“MANAJEMEN RISIKO”
Dosen Pengampu:
apt. Heru Dwi Purnomo, M.Sc.
Disusun Oleh:
Kelompok 2 A
1. Abednego Hertanto (2120424688)
2. Adinda Verdiany Lestari (2120424689)
3. Afdal Muhammad M (2120424690)
4. Afifah Nur Phreatia Waluyo (2120424691)
5. Afrah Baitunnisyah (2120424692)
6. Afrah Hafizah (2120424693)
7. Alfiani Nurul Azizah (2120424694)
8. Alifia Rahma Anggraeni (2120424695)
9. Almira Amadea Edytiananda (2120424696)
10. Amanda Dwi Rahmawati (2120424697)
11. Amin Dwi Astuti (2120424698)
12. Angela Merici Saputry B (2120424699)
13. Angelina Dwi Febryani (2120424700)
14. Anindhita Ayu Sanchika (2120424701)
15. Annisa Nur Safitri (2120424702)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evidence based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan secara
sistematik untuk melakukan evaluasi, menemukan, menelaah/ me-review, dan
memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik.
Menurut Sackett et al. (2000), Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu
pendekatan medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk
kepentingan pelayanan kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam praktek, EBM
memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah
terkini yang paling dapat dipercaya.Dengan demikian, maka salah satu syarat utama
untuk memfasilitasi pengambilan keputusan klinik yang evidence-based adalah
dengan menyediakan bukti-bukti ilmiah yang relevan dengan masalah klinik yang
dihadapi, serta diutamakan yang berupa hasil meta-analisis, review sistematik, dan
randomized double blind controlled clinical trial (RCT).
Resiko merupakan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat
ketidakpastiannya terukur secara kuantitiatif. Resiko dapat dikategorikan ke dalam
resiko murni dan resiko spekulatif. Resiko murni merupakan resiko yang dapat
mengakibatkan kerugian, tetapi tidak ada kemungkinan menguntungkan, semntara
resiko spekulatif adalah resiko yang dapat mengakibatkan dua kemungkinan,
merugikan atau menguntungkan. Seluruh kegiatan yang dilakukan baik
perseorangan ataupun organisasi atau perusahaan juga mengandung resiko. Semakin
besar resiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa pengembalian
yang diterima juga akan lebih besar.
Pola pengambilan resiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap
pengambilan resiko. Resiko adalah ketidakpastian dan dapat menimbulkan
terjadinya peluang kerugian terhadap pengambilan keputusan. Ketidakpastian
merupakan situasi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, mendefinisikan resiko
sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan sehingga resiko hanya terkait
dengan situasi yang memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan
kemampuan memperkirakan terjadinya hasil negatif tadi.
Manajemen resiko adalah suatu cara untuk mengorganisir suatu resiko yang
akan dihadapi baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui atau yang
tak terpikirkan yaitu dengan cara memindahkan resiko kepada pihak lain,
menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menantang sebagian atau
semua konsekuensi resiko tertentu. Resiko yang melekat dari tindakan pelayanan
kesehatan adalah bahwa dalam pelayanan kesehatan yang diukur adalah upaya yang
dilakukan (inspaning verbentenis), bukanlah hasil akhirnya (resultante
verbintennis).
IFRS merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan kesehatan.
Setiap kegiatan pelayanan yang dilakukan di Instalasi Farmasi pasti mengandung
resiko, baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Oleh karena itu,
dengan manajemen resiko, diharapkan kerugian yang ditimbulkan dari
ketidakpastian dapat dikurangi bahkan dihilangkan untuk kelangsungan pelayanan
kesehatan khususnya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana deskripsi dari manajemen resiko?
2. Bagaimana fungsi-fungsi pokok manajemen resiko?
3. Bagaimana proses identifikasi dan analisa resiko?
4. Bagaimana cara mengelola resiko?
5. Bagaimana proses manajemen resiko
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud manajemen resiko.
2. Mengetahui fungsi-fungsi pokok manajemen resiko.
3. Memahami proses identifikasi serta analisis resiko.
4. Mengetahui bagaimana pengelolaan resiko
5. Memahami proses manajemen resiko.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
D. Pengelolaan Resiko
Jenis-jenis cara mengelola risiko:
1. Risk avoidance, yaitu memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas yang
mengandung risiko sama sekali. Dalam memutuskan untuk melakukannya,
maka harus dipertimbangkan potensial keuntungan dan potensial kerugian yang
dihasilkan oleh suatu aktivitas.
2. Risk reduction, Risk reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu
merupakan metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko
ataupun mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.
3. Risk transfer, yaitu memindahkan risiko kepada pihak lain, umumnya melalui
suatu kontrak (asuransi).
4. Risk deferral Dampak suatu risiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi
menunda aspek saat dimana probabilitas terjadinya risiko tersebut kecil.
5. Risk retention Walaupun risiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara
mengurnagi maupun mentransfernya, namun beberapa risiko harus tetap
diterima sebagai bagian penting dari aktivitas.
Penanganan risiko :
1. High probability, high impact : risiko jenis ini umumnya dihindari ataupun
ditransfer.
2. Low probability, high impact : respon paling tepat untuk tipe risiko ini adalah
dihindari. Dan jika masih terjadi, maka lakukan mitigasi risiko serta
kembangkan contingency plan.
3. High probability, low impact : mitigasi risiko dan kembangkan contingency plan
4. Low probability, low impact : efek dari risiko ini dapat dikurangi, namun
biayanya dapat saja melebihi dampak yang dihasilkan. Dalam kasus ini mungkin
lebih baik untuk menerima efek dari risiko tersebut.
5. Contingency plan: Untuk risiko yang mungkin terjadi maka perlu dipersiapkan
contingency plan seandainya benar-benar terjadi. Contingency plan haruslah
sesuai dan proporsional terhadap dampak risiko tersebut. Dalam banyak kasus
seringkali lebih efisien untuk mengalokasikan sejumlah sumber daya untuk
mengurangi risiko dibandingkan mengembangkan contingency plan yang jika
diimplementasikan akan lebih mahal. Namun beberapa scenario memang
membutuhkan full contingency plan.
Mengingat bahwa EBM merupakan suatu cara pendekatan ilmiah yang digunakan
untuk pengambilan keputusan terapi, maka dasar-dasar ilmiah dari suatu penelitian
juga perlu diuji kebenarannya untuk mendapatkan hasil penelitian yang selain update,
juga dapat digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
1. Tn Jk 55 tahun, tinggi 170, 80 kg, mengalami kelumpuhan lengan kanan dan bicara
cadel kemarin. Gejala-gejala ini berlangsung selama 15 sampai 20 menit.
Pemeriksaan neurologisnya sepenuhnya normal, tidak merasakan lemah. Pasien
Merokok dua bungkus rokok setiap hari. Tekanan darah 165/100 mm Hg, dan dia
memiliki riwayat hipertensi. Hemoglobinnya adalah 16,5 g/dL, hematokritnya 51%,
dan kolesterol total adalah 275 mg/dL . Dokter akan memberikan antiplatelet, mana
antiplatelet yang terpilih
5 langkah EBM
1. Merumuskan pertanyaan klinis yang dapat dijawab
*Apa antiplatelet yang cocok untuk pasien dengan gejala stroke?
Tabel SOAP
Subjektif Objektif Assesment Planning
-Kelumpuhan -Tinggi 170, 80 kg -TD pasien tinggi -Diberikan obat
lengan kanan dan - Tekanan darah tetapi belum antihipertensi
bicara cadel 165/100 mm Hg diberikan obat -Diberikan obat
kemarin (normal: 120/80 anti hipertensi antiplatelet
mm Hg) -Kolesterol
- Hemoglobinnya pasien tinggi
adalah 16,5 g/dL tetapi belum
(normal: 14-18) diberikan obat
-Hematokritnya kolesterol
51%
(normal: 40-54%)
-Kolesterol total
adalah 275 mg/dL
(<200 mg/dL)
Pada proses seleksi obat ke pasien, resiko yang mungkin terjadi diantaranya yaitu:
Analisis risiko:
No Masalah Deskriptor
.
1. Pemilihan obat selain yang tertera pada Menengah
Formularium Rumah Sakit
2. Terlalu banyak menyiapkan alternatif obat Berat
3. Tidak mempertimbangkan aspek administratif dan Menengah
biaya yang ditimbulkan
4. Kesalahan memilih obat yang risiko efek Katostropik
sampingnya lebih besar daripada keefektifannya.
Evaluasi risiko:
Setelah resiko diukur, maka dilakukan penyusunan urutan prioritas risiko mulai dari
tingkat tertinggi sampai tingkat terendah. Risiko yang tidak dapat diterima/ditoleransi harus
menjadi prioritas yang segera ditangani. Risiko berdasarkan prioritas risiko yaitu :
a. Kesalahan memilih obat yang risiko efek sampingnya lebih besar daripada
keefektifannya.
b. Terlalu banyak menyiapkan alternatif obat
c. Pemilihan obat selain yang tertera pada Formularium Rumah Sakit
d. Tidak mempertimbangkan aspek administratif dan biaya yang ditimbulkan
Menangani, memantau dan mengkomunikasikan risiko :
Untuk risiko seleksi obat, cara menangani risiko tersebut adalah dengan memilih
obat yang tepat sebagai berikut :
a. Dipilih obat yang secara ilmiah, medik, dan statistik memberikan efek terapi yang
jauh lebih besar dibandingkan dengan resiko efek sampingnya.
b. Diusahakan jangan terlalu banyak jenis obat yang akan diseleksi (boros biaya),
khususnya obat-obat yang memang bermanfaat untuk jenis penyakit yang banyak
diderita masyarakat. Agar dihindari duplikasi dan kesamaan jenis obat yang
diseleksi.
c. Jika alternatif pilihan obat banyak, supaya pilih drug of choice dari penyakit yang
memang relevansinya tinggi, berdasarkan pola prevalensi penyakit (10 penyakit
terbesar).
d. Pertimbangkan administratif dan biaya yang ditimbulkan, misalnya biaya
penyimpanan.
e. Didasarkan pada nama generiknya dan disesuaikan dengan formularium
Cara memantau risiko pada kasus ini dapat dilakukan dengan memberlakukan
formularium dengan baik, sehingga obat dapat terseleksi dengan baik dan meminimalkan
risiko-risiko yang dapat terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes, 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2019
Tentang Penerapan Manajemen Risiko Terintregasi Di Lingkungan Kementrian
Kesehatan
Satibi. 2014. Manajemen Obat di Rumah Sakit. Fakultas Farmasi. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta