi walaupun belum menimbulkan insiden (misalnya pemeriksaan dilaboratorium), proses
klinik (misalnya proses pelayanan kateterisasi jantung), atau proses nonmedik (pembayaran tagihan
pasien asuransi). Dalam menentukan proses yang hendak dianalisisdengan HFMEA, kumpulan proses
yang ada digrading untuk menentukan skor risikonya
(sebagaimana dalam prosedur RCA, risk assessment).

Langkah 2. TIM INVESTIGASI


Komposisi dan prosedurnya mirip seperti RCA di atas, terdiri dari orang-orang multidisiplin
yangtidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang), memahami proses yang akan dianalisa,
mewakiliunit yang akan dianalisa, dan memiliki kemampuan berpikir kritikal.
Lankah 3. GAMBARKAN ALUR PROSES
Gambarkan seluruh tahapan dalam alur proses beserta dengan sub-proses dari masing-masing tahapan
proses:
Kemudian uraikan modus kegagalan (dalam sub proses) dari masing-masing tahapan dalam alurproses
tersebut.
Langkah 4. HAZARD ANALYSIS
Failure Mode (Kegagalan Proses) yang dipilih dijabarkan lebih lanjut dan lebih detail dalam
tabelberikut:
Bila dari analisa Pohon Keputusan berakhir pada STOP, maka tidak perlu lagi meneruskanpencarian
akar masalah untuk hazard ini karena berarti hazard tersebut tidak prioritas. Sedangkanhazard yang
berakhir pada titik hijau sebagaimana gambar di atas, perlu ditindaklanjuti sebagailangkah ke-5.

Langkah 5. ACTION & OUTCOME MEASURE


1. Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan dapat dikontrol,
eliminasi, terima
2. Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan di eliminasi atau di kontrol
3. Identifikasi Ukuran Outcome yang digunakan analisa dan uji redisain proses
4. Identifikasi penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan tersebut
5. Tentukan apakah diperlukan dukungan manajemen puncak untuk melaksanakan rekomendasi
BAB IV
PELAPORAN

A. MEKANISME PELAPORAN

Pengelolaan
Resiko

Alur Pelaporan Insiden

Insiden

Buat Lapoaran Insiden


- Isi Fomulir Kejadian
- Waktu Pelaporan paling lambat 2x 24 jam

LAPOR Penagung jawab unit /poli

Penemu Melakukan grading resiko


Insiden Atasan yang
Dilaporkan
INVESTIGASI SEDERHANA

Melapor ke Tim PMKP

Ketua Tim PMKP

Kepala Puskesmas
BAB IV
PELAPORAN

B. MEKANISME PELAPORAN

Pengelolaan
Resiko

Alur Pelaporan Insiden

Insiden

Buat Lapoaran Insiden


- Isi Fomulir Kejadian
Penemu
- Waktu Pelaporan paling lambat 2x 24 jam
Insiden

LAPOR Penagung jawab unit /poli

Melakukan grading resiko


Atasan yang
INVESTIGASI SEDERHANA Dilaporkan

Melapor ke Tim PMKP

Ketua Tim PMKP

Kepala Puskesmas

Hasil dari pelaporan disampaikan dan di diskusikan dalam loka karya lintas program
di Puskesmas .
BAB V
PENUTUP

Demikian panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasien
yang aman, khususnya dalam rangka mencegah resiko-resiko yang ada dan mungkin terjadi
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu di Puskesmas Tajinan.

Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau kembali
2 sampai 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi Puskesmas.
BAB V
PENUTUP

Demikian panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasein
yang aman, khususnya dalam rangka mencegah resiko-resiko yang ada dan mungkin terjadi
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu di Puskesmas Srandakan.
Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau kembali
2 samapi 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai