Anda di halaman 1dari 25

GNAPS

1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak pada abdomen retroperitoneal


antara vertebra L1dan L4. Ginjal terdiri atas korteks dan medula, ginjal memiliki 8-12
lobus yang berbentuk piramid, dengan dasar piramid berada di korteks dan puncaknya
pada medula bermuara di kaliks minor.

Fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu : (1)
fungsi ekskresi, ekskresi sisa metabolisme protein, regulasi volume cairan tubuh,
menjaga keseimbangan asam-basa; (2) fungsi endokrin, partisipasi dalam eritropoesis,
pengaturan tekanan darah, keseimbangan kalsium dan fosfor.

2. Definisi
Glomerulonefritis akut merupakan keadaan timbulnya hematuria, proteinuria
secara mendadak, adanya sel darah merah pada urin, edema dan hipertensi dengan atau
tanpa oligouri. Glomerulo nefritis timbul setelah infeksi streptokokus.1

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan


berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus
yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.2

Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan


adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel-sel glomerulus akibat
proses imunologik (Travis dan Glauser).3

3. Epidemiologi

Insidensi GNA pada keadaan epidemi adalah 10% sebelumnya menderita


faringitis, 25% sebelumnya menderita impetigo. Pada suatu studi di Amerika Serikat
didapatkan penyebab GNA PS yang lebih dominan adalah faringitis.1
GNA PS banyak terjadi pada negara-negara berkembang seperti Afrika, India
Barat, dan Timur Tengah, dipengaruhi oleh status nutrisi, penggunaan antibiotik
profilaksis, dan potensi dari Streptokokus.1

Mortalitas pada penderita GNA pada anak sangat jarang (<1%). Tidak ada
predileksi rasial. Pada laki-laki dua kali lebih sering daripada pada wanita. GNA PS
sering terjadi pada anak usia 2-12 tahun. 5% terjadi pada usia kurang dari 5 tahun.1

Studi epidemiologis menunjukkan bahwa tidak semua pasien yang terinfeksi


dengan strain nefritigenik akan menimbulkan glomerulonefritis. Hanya sekitar 5-10%
setelah faringitis dan 25% setelah impetigo.2

4. Etiologi

Penyebab utama GNA PS adalah Streptokokus yang bersifat nefritogenik yaitu


Streptokokus grup A. Pada pyodermatitis : Streptokokus M tipe 47,49,55,2,60, dan 57.
Pada infeksi tenggorokan : Streptokokus M tipe 1,2,4,3, 25, 49 dan 12.1

Bagian luar streptokokus grup A dibungkus oleh kapsul asam hyaluronat untuk
bertahan terhadap fagositosis dan sebagai alat untuk melekatkan diri pada asel epitel.
Selain itu pada permukaan kuman juga terdapat polimer karbohirat grup A,
mukopeptide, dan protein M. Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer
yang terlihat sebagai rambut-rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan
apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik.3
5. Patologi

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus adalah suatu glomerulonefritis


proliferatif. Pada pemeriksaan mikroskopik cahaya dapat terlihat tingkat keparahan dan
intensitas perubahan patologis yang bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan
penyakit. Pada kasus ringan terutama pada pasien dengan penyakit subklinis, kelainan
adalah minimal biasanya terdiri dari proliferasi ringan sampai sedang sel mesangial dan
matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dah sel endotel yang
difus dan disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta pembuntuan lumen
kapiler.2

Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus (diffuse


endocapillary exudative proliferative glomerulonephritis) sering digunakan untuk
menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. membran basal glomerulus pada
umumnya tampak normal, akan tetapi kadang-kadang dapat dijumpai adanya sembab
interstisial yang ringan sampai sedang dengan infiltrasi sel PMN, monosit dan kadang
eosinofil. Pada beberapa kasus berat kadang terlihat gambaran bulan sabit dengan
gambaran klinis dan histologis yang menyerupai glomerulonefritis kresentik progresif
cepat. Jarang dijumpai necotizing vasculities pembuluh darah ginjal.2

Pada pemeriksaan mikroskop elektron terlihat deposit padat-elektron dalam


mesangium yang besar dan jelas yang dikenal dengan istilah humps, yang terletak pada
daerah subepitelial yang khas. Pada pemeriksaan mikroskop imunofluoresen terlihat
endapan IgG granular ireguler dan C3 mulai dari yang halus dan disepanjang dindng
kapiler. Pewarnaan fibrin kadang dijumpai dalam mesangium.2

Lesi histologis yang abnormal tersebut akan menghilang dalam waktu


bervariasi. Deposit padat-elektron akan menghilang dalam waktu satu tahun. Infiltrasi
PMN dan proliferasi sel mesangial dan endotel akan menghilang dalam waktu 2 sampai
3 bulan akan tetapi terkadang proliferasi mesangeal terutama ekspansi matriks
mesangial dapat menetap dalam beberapa tahun.2

6. Patofisiologi

GNA PS timbul setelah infeksi tertentu, terutama strain tertentu yaitu grup A
streptokokus. Daerah infeksi biasanya saluran napas atas, termasuk telinga tengah, atau
kulit. Glomerulonefritis pascastreptokokus dapat terjadi setelah radang tenggorok dan
jarang dilaporkan bersamaan dengan demam rematik akut.1,2

GNA PS berawal apabila host rentan yang terpapar kuman Streptokokus grup
A strain nefritogenik bereaksi untuk membentuk antibodi terhadap antigen yang
menyerang. GNA PS merupakan kelainan kompleks imun, namun mekanisme
interaksi antara antigen dan antibodi tidak diketahui. Kompleks imun yang
mengandung antigen streptokokus ini mengendap pada glomerulus. Ukuran komplek
streptokokus-imunoglobulin adalah 15 nm (streptokokus 10 nm dan imunoglobulin 5
nm). Sedangkan ukuran pore membrana basalis pada anak dan dewasa adalah 2-3 nm
dan 4-4,5 nm. Oleh karena itu GNA PS banyak terjadi pada anak-anak daripada
dewasa.1,3

Kompleks antigen-antibodi terbentuk dalam aliran darah dan terkumpul dalam


glomerulus. Akibat hal ini akan terjadi inflamasi pada glomerulus dan akan
mengaktifkan sistem komplemen.4

GNA PS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antbodi yang


terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Proses inflamasi yang
mengakibatkan terjadinya jejas renal dipicu oleh3 :

a. Aktivitas plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian


diikuti oleh aktivasi kaskade komplemen.
b. Deposisi kompleks Ag-Ab yang telah terbentuk sebelumnya ke dalam
glomerulus.
c. Ab antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan
molekul tiruan (molecule mimicy) dari protein renal yang menyerupai Ag
Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen
bereaksi dengan Ab dalam sirkulasi yang terbentuk sebelumnya untuk
melawan Ag Streptokokus)

Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila
terdapat deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus. Kadar C3
dan C5 yang rendah dan kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan C4) yang normal
menunjukkan bahwa aktivasi komplemen melalui jalur alternatif. Deposisi IgG terjadi
pada fase berikutnya yang diduga oleh karena Ab bebas berikatan dengan komponen
kapiler glomerulus, membran bassal atau terhadap Ag Streptokokus yang terperangkap
dalam glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus memici aktivasi monosit dan netrofil.
Infiltrat inflamasi tersebut secara histologik terlihat sebagai glomerulonefritis
eksudatif. Psoduksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas glomerulus.
Hiperselularitas mesangium dipacu oleh proliferasi sel glomerulus akibat induks oleh
mitogen lokal.3

Gejala GNA PS biasanya berlangsung singkat. Dengan berkhirnya serangan Ag


Streptokokus, maka reaksi inflamasi akan mereda dan struktur glomerulus kembali
normal. 3

Semua bentuk GNA PS dimediasi oleh proses imunologis. Baik imunitas


humoral maupun imunitas seluler. Imunitas seluler GNA PS dimediasi oleh
pembentukan kompleks antigen-antibodi streptkokus yang bersifat nefritogenik dan
imun kompleks yang bersirkulasi. Proses terjadinya adalah stretokokus yang bersifat
nefritogenik memprodksi protein dengan antigen determinan khas. Antigen
deteriminan ini memiliki afinitas spesifik terhadap glomerulus normal.5

Antigen ini kemudian akan berikatan pada glomerulus. Sekali berikatan antigen
ini akan mengaktifkan komplemen secara lansung melalui interaksi dengan properdin.
Komplemen yang telah teraktivasi ini akan menyebabkan timbul mediator inflamasi
dan kemudian timbul inflamasi.5

Antigen nefritogenik lainnya adalah zymogen (nephritic strain-associated


protein NSAP) dan nephritis plasmin binding protein (NAP1r). NSAP ini ditemukan
pada biosi ginjal pasien dengan GNA PS dan tidak ditemukan pada bentuk lain GNA
maupun demam rematik. NAP1r juga ditemukan pada biopsi renal awal pasien GNA
PS. Setelah NAP1r ini berikatan dengan glomerulus dan menyebabkan pembentuk
plasmin yang diaktivasi oleh streptokinase yang kemudian beikatan dengan NAP1r.
Akibat ikatan ini membran basal glomerular menjadi rusak secara langsung. NAP1r
juga akan mengaktivasi komponen melalui jalur alternatif dan menyebabkan
terkumpulnya sel PMN dan makrofag dan terjadi inflamasi setempat.5

Mekanisme lainnya adalah kompleks nonimun, yang pertama adalah


hipersensitifitas tipe lambat. Pertama, terjadi proliferasi pada endotel, hal ini akibat
infiltrasi leukosit PMN dan monosit dan makrofag merupakan sel efektornya. Infiltrasi
makrofag ini dimediasi oleh komplemen dan sel T helper.5

Kedua, adanya protein stretokokus M dan eksotoksin pirogenik yang bersifat


superantigen. Hal ini menyebabkan aktivasi sel Tmasif dan pelepasan limfokin seperti
IL1 dan IL6.5

Ketiga, IgG autologus akan bersifat antigenic dan menyebabkan pementukan


cryoglobulin. Cryoglobulin,factor rematik akan menjadi superantigen.5

7. Klasifikasi

Klasifikasi Glomerulonefritis2

1. Kongenital atau Herediter


Sindrom Alport
Sindrom nefrotik kongenital (tipe Finlandia)
Hematuria Familial
Sindrom nail patella
2. Didapat

Primer/idiopatik

Glomeruosnefritis Proliferatif mesangial

Glomerulonefritis membranoproliferatif tipe I,II,III

Glomerulopati membranosa, nefropati IgA

Glomerulonefritis progresif cepat, glomerulonefritis proliferatif difus

Sekunder
a. Akibat Infeksi
Glomerulonefritis pasca streptokokus, hepatitis B, endokarditis bakterial
subakut
Nefritis Pirau, Glomerulonefritis pasca pneumokokus, sifilis kongenital,
malaria
Lepra, schistosomiasis, filariasis, AIDS
b. Berhubungan dengan penyakit multisistem
Purpura Henoch Schonlein, Lupus Eritematosus Sistemik, Sindrom hemolitik
uremik
Diabetes Melitus, Sindrom Goodpasture, Amiloidosis,
Penyakit kolagen vaskular
c. Obat
Penisilamin, Captopril
Trimetadion, Litium , Merkuri
d. Neoplasia
Leukemia, Limfoma, Karsinoma
e. Lain-lain
Nefropati refluks, penyakit sel sabit.

8. Manifestasi Klinis

Anamnesis

Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis, tonsilitis, atau


pioderma.

Berikut merupakan beberapa keadaan yang didapatkan dari anamnese1:

1. Periode laten
a. Terdapat periode laten antara infeksi streptokokus dengan onset pertama kali
muncul gejala.
b. Pada umumnya, periode laten selama 1-2 minggu setelah infeksi tenggorok dan
3-6 minggu setelah infeksi kulit
c. Onset gejala dan tanda yang timbul bersamaan dengan faringitis biasanya
merupakan imunoglobulin A (IgA) nefropati daripada GNA PS.
2. Urin berwarna gelap
a. Merupakan gejala klinis pertama yang timbul
b. Urin gelap disebabkan hemolisis eritrosit yang telah masuk ke membran basalis
glomerular dan telah masuk ke sistem tubular.
3. Edema periorbital
a. Onset munculnya sembab pada wajah atau mata tiba-tiba. Biasanya tampak
jelas saat psaat bangun tidur dan bila pasien aktif akan tampak pada sore hari.
b. Pada beberapa kasus edema generalisata dan kongesti sirkulasi seperti dispneu
dapat timbul.
c. Edema merupakan akibat dari tereksresinya garam dan air.
d. Tingkat keparahan edema berhubungan dengan tingkat kerusakan ginjal.
4. Gejala nonspesifik
a. Yaitu gejala secara umum penyakit seperti malaise, lemah, dan anoreksia,
muncul pada 50% pasien.
b. 15 % pasien akan mengeluhkan mual dan muntah.
c. Gejala lain demam, nyeri perut, sakit kepala.

Pemeriksaan Fisik

Adanya gross hematuri (urin yang berwarna seperti teh), dengan atau tanpa
edema (paling mudah terlihat edema periorbital atau mata tampak sembab), pada kasus
yang agak berat dapat timbul gangguan fungsi ginjal biasanya berupa retensi natrium
dan urin. Gejala lain yang muncul tidak spesifik. Bila disertai dengan hipertensi, dapat
timbul nyeri kepala. Demam tidak selalu ada. Pada kasus berat (GN destruktif) dapat
timbul proteinuria masif (sindrom nefrotik), edema anasarka atau asites, dan berbagai
gangguan fungsi ginjal yang berat.4

1. Sindrom Nefritis Akut


a. Gejala yang timbul adalah edema, hematuria, dan hipertensi dengan atau tanpa
klinis GNA PS.
b. 95% kasus klinis memiliki 2 manifestasi, dan 40% memiliki semua
manifestasi akut nefritik sindrom
2. Edema
a. Edema tampak pada 80-90% kasus dan 60% menjadi keluhan saat ke dokter.
b. Terjadi penurunan aliran darah yang bermanifestasi sedikit eksresi natrium
dan urin menjadi terkonsentrasi. Adanya retensi natrium dan air ini
menyebabkan terjadinya edema.
3. Hipertensi
a. Hipertensi muncul dalam 60-80% kasus dan biasanya pada orang yang lebih
besar.
b. Pada 50% kasus, hipertensi bisa menjadi berat.
c. Jika ada hipertensi menetap, hal tersebut merupakan petunjuk progresifitas ke
arah lebih kronis atau bukan merupakan GNA PS.
d. Hipertensi disebabkan oleh retensi natrium dan air yang eksesif.
e. Meskipun terdapat retensi natrium, kadar natriuretic peptida dalam plasma
meningkat.
f. Aktivitas renin dalam plasma rendah.
g. Ensefalopati hipertensi ada pada 5-10% pasien,biasanya tanpa defisit
neurologis.
4. Oliguria
a. Tampak pada 10-50% kasus, pada 15% output urin <200ml.
b. Oliguria mengindikasikan bentuk cresentic yang berat.
c. Biasanya transien, dengan diuresis 1-2 minggu.
5. Hematuria
a. Muncul secara umum pada semua pasien.
b. 30% gross hematuria.
6. Disfungsi ventrikel kiri
a. Disfungsi ventrikel kiri dengan atau tanpa hipertensi atau efusi perikardium
dapat timbul pada kongestif akut dan fase konvalesen.
b. Pada kasus yang jarang, GNA PS dapat menunjukkan gejala perdarahan
pulmonal.

9. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium

Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan


tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain
antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi
terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolosin O meningkat
pada 75-80% pasien dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan
faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi
streptolisin O. Bila semua uji dilakukan uji serologis dilakukan, lebih daro 90%
kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus.2

Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut


pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi
yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit
titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer
dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi
, meskipun terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum
bdapat memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabka
karena infeksi streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien
penting untuk menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.2

Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasein faringitis, dan 80%
pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid
dinucleotidase (anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B
positif setelah faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya
pada satu bulan dan akan menurun setelah beberapa bulan.1

Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum


CH50 dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan
GNA PS. Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam
3 hari atau paling lama 30 hari setelah onset 4,5,6

Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila


peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien
bukan GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN
mengalami perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya
hiperkalemia dan asidosis metabolik menunjujjan adanya gangguan fungsi
ginjal. Selain itu didapatkan juga hierfosfatemi dan Ca serum yang menurun.1,6

Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria


muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit,
granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih
terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik
didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS.
Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat
bertahan 18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis
sudah membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang
dalam 6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria
berat memiliki prognosis buruk.1,2

Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia


normositik normokrom.6

b) Pemeriksaan Pencitraan1
a. Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
b. USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.
c) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang
menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap,
dan terjadi sindrom nefrotik.4
Indikasi Relatif1 :
a. Tidak ada periode laten dianara infeksi streptokokus dan GNA
b. Anuria
c. Perubahan fungsi ginjal yang cepat
d. Kadar komplemen serum yang normal
e. Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokus
f. Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenal
g. GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2 minggu
h. Hipertensi yang menetap selama 2 minggu

Indikasi Absolut1 :

a. GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggu


b. Hipokomplemenemia menetap dalam 6 minggu
c. Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 bulan
d. Proteinuria menetap dalam 6 bulan

10. Diagnosis
Diagnosis Glomerular nefritis akut ditegakkan berdasarkan adanya riwayat
infeksi Streptokokus hemolitikus grup A sebelumnya (7-14 hari). Bila tidak
didapatkan kultur positif, dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antistreptolisin
O (ASTO) atau peningkatan antibodi antistreptokokus lainnya.4

11. Diagnosa Banding1


Sindrom Nefrotik
Nefropati IgA
Nefritis lupus
Nefritis Henoch Schonlein

12. Penatalaksanaan

GNA-PS tipikal tidak memerlukan penatalaksanaan spesifik. Terapi antibiotik


yang sesuai merupakan indikasi bila infeksi tetap ada. Gangguan pada fungsi ginjal
yang mengakibatkan hipertensi memerlukan penanganan yang lebih spesifik,
pengurangan konsumsi natrium, pengobatan dengan diuretik atau obat antihipertensi.
Pada kasus berat yang telah terjadi kegagalan ginjal, dapat dilakukan hemodialisa atau
peritoneal dialisa. Kortikosteroid juga dapat diberikan untuk mengurangi perjalanan
infeksi.4

Terapi Medis :

Terapi simtomatis untuk mengontrol edema dan tekanan darah5

1. Pada fase akut batasi garam dan air, jika hipertensi dapat diberikan diuretik. Loop
diuretik meningkatkan output urin.
2. Untuk hipertensi yang tidak dapat dikontrol dengan diuretik. Biasanya calsium
channel blocker. Pada hipertensi maligna pemberian nitroprusid atau parenteral
agen.
3. Antibiotik golongan penisilin jika infeksi primer masih berlangsung.
4. Indikasi untuk dialisis pada hiperkalemia dan manifestasi klinis uremia.
5. Pembatasan aktivitas fisik diperlukan pada beberapa hari pertama sakit
6. Steroid, obat-obat imunosupresan dan plasmaferesis masih dalam perdebatan.
13. Prognosis

Hanya sedikit pasien dengan GNA yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dan sebagian besar akan pulang dalam waktu 2-4 hari. Semakin ce[at tekanan darah
berada dalam nilai normal dan diuresis telah kembali, sebagian besar anak dapat dirawat
jalan.5

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami


perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat dengan pembentukan kresen pada
epitel glomerulus. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal
penyakit, dengan menghilangnya senbab dan secara bertahap tekanan darah menjadi
normal kembali. Fungsi ginjal membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam
waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu.
Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selam berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun pada sebagian besar pasien.2

Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pasca


streptokokus yang terbukti dari biopsi,diikuti selam 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi
sembuh sempurna sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien
mengalami proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis
akut pada dewasa kurang baik.2

Potter dkk. Menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan
hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad.
Prevalensi hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis
jangka panjang glomerulonefritis akut pasca streptokokus baik. Beberapa penelitian
lain menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit giinjal yang secara cepat
terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria belum
menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama karena masih ada kemungkinan
terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-kapiler dan gagal ginjal
kronik.2

Monitoring pasien rawat jalan5:

a. 0-6 minggu setelah onset : hipertensi telah terkontrol, edema sudah perbaikan, gros
meaturia semakin membaik, azotemia telah membaik.
b. 8-10 minggu setelah onset : azotemia telah hilang, anemia telah terkoreksi,
Hipertensi telah membaik, C3 dan C4 telah kembali ke nilai normal.
c. 3,6,9 bulan setelah onset : Hematuria dan proteinuria telah menghilang sedikit demi
sedikit, tekanan darah telah kembali normal.
d. 12 bulan setelah onset : proteinuria telah menghilang, hematuria mikroskopik telah
menghilang.
e. 2,5 dan 10 tahun setelah onset : urin telah normal, tekanan darah dan kada keratinin
serum telah normal.

BAB III

ANALISA KASUS

Pasien datang dengan bengkak pada mata, kaki, dan perut serta hampir seluruh tubuh.
Bengkak atau edema adalah penimbunan cairan yang berlebihan di antara sel-sel tubuh atau
dalam berbagai rongga tubuh yang disebabkan oleh perpindahan cairan ekstrasel ke
kompartemen cairan interstitial.

Edema berdasarkan lokasi dibagi menjadi edema terlokalisir dan generalisata. Pada
edema terlokalisir, disebut efusi bila terdapat cairan pada sebuah rongga, asites bila cairan
terdapat pada rongga peritoneum. Pada edema generalisata, terjadi edema umum yang masif.

Penyebab edema dibagi seperti pada bagan di bawah


Empat mekanisme dasar yang terjadi pada edema :

1. Peningkatan tekanan hidrostatik (mis. gagal jantung kongestif)

2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah (mis. radang akut)

3. Penurunan tekanan osmotik (mis. hipoalbuminemia)

4. Obstruksi limfatik (mis. mastektomi dengan pengangkatan kelenjar getah bening)

Penambahan berat badan secara cepat yang terjadi pada edema , bila penambahan 2%
= kelebihan ringan , penambahan 5% = kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat.
Pada pasien penambahan berat badan 5 kg (25-30 kg) sekitar 8%, yang berarti terjadi
kelebihan cairan berat.

Pada riwayat penyakit sekarang didapatkan pasien mengalami infeksi radang tenggorokan
pada 2 minggu sebelum timbulnya edema, dan juga pasien semenjak sekolah sering berobat ke
puskesmas dengan keluhan batuk, pilek, dan radang tenggorokan. Menunjukkan suatu infeksi
streptokokus sebelumnya. Dan terdapat periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus
pertama kali dan saat muncul onset, periode ini sekitar 1-2 minggu.

Keluhan yang pertama timbul pada pasien adalah edema periorbital, yang disebut pasien
mata sembab. Muncul tiba-tiba, biasanya pada pagi hari. Menunjukkan sudah adanya
manifestasi edema akibat ekstravasasi cairan ke ekstra sel. Yang kemudian edema berlanjut
pada kedua tungkai dan perut (asites). Keluhan selanjutnya adalah adanya BAK yang berwarna
keruh kemerahan, dan adanya mual muntah.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya edema periorbital, edema tungkai, dan asites.
BAK yang berwarna keruh. Peningkatan tekanan darah mencapai 190 pada sistolik, dimana
tidak ada riwayat hipertensi pada pasien maupun keluarga sebelumnya.

Patofisiologi terjadinya beberapa keluhan pada pasien adalah :

Proliferasi dan
Aktivitas vasodepresor
kerusakan glomerulus
meningkat

Kerusakan kapiler
vasospasme GFR menurun
generalisata

Aldosteron
meningkat

Retensi Na+
Albuminuria
Hipertensi hematuria
Retensi
Pada pemeriksaan laboratorium, terdapat H2O hemoglobin (silinder)
penurunan darah, gangguan pada
fungsi ginjal diandai dengan ureum darah yang meningkat. Pada urinalisa terdapat hematuria,
ECF
dan proteinuria serta silinder. Dan pada pemeriksaan
meningkat Edema serologi , CRP positif dan ASTO positif.
Titer ASTO positif hanya pada 50% pasien.

Penegakkan diagnosis Glomerulonefritis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat infeksi


Streptokokus hemolitikus grup A sebelumnya yang dikonfirmasi dengan kultur positif. Pada
pasien ini tidak dilakukan pengambilan kultur oleh karena itu diagnosa pada pasien ini sebatas
tersangka.

Diagnosa banding pada pasien ini adalah Sindrom Nefrotik dan Glomerulopati IgA. Pada
sindroma nefrotik edema yang terjadi generalisata juga, namun tidak ada riwayat infeksi
streptokokus sebelumnya. Sedangkan pada pasien terdapat riwayat infeksi streptokokus. Pada
glomerulopati IgA, klinis sangat mirip dengan GNA PS, perbedaananya adalah infeksi
terdapatnya periode laten antara infeksi dan munculnya onset seperti edema maupun BAK yang
keruh. Pada glomerulopati IgA, infeksi dan timbulnya edema atau BAK keruh terjadi pada
waktu yang bersamaan.

Pada pasien ini, gejala yang sangat mencolok adalah adanya hipertensi yang mencapai
190/100 di Unit Gawat Darurat dan pada follow up selanjutnya mencapai 120-140/90-100
mmHg. Pada awalnya diterapi dengan obat antihipertensi captopril dengan dosis 3 x 6,25 mg,
dan untuk mengurangi edema yang terjadi diberikan lasix dengan dosis 3 x 20 mg dan diberikan
antibiotik golongan penisilin karena infeksi pada faring diduga penyebabnya. Dosis
amoksisilin yang diberikan adalah 3 x 500 mg, Terjadinya hipertensi7 :

Adanya penurunan aliran darah inrarenal

Penurunan GFR

Aparatus juxta glomerulus terangsang untuk mensekresi renin

Merubah angiotensinogen menjai angiotensin I

Angiotensin I dirubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting enzym

Angiotensin II menimbulkan Merangsang korteks adrenal

vasokonstriksi pada pembuluh darah tepi Sekresi aldosteron

Hipertensi peningkatan retensi Na

Hipertensi pada anak adalah keadaan dimana rata-rata TD sistolik dan diastolik >95
persentil menurut umur dan jenis kelamin pada pengukuran tiga kali berturut-turut. Tabel di
bawah, menunjukkan klasifikasi hipertensi7 :

Istilah Batasan
Normal TD sistolik dan diastolik <90 persentil
menurut umur dan jenis kelamin
Normal-tinggi* Rata-rata TD sistolik dan disatolik diantara 90
dan 95 persentil menurut umur dan jenis
kelamin
Hipertensi Rata-rata TD sistolik dan diastolik >95
persentil menurut umur dan jenis kelamin
pada pengukuran tiga kali berturut-turut
Menurut The Second Task Force on Blood Pressure Control in Children
*Jika tekanan darah yang terbaca normal-tinggi untuk umur, tetapi anak lebih tinggi
atau massa otot berlebih untuk umurnya, maka anak ini dianggap mempunyai nilai
tekanan darah yang normal.
Kurve Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik menurut Umur dan Jenis kelamin7

Tabel Kriteria Derajat Hipertensi berdasarkan Kenaikan Tekanan Diastolik diatas


Tekana Diastolik Normal sesuai dengan Umur7

Presentase Umur (tahun)


Derajat Hipertensi kenaikan di atas 1-5 6-12
batas normal Td D (mmHg) Td D (mmHg)
Ringan 5-15% 75-85 90-100
Sedang 15-30% 85-95 100-110
Berat 30-50% 95-112 110-120
Krisis >50% >112 >120

Pengobatan hipertensi non-krisis: (1) bila tekanan Diastolik 90-100 mmHg


diberikan Furosemid (2) pada tekanan diastolik 100-120 mmHg diberikan furosemid
ditambah captopril (3) jika tekanan darah diastolik belum turun, ditambah dengan
pengobatan antihipertensi golongan beta bloker atau golongan lain.7
Kriteria krisis hipertensi adalah : (1) Tekanan sistolik 180mmHg dan/atau (2)
Diastolik 120mmHg, atau (3) setiap kenaikan tekanan darah yang mendadak dan
disertai gejala ensefalopati hipertensif, gagal ginjal, gagal jantung maupun retinopati.7
Pengobatan pada krisis hipertensi dapat diberika (1) Nifedipin dengan dosis 0,1
mg/kgBB/kali peroral. Bila tekanan darah tidak turun dinaikkan 0,1/mg/kgBB/kali
setiap 30 menit dengan dosis maksimal 10 mg/kali. Bila belum turun ditambahkan
furosemid 1 mg/kgBB/kali sebanyak 2x/hari. Pemberian harus disertai pemberian
captopril 0,3 mg/kgBB/kali sebanyak 2-3 kali/hari. (2) klonidin drip diberikan sebanyak
0,002 mg/kgBB/ba jam dalam 100ml Dekstrosa 5%. Deberikan dengan tetesan awal 12
mirkodrip.menit, bila belum turun dinaikkan 6 mikrodrip/menit setiap 30 meniti,
dengan maksimum pemberian 36 mikrodrip/menit.7
Bila belum turun ditambah captopril 0,3 mg/kgBB/kali sebanyak 2-3x/hari,
maksimum pemberian 2 mg/kg/kali. Diberikan bersama furosemid 1 mg/kgBB/kali
sebanyak 2x/hari.7
Hematuri terjadi pada pasien rawat RS sebanyak 60-85%, dan akan hilang
dalam 3-6 bulan atau bertahan 18 bulan. Proteinuri dapat mencapai nila +1 sampai +4
akan hilang dalam 6 bulan.7

DAFTAR PUSTAKA

1. Geetha D.Poststreptococcal Glomerulonephritis.[Internet].Available from URL:


http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview.Accessed on 22 April 2010.
2. Noer MS. 2002.Glomerulonefritis.Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP,Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak.Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.p
345-352
3. Noer MS.2006.Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.Dalam: Kumpulan
Makalah Simposium dan Workshop Sehari: Kegawatan pada Penyakit Ginjal
Anak.Makasar:UKK Nefrologi IDAI.p56-67
4. Lum GM.2005.Glomerulonephritis.In:Hematuria&Glomerular
Disease.In:Kidney&Urinary tract.In:Hay WW,Levin MJ,etc.editors.Current Pediatric
Diagnosis and Treatment.New York:McGraw-Hill.p.713
5. Bhimmma R.Acute Poststreptococcal Glomerulonephritis.[Internet]Available from
URL:http://emedicine.medscape.om/article/980685-overview.Accessed on 23 April
2010.
6. Parmar MS.Acute Glomerulonefritis.[Internet].Available from
URL:http://emedicine.medscape.com/article/239278-overview.Accessed on 23 April
2010.
7. Noer MS,Soemyarso N.Hipertensi.Bagian Ilmu Kesehatan Anak UNAIR
Surabaya.[Internet].Diunduh dari
URL:http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&
filepdf=0&pdf=&html=07110-hrji262.htm.

Lampiran 1

Klasifikasi Hipertensi Krisis

HIPERTENSI KRISIS

Hipertensi Emergensi Hipertensi Urgensi


(kerusakan organ target +) (kerusakan organ target -)

Ensefalopati hipertensi Harus diturunkan dalam


Gagal jantung kongestif 12-24 jam
Edema paru
Gagal ginjal akut/kronik
Krisis adrenergik
Trauma kepala
Stroke
Infark miokard
Diseksi aneurisma aorta
Eklamsia

Lampiran 2

DEFINISI HIPERTENSI KRISIS

Anak > 6 tahun :

TD sistolik 180 mmHg


TD diastolik 120 mmHg
atau
TD <180/120 mmHg disertai :
o Ensefalopati hipertensi
o Dekompensasi jantung
o Edema papil

Anak < 6 tahun

Peningkatan TD 50% diatas persentil 95


100%
90%
80%
Sirkulasi Darah otak

Normotensi
(ml/100g/min)

70%
60%
50%
40% Hipertensi
30% kronik
20%
10%
0%
50 100 150 200
Tekanan Darah Rata-rata (MAP) (mmHg)

Gambar Autoregulasi sirkulasi darah otak

Sirkulasi Darah Otak (CBF) diatur dengan sistem autoregulasi :


Konstan pada MAP antara 60-120 mmHg
MAP vasokonstriksi
MAP vasidolatasi

Bila MAP > 180mmHg breakthrough CBF

HIPOPERFUSI EDEMA OTAK ENSEFALOPATI

Pada HIPERTENSI KRONIK Autoregulasi CBF bergeser ke kanan

Ensefalopati Hipertensi terjadi [ada MAP yang lenih tinggi


Penurunan tensi yang terlalu cepat
o MAP 150-120 mmHg hipoperfusi dan iskemia serebral
o Pada hipertensi akut terjadi pada MAP 50-60 mmHg

Lampiran 3

Evaluasi Emergensi Hipertensi

1. Mencari komplikasi organ target lain penanggulangan khusus


2. Membedakan Emergensi Hipertensi pada hipertensi akut atau kronik
3. Mencari etiologi terapi kausal
Penanggulangan Emergensi Hipertensi

1. Menurunkan hipertensi secepatnya antihipertensi parenteral/oral


2. Mengangguangi kelainan organ target contoh: dekompensasi jantung
3. Menanggulangi etiologi hipertensi

PRINSIP

HIPERTENSI EMERGENSI + ANTIKONVULSAN

Hitung perbedaan TD saat ini dengan TD persentil 95

Turunkan TD 25-30% dalam 6 jam pertama

25-30% dalam 24-36 jam pertama

Selebihnya dalam 48-72 jam

Sebaiknya di Ruang ICU/High Care

Pasang 2 iv line:

1. Untuk obat antihipertensi:


Short acting mudah dititrasi
Nifedipin, klonidin, Na nitroprusid
Bila fase urgensi (prodromal emergensi hipertensi) :
TD diturunkan perlahan 25% dalam 12-24 jam
Obat antihipertensi oral
2. Garam fisiologik bila TD turun terlalu cepat

Lampiran 4

Skema Terapi hipertensi krisis/ensefalopati dengan nifedipin

1. NIFEDIPIN SUBLINGUAL 0,1mg/kgBB


Dinaikkan 0,1mg/kgBB/kali setiap 5 menit, pada 30 menit pertama

Setiap 15 menit pada 1 jam

Tiap 30 menit

Dosis maksimal 10 mg/kali

2. LASIX 1 mg/kgBB/kali , 2xsehari

Bila tensi tidak turun :

CAPTOPRIL 0,3 mg/kgBB/kali

2-3xsehari (maks 2mg/kgBB/kali)

Diastolik 90-100 mmHg

Tekanan darah diukur setiap 5 menit (15 menit pertama)

Setiap 15 menit (1 jam pertama)

Setiap 30 menit sampai tensi diastolik <100mmHg

Setiap 1-3 jam sampai tensi stabil

STABIL

NIFEDIPIN RUMATAN

0,2 mg 1 mg/kgBB/hari

3-4 kali/hari

Lampiran 5

Skema Terapi Hipertensi Krisis/Ensefalopati dengan Klonidin


KLONIDIN DRIP 0,002mg/kgBB/8 jam CAPTOPRIL 0,3 mg/kgBB/kali

Dalam 100 cc glukosa 5% (12 tetes mikro) (maksimal 2 mg/kgBB/kali)

(maksimal 0,006 mg/kgBB/8jam) 2-3 kali/hari

LASIX 1 mg/kgBB/kali

Diastolik 90-100mmHg

STABIL

Klonidin stop

Captopril terus

Anda mungkin juga menyukai