Disusun Oleh
HENI TRISDIANA
INDARI
ANITA
PALEMBANG
I. Definisi
III. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di
traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara
glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah
infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A,
dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa
laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25
lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya.
Kemungkinan faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman
streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik
akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan
penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau
pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada
anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan
sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit,
sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit
dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan
masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan
seperti keracunan timah hitam tridion, penyakit amiloid, trombosis vena renalis,
purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.
IV. Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab
glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrane basalis ginjal.
VII. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.
VIII. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan urine :
Adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan eritrosit
disformik, leukosituria serta torak seluler, granular, eritrosit(++), albumin (+),
silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya streptococcus.
2. Pemeriksaan darah :
a. Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
b. Jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
c. Analisa gas darah ; adanya asidosis.
d. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3
rendah.
e. Kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)adanya
anemia
3. Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya
streptokokus
4. Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti
Dnase
5. Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun
6. Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah
jantung
7. ECG : adanya gambaran gangguan jantung
Urinalisis menunjukkan hematuria makroskopik ditemukan hampir pada
50% penderita, Kadang-kadang dengan tanda gagal ginjal seperti Kadang-kadang
tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik.pada hampir
semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun
sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pasca
streptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8
minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis
yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit.Biakan mungkin negatif apabila telah diberi
antimikroba.Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai
untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO,
antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat
oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus.
Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS
dengan faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi
sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus.
Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya
infeksi sterptokokus.Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya
positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan
C3.kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan.Tetapi uji tersebut tidak
mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada
tatalaksana pasien.
IX. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan
di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu.
Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk
memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh.Tetapi penyelidikan
terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari
mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan
penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut.
Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada.Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10
hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh
terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman
nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian
penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis
selama 10 hari.Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
3. Makanan.
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari)
dan rendah garam (1 g/hari).Makanan lunak diberikan pada penderita dengan
suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.Bila ada anuria
atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.Pada
penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,
sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi.
Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat.Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula
diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi
diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral
dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak
dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis,
bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila
prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka
pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-
akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali)
dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus (Repetto dkk, 1972).
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
KONSEP ASKEP GLOMERULONEFRITIS
I. Pengkajian
1. Identitas klien :
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur
3-7 tahun lebih sering pada pria
2. Riwayat penyakit sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus
eritematosus atau penyakit autoimun lain.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar
mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare. Badan
panas hanya sutu hari pertama sakit.
4. Riwayat penyakit keluarga :
Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit G.N seperti hipertensi, diabetes mellitus, sistemik lupus eritematosa,
arthritis dan kanker.
6. Pemeriksaan fisik :
a. Sistem pernafasan :
Takipnea, dispnea, peningkatan frekwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul)
b. Sistem kardiovaskuler :
Pada klien dengan G.N biasanya ditemukan adanya hipertensi, gagal
jantung kongestif, edema pulmoner, perikarditis.
c. Sistem pencernaan :
d. Sistem Genotiurinaria :
Pada klien dengan G.N awal ditemukan adanya poliuri dan nokturi,
selanjutnya berkembang menjado oliguri dan anuri, terdapat proteinuria,
hematuria, perubahan warna urine (kuning pekat, merah, cokelat).
e. Sistem Muskuloskeletal :
Pada klien dengan G.N biasanya ditemukan kelemahan otot, kejang otot,
nyeri pada tulang dan fraktur patologis.
f. Sistem Integumen :
Penurunan turgor kulit, hiperpigmentasi, pruritis, echimosis, pucat.
g. Sistem Persyarafan :
Pada klien dengan G.N biasanya ditemukan letargi, insomnia, nyeri
kepala, tremor, koma.
7. Pemeriksaan diagnostik
Pada laboratorium didapatkan:
1. Hb menurun ( 8-11 )
2. Ureum dan serum kreatinin meningkat.
( Ureum : Laki-laki = 8,84-24,7 mmol/24jam atau 1-2,8 mg/24jam, wanita
= 7,9-14,1 mmol/24jam atau 0,9-1,6 mg/24jam, Sedangkan Serum
kreatinin : Laki-laki = 55-123 mikromol/L atau 0,6-1,4 mg/dl, wanita =
44-106 mikromol/L atau 0,5-1,2 mg/dl ).
3. Elektrolit serum (natrium meningkat, normalnya 1100 g)
4. Urinalisis (BJ. Urine meningkat : 1,015-1,025 , albumin Å, Eritrosit Å,
leukosit Å)
5. Pada rontgen: IVP abnormalitas pada sistem penampungan (Ductus
koligentes)
6. Pemeriksaan darah
LED meningkat.
Kadar HB menurun.
Albumin serum menurun (++).
Ureum & kreatinin meningkat.
Titer anti streptolisin meningkat.
II. Diagnosa
Resiko infeksi (UTI, LOKAL, Tidak adanya respon klien Kaji efektifitas pemeberian
SISTEMIK) b/d penekanan yang menunjukan tanda-tanda imunosupresive
pada system imun infeksi dengan peningkatan • Monitor serum sel darah merah,
daya tahan tubuh yang di antibodi, nilai set T
tandai dengan : • Periksa Temp. tubuh setiap 4 jam
- tidak ada peningkatan • Catat karakteristik urine
suhu tubuh • Hindari pemasangan kateter pada
- Warna urine normal saluran perkemihan
(kuning jernih) • Jika dipasang kateter, pertahankan
closed gravity drain system
• Monitor adanya Tanda & gejala
UTI, lakukan tindakan pencegahan
UTI
• Asuskultasi suara paru setiap 4 jam
• Anjurkan untuk batuk dan nafas
dalam
• Instruksikan pasien u/ menghindari
orang yang menglamai infeksi
• Lakukan tindakan untuk mencegah
kerusakan kulit
• Anjurkan untuk ambulasSiu
nlaerdbi,iGhlo amwerualolnefritis