Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal noninfeksius yang


paling umum pada masa kanak-kanak, glomerulonefritis akut memengaruhi
glomerulus dan laju filtrasi ginjal, yang menyebabkan retensi natrium dan air,
serta hipertensi. Biasanya disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi streptokokus,
penyakit ini jarang memiliki efek jangka panjang pada system ginjal. (Kathhleen,
2008)

Glomerulonefritis akut memengaruhi anak laki-laki lebih sering daripada


anak perempuan, dan biasanya terjadi pada usia sekitar 6 tahun. Terapi yang biasa
diberikan mencakup pemberian antibiotic, antihipertensi, dan diuretic juga
restriksi diet. Komplikasi potensial meliputi hipertensi, gagal jantung kongestif,
dan penyakit ginjal tahap akhir.

Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama


sebagai penyebab penyakit ginjal tahap akhir dan meliputi 55% penderita yang
mengalami hemodialisis. (Kathhleen, 2008). Insidens tidak dapat diketahui
dengan tepat, diperkirakan jauh lebih tinggi dari data statistik yang dilaporkan
oleh karena banyaknya pasien yang tidak menunjukkan gejala sehingga tidak
terdeteksi. Kaplan memperkirakan separuh pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada suatu epidemi tidak terdeteksi.

Glomerulonefritis akut pascastreptokok terutama menyerang anak pada


masa awal usia sekolah dan jarang menyerang anak di bawah usia 3 tahun.
Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1.

1
Hasil penelitian multicentre di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan
terdapat 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan.
Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di
Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%) dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan
perempuan berbanding 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak pada usia antara 6-8
tahun (40,6%).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu:
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Glomerulonefritis akut?
1.2.2 Apa sajakah etiologi Glomerulonefritis akut?
1.2.3 Bagaimanakah patofisiologi Glomerulonefritis akut?
1.2.4 Bagaimanakah manifestasi klinis Glomerulonefritis akut?
1.2.5 Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik Glomerulonefritis akut?
1.2.6 Apa sajakah komplikasi yang diakibatkan Glomerulonefritis akut?
1.2.7 Bagaimanakah Asuhan keperawatan Glomerulonefritis akut?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.3.1 Untuk mengetahui definisi Glomerulonefritis akut
1.3.2 Untuk mengetahui etiologi Glomerulonefritis akut
1.3.3 Untuk mengetahui patofisiologi Glomerulonefritis akut
1.3.4 Untuk mengetahui manifestasi klinis Glomerulonefritis akut
1.3.5 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Glomerulonefritis akut
1.3.6 Untuk mengetahui komplikasi Glomerulonefritis akut
1.3.7 Untuk mengetahui asuhan keperawatan Glomerulonefritis akut

2
1.4 Manfaat penulisan

Agar mahasiswa mengenali lebih dalam tentang Glomerulonefritis Akut,


selain itu untuk melengkapi tugas yang diberikan oleh dosen dengan mata kuliah
Keperawatan Anak.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Glomerulonefritis Akut

Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal noninfeksius yang


paling umum pada masa kanak-kanak, glomerulonefritis akut memengaruhi
glomerulus dan laju filtrasi ginjal, yang menyebabkan retensi natrium dan air,
serta hipertensi. Biasanya disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi
streptokokus, penyakit ini jarang memiliki efek jangka panjang pada system
ginjal. (Kathhleen, 2008).

Glomerulonefritis akut memengaruhi anak laki-laki lebih sering


daripada anak perempuan, dan biasanya terjadi pada usia sekitar 6 tahun.
Terapi yang biasa diberikan mencakup pemberian antibiotic, antihipertensi,
dan diuretic juga restriksi diet. Komplikasi potensial meliputi hipertensi, gagal
jantung kongestif, dan penyakit ginjal tahap akhir.

GNA adalah suatu reaksi imunnologi pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu. Yang sering ialah infeksi karna kuman streptococcus. Data ini
sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak pria dibanding anak perempuan. GNA didahului oleh adanya
infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas atau kulit oleh
kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A, tipe 12, 4, 16, 25, dan 40.
Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:

1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina


2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum pasien.

4
Glomerulo Nefritis Akut (GNA)adalah istilah yang secara luas
digunakan yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi
terjadi di glomerulus. (Brunner & Suddarth, 2001).

Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah bentuk nefritis yang paling


sering pada masa kanak-kanak dimana yang menjadi penyebab spesifik adalah
infeksi streptokokus. (Sacharin, Rosa M, 1999).

Kesimpulan, Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah suatu reaksi


imunologis ginjal terhadap bakteri / virus tertentu. Yang sering terjadi ialah
akibat infeksi kuman streptococcus, sering ditemukan pada usia 3-7 tahun.

2.2 Etiologi

Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini ditemukan


pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum pasien.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama
lebih kurang 10 hari. Dari tipe-tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen daripada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih
bersifat nefritogen daripada yang lainnya belum diketahui dengan jelas.
Mungkin faktor iklim atau alergi yang mempengaruhi terjadinya GNA
setelah infeksi dengan kuman Streptococcus.

5
GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam
tridion), penyakit amiloid, thrombosis vena renalis, purpur anafilaktoid,
dan lupus erimatosis.

2.3 Patofisiologi
Suatu reaksi radang pada glomerulus dengan sebutan lekosit dan
proliferasi sel, serta eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruang
Bowman. Gangguan pada glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu
respon imunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan antibodi dengan
mikroorganisme yaitu streptokokus A.
Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang
menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding
kapiler dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang mana
akan menurunkan filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan perubahan
permeabilitas kapiler sehingga molekul yang besar seperti protein
dieskresikan dalam urine (proteinuria).
1. Pathogenesis
Menurut penyelidikan klinik-imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik menunjukkan hipotesis sebagai berikut:
1) Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya
2) Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus
3) Streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk
zat anti yang berlangsung merusak membrane basalis ginjal

6
2. Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-
titik perdarahan pada korteks. Mikroskopik tampak hamper semua
glomerulus terkena sehingga dapat disebut glomerulus difus. Tampak
proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan
lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Disamping itu terdapat
pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan
monosit. Pada pemerksaan mikroskop electron akan tampak membrane
basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium
yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemenbdan antigen
streptokokus.

2.4 Menifestasi klinis


1. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
2. Proteinuria (protein dalam urine)
3. Oliguria (keluaran urine berkurang)
4. Nyeri panggul
5. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian
menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang
mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan
baik).
6. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi
sekali pada hari pertama.
7. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama
dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun
jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi
selama beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan
penyakitnya menjadi kronik.

7
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
a. Laju Endap Darah (LED) meningkat
b. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)
c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bila fungsi ginjal
mulai menurun.
d. Jumlah urine berkurang
e. Berat jenis meninggi
f. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 % pasien.
g. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit dan
hialin.
h. Titer antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan infeksi
tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului hanya
mengenai kulit saja.
.
2.6 Komplikasi

Komplikasi glomerulonefritis akut:

a. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi


sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti
insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia
dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis
(bila perlu).
b. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme
pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja

8
disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi
gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun.
e. Gagal Ginjal Akut (GGA)

2.7 Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Genitourinaria
1) Urine berwarna coklat keruh
2) Proteinuria
3) Peningkatan berat jenis urine
4) Penurunan haluaran urine
5) Hematuria
b. Kardiovaskular
Hipertensi ringan
c. Neurologis
1) Letargi
2) Iritabilitas
3) Kejang
d. Gastro Intestinal
1) Anoreksia
2) Muntah
3) Diare
e. Mata, Telinga, hidung dan tenggorokan
Edema periorbital sedang
f. Hematologis

9
1) Anemia sementara
2) Azotemia
3) Hiperkalemia
g. Integumen
1) Pucat
2) Edema menyeluruh

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan retensi
air dan hipernatremia
b. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan oliguria
c. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anoreksia
d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelelahan
e. Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas
dan edema
f. Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan rawat inapo anak
dirumah sakit
g. Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan pemahaman intruksi
perawatan dirumah

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan
dengan retensi air dan hipernatremia
Hasil yang diharapkan: anak memiliki perfusi jaringan normal
yang ditandai oleh TD normal, penurunan retensi cairan, dan tidak
ada tanda hipernatremia.
Intervensi:

10
1) Pantau dan catat TD anak setiap 1-2 jam selama fase akut
Rasional: pemantauan sering memungkinkan deteksi dini, dan
penanganan segera terhadap TD anak
2) Lakukan tindakan kewaqspadaan berikut ini bila terjadi kejang:
a) Pertahankan jalan napas melalui mulut dan letakkan
peralatan penghisap disisi tempat tidur anak
b) Sematkan tanda diatas tempat tidur anak dan pada pintu,
berisi peringatan tentang status kejang anak yang ditujukan
untuk petugas kesehatan.

Rasional: melakukan tindak kewaspadaan bila terjadi kejang


dapat mencegah cedera selama episode serangan kejang.
Kendati tidak umum pada glomerulusnefritis akut, kejang
dapat terjadi akibat kurang perfusi oksigen ke otak.

3) Beri obat anti-hipetensi, misalnya hidralazin hidroksida


(Aprisonilene) sesuai program. Pantau anak untuk adanya efek
samping.
Rasional: pemberian obat anti hipertensi dapat diprogramkan,
karena hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan
kerusakan ginjal. Kendati penyebab persis hipertensi tidak
diketahui, hipertensi mungkin berhubungan dengan kelebihan
beban cairan didalam system sirkulasi.
4) Pantau status volume cairan anak setiap 1-2 jam. Pantau
haluaran urine; haluaran harus 1-2ml/kg/jam.
Rasional: pemantauan sangat penting dilakukan, karena
penambahan volume lebih lanjut akan meningkatkan TD.
5) Kaji status neurologis anak ( tingkat kesadaran, reflek dan
respon pupil) setiap 8 jam. Beritahu dokter segera setiap ada
perubahan signifikan pada status anak

11
Rasional: pengkajian yang sering memungkinkan deteksi dini
dan terapi yang memadai untuk setiap perubahan status
neurologi anak.
6) Beri obat diuretic misalnya hidroklorotiazi (Esidrix) atau
puromesid (lasix) sesuai program.
Rasional: diuretic meningkatkan ekskresi cairan.
b. Diagnosa 2: Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan
oliguria
Hasil yang diharapkan: anak dapat mempertahankan volume cairan
normal yang ditandai oleh haluaran urin rata-rata sebanyak 1-2
ml/kg/jam
intervensi:
1) Timbang berat badan anak setiap hari, dan pantau haluaran
urine setiap 4 jam.
Rasional: menimbang berat badan setiap hari dan pemantauan
haluaran urine yang sering, memungkinkan deteksi dini dan
terapi yang tepat terhadap perubahan yang terjadi pada status
cairan anak. Kenaikan berat badan yang cepat mengindikasikan
retensi cairan. Penurunan haluaran urin dapat mengindikasikan
ancaman gagal ginjal.
2) Kaji anak untuk deteksi edema, ukur lingkar abdomen setiap 8
jam, dan (untuk anak laki-laki periksa pembengkakan pada
skrotum.
Rasional: pengkajian dan pengukuran yang sering,
memungkinkan deteksi dini dan pemberian terapi yang tepat
terhadap setiap perubahan kondisi anak. Lingkar abdomen
yang bertambah dan pembengkakan pada skrotum biasanya
mengindikasikan asites.

12
3) Pantau anak dengan cermat untuk melihat efek samping
pemberian terapi diuretic, khususnya ketika menggunakan
hidroklorotizid atau furosemid.
Rasional: obat-obatan diuretic dapat menyebabkan hipokalemia
sehingga membutuhkan pemberian suplemen kalium per
intravena.
4) Pantau dan catat asupan cairan anak.
R/: anak membutuhkan pembatasan asupan cairan akibat
retensi cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus; ia juga
membutuhkan retriksi asupan natrium.
5) Kaji warna, konsistensi dan berat jenis urine anak.
Rasional: urine yang berbusa mengindikasikan peningkatan
deplesi protein, suatu tanda kerusakan fungsi ginjal.
6) Pantau semua hasil uji laboratorium yang di programkan.
Rasional: peningkatan kadar nitrogen urea darah dan kreatinin
dapat mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal.
c. Diagnosa 3: Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia
Hasil yang diharapkan: anak akan mengalami peningkatan asupan
nutrisi yang ditandai oleh makan sekuran-kurangnya 80% porsi
setiap kali makan.
Intervensi:
1) Beri diet tinggi karbohiodrat.
Rasional: diet tinggi karbihidrat biasanya terasa lebih lesat dan
member kalori esensial bagi anak.
2) Beri makanan porsi kecil dalam frekuensi sering, yang
mencakup beberapa makanan favorit anak.
Rasional: menyediakan makanan dalam porsi yang lebih kecil,
untuk satu kali makan tidak akan membebani anak sehingga

13
mendorongnya makan lebih banyak setiap kali anak duduk.
Dengan member anak makanan favoritnya, akan memastikan ia
mengkonsumsi setiap porsi makanan lebih banyak.
3) Batasi asupan natrium dan protein anak sesuai program.
Rasional: karena natrium dapat menyebabkan retensi cairan,
biasanya natrium dibatasi dengan gangguan ini. Pada kasus-
kasus berat, ginjal tidak mampu memetabolisasi protein
sehingga membutuhkan retriksi protein.
d. Diagnosa 4: Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan
kelelahan
Hasil yang diharapkan: anak akan mengalami peningkatan
toleransi beraktivitas yang ditandai oleh kemampuan bermain
dalam waktu yang lama.
Intervensi:
1) Jadwalkan periode istirahat untuk setiap kali beraktivitas.
Rasional: periode istirahat yang sering dapat menyimpan
energy dan mengurangi produksi sisa metabolic yang dapat
membebani kerja ginjal lebih lanjut.
2) Sediakan permainan yang tenang, menantang dan sesuai usia.
Rasional: permainan yang demikian dapat menyimpan energy
tetapi mencegah kebosanan.
3) Kelompokan asuhan keperawatan anak untuk memungkinkan
anak tidur tanpa gangguan dimalam hari.
Rasional: mengelompokkan pemberian asuhan keperawatan,
membantu anak tidur sesuai dengan kebutuhan.
e. Diagnosa 5: Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan
dengan imobilitas dan edema.

14
Hasil yang diharapkan: anak akan mempertahankan integritas kulit
normal, yang ditandai oleh warna kulit kemerah mudaan, dan tidak
ada kemerahan, edema, serta kerusakan kulit.
Intervensi:
1) Beri matras busa berlekuk sebagai tempat tidur anak.
Rasional: matras busa berlekuk mengatasi bagian-bagian
tulang yang menonjol sehingga mengurangi resiko kerusakan
kulit.
2) Bantu anak mengubah posisi setiap 2 jam.
Rasional: mengganti posisi dengan sering dapat mengurangi
tekanan pada area kapiler dan meningkatkan sirkulasi sehingga
mengurangi resiko kerusakan kulit.
3) Mandikan anak setiap hari, menggunakan sabun yang
mengandung lemak tinggi
Rasional: deodorant dan sabun yang mengandung parfum
dapat mengeringkan kulit sehingga mengakibatkan kerusakan
kulit.
4) Topang dan tinggikan ekstremitas yang mengalami edema.
Rasional: menopang dan meninggikan ekstremitas dapat
meningkatkan aliran balik vena dan dapat mengurangi
pembengkakan.
5) Pada anak laki-laki, letakkan bantalan sekitar skrotumnya.
Rasional: pemberian bantalan dapat mencegah kerusakan kulit.
f. Diagnosa 6: Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan rawat
inap anak dirumah sakit
Hasil yang diharapkan: orang tua akan mengalami penurunan rasa
cemasyang ditandai oleh pengungkapan ketakutan mereka, dan
pemahaman tentang kondisi anak.
Intervensi:

15
1) Dengarkan setiap kekhawatiran orang tua.
Rasional: mendengar dapat member dukungan selama stress.
2) Jelaskan semua prosedur kepada orang tua, dan libatkan
mereka dalam diskusi tentang perawatan anak.
Rasional: dengan terus mempertahankan orang tua agar tetap
memperoleh informasi, dan melibatkan mereka dalam diskusi
tentang perawatan anak, dapat mengembangkan kemampuan
control sehingga mengurangi kecemasan.
3) Rujuk orang tua ke kelompok pendukung yang tepat, jika
dibutuhkan.
Rasional: kelompok pendukung memberi wacana bagi orang
tua untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran.
g. Diagnosa 7: Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan
pemahaman intruksi perawatan dirumah.
Hasil yang diharapkan: orang tua akan mengekspresikan
pemahaman tentang instruksi perawatan dirumah.
Intervensi:
1) Jelaskan kepada orang tua tentang patofisiologi penyakit.
Rasional: penjelasan yang demikian membantu orang tua
memahami penyakit dan pentingnya melanjutkan terapi
dirumah.
2) Yakinkan kembali orang tua bahwa penyakit tersebut jarang
menyebabkan efek jangka panjang.
Rasional: orang tua biasanya kuatir tentang efek penyakit,
khususnya jika menjalani dialisis. Selama fase akut penyakit.
3) Jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya
mempertahankan anak pada restriksi diet natrium, sampai
edema mereda dan fungsi ginjal kembali normal.

16
Rasional: diet restriksi natrium diperlukan karena asupan
natrium yang berlebihan dapat menghalangi eksresi air.
4) Instruksikan orang tua untuk membatasi aktivitas anak sampai
dokter menyetujui bahwa anak dapat melakukan aktivitas
seperti sedia kala.
Rasional: restriksi aktivitas diperlukan untuk mencegah stress
pada ginjal yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit.
5) Ajarkan orang tua tentang tanda dan gejala infeksi pernapasan
atas, seperti meningkatnya suhu tubuh, nyeri tenggorokan dan
batuk; juga ajarkan mereka tentang tanda dan gejala gagal
ginjal misalnya penurunan haluaran urine, kenaikan berat
badan dan edema.
Rasional: dengan mengetahui tanda dan gejala infeksi berulang
serta gagal ginjal mendorong orang tua mencari bantuan medis
saat diperlukan.
6) Anjurkan orang tua untuk menepati semua perjanjian tindak
lanjut itu
Rasional: suatu kujungan tindak lanjut sangat diperlukan untuk
menentukan resolusi penyakit dan mendeteksi komplikasi.

17
4. Implemantasi
Pelaksanaan atau implementasi adalah pemberian tindakan
keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan
yang telah disusun. Setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dicatat
dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien
berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara
pendekatan pada klien efektif. Tehnik komunikasi terapeutik serta
penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Pelaksanaan sesuai dengan intervensi yang telah ditentukan.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu:
Independent, Dependent,dan Interdependen.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan
terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah belum teratasi atau timbul
masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi
hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan
terhadapan tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang
dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai
dengan waktu yang ada pada tujuan. Evaluasi disesuaikan dengan kriteria
hasil yang telah ditentukan.
1. Anak memiliki perfusi jaringan normal yang ditandai oleh TD normal,
penurunan retensi cairan, dan tidak ada tanda hipernatremia.
2. Anak dapat mempertahankan volume cairan normal yang ditandai
oleh haluaran urin rata-rata sebanyak 1-2 ml/kg/jam

18
3. Anak akan mengalami peningkatan asupan nutrisi yang ditandai oleh
makan sekuran-kurangnya 80% porsi setiap kali makan.
4. Anak akan mengalami peningkatan toleransi beraktivitas yang
ditandai oleh kemampuan bermain dalam waktu yang lama.
5. Anak akan mempertahankan integritas kulit normal, yang ditandai
oleh warna kulit kemerah mudaan, dan tidak ada kemerahan, edema,
serta kerusakan kulit.
6. Orang tua akan mengalami penurunan rasa cemasyang ditandai oleh
pengungkapan ketakutan mereka, dan pemahaman tentang kondisi
anak.
7. Orang tua akan mengekspresikan pemahaman tentang instruksi
perawatan dirumah.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penulisan makalah di atas, maka kami selaku penulis menarik


kesimpulan, Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis
ginjal terhadap bakteri / virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi
kuman streptococcus, sering ditemukan pada usia 3-7 tahun. Masalah
keperawatan yang muncul adalah Gangguan perfusi jaringan serebral yang
berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia. Kelebihan volume cairan
yang berhubungan dengan oliguria, Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, Intoleran aktivitas yang
berhubungan dengan kelelahan, Resiko kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan imobilitas dan edema, Ansietas (orang tua) yang
berhubungan dengan rawat inapo anak dirumah sakit, Deficit pengetahuan
yang berhubungan dengan pemahaman intruksi perawatan dirumah. Pasien
GNA perlu dirawat dirumah sakit karena memerlukan
pengobatan/pengawasan perkembangan penyakitnya untuk mencegah
penyakit menjadi lebih buruk. Hanya pasien GNA yang tidak terdapat tekanan
darah tinggi, jumlah urine satu hari paling sedikit 400ml dan keluarga
sanggup setra mengerti boleh dirawat diruah di bawah pengawasan dokter.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah gangguan faal ginjal, resiko
terjadi komplikasi, diet, gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

20
3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

Mengingat antigen yang berperan dalam proses terjadinya GNA pasca


streptococcus masih belum diketahui dengan pasti, diharapkan dapat dilakukan
penelitian lebih lanjut terhadap antigen streptococcus ∂ hemotolik group A yang
menyebabkan terjadinya GNA pasca streptococcus.

Petugas kesehatan dan masyarakat perlu mendapat pengetahuan tentang


penyebab dan proses terjadinya GNA pasca streptococcus , baik dengan penyuluhan
maupun dengan media massasehingga dapat mengenal gejala secara dini, menentukan
diagnosis dini dan pelaksanaan tetapi yang lebih efisien.

21
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. “Buku Saku Keperawatan Pediatri”. Jakarta: EGC.

Harnowo, Sapto. 2001. “Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan”.


Jakarta: Widya Medika.

Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. St. Louis Missouri: Mosby INC.

Mansjoer, Arif M. 2000.”Kapita Selekta Kedokteran”, ed 3, jilid 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Mc. Closkey, cjuane, dkk. 1996. NIC. St.Louis missouri: Mosby INC.

Morgan Speer, Kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan


klinikal pathways. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 2005.”Perawatan Anak Sakit”. Jakarta: EGC.

Sacharin, Rosa M. 1999. “Prinsip Keperawatan Pediatrik”. Jakarta: ECG.

Santosa Budi. 2006. “Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006”: Definisi


dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Suriadi, dkk. 2001.”Asuhan Keperawatan Anak”. Jakarta: PT. Fajar Luterpratama.

22

Anda mungkin juga menyukai