Anda di halaman 1dari 21

BAB I

DEFINISI

A. Pendahuluan
Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien berkewajiban
untuk mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh resiko strategis dan
operasional yang penting. Hal ini mencakup seluruh area baik manajerial maupun
fungsional, termasuk area pelayanan, tempat pelayanan, juga area klinis. Rumah
sakit perlu menjamin berjalannya sistem untuk mengendalikan dan mengurangi
risiko. Manajemen risiko berhubungan erat dengan pelaksanaan keselamatan
pasien rumah sakit dan berdampak pada pencapaian sasaran mutu rumah sakit.
Ketiganya berkaitan erat dengan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Hal ini meliputi dua hal :
 Identifikasi proaktif dan pengelolaan potensi risiko utama yang dapat
mengancam pencapaian sasaran mutu pelayanan rumah sakit
 Reaktif atau responsive terhadap kerugian akibat dari keluhan, klaim, dan
insiden, serta respon terhadap laporan atau audit internal atau eksternal.
Panduan ini akan menjelaskan mekanisme dan tanggung jawab untuk :
 Identifikasi risiko
 Analisa risiko
 Pelaporan risiko
 Evaluasi risiko
 Pengendalian risiko / mengelola risiko
 Mencatat risiko

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan monitoring dan pengendalian manajemen risiko fasilitas dan
keselamatan untuk menciptakan situasi aman dan nyaman pasien, pengunjung
dan karyawan rumah sakit, serta menjamin keselamatan dan kesehatan di
lingkungan RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Mengurangi dan mengendalikan sumber bahaya dan risiko terkait fasilitas
dan lingkungan
b. Menghindari kecelakaan dan cidera karena faktor fasilitas dan lingkungan
c. Memelihara kondisi lingkungan rumah sakit yang aman

1
C. Batasan operasional
1. Risiko : peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang
akan berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan
pasien dan menurunkan mutu pelayanan.
2. Manajemen Risiko Rumah Sakit: merupakan upaya mengidentifikasi
dan mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko
tersebut baik secara proaktif risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif
terhadap insiden yang sudah terjadi agar memberikan dampak negative
seminimal mungkin bagi keselamatan pasien dan mutu rumah sakit.
3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP): setiap kejadian yang tidak disengaja
dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera
pada pasien. IKP terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian
Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial
Cedera (KPC).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): adalah insiden yang mengakibatkan
cidera pada pasien.
5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC): adalah insiden yang berpotensi menimbulkan
cidera pada pasien tapi yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak
ada cidera pada pasien.
6. Kejadian Tidak Cedera (KTC): adalah insiden yang berpotensi
mengakibatkan cidera pada pasien dan sudah terpapar ke pasien, tetap
ternyata tidak menimbulkan cidera pada pasien.
7. Kondisi Potensial Cedera (KPC): adalah kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi.
8. Kejadian Sentinel : adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan
telah mengakibatkan kematian atau cidera fisik / psikologis serius, atau
kecacatan pada pasien.Termasuk di dalam kejadian sentinel antara lain:
kematian yang tidak dapat diantisipasi dan tidak berhubungan dengan
penyebab alami dari penyakit pasien atau kondisi medis dasar pasien; bunuh
diri, kehilangan permanen dari sebagian besar fungsi tubuh yang tidak
berhubungan dengan penyakit dasar pasien; pembedahan yang salah lokasi /
salah prosedur / salah pasien; penculikan bayi atau bayi yang dibawa pulang
oleh orang tua yang salah.
9. Pelaporan insiden keselamatan pasien : adalah suatu sistim untuk
mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, menganalisa dan
mengantisipasi / mengelola / mengendalikan insiden secara

2
berkesinambungan.
10. Risiko Sisa : adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah
upaya pengendalian / tindakan dilakukan
11. Penilaian Risiko : adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau
berpotensi terjadi dalam pelayanan di rumah sakit dengan mempertimbangkan
klasifikasi dan derajat (grading) kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat
dari terpapar risiko tersebut.
12. Penilai Risiko : adalah anggota dari staf (manager atau yang lain)
yang telah menghadiri pelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggung
jawab manajemen untuk memastikan bahwa tiap unit kerja memiliki paling
sedikit satu penilai risiko yang terlatih.
13. Internal : merujuk kepada aktivitas atau dokumen di dalam rumah sakit.
14. Eksternal : merujuk kepada aktivitas atau dokumen yang bukan berasal dari
rumah sakit.
Tahap persiapan mencakup : ruang lingkup kegiatan manajemen resiko,
personil yang terlibat, standar dalam penentuan kriteria resiko, prosedur /
mekanisme pelaporan, pemantuan serta review, dokumentasi yang terkait.
Identifikasi bahaya merupakan tahapan yang penting. Beberapa tehnik
identifikasi bahaya seperti observasi / survey, inspeksi, pemantauan, audit,
kuesioner, data statistik, konsultasi dengan pekerja, Fault Tee Analysis, Walk
through survey.
Penilaian resiko merupakan acuan agar penilaian yang dilakukan seobjektif
mungkin berdasarkan data yang ada. Penilaian ini mencakup : informasi tentang
suatu aktifitas, tindakan pengendalian resiko yang ada, peralatan / mesin
yang digunakan untuk melakukan aktifitas, data Material Safety Data Sheet /
MSDS, Data statistik kecelakaan / penyakit akibat kerja, hasil studi atau survey,
studi banding pada industri sejenis, penilaian dari pihak spesialis / tenaga ahli.
Analisa resiko adalah kegiatan analisa suatu resiko dengan cara
menentukan besarnya kemungkinan / probability dan tingkat keparahan ( severity
) dari akibat atau konsekuensi suatu resiko. Analisa ini dilakukan untuk membuat
prioritas pengendalian resiko.
Kegiatan yang dilakukan berupa :
• Mengidentifikasi besarnya risiko
• Penentuan besar risiko : berapa besar bahaya dan kemungkinan terjadinya

3
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup Panduan Manajemen Risiko


Panduan ini mencakup manajemen risiko di area pelayanan RSKD Ibu dan
Anak Pertiwi Makassar termasuk seluruh area pekerjaan unit kerja dan area klinis.
Manajemen risiko merupakan tanggung jawab semua komponen di rumah sakit.
Tujuan manajemen risiko untuk identifikasi dan pengendalian risiko strategis dan
operasional tidak akan tercapai apabila semua perangkat yang ada di rumah sakit
tidak bekerjasama dan berpartisipasi pada pelaksanaannya.

B. Tanggung jawab manajemen risiko


Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan
risiko, RSKD Ibu dan Anak Pertiwi Makassar mengatur kewenangan dan tanggung
jawab manajemen rumah sakit.
Uraian tanggung jawab manajemen risiko :
1. Tanggung jawab pimpinan rumah sakit
a. Menetapkan kebijakan mengenai manajemen risiko rumah sakit
b. Menetapkan dan membina tim manajemen risiko rumah sakit
c. Mengawasi dan memastikan sistim manajemen risiko berjalan dengan
baik dan berkesinambungan
d. Menerima laporan dan rekomendasi pengelolaan / pengendalian risiko
serta menidaklanjuti sesuai arah kebijakan rumah sakit termasuk
pendanaannya.
e. Mengambil alih tanggung jawab pengelolaan dan pengendalian insiden
keselamatan pasien.
2. Tanggung Jawab Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
a. Meninjau daftar risiko rumah sakit dan memberi rekomendasi untuk
menurunkan skor risiko.
b. Meninjau risiko-risiko ekstrim, tindakan, pengendalian, dan menyoroti
area-area utama kepada masing-masing kepala unit kerja terkait.
3. Tim Manajemen Risiko
a. Membuat dan meninjau strategi dan kebijakan manajemen risiko.
b. Penyediaan pelatihan penilaian risiko.
c. Memantau daftar risiko per unit kerja untuk setiap perubahan, bagian
yang tidak lengkap, dengan perhatian pada tingkat risiko dan jadwal
waktu.

4
d. Memberi saran kepada penilai risiko, kepala unit kerja dan pihak
eksekutif perihal manajemen risiko.
e. Memelihara dan membina daftar penilai risiko yang aktif
f. Menanggapi permintaan audit internal dan eksternal berkaitan dengan
manajemen risiko.
g. Menanggapi permintaan pihak eksternal untuk informasi berkaitan proses
risiko.
4. Penilai risiko harus dipilih oleh Kepala Divisi.Kepala Divisi harus memastikan
bahwa penilai risiko yang dipilih mempunyai keterampilan kerja, pengetahuan,
dan pengalaman yang memadai untuk memenuhi perannya.Staf yang
berminat pada peran sebagai penilai risiko harus mendiskusikan peran
tersebut dan mendapat persetujuan dari Kepala Divisi. Penilai risiko
bertanggung jawab untuk :
a. Menghadiri pelatihan penilai risiko dan pemutakhiran seperti yang
diselenggarakan oleh Tim Manajemen Risiko.
b. Menilai risiko di area kerja mereka menggunakan Form Penilaian Risiko,
mengidentifikasi seluruh risiko yang penting terlebih dahulu dan
memastikan bahwa Kepala Divisi mereka mengambil perhatian terhadap
risiko tersebut.
c. Memastikan bahwa mereka menyimpan dokumen penilaian risiko yang asli
dan memberikan satu salinan kepada Kepala Divisi untuk disimpan dalam
arsip divisi.
d. Menunjukkan bukti penilaian dan rencana tindakan yang lengkap dengan
jadwal waktu penyelesaian.
e. Jika penilai risiko memandang bahwa penilaian risiko mereka tidak
memperoleh perhatian yang memadai, mereka harus menghubungi Komite
Mutu dan Keselamatan Pasien untuk meminta nasehat.
5. Tangung Jawab Kepala Divisi
a. Mengelola seluruh risiko di tempat kerja mereka. Kepala divisi boleh
mendelegasikan tugas melakukan penilaian risiko kepada anggota tim
yang telah menghadiri pelatihan penilaian risiko untuk penilai.
b. Kepala divisi bertanggung jawab untuk :
1) Pelaksanaan strategi dan kebijakan manajemen risiko di area
tanggung jawab mereka.
2) Mengelola daftar risiko divisional mereka. Hal ini termasuk
mengumpulkan, meninjau, dan memutakhirkan.

5
3) Menunjuk penilai risiko untuk area mereka, memastikan bahwa mereka
diijinkan untuk menghadiri pelatihan penilai risiko dan sesi
pemutakhiran.
4) Memastikan bahwa penilai risiko mempunyai alokasi waktu yang
memadai untuk melakukan penilaian risiko.
5) Melakukan validasi seluruh penilaian risiko yang dilakukan, dan
melakukan tindakan untuk mengurangi risiko yang teridentifikasi
sampai pada tingkat terendah yang mungkin dicapai.
6) Melengkapi Form Penilaian Risiko (meninjau/menyetujui
pemeringkatan matriks : menyatakan tindakan apa yang
diperlukan/diambil untuk menurunkan risiko sampai pada tingkat
terendah yang mungkin dicapai).
7) Menentukan pendanaan yang diperlukan dan bagaimana pendanaan
diperoleh.
8) Jadwal waktu untuk memulai/meningkatkan langkah pengendalian :
pada tingkat berapa risiko sisa tertinggal setelah pelaksanaan
tindakan/peningkatan langkah pengendalian: apakah risiko
memerlukan masuk ke dalam daftar risiko divisional/korporat/tinjauan
tanggal).
9) Penyediaan informasi yang sesuai dan memadai, pelatihan dan
supervisi bagi staf untuk mendukung penurunan risiko. (Hal ini
mencakup bahwa seluruh staf menghadiri training wajib yang terkait).
10) Memelihara catatan penilaian risiko yang dilaksanakan dan untuk
mencatat perkembangan dan kinerja dibandingkan tindakan perbaikan
yang direncanakan.
11) Kepala divisi harus mengingatkan tim manajemen risiko jika penilai
risiko meninggalkan/tidaklagi memenuhi perannya, sehingga tim
manajemen risiko mempunyai tanggung jawab untuk memutakhirkan
data penilai risiko organisasi.
12) Keadaan dimana rencana untuk mengelola risiko berada di luar
kewenangan Kepala Divisi, atau dimana ada implikasi sumber daya
yang besar, risiko akan diprioritaskan oleh Direktur rumah sakit.
13) Memastikan bahwa penilaian risiko divalidasi ulang pada jangka waktu
yang sesuai atau mengikuti perubahan keadaan. Frekuensi peninjauan
akan bervariasi mengikuti tingkat sisa risiko. Berikut adalah yang
disarankan :

6
Tingkat Warna Tinjauan Frekuensi
Kategori Risiko
Sisa Risiko Penilaian Risiko Tinjauan
Ekstri Ekstrim (15- Merah Direktur RS Bulanan
m
Tinggi 25)
Tinggi (8-12) Jingga Kepala Divisi Tiap 2 bulan
Sedan Sedang (4-6) Kuning Manajer Tiap 3 bulan
g
Renda Rendah (1-3) Hijau Manajer Tiap 6 bulan
h
6. Tanggung Jawab Karyawan
a. Seluruh staf mempunyai tanggung jawab untuk memberi informasi kepada
atasan mereka setiap bahaya yang bermakna di tempat kerja. Merupakan
suatu hal yang mendasar bahwa jika seorang staf menganggap ada hal
yang serius yang telah mereka laporkan kepada atasan langsung mereka,
tetapi belum ditindaklanjuti, mereka harus melaporkan ini kepada tingkat
yang lebih tinggi.
b. Dalam rangka untuk memastikan kebijakan ini dilaksanakan dengan efektif,
setiap karyawan harus :
1) Menghadiri pelatihan sebagaimana ditentukan oleh atasan mereka
atau oleh organisasi (misal induksi dan prosedur baru, pelatihan wajib :
induksi, keselamatan kebakaran, memindahkan dan mengangkat,
keselamatan personal, dan lain-lain).
2) Dapat bekerja sama secara penuh dalam menerapkan pedoman,
protokol, dan kebijakan yang berkaitan dengan keselamatan dan
kesehatan, dan manajemen risiko.
3) Melaporkan setiap insiden, kecacatan, atau masalah lain langsung
kepada atasan mereka dan melengkapi form insiden report dengan
tepat.
4) Mengikuti petunjuk kerja yang tertulis dan seluruh informasi serta
pelatihan yang disediakan.
5) Berpartisipasi aktif dalam proses penilaian risiko.
6) Memenuhi dan melaksanakan langkah pengendalian / tindakan setelah
penilaian dilakukan.

7
BAB III
TATA LAKSANA

A. Identifikasi risiko
Dalam hal ini, risiko dapat dibedakan menjadi risiko potensial (dengan
pendekatan pro-aktif) dan insiden yang sudah terjadi (dengan pendekatan reaktif
/ responsif). Risiko potensial dapat diidentifikasi dari berbagai macam sumber,
misalnya:
a. Informasi internal (rapat bagian / koordinasi, audit, incident report, klaim,
komplain)
b. Informasi eksternal (pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga
penelitian)
c. Pemeriksaan atau audit eksternal

8
Contoh risiko potensial berdasarkan area pelayanan:
No Area Risiko
Akses Pasien:
1. Proses pemulangan pasien lama
2. Pasien pulang paksa
1. 3. Kegagalan merujuk pasien
4. Ketidaktersediaan tempat tidur
Kecelakaan:
1. Tersengat listrik
2. Terpapar dengan bahan berbahaya
2. 3. Tertimpa benda jatuh
4. Tersiramdan
Asesmen air panas
Terapi
1. Kesalahan identifikasi pasien
3. 2. Reaksi transfusi darah
3. Kesalahan
Masalah pelabelan
administrasi spesimen laboratorium
keuangan
pasien
1. Kesalahan estimasi biaya
4. 2. Pengenaan tagihan yang sama 2 x
3. Kesalahan
Kejadian Infeksi input data tagihan
1. Kegagalan / kontaminasi alat medis
2. Infeksi luka operasi
5. 3. Needlestick injury
4. Kesalahan
Rekam medik pembuangan limbah medis
1. Kegagalan memperoleh informed consent
2. Kesalahan pelabelan rekam medik
6. 3. Kebocoran informasi rekam medik
4. Ketidaklengkapan catatan dalam rekam medik
Obat
1. Penulisan resep yang tidak baik
2. Riwayat alergi obat tidak teridentifikasi
3. Kesalahan dosis obat
7. 4. Obat rusak / expired
5. Kesalahan identifikasi pasien dalam pemberian obat
6. Kegagalan memonitor efek samping obat

9
Keamanan
1. Pencurian
8. 2. Pasien hilang
3. Lingkungan yang tidak aman

Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi harus ditentukan


peringkatnya (grading) dengan memperhatikan:
1. Tingkat peluang / frekwensi kejadian (likelihood)
2. Tingkat dampak yang dapat / sudah ditimbulkan (consequence)

B. Analisis Risiko
Analisa dilakukan dengan menentukan score risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung
jawab untuk mengelola / mengendalikan risiko / insiden tersebut termasuk dalam
kategori biru / hijau / kuning / merah.

TINGKAT RISIKO DESKRIPSI PELUANG / FREKWENSI

1 Sangat jarang/ rare (> 5 tahun/kali)

2 Jarang/unlikely (> 2 – 5 tahun/kali)

3 Mungkin/ Posible (1 -2 tahun/kali)

4 Sering/Likely (beberapa kali/tahun)

5 Sangat sering/ almost certain (tiap minggu/ bulan)

10
Tingkat Deskripsi Dampak
Risiko
1 Tidak signifikan Tidak ada cedera

2 Minor Cedera ringan, misal luka lecet


Dapat diatasi dengan P3K

3 Moderat Cedera sedang, mis :


luka robek
Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/psikologis
atau intelektual (reversible). Tidak berhubungan
dengan penyakit

4 Mayor Cedera luas/berat, misal :


cacat, lumpuh
Kehilangan fungsi motorik/sensorik/psikologis
atau intelektual (reversible). Tidak berhubungan
dengan penyakit
5 Katarastopik Kematian yang tidak berhubungan dengan
perjalanan

Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya.Untuk risiko /
insiden dengan kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi
sederhana sedangkan untuk kategori kuning dan merah perlu dilakukan
evaluasi lebih mendalam dengan metode RCA (root cause analysis – reaktif
/ responsive) atau HFMEA (healthcare failure mode effect analysis – proaktif).

C. Evaluasi Risiko
1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai
skor dan grading yang didapat dalam analisis.

SKOR RISIKO = DAMPAK X PELUANG

2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dan


meliputi proses berikut :
a. Menilai secara obyektif beratnya / dampak / akibat dan menentukan suatu
skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan / peluang / frekuensi suatu

11
peristiwa terjadi dan menentukan suatu skor
c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko
3. Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap
a. Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang
akan mengidentifikasi bahaya, efek yang mungkin terjadi dan
pemeringkatan risiko.
b. Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang
akan melakukan verifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana
tindakan untuk mengatasi risiko.

D. Kelola Risiko
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
pengelolaan risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko
hingga ke level terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian
yang timbul dari insiden yang sudah terjadi.

LEVEL/BANDS TINDAKAN

EKSTREM Risiko ekstrem, dilakukan RCA paling lama 45 hari,


(SANGAT TINGGI) membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke
Direktur RS
HIGH Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari,
(TINGGI kaji dng detail & perlu tindakan segera, serta
) membutuhkan tindakan top manajemen
MODERA Risiko sedang dilakukan investigasi sederhana
TE paling lama 2 minggu. Manajer/pimpinan klinis
(SEDANG sebaiknnya menilai dampak terhadap bahaya &
LOW Risiko rendah dilakukan investigasi sederhana
(RENDA paling lama 1 minggu diselesaikan dng
H) prosedur rutin

E. Investigasi Sederhana
Dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori biru atau hijau,
maka tindak lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi
sederhana, melalui tahapan:
1. Identifikasi insiden dan di – grading
2. Mengumpulkan data dan informasi :
 Observasi

12
 Telaah dokumen
 Wawancara
3. Kronologi kejadian
4. Analisa dan evaluasi sederhana :
a. Penyebab langsung :
 Individu
 Peralatan
 Lingkungan tempat kerja
 Prosedur kerja
c. Penyebab tidak langsung
 Individu
 Tempat kerja
5. Rekomendasi : jangkah pendek, jangka menengah, jangkah panjang
Di dalam menganalisa penyebab masalah, jangan berhenti hanya pada
penyebab langsung namun harus terus menggali hinga kepada akar masalah
sehingga penyelesaian yang direkomendasikan nantinya bukanlah penyelesaian
simptomatik semata melainkan benar-benar penyelesaian etiologi yang dapat
mencegah berulangnya insiden yang sama di kemudian hari.
Langkah-langkah untuk melakukan analisis akar masalah (RCA)

1. Identifikasi insiden yg akan di investigasi

2. Tentukan tim investigator

3. Kumpulkan data
(Observasi, Dokumentasi , Interview) INVESTIGASI

4. Petakan kronologis kejadian


(Narratif chronology, Timeline, Tabular Timeline, Time Person
Grid)
5. Identifikasi masalah (CMP)
(Brainstorming, brainwriting, Nominal Group Technique)

6. Analisis Informasi
ANALISA
(5 why’s, Analisis Perubahan, Analisis penghalang, fish bone,
dll )
7. Rekomendasi dan Rencana kerja untuk improvement
IMPROVE

13
1. Identifikasi Insiden: Root cause analysis digunakan untuk menganalisa dan
mengevaluasi IKP pada derajat kuning dan merah.
2. Tentukan tim investigator yang mewakili berbagai komponen:
 Subkomite keselamatan pasien
 Subkomite mutu dan manajemen risiko
 Bidang keperawatan dan perwakilan kepala ruangan
 Perwakilan kepala instalasi / bagian
 Perwakilan klinis
 Personil lain yang dinilai perlu (misal dari komponen K3, PPI,
administrasi keuangan, kepegawaian, farmasi, logistik dll sesuai IKP yang
terjadi)
Dalam hal insiden sentinel maka tim investigator harus terdiri dari:
a. Expert insiden dan analis expert external (misal yang tidak berlatar
belakang medis)
b. Senior management expert (misal direktur medis)
c. Senior clinical expert (misal konsultan senior)
d. Orang yang mengetahui unit kerja / bagian terkait dengan baik namun
tidak terlibat langsung dalam insiden tersebut
3. Pengumpulan data dan informasi dilakukan di lapangan dengan berbagai
cara:
a. observasi
Observasi langsung kepada praktek di lapangan dan tempat kejadian
b. Telaah Dokumentasi
Meliputi penelusuran kepada rekam medik pasien dan seluruh pedoman
/ panduan / SPO terkait dengan insiden untuk korelasi keduanya
c. Wawancara
Dilakukan dalam sesi tertutup kepada setiap personil terkait secara
terpisah termasuk kepada pihak yang dirugikan / pasien dalam insiden
tersebut.

Tujuan pengumpulan informasi pada tahap ini:


 Mengamankan informasi untuk memastikan dapat digunakan selama
investigasi dan jika kasus disidangkan ke pengadilan
 Identifikasi kebijakan dan prosedur yang relevan
 Menggambarkan insiden secara akurat

14
 Mengorganisasi informasi
 Memberikan petunjuk kepada tim investigasi
Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dengan insiden harus dikumpulkan
sesegera mungkin:
 Semua catatan medis dan catatan keperawatan
 Semua hasil pemeriksaan yang berhubungan dan penunjang diagnostic
 Incident report (laporan keselamatan pasien)
 Kebijakan dan prosedur
 Integrated care pathway yang berhubungan
 Pernyataan-pernyataan dan hasil observasi
 Bukti fisik
 Daftar staf yang terlibat
 Lakukan interview dengan semua orang yang terlibat
 Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi terjadinya insiden
(misal pergantian jaga, ketersediaan petugas terlatih, kecukupan tenaga, dll)
4. Pemetaan kronologi kejadian dilakukan dengan cara:
a. Kronologi naratif : berguna pada laporan akhir insiden
b. Timeline: menelusuri rantai insiden secara kronologis dan berguna
untuk menemukan bagian dalan proses dimana insiden terjadi
c. Tubular Timeline: seperti timeline tapi lebih detail terutama dalam hal
good practice & CMP (care management problem), berguna untuk kejadian
yang berlangsung lama
d. Time-Person Grid: untuk mengetahui pergerakan dan keberadaan
seseorang sebelum, selama, dan sesudah kejadian. Berguna pada
kejadian yang melibatkan banyak orang namun dalam periode waktu
pendek.

F. FMEA (Failure Mode Affect Analysis )


Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu insiden, metode
HFMEA digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan (kegagalan
proses) yang berpotensi terjadi kemudian mengidentifikasi dampak yang
mungkin timbul diikuti analisis akar masalah, sebelum melakukan redisain
proses untuk meminimalisir risiko modus kegagalan / dampaknya kepada
pasien.
HFMEA merupakan proses pro-aktif untuk memperbaiki kinerja dengan
mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi sehingga akhirnya
meningkatkan keselamatan pasien. (F = failure, yaitu saat sistim tidak

15
bekerja sesuai yang diharapkan; M = mode, yaitu cara / perilaku yang dapat
menimbulkan kegagalan tersebut; E = effect, yaitu dampak / konsekuensi
dari modus kegagalan tadi; A = analysis, yaitu upaya investigasi terhadap
proses secara detail).
Pada prinsipnya langkah-langkah untuk menjalankan HFMEA meliputi:
1. Identifikasi proses yang berisiko tinggi (IDENTIFIKASI)
2. Bentuk tim HFMEA (TIM)
3. Menggambarkan diagram dari proses tersebut (DIAGRAM PROCESS)
4. Analisis hazard (HAZARD ANALYSIS):
a. Brainstorming kemungkinan kegagalan proses dan menentukan
dampaknya
b. Menentukan prioritas kegagalan proses yang akan diperbaiki
c. Menentukan prioritas kegagalan proses yang akan diperbaiki
5. Implementasi dan monitoring hasil dari redisain proses tersebut ( Action &
outcome measure)

Langkah 1. Identifikasi Proses Berisiko Tinggi


Proses yang dimaksud dapat merupakan proses yang baru dan belum
dilakukan (misalnya pembelian alat baru, pemakaian rekam medik elektronik,
redisain kamar bedah), proses yang sudah berjalan, berisiko tinggi walaupun
belum menimbulkan insiden (misalnya pemeriksaan di laboratorium), proses
klinik (misalnya proses pelayanan kateterisasi jantung), atau proses non
medik (pembayaran tagihan pasien asuransi). Dalam menentukan proses yang
hendak dianalisis dengan HFMEA, kumpulan proses yang ada digrading untuk
menentukan skor risikonya (sebagaimana dalam prosedur RCA, risk assessment).

Langkah 2. Tim Investigasi


Komposisi dan prosedurnya mirip seperti RCA di atas, terdiri dari orang-orang
multidisiplin yang tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang), memahami
proses yang akan dianalisa, mewakili unit yang akan dianalisa, dan memiliki
kemampuan berpikir kritikal.

16
Langkah 3. Gambaran Alur Proses
Gambarkan seluruh tahapan dalam alur proses beserta dengan sub-proses dari
masing-masing tahapan proses:

Langkah 4. Hazard analysis


Failure Mode (Kegagalan Proses) yang dipilih dijabarkan lebih lanjut dan lebih detail
dalam tabel berikut:

17
LEVEL DESKRIPSI CONTOH
4 Sering(Frequent) Hampir sering muncul dalam
waktu yang relative singkat

3 Kadang-kadang (mungkin terjadiakan muncul


Kemungkinan
(Occasional) (dapat terjadi bebearapa kali

2 Jarang dalam 1 sampai


Kemungkinan 2 tahun)
akan muncul
(Uncommon) (dapat terjadi dalam >2 sampai 5 tahun)
1 Hampir Jarang sekali terjadi (dapat terjadi dalam
Tidak > 5 sampai 30 tahun)
Pernah

Bila dari analisa Pohon Keputusan berakhir pada STOP, maka tidak perlu
lagi meneruskan pencarian akar masalah untuk hazard ini karena berarti hazard
tersebut tidak prioritas. Sedangkan hazard yang berakhir pada titik hijau
sebagaimana gambar di atas, perlu ditindaklanjuti sebagai langkah ke-5.

Langkah 5. Action & outcome measure

18
1. Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan dapat dikontrol,
eliminasi, terima
2. Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan di
eliminasi atau di control
3. Identifikasi Ukuran Outcome yang digunakan analisa dan uji redisain proses
4 Identifikasi penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan tersebut
5.Tentukan apakah diperlukan dukungan manajemen puncak untuk melaksanakan
rekomendasi

G. Menurunkan Risiko
1. Tujuan dari identifikasi dan menilai risiko adalah untuk memastikan bahwa
tindakan dilakukan untuk mengurangi risiko pada tingkat terendah yang
dapat dicapai
2. Tabel penanda tingkat risiko dan skala waktu yang dapat diterima untuk
menilai tindakan

Tingkat Risiko Target Waktu untuk Memulai Pengendalian


Ekstrim (15-25) Segera atau paling lambat dalam 2 X 24 jam
Tinggi (8-12) Sampai 2 minggu
Sedang (4-6) Sampai 6 minggu
RisikoRendah (1-3) Sampai 12 minggu

H. Daftar Risiko
Daftar risiko adalah pusat dari proses manajemen risiko rumah sakikt.
Setelah identifikasi, penilaian, dan pengendalian awal suatu risiko, risiko dan
rencana tindakan yang berhubungan dengannya akan dimasukkan ke dalam
daftar risiko unit kerja. Untuk mengurangi administrasi, risiko ”rendah”
tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar. Risiko ekstrim yang dapat
membahayakan sasaran-sasaran organisasi secara bermakna, juga akan
dicatat dalam daftar risiko korporat. Salinan dari seluruh penilaian perlu
untuk dipelihara.
Kepala Unit Kerja harus menentukan siapa yang akan menangani
penilaian risiko di dalam unit kerja mereka masing-masing.
1. Daftar Risiko Unit Kerja
Daftar risiko unit kerja dan rencana tindakan yang berhubungan akan
ditinjau, didiskusikan dan dimutakhirkan pada pertemuan Tim Manajemen
Risiko setiap bulan.

19
2. Daftar Risiko Korporat
a. Daftar risiko korporat adalah suatu dokumen yang didisain untuk
memberi informasi kepada Direksi Rumah Sakit perihal risiko tingkat
tertinggi di rumah sakit; dan menjamin pengendalian serta tindakan
telah dilakukan berupa menghilangkan risiko atau menurunkannya
sampai pada tingkat terendah yang mungkin.
b. Risiko ekstrim dengan skor 15 atau lebih pada daftar risiko unit kerja
akan dimasukkan dalam daftar risiko korporat. Proses ini akan
dilakukan oleh Tim Manajemen Risiko.
c. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien akan meninjau daftar risiko
korporat sebelum diserahkan kepada Direksi Rumah Sakit.

I. Pengawasan, Audit, dan Peninjauan


1. Kebijakan ini akan diawasi melalui audit tahunan melihat
kepada sampel Form Penilaian Risiko, daftar risiko unit kerja
dan daftar risiko korporat.
2. Audit
3. Tinjauan notulen dari tim unit kerja, komite mutu dan
keselamatan pasien serta direksi rumah sakit untuk
mengkonfirmasi diskusi seputar manajemen risiko.

J. Komunikasi dan Konsultasi


Di dalam melaksanakan tugasnya tim manajemen risiko harus terus menerus
menjalin komunikasi dengan berbagai pihak baik yang terkait langsung
dengan risiko / insiden maupun yang tidak terkait namun memiliki
pengetahuan mengenai risiko / insiden yang sedang dievaluasi.
Di dalam melaksanakan fungsinya, tim dapat pula berkonsultasi baik secara
internal maupun external sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dari masalah
yang sedang dievaluasi.
Di dalam melakukan evaluasi, tim diharapkan dapat bekerja independen
sehingga mampu menghasilkan evaluasi yang objektif dan akhirnya membuat
rekomendasi (ACTION PLAN) yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.

BAB IV
PENUTUP

20
Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien berkewajiban
untuk mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh resiko strategis dan operasional
yang penting. Hal ini mencakup seluruh area baik manajerial maupun fungsional,
termasuk area pelayanan, tempat pelayanan, juga area klinis. Rumah sakit perlu
menjamin berjalannya sistem untuk mengendalikan dan mengurangi risiko.
Penilaian resiko merupakan acuan agar penilaian yang dilakukan seobjektif
mungkin berdasarkan data yang ada. Penilaian ini mencakup : informasi tentang
suatu aktifitas, tindakan pengendalian resiko yang ada, peralatan / mesin yang
digunakan untuk melakukan aktifitas, data Material Safety Data Sheet / MSDS,
Data statistik kecelakaan / penyakit akibat kerja, hasil studi atau survey, studi
banding pada industri sejenis, penilaian dari pihak spesialis / tenaga ahli.

Ditetapkan di : Makassar
Pada tanggal : 29 Januari 2014
DIREKTUR RSKD. IBU DAN ANAK
PERTIWI PROV. SUL-SEL

Dr. Hj. Nur Rakhmah, Sp.OG, M.Kes


Pangkat : Pembina Tk. I
Nip : 19630208 199503 2 002

21

Anda mungkin juga menyukai