Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir
dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa ( Buku Ajar
Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai
disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi
oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan
medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan
kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan
normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat
masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.

Gambar 1. Bagian-bagian nefron

Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus


proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang
oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial.
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam
daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi.
Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran

2
basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau
“foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel
endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular
basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen
kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas
tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa
dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel
parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman.

Gambar 2. Penampang glomerulus normal dengan mikroskop cahaya.

Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada


kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam
keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan
sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler,
fibroseluler atau fibrosa.

3
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui
dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung
semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida,
protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya
lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang
bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin.

Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut
single nefron glomerular filtration rate (SN GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh
faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.

Gambar 3. Filtrasi Glomerulus: Resistensi Vaskular dan Konduktivitas Hidrolik.

B. Definisi
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir
dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa (Buku Ajar
Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai

4
disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi
pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus
yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut
(glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan
adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

C. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan
infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907
dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi
skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan
meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten
selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.
Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi
mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman
streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut
yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi
ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut
pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari
3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat
mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.

5
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga
pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat
menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka
kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti
keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus.

D. Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab
glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis ginjal.

6
Gambar 4. Penyakit Glomerulus

Gambar 4. Gangguan Permeabilitas Selektif Glomerulus dan Sindrom Nefrotik

E. Klasifikasi
a. Congenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis
progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dan kelainan mata seperti
lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari
3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang
mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya
ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria,
umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata
timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran

7
secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat
lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
2. Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.
Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru
terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria
terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai
hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik
(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak
berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.

b. Glomerulonefritis Primer
1. Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan
gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai
glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian
atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.

2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau
setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling
sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.
Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-
6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai
penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan
pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis
kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik

8
merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan
hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

3. Nefropati IgA (penyakit berger)


Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis
akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA
juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau
kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena
kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria
makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain
atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.

c. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah
streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang
anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang
dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau
sembab anasarka dan hipertensi.

F. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan non
glomerulus berdasarkan etiologi, histology, atau perubahan faal yang utama. Dari
segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi,
sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah
dapat membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal
masih sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti. Tanda utama kelainan
glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama seperti misalnya pada
sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari proteinuria massif dan
hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sebab.

9
F. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut
dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau
anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka
dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang.
Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.

G. Penatalaksanaan
1. Istirahat selama 1-2 minggu
2. Modifikasi diet.
3. Pembatasan cairan dan natrium
4. Pembatasan protein bila BUN meningkat.
5. Antibiotika.
6. Anti hipertensi
7. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
8. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau
hemodialisa.

10
BAB III
ASKEP GLOMERULONEFRITIS AKUT

a. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu,
berhubungan dengan penyakit sekarang. Contoh: ISPA
2. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi; keluhan/gangguan yang berhubungan
dengan penyakit saat ini. Seperti; mendadak nyeri abdomen, Pinggang, edema.
- PENGKAJIAN FISIK
1. Aktivitas/istirahat
- Gejala: kelemahan/malaise
- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
- Tanda: hipertensi, pucat,edema
3. Eliminasi
- Gejala: perubahan pola berkemih (oliguri)
- Tanda: Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4. Makanan/cairan
- Gejala: (edema), anoreksia, mual, muntah
- Tanda: penurunan keluaran urine
5. Pernafasan
- Gejala: nafas pendek
- Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul)
6. Nyeri/kenyamanan
- Gejala: nyeri pinggang, sakit kepala
- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

b. Pemeriksaan Penunjang
Pada laboratorium didapatkan:
- Hb menurun ( 8-11 )
- Ureum dan serum kreatinin meningkat.

11
( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita = 7,9-
14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan Serum kreatinin : Laki-laki
= 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita = 44-106 mikromol/L atau 0,5-
1,2 mg/dl ).
- Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
- Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin , Eritrosit , leukosit
)
- Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus koligentes)

c. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan voleme cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet


kelebihan dan retensi cairan natrium
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,
pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut
3. Kurang pengetahuan tentang kondisidan penanganan
4. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis
5. Ganggua harga diri b/d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh
dan fungsi seksual.

d. Rencana Intervensi dan Rasional

NO Intervensi Rasional

1 DX I :

.a. Kaji status cairan : 1. pengkajian


merupakan dasar
 Timbang berat badan tiap hari dan data dasar
 Keseimbangan massukan dan haluara berkelanjutan
 Turgorr kulit dan adanya oedema untuk memantau
 Distensi vena leher perubahan dan
 Tekanan darah denyut dan irama nadi mengevaluasi
intervensi
b. Batasi masukan cairan 2. pembatasan cairan
akan menentukan
3. Identifikasi sumber potensial berat tubuh ideal,
cairan : haluaran urin dan

12
 Medikasi dan cairan yang respon terhadap
digunakan untuk terapi
pengobatan : oral dan 3. sumber kelebihan
intravena cairan yang tidak
 Makanan di ketahui dapat
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga didentifikasi
rasional pembatasan 4. pemahaman
5. Bantu pasien dalam menghadapi meningkatkan
ketidaknyamanan akibat kerja sama pasien
pembatasan cairan dan keluarga
6. Tingkatkan dan dorong hygiene dalam pembatasan
oral dan sering cairan
5. kenyamanan
pasien
meningkatkan
kepatuhan
terhadap
pembatasan diet
6. hygiene oral
mengurangi
kekeringan
mambran mukosa
mulut

2 DX II :

1. Kaji status nutrisi : 1. Menyediakan data


o Perubahan berat badan dasar untuk
o Pengukuran antrometrik memantau
o Nilai laboratorium (elektron serum, perubahan dan
BUN., kreatinin, protein, mengevaluasi
transferin, dan kadar besi) intervensi
2. Kaji pola diet nutrisi pasien : 2. Pola diet dahulu
dan sekarang
 Riwayat diet dapat di
 Makanan kesukaan pertimbangkan
 Hitung kalori dalam menyusun
menu
3. Kaji foktor yang berperan dalam merubah 3. Menyediakan
mesukan nitrisi : informasi
mengenai faktor
 Anoreksia, mual/muntah, lain yang dapat di
 Diet yang tidak menyenangkan bagi ubah/dihilangkan

13
pasien untuk
 Depresi meningkatkan
 Kurang memahami pembatasan diet masukkan diet
 Stomatitis 4. Mendorong
peningkatan
4. Menyediakan makanan kesukaan pasien masukkan diet
dalam batas – batas diet 5. Protein lengkap
5. Tingkatkan masukan protein yang diberikan untuk
mengandung nilai biologis tinggi seperti : mencapai
telur, pruduk susu, daging, keseimbangan
6. Timbang berat badan tiap hari. nitrogen yang
diperlukan untuk
pertumbuhan dan
penyembuhan
6. Untuk memantau
status cairan dan
nutrisi.

3 DX III :

1. Kaji pemahaman mengenal penyebab 1. Merupakan


GNA, konsekuensinya dan penanganannya instruksi dasar
2. Jelskan fungsi renal dan konsekuensi untuk penjelasan
GNA sesuai dengan tingkat pemehaman dan penyuluhan
dan kesiapan pasien untuk belajar lebih lanjut
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara 2. Pasien dapat
– cara untuk memahami berbagai belajar tentang
perubahan akibat penyakit dan GNA dan
penanganan yang mempengaruhi penanganan
hidupnya. setelah mereka
4. Sediakan informasi tertulis maup[un siap untuk
secara oral dengan tepat tentang : memahami dan
o Fungsi dan kegagalan renal menerima
o Pembatasan cairan dan diet diagnosis dan
o Medikasi konsekuensinya.
o Melaporkan masalah tanda dan 3. Pasien dapat
gejala melihat bahwa
o Jadwal tindak lanjut kehidupannya
o Sumber di komunitas tidak harus
o Pilihan terapi berubah akibat
penyakit
4. Pasien memiliki
informasi yang
dapat di gunakan
untuk klasifikasi
selanjutnya
dirumah

14
4 DX IV : 1. Menyediakan
informasi tentang
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan : indikasi tingkat
o Anemia keletihan
o Ketidakseimbangan cairan dan 2. Meningkatkan
elektrolit aktivitas
o Retensi produk sampah ringan/sedang dan
o Depresi memperbaiki
2. tingkatkan kemandirian dalam aktivitas harga diri
perawatan diri yang dapat di toleransi, 3. Mendorong
bantu jika keletihan terjadi latihan dan
3. anjurkan aktivitas alternatif sambil akrtivitas dalam
istirahat batas – batas yang
4. anjurkan untuk istirahat setelah dialisis dapat ditoleransi
dan istirahatkan
yang adekuat
4. Istirahat yang
adekuat di
anjurkan setelah
dialisis, yang bagi
banyak pasien
sangat melelahkan

5 DX V :

1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga 1. Menyediakan data


terhadap penyakit dan penanganan. tentang masalah
2. Kaji hubungan antara pasien dengan pada pasien dan
anggota keluarga terdekat keluarga dalam
3. Kaji pola koping pasien dan anggota menghadapiperub
keluarga ahan dalam hidup
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang 2. Penguatan dan
perubahan yang terjadi akibat penyakit dukungan
dan penanganan : terhadap pasien
o Perubahan peran didetifikasi
o Perubahan gaya hidup 3. Pola koping yang
o Perubahan dalam pekerjaan telah efektif
o Perubahan seksual dimasa lalu
o Ketrgantungan pada tim tenaga mungkin potensial
kesehatan destruksi ketika
5. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual memandang
lain selain hubungan seksual pembatasan yang
6. Diskusi peran memberi dan menerima ditetapkan akibat
cinta, kehangatan, dan kemesraan. penyakit dan
penanganan
4. Pasien dapat

15
mengidentifikasi
masalah dang
langkah –
langkahyang
diperlukan untuk
menghadapinya,
5. Benuk alternatif
ekspresi seksual
dapat diterima,
6. Seksualitas
mempunyai arti
yang berbeda bagi
tiap individu,
tergantung pada
tahap
maturitasnya.s

16
BAB IV

ANALISIS JURNAL

APLIKASI TERAPI SENI DALAM ASUHAN KEPERAWATAN


KECEMASAN AKIBAT HOSPITALISASI PADA ANAK DENGAN GNAPS
DI LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI

A. Resume jurnal
Nama peneliti : Fransisca Nelly Sinambela

B. Tujuan penelitian

Untuk meminimalkan rasa cemas pada anak yang mengalami hospitalisasi, dan
perawat memiliki peran untuk meminimalkan rasa cemas pada anak, terutama
pada anak dengan GNAPS di lantai 3 selatan rsup fatmawati.

C. Waktu Dan Tempat Penelitian

penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 Mei 2014 di di lantai 3 selatan rsup
fatmawati.

D. Metode penelitian
Karya ilmiah akhir ini ditulis dengan menggunakan metode studi kasus
terhadap anak yang mengalami hospitalisasi akibat GNAPS yang dikelola
minimal tiga hari rawat inap.

E. Analisis jurnal PICO


 Problem:

Proses asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak M.Y yang


berusia 10 tahun sebagai pasien kelolaan utama dan dirawat di ruang
penyakit dalam anak lantai III Selatan RSUP Fatmawati sejak tanggal 21
Mei 2014. Berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan rasa cemas

17
pada anak yang mengalami hospitalisasi, dan perawat memiliki peran
untuk meminimalkan rasa cemas pada anak, terutama pada anak dengan
GNAPS. Salah satu yang dapat dilakukan oleh perawat adalah terapi seni
sebagai terapi modalitas dalam bidang keperawatan. Namun, di berbagai
rumah sakit di Indonesia, aktivitas perawat anak untuk menurunkan
kecemasan selama masa hospitalisasi pada anak usia sekolah masih
sangat terbatas. Hal ini karena terkendala pembiayan sarana prasarana,
dan kerterbatasan staf. Sedangkan anak dengan GNAPS yang pada
umumnya merasa cemas, perlu mendapatkan intervensi. Dengan
demikian, proses pemulihan kondisi anak dapat berjalan lebih efektif. Hal
inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana
asuhan keperawatan pada anak dengan GNAPS dan juga
mengaplikasikan terapi seni sebagai intervensi untuk mengatasi
kecemasan anak.

 Interventation:

Diagnosa keperawatan yang terakhir yaitu kecemasan anak


berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak
hospitalisasi). Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan
kecemasan anak menurun atau hilang, yang ditunjukkan dari kriteria
hasil: anak kooperatif dalam tindakan keperawatan, anak komunikatif
pada perawat, dan secara verbal, anak mengatakan tidak takut dengan
rumah sakit. Adapun tindakan keperawatan yang dilakukan adalah
mengkaji perasaan takut atau cemas pada anak, mempertahankan kontak
dengan klien, mengupayakan ada keluarga yang menunggui/menemani
anak, dan menganjurkan keluarga untuk membawakan mainan anak.
Selain itu, dilakukan aplikasi tesis dengan menerapkan terapi seni,
berupa menggambar dan mewarnai dengan krayon.

 Comparison: Tidak ada jurnal pembanding


 Outcome :

Kecemasan merupakan salah satu diagnosa keperawatan yang muncul

18
pada anak dengan GNAPS. Kecemasan ini dapat menjadi salah satu hal
yang dapat mengganggu kesejahteraan anak dan dapat memperpanjang
proses penyembuhan dalam tubuh. Pemberian tindakan keperawatan
berupa aktivitas terapi seni dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan kecemasan pada anak. Terapi seni ini dapat dilakukan
dengan aktivitas menggambar dan mewarnai. Aktivitas ini dapat
dilakukan di rumah sakit karena tidak memerlukan banyak energi,
singkat, sederhana, dan aman dilakukan oleh anak. Terapi ini juga dapat
dilakukan sebagai salah satu tindakan keperawatan dengan pendekatan
atraumatic care.

19
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu (infeksi kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada anak usia 3-7
thn dan pada anak pria lebih banyak. Penyakit sifilis,keracunan,penyakit
amiloid,trombosis vena renalis,purpura anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju
endap darah meninggi, HB menurun pada pemeriksaan laboratorium. Pada
pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi,hematuria
makroskopik, albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder leukosit,ureum dan
kreatinin darah meningkat. Pada penyakit ini, klien harus istirahat selama 1-2
minggu, diberikan penicilli, pemberian makanan rendah protein dan bila anuria,
maka ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan adalah
oliguria,ensefalopati hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia.
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain: Kelebihan voleme cairan
berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet kelebihan dan retensi cairan
natrium. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual,muntah,anoreksia,
pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut. Kurang pengetahuan
tentang kondisidan penanganan. Intoleransi aktivitas b/d keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis. Ganggua harga diri b/d ketergantungan,
perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.

2. Saran
Seorang perawat haruslah mampu mengetahui pengertian dan penyebab dari
penyakit Glomerulonephritis Akut, serta mampu meningkatkan pelayanan
kesehatan terama pada penyakit GNA. Selain itu juga, perawat haruslah memahami
dan menjelaskan secara rinci mengenai tujuan medis, tata cara yang akan di
lakukan dan resiko yamg akan mungkin terjadi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC

Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta :
EEC

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed.8. Jakarta : EEC

Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EEC

Mansjoer, Arif.dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed.3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius. FKUI

21

Anda mungkin juga menyukai