Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN TUTORIAL KEPERAWATAN ANAK II

GLOMERULONEFRITIS AKUT

DIBUAT OLEH :

1. Fajar Wahyudi (21119057)


2. Fatatun Malikah (21119058)
3. Fitria Paradila (21119059)
4. Husni Dhahhab Pratama (21119060)
5. Intan Pramono (21119061)
6. Irfan Antoni (21119062)
7. Julaiha (21119063)
8. Linda Ayu Saputri (21119065)
9. M. Agung Al Farisi (21119066)
10. M. Aldino Bravi (21119067)
11. Marisa Sugandi (21119068)

KELAS PSIK VB

DOSEN PEMBIMBING : Marwan Riki Ginanjar, S.KEP., NS., M.KEP

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah – Nya kepada penulis sehingga Laporan Tutorial Keperawatan Anak II
dapat selesai dengan baik.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada dosen pembimbing tutorial ini yang
telah memberikan tugas ini untuk diselesaikan agar dapat melatih penulis untuk tetap
berkarya dan dapat bermanfaat bagi orang lain.
Dalam penulisan laporan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu
untuk diperbaiki, maka dari itu penulis bersedia menerima saran dan kritik dari pembaca yang
membangun demi perbaikan pembuatan tugas kedepannya.

wassalamu alaikum wr.wb

Palembang, 22 Oktober 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal noninfeksius yang paling
umum pada masa kanak-kanak, glomerulonefritis akut memengaruhi glomerulus dan
laju filtrasi ginjal, yang menyebabkan retensi natrium dan air, serta hipertensi.
Biasanya disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi streptokokus, penyakit ini jarang
memiliki efek jangka panjang pada system ginjal. (Kathhleen, 2008)
Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama sebagai
penyebab penyakit ginjal tahap akhir dan meliputi 55% penderita yang mengalami
hemodialisis. (Kathhleen, 2008).
Insidens tidak dapat diketahui dengan tepat, diperkirakan jauh lebih tinggi dari
data statistik yang dilaporkan oleh karena banyaknya pasien yang tidak menunjukkan
gejala sehingga tidak terdeteksi. Kaplan memperkirakan separuh pasien
glomerulonefritis akut pascastreptokok pada suatu epidemi tidak terdeteksi.
Glomerulonefritis akut pascastreptokok terutama menyerang anak pada masa
awal usia sekolah dan jarang menyerang anak di bawah usia 3 tahun. Perbandingan
antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Hasil penelitian multicentre di
Indonesia pada tahun 1988, melaporkan terdapat 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),
kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%) dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 1,3:1 dan terbanyak menyerang
anak pada usia antara 6-8 tahun (40,6%). Penyakit ini lebih sering terjadi pada musim
dingin dan puncaknya pada musim semi
Maka sesuai dengan peran dan fungsi perawat adalah sebagai pelaksana Asuhan
keperawatan mencakup aspek preventif, promotif dan rehabilitatif ingin berpartisipasi
melakukan asuhan keperawatan sehingga penulis tertarik mengambil judul “Asuhan
Keperawatan Pada An. Dengan GNA”.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa/i memahami tentang Asuhan Keperawatan Pada An. Dengan
Glomerulo Nefritis Akut (GNA)
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Klien dengan Glomerulo
Nefritis Akut diharapkan:
a. Mampu memahami tentang konsep medis mulai dari definisi sampai dengan
komplikasi serta prognosis Glomerulo Nefritis Akut..
BAB II
TINJAUN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal noninfeksius yang paling
umum pada masa kanak-kanak, glomerulonefritis akut memengaruhi glomerulus
dan laju filtrasi ginjal, yang menyebabkan retensi natrium dan air, serta hipertensi.
Biasanya disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi streptokokus, penyakit ini jarang
memiliki efek jangka panjang pada system ginjal. (Kathhleen, 2008).
GNA adalah suatu reaksi imunnologi pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu. Yang sering ialah infeksi karna kuman streptococcus. Data ini sering
ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak
pria dibanding anak perempuan. GNA didahului oleh adanya infeksi ekstra renal
terutama di traktus respiratorius bagian atas atau kulit oleh kuman streptococcus
beta hemolyticus golongan A, tipe 12, 4, 16, 25, dan 40. Hubungan antara GNA
dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh Lohlein pada tahun
1907 dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum pasien.
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah istilah yang secara luas digunakan
yang mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di
glomerulus. (Brunner & Suddarth, 2001).
Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah bentuk nefritis yang paling sering
pada masa kanak-kanak dimana yang menjadi penyebab spesifik adalah infeksi
streptokokus. (Sacharin, Rosa M, 1999).
GNA adalah reaksi imunologi pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.
Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus, sering ditemukan
pada usia 3-7 tahun. (Kapita Selecta, 2000)
Kesimpulan, Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis
ginjal terhadap bakteri / virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi
kuman streptococcus, sering ditemukan pada usia 3-7 tahun.
2. Etiologi
Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus ini ditemukan pertama kali
oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa:
1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina
2. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum pasien.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih
kurang 10 hari. Dari tipe-tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen daripada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen
daripada yang lainnya belum diketahui dengan jelas. Mungkin faktor iklim atau
alergi yang mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman
Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam
tridion), penyakit amiloid, thrombosis vena renalis, purpur anafilaktoid, dan lupus
erimatosis.
3. Patofisiologi
Suatu reaksi radang pada glomerulus dengan sebutan lekosit dan proliferasi
sel, serta eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruang Bowman.
Gangguan pada glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon
imunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan antibodi dengan
mikroorganisme yaitu streptokokus A.
Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang
menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler
dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang mana akan
menurunkan filtrasi glomerulus, insuffisiensi renal dan perubahan permeabilitas
kapiler sehingga molekul yang besar seperti protein dieskresikan dalam urine
(proteinuria).
a. Pathogenesis
Menurut penyelidikan klinik-imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik menunjukkan hipotesis sebagai berikut:
1) Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya
2) Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus
3) Streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti
yang berlangsung merusak membrane basalis ginjal
b. Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-
titik perdarahan pada korteks. Mikroskopik tampak hamper semua
glomerulus terkena sehingga dapat disebut glomerulus difus. Tampak
proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan
lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Disamping itu terdapat
pula infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit.
Pada pemerksaan mikroskop electron akan tampak membrane basalis
menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang
mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemenbdan antigen
streptokokus.

4. Manifestasi klinis
a. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
b. Proteinuria (protein dalam urine)
c. Oliguria (keluaran urine berkurang)
d. Nyeri panggul
e. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian
menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang
mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan
baik).
f. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi
sekali pada hari pertama.
g. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama
dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika
terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya
menjadi kronik.
h. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
dan diare.
i. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan
kesadaran menurun.
j. Fatigue (keletihan atau kelelahan).

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laju Endap Darah (LED) meningkat
b. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)
c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bila fungsi
ginjal mulai menurun.
d. Jumlah urine berkurang
e. Berat jenis meninggi
f. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 % pasien.
g. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit
dan hialin.
h. Titer antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan infeksi
tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului hanya
mengenai kulit saja.
i. Kultur sampel atau asupan alat pernapasan bagian atas untuk identifikasi
mikroorganisme.
j. Biopsi ginjal dapat diindikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan
adalah meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulus dan tonjolan
subepitel yang mengandung imunoglobulin dan komplemen.

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Tidak ada pengobatan yag khusus yang memengaruhi penyembuhan
kelainan di glomerulus.
1) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan selama 6-8
minggu. Tetapi penyelidikan terakhir dengan hanya istirahat 3-4 minggu
tidak berakibat buruk bagi perjalanan penyakitnya.
2) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotic ini tidak
memengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi streptococcuk yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksi yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan
karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoretis anak dapat
terinfeksi lagi dengan kuman neritogen lain, tetapi kemungkinan ini
sangat kecil.
3) Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kg
BB/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada
pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal kembali.
Bila ada anuria atau muntah, diberikan IVFD dengan larutan glukosa
10%. Pada pasien dengan tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan
dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti ada gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
4) Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian
sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat.
Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin.
Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kg BB secara
intramuscular. Bila terjadi dieresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya
pemberian sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena member efek
toksis.
5) Bila anuria berlangsung lama (5-7hari), maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialysis, hemodialisisi,
tranfusi tukar dan sebagainya.
6) Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-
akhir ini pemberian furosamid (Lasix) secara intravena (1mg/kg BB/kali)
dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan
filtrasi glomerulus.
7) Bila timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen

b. Penatalaksanaan keperawatan
Pasien GNA perlu dirawat dirumah sakit karena memerlukan
pengobatan/pengawasan perkembangan penyakitnya untuk mencegah penyakit
menjadi lebih buruk. Hanya pasien GNA yang tidak terdapat tekanan darah
tinggi, jumlah urine satu hari paling sedikit 400ml dan keluarga sanggup setra
mengerti boleh dirawat diruah di bawah pengawasan dokter. Masalah pasien
yang perlu diperhatikan adalah gangguan faal ginjal, resiko terjadi komplikasi,
diet, gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.
Gangguan faal ginjal. Ginjal diketahui sebagai alat yang salah satu dari
fungsinya adalah mengeluarkan sisa metabolism terutama protein sebagai
ureum, juga kalium, fosfat, asam urat, dan sebagainya. Karena terjadi
kerusakan pada glumerolus (yang merupakan reaksi autoimun terhadap adanya
infeksi streptococcus ekstrarenal) menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus
dan mengakibatkan sisa-sia metabolism tidak dapat diekskresikan maka di
dalam darah terdapat ureum, dan lainnya lagi yang disebutkan di atass
meninggi. Tetapi tubulus karena tidak terganggu maka terjadi penyerapan
kembali air dan ion natrium yang mengakibatkan banyaknya urine berkurang,
dan terjadilah oliguria sampai anuria.
Untuk mengetahui keadaan ginjal, pasien GNA perlu dilakukan
pemeriksaan darah untuk fungsi ginjal, laju endp darah (LED), urine, dan foto
radiologi ginjal. Urine perlu ditampung selama 24 jam, diukur banyaknya dan
berat jenisnya (BJ) dicatat pada catatan khusus (catatan
pemasukan/pengeluaran cairan). Bila dalam 24 jam jumlah urine kurang dari
400 ml supaya memberitahukan dokter. Tempat penampung urine sebaiknya
tidak dibawah tempat tidur pasien karena selain tidak sedap dipandang juga
menyebabkan bau urine didalam ruangan. Penampung urine harus ada tutpnya
yang cocok, diberi etiket selain “nama” juga jam dan tanggal mulai urine
ditampung. Hati-hati jika ada nama yang sama jangan tertukar; tuliskan juga
nomor tempat tidur atau nomor register pasien. Tempat penampung urine
harus dicuci bersih setiap hari; bila terdapat endapan yang sukar digosok
pergunakan asam cuka, caranya merendamkan dahulu beberapa saat baru
kemudian digosok pakai sikat. Untuk mebantu lancarnya dieresis di samping
obat-obatan pasin diberikan minum air putih dan dianjurkan agar anak banyak
minum (ad libitum) kecuali jika banyaknya urine kurang dari 200 ml. berapa
banyak pasien dapat menghabiskan minum air supaya dicatat pada catatan
khusus dan dijimlahkan selama 24 jam. Kepada pasien yang sudah mengerti
sbelum mulai pencatatan pengeluaran/pemasukan cairan tersebut harus
diterangkaan dahulu mengapa ia harus banyak minum air putih dan mengapa
air kemih harus ditampung. Jika anak akan buang air besar supaya sebelumnya
berkemih dahulu ditempat penampungan urine baru ke WC atau sebelumnya
gunakan pot lainnya. Dengan demikian bahwa banyaknya urine adalah benar-
benar dari keseluruhan urine pada hari itu.
Resiko terjadi komplikasi. Akibat fungsi ginjal tidak fisiologis
menyebabkan produksi urine berkurang, sisa metabolisme tidak dapat
dikeluarkan sehingga terjadi uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, hidremia,
dan sebagainya. Keadaan ini akan menjadi penyebab gagal ginjal akut atau
kronik (GGA/GGK) jika tidak secepatnya mendapatkan pertolongan. Karena
adanya rretensi air dan natrium dapat menyebabkan kongesti sirkulasi yang
kemudian menyebabkan terjadinya efusi ke dalam perikard dan menjadikan
pembesaran jantung. Jika keadaan tersebut berlanjut akan terjadi gagal
jantung. Keadaan uremia yang makin menngkat akan menimbulkan keracunan
pada otak yang biasanya ditandai dengan adanya gejala hipertensif
ensefalopati, yaitu pasien merasa pusing, mual, muntah, kesadaran menurun
atau bahkan lebih parah atau untuk mengenal gejala komplikasi sedini
mungkin pasien memerlukan:
1) Istirahat
2) Pengawasan tanda-tanda vital bila terdapat keluhan pusing
3) Jika mendadak terjadi penurunan haluaran urine periksalah dahulu apakah
pasien berkemih di tempat lain dan keadaan umumnya.
4) Jika pasien mendapat obat-obatan berikanlah pada waktunya dan tunggu
sampai obat tersebut betul-betul telah diminum (sering terjadi obat tidak
diminum dan disimpan di bawah bantal pasien). Jika hal itu terjadi
penyembuhan tidak seperti yang diharapkan.
5) Diet. Bila ureum darah melebihi 60 mg % di berikan protein 1 g/kg
BB/hari dan garam 1 g/hari (rendah garam). Bila ureum antara 40-60 mg%
protein diberikan 2 g/kg BB/hari dan masih rendah garam. Jika pasien
tidak mau makan karena merasa mual atau ingin muntah atau muntah-
muntah segera hubungi dokter, siapkan keperluan infuse dengan cairan
yang biasa dipergunakan ialah glukosa 5-10% dan selanjutnya atas
petunjuk dokter. Jika infuse diberikan pada pasien yang tersangka ada
kelainan jantung atau tekanan darahnya tinggi, perhatikan agar tetesan
tidak melebihi yang telah dipergunakan dokter, bahayanya memperberat
kerja jantung.
6) Gangguan rasa aman dan nyaman.
Untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien disarankan agar sering
kontak dan berkomunikasi dengan pasien akan menyenangkan pasien..
agar pasien tidak bosan pasien dibolehkan duduk dan melakukan kegiatan
ringan misalnya membaca buku (anak yang sudah sekolah), melihat buku
gambar atau bermain dengan teman yang telah dapat berjalan. Sebagai
perawat kita juga harus mendampingi/mengajak bermain dengan pasien
yang memerlukan hiburan agar tidak bosan.
7) Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Penjelasan yang perlu disampaikan kepada orang tua pasien adalah:
a) Bila ada anak yang sakit demam tinggi disertai rasa sakit menelan atau
batuk dan demam tinggi hendaknya berobat ke dokter/pelayanan
kesehatan supaya anak mendapatkan pengobatan yang tepat dan cepat.
b) Jika anak sudah terlanjur menderita GNA selama dirawat dirumah
sakit, orang tua diharapkan dapat membantu usaha pengobatannya
misalnya untuk pemeriksaan atau tindakan, sering memerlukan biaya
yang cukup banyak sedangkan rumah sakit tidak tersedia keperluan
tersebut. (sebelumnya orang tua diberi penjelasan mengenai perlunya
pengumpulan urine dan mencatat minum anak selama 24 jam, untuk
keperluan pengamatan perkembangan penyakit anaknya)
c) Bila pasien sudah boleh pulang, dirumah masih harus istirahat cukup.
Walaupun anak sudah diperbolehkan sekolah tetapi belum boleh
mengikuti kegiatan olahraga. Makanan, garam masih perlu dikurangi
sampai keadaan urine benar-benar normal kembali (kelainan urine,
adanya eritrosit dan sedikit protein akanmasih diketemukan kira-kira 4
bulan lamanya). Jika makanan dan istirahatnya tidak diperhatikan ada
kemungkinan penyakit kambuh kembali. Hindarkan terjadinya infeksi
saluran pernapasan terutama mengenai tenggorokan untuk mencegah
penyakit berulang. Kebersihan lingkungan perlu dianjurkan agar selalu
diperhatikan khususnya streptococcus yang menjadi penyebab
timbulnya GNA. Pasien harus control secara teratur untuk mencegah
timbulnya komplikasi yang mungkin terjadi seperti glomerulus kronik
atau bahkan sudah terjadi gagal ginjal akut. Juga petunjuk mengenai
kegiatan anak yang telah boleh dilakukan.

7. Komplikasi
Komplikasi glomerulonefritis akut:
a. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun
oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi
diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
b. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesardan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis
eritropoietik yang menurun.
e. Gagal Ginjal Akut (GGA)

8. Prognosis
Gajala fisik menghilang dalan minggu ke-2 atau minggu ke-3 dan tekanan
darah umumnya menurun dalam waktu 1 minggu. Kimia darah menjadi normal
pada minggu ke-2. Hematuria mikroskopik dan makroskopik dapat menetap
selama 4-6 minggu. Hitung Addis menunjukan kenaikan jumlah eritrosit untuk 4
bulan atau lebih, dan LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan. Protein sedikit
dalam urine dan menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang
terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak
mengubah proses penyakitnya. Pasien tetap mennjukan kelainan urine salama 1
tahun dianggap menderita glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi
penyembuhan sempurna. Laju endap darah (LED) digunakan untuk mengukur
progresivitas penyakit ini karena umumnya tetap meninggi pada kasus-kasus yang
menjadi kronik. Diperkirakan 95%akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama
fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis kronik.
BAB III
KASUS

SKENARIO I
Ny R mengeluhkan kondisi anaknya, An. D (5 tahun) yang sudah beberapa hari ini tampak
kurang sehat kepada Ners.A. An.D masuk ke RS dengan proteunuria 2+ dan edema. Ny.R
menyampaikan bahwa anaknya mengalami infeksi pada tenggorokannya sejak kira-kira 2
minggu yang lalu, anak tampak lelah, tidak ada keinginan untuk bermain dan hanya ingin
tidur. Sejak beberapa hari yang lalu An.D juga mengalami output urine yang sedikit. Hasil
pengkajian Ners.A mengindikasikan adanya bilateral edema 1+ di kedua ekstremitas bawah,
periobital edema dan kepucatan. Tanda vital An.D diperoleh : T= 38oC, N=88x/menit,
RR=28x/menit, TD=100/66mmHg.
Data Lab :
 Urinarisis – Proteinuria – 2+ ; sel darah merah,
 BUN – 22 mg/dl (N=5-18 mg/dl)
 Kreatine – 1.0 mg/dl (N=0.3-0.7 mg/dl)
 ASO titer – meningkat
 Serum Albumin, kolesterol, trigliserid dalam batas normal
 Hgb 10.5 g/dl; HCT 33
Ners A mengatakan bahwa An.D mengalami gangguan sistem genitounaria. Ners A
menyampaikan kepada Ny.R bahwa akan memberikan informasi lebih lanjut terkait kondisi
An. D setelah dipastikan apa masalah klinis An.D yang sesungguhnya.

STEP I : KLASIFIKASI ISTILAH


1. Periobital (Husni Dhahhab Pratama)
Jawab : Pembengkakan di sekitar mata (Julaiha)
2. Hematuria (Intan Pramono)
Jawab : Hematuria adalah kencing berdarah atau penyakit yang ditandai dengan
adanya darah di urin.(Fatatun Malikah)
3. BUN (M. Aldino Bravi)
Jawab : Blood Urea Nitrogen yaitu pemeriksaan laboratorium yang bertujuan
menetapkan kadar nitrogen urine dalam darah (M. Agung Al Farisi)
4. ASO titer (Fitria Paradila)
Jawab : Tes darah untuk melihat antibody (Husni Dhahhab Pratama)
5. Trigliserid (Julaiha)
Jawab : Salah satu jenis lemak dalam darah (Fatatun Malikah)
6. Proteunuria (M. Al Dino Bravi)
Jawab : Protein dalam urine yang tidak normal (Intan Pramono)
7. Genitourinaria (Fitria Paradila)
Jawab : Sistem output (pengeluaraan), dimana terjadinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak digunakan tubuh dibuang dan menyerap
zat-zat yang asih dipergunakan oleh tubuh (Fatatun Malikah)
8. Serum albumin (Husni Dhahhab Pratama)
Jawab : Serum albumin sering disebut albumin adalah protein dengan jumlah
terbanyak di dalam tubuh (Julaiha)
9. Kreatine (Julaiha)
Jawab : Cairan yang berguna untuk cadangan otot dan saraf (Intan Pramono)

STEP II : RUMUSAN MASALAH


1. Apa masalah yang sedang dialami pasien ? (Intan Pramono)
2. Mengapa anak tersebut mengalami proteinuria ? (Husni Dhahhab Pratama)
3. Mengapa anak tersebut mengalami hematuria ? (Fatatun Malikah)
4. Mengapa anak tampak lelah, tidak ada keinginan bermain dan hanya ingin tidur ?
(M. Aldino Bravi)
5. Apa penyebab anak mengalami output urine yang sedikit ? (Fitria Paradila)
6. Apa hubungan proteinuria dengan infeksi tenggorokan ? (Intan Pramono)
7. Apakah priobital menjadi masalah pada anak tersebut ? (Husni Dhahhab Pratama)
8. Apakah TTV pada anak dalam kasus tersebut normal atau tidak ? (Julaiha)

STEP III : MENJAWAB PERTANYAAN


1. Apa masalah yang sedang dialami pasien
Jawab : Dari tanda daan gejala serta berbagai data penunjang yang didapatkan klien
mengalami penyakit glomerulonefritis akut (Husni Dhahhab Pratama)

2. Mengapa anak tersebut mengalami proteinuria


Jawab : karena anak tersebut mengalami kerusakan pada glumerulus yang
menyebabkan terbuangnya darah serta protein melalui urine. (Julaiha)
3. Mengapa anak tersebut mengalami hematuria
Jawab : Penyebab Hematuria pada anak yaitu : Infeksi saluran kemih dan mengalami
output urin yang sedikit (M. Aldino Bravi)

4. Mengapa anak tampak lelah, tidak ada keinginan bermain dan hanya ingin tidur
Jawab : Anak tersebut mengalami gejala sindrom nefrotik yang membuat anak
tersebut tampak lelah, dan hannya ingin tidur. (M. Agung Alfarisi)

5. Apa penyebab anak mengalami output urine yang sedikit


Jawab : Karna pada anak tersebut mengalami indikasi pertama dari urinarisis rutin
seperti mengalami output urine yang sedikit seperti yang dialami anak tersebut (Intan
Pramono)

6. Apa hubungan proteinuria dengan infeksi tenggorokan


Jawab : Munculnya infeksi tenggorokan bisa disebabkan oleh infeksi bakteri
Streptococcus beta hemoliticus grup A yang jika dibiarkan dapat menimbulkan
penyakit ginjal yang disebut dengan glomerulonefritis akut pasca streptokokus
(GNAPS). (Julaiha)

7. Apakah priobital menjadi masalah pada anak tersebut


Jawab : Ya, karena periorbital muncul ketika terjadi infeksi yang disebabkan oleh
bakteri seperti staphylococcus atau streptococcus yang dibawa ke kelopak mata oleh
garukan, benda asing di dalam atau dekat area mata, serta gigitan serangga. Saat anak
mengalami periorbital, ia kemungkinan akan terkena demam atau hidung meler serta
conjuntivitis (mata merah. Gejala lainnya berupa bintitan, benjolan, area mata terasa
hangat, bengkak pada kelopak mata, terdapat lapisan kemerahan pada kulit di sekitar
mata, infeksi sinus, atau infeksi gigi. (Fitria Paradila)

8. Apakah TTV pada anak dalam kasus tersebut normal atau tidak
Jawab : Tidak normal,karna pada anak tersebut terdapat tanda-tanda vital yang tidak
normal yaitu pada T : 38C yang melebihi batasa normal sedangkan suhu yang normal
pada anak adalah 36,3 – 37,7 C karna suhu tubuh yang melebihi batas hal itu lah yang
menyebabkan anak tersebut demam (tidak sehat). (Fatatun Malikah)
STEP IV : KERANGKA KONSEP BERPIKIR
STEP V : LEARNING OBJEKTIF
1. Mahasiswa mampu memahami etiologi glomerulonefritis akut (Julaiha)
2. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala glomerulonefritis akut (Husni
Dhahhab Pratama)
3. Mahasiswa mengetahui patofisiologi glomerulonefritis akut (Intan Pramono)
4. Mahasiswa mengetahui komplikasi glomerulonefritis akut (Fatatun Malikah)
5. Mahasiswa megetahui pemeriksaan penunjang glomerulonefritis akut (M. Aldino
Bravi)
6. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan glomerulonefritis
akut (Fitria Paradila)
7. Mahasiswa mengetahui Asuhan Keperawatan glomerulonefritis akut (M.
Agung Alfarisi)

STEP VI BELAJAR MANDIRI

STEP VII MENJAWAB LEARNING OBJEKTIF


1. Mahasiswa mampu memahami etiologi glomerulonefritis akut
a. (Intan Pramono)
Sekitar 75% GNAPS timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas,
yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12,
18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit. Infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.
Streptokokus sebagai penyebab GNAPS pertama kali dikemukakan oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan bukti timbulnya GNA setelah infeksi saluran
nafas, kuman Streptokokus beta hemolyticus golongan A dari isolasi dan
meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. Protein M spesifik pada
Streptokokus beta hemolitikus grup A diperkirakan merupakan tipe nefritogenik.
Protein M tipe 1, 2, 4 dan 12 berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas
sedangkan tipe 47, 49, dan 55 berhubungan dengan infeksi kulit.
Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNAPS. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang
paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab
lain diantaranya:
1. Bakteri: Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi, dll
2. Virus: Hepatitis B, varicella, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika
3. Parasit: Malaria dan toksoplasma
Referensi : ( MAKALAH GLOMERULONEFRITIS AKUT PADA ANAK ) (
Hilmi Riskawa Dedi Rachmadi April 2010 Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. )

b. (Fitria Paradila)
Peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi &
Inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A β –hemolytic Streptococci
(GABHS) dan di tandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi,
dan oliguria yang yang terjadi secara akut.
Referensi : Prof. Dr. Syarifuddin Rauf, dr., Sp, dkk. 2012. Konsensus
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia

2. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala glomerulonefritis akut


 (Julaiha)
Tanda-tanda dan gejala glomerulonefritis akut:
Tanda-tanda dan gejala dari glomerulonefritis tergantung apakah memiliki jenis
akut atau kronis, serta penyebabnya. Indikasi pertama dapat berasal dari gejala atau
hasil dari urinalisis rutin. Gejala awal dari glomerulonefritis akut yaitu.
 Bengkak pada wajah (edema)
 Lebih jarang buang air kecil
 Terdapat darah pada urin (berwarna gelap)
 Cairan berlebihan pada paru-paru, menyebabkan batuk
 Tekanan darah tinggi

Glomerulonefritis kronik dapat muncul perlahan tanpa gejalah apapun. Mungkin


juga terjadi gejala yang menyerupai glomerulonefritis akut secara perlahan. Beberapa
gejala yaitu.
 Darah atau protein berlebihan pada urin, yang dapat berupa mikroskopik dan
muncul pada tes urin
 Tekanan darah tinggi
 Pembengkakan pada pergelangan kaki dan Wajah (edema)
 Sering buang air kecil pada malam hari
 Urin yang berbuih atau berbusa (dari protein berlebih)
 Sakit perut
 Sering mimisan( Nurul Maesya)

Referensi: (Glomerulonefritis.
http://www.healthline.com/health/glomerulonephiritis#Overview.Accesed october
10, 2021.)

3. Patofisiologi glomerulonefritis akut


 (Husni Dhahhab Pratama)
Pada GNAPS terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi
glomeruli berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal
tersebut akan menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%.
Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang
akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorpsinya, termasuk
Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air.
Penelitian-penelitian lebih lanjutmemperlihatkan bahwa retensi Na dan air di
dukung oleh keadaan berikut :
a. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang di lepaskan oleh proses radang di
glomerulus
b. Overexpression dari epithelial sodium channel
c. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal.
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air,
sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi.
Efek proteurinari yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema
lebih berat, karena hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular
seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak
meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada GNAPS bila ketiga hormon
tersebut meningkat.
Referensi : Prof. Dr. Syarifuddin Rauf, dr., Sp, dkk. 2012. Konsensus
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia

 (Fitria Paradila)
Suatu reaksi radang pada glumelorus dengan sebutkan lekosit dan
polifirasi sel, serta eksudasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam ruang
Bowmen. Gangguan pada glomurulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu
respon imunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan antibodi dengan
mikroorganisme yaitu streptokokus A. Reaksi antigen da antibodi tersebut
membentuk imun kompleks yang menimbulkan respon peradangan yang
menyebabkan keruskan dinding kapiler dan menjadikan lumen pembuluh
darah menjadi mengecil yang mana akan menurunkan filtrasi glumelurus,
insuffisiensi renal dan perubahan premeabilitas kapiler sehingga molekul yang
besar seperti protein dieskresikan dalam urine / proteinuria. (Silbernagel &
Lang, 2006).
Sumber : repository.ump.ac.id

4. Komplikasi glomerulonefritis akut


 (M. Aldino Bravi)
a. Oliguri sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria
yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum
dialisis (bila perlu).
b. Ensefalopati hipertensi, merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini
disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dipsneu, ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat membesardan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap
dan kelainan di miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietik
yang menurun.
e. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Referensi : Sacharin, Rosa M. 1999. “Prinsip Keperawatan Pediatrik”. Jakarta: ECG.

 (Intan Pramono)
Komplikasi yang sering dijumpai adalah :
a. Ensefalopati hipertensi (EH).
EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun
dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan
memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual
pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat
diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah harus dilakukan
secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya
ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.

b. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)


Pengobatan konservatif :
1) Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan
kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari
2) Mengatur elektrolit :
a) Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.
b) Bila terjadi hipokalemia diberikan :
 Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari
 NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari
 K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari
 Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb

c. Edema paru
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering
disangka sebagai bronkopneumoni.

d. Posterior leukoencephalopathy syndrome


Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati
hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala,
kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.4,15

Referensi : Prof. Dr. Syarifuddin Rauf, dr., Sp, dkk. 2012. Konsensus
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia

5. Mahasiswa megetahui pemeriksaan penunjang glomerulonefritis akut


 (Fatatun Malikah)
a. Urin
1) Proteinuria :
Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang
terjadi sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan
adanya gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif
proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan
tertentu dapat melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam. Hilangnya proteinuria tidak selalu
bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik, sebab lamanya proteinuria
bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik
menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria
disebut proteinuria menetap yang menunjukkan kemungkinan suatu
glomerulonefritis kronik yang memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya.

2) Hematuria mikroskopik :
Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada, karena itu
adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak
lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit
yang dengan pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85% kasus GNAPS. Adanya torak
eritrosit ini merupakan bantuan yang sangat penting pada kasus GNAPS yang tidak
jelas, sebab torak ini menunjukkan adanya suatu peradangan glomerulus
(glomerulitis). Meskipun demikian bentuk torak eritrosit ini dapat pula dijumpai
pada penyakit ginjal lain, seperti nekrosis tubular akut.

b. Darah
1) Reaksi serologis
Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-
produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat
diukur, seperti antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan
antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang
paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada
GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi,
hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer
ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai
puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga
6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran pernapasan oleh
streptokokus. Titer ASO bisa normal atau tidak meningkat akibat pengaruh
pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya
titer ASO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan
lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus
sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan
titer ASO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi
melalui kulit.

2) Aktivitas komplemen :
Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta
berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang
nefritogenik. Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1C
globulin) yang paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah.
Beberapa penulis melaporkan 80-92% kasus GNAPS dengan kadar C3 menurun.
Umumnya kadar C3 mulai menurun selama fase akut atau dalam minggu pertama
perjalanan penyakit, kemudian menjadi normal sesudah 4-8 minggu timbulnya
gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu kadar komplemen C3 ini masih
rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses kronik yang dapat dijumpai pada
glomerulonefritis membrano proliferatif atau nefritis lupus.

3) Laju endap darah :


LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik
menghilang. Walaupun demikian LED tidak dapat digunakan sebagai parameter
kesembuhan GNAPS, karena terdapat kasus GNAPS
Referensi : Prof. Dr. Syarifuddin Rauf, dr., Sp, dkk. 2012. Konsensus
GlomerulonefritisAkut Pasca Streptokokus. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia

 (Husni Dhahhab Pratama)


Menurut Ilmu Kesehatan Nelson, 2000.
Gambaran laboratorium
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
hematuriamakroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen
urine denganeritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++),
albumin (+),silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan
kreatinin serummeningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis,
hiperfosfatemiadan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif
dengan gejalasindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic
comploment)dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi
C4 normalatau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada
50% pasien.Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorokdan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba.
Beberapa ujiserologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk
membuktikan adanyainfeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan
anti Dnase B.Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu
mengukur antiboditerhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O
mungkinmeningkatpada 7580% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun b
eberapa starinsterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji
terhadap lebihdari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih
dari 90%kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat
pada hanya50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap
antigensterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus
belummeningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3
kali berarti adanya infeksi

6. Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut


 (Julaiha)
a. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya
timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut,
tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan
seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit.
Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan
proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif,
penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada
komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan
pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di
tempat tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari teman-
temannya, sehingga dapat memberikan beban psikologik.
b. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu
sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik,
terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk
harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan=jumlah
urine+insensible water loss (20-25ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada
setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering
dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan
tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain
memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat
menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena
telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten
yang terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin
diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb di bagi dalam 3
dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat di
beri eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.
Referensi : Prof. Dr. Syarifuddin Rauf, dr., Sp, dkk. 2012. Konsensus
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia
7. Asuhan Keperawatan Glumerulonefritis Akut
B. Asuhan Keperawatan Teoritis Glumerulosnefritis akut
1. Pengkajian
a. Genitourinaria
1) Urine berwarna coklat keruh
2) Proteinuria
3) Peningkatan berat jenis urine
4) Penurunan haluaran urine
5) Hematuria
b. Kardiovaskular
1) Hipertensi ringan
c. Neurologis
1) Letargi
2) Iritabilitas
3) Kejang
d. Gastro Intestinal
1) Anoreksia
2) Muntah
3) Diare
e. Mata, Telinga, hidung dan tenggorokan
Edema periorbital sedang
f. Hematologis
1) Anemia sementara
2) Azotemia
3) Hiperkalemia
g. Integumen
1) Pucat
2) Edema menyeluruh

a. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan oliguria
b. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelelahan
c. Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas dan
edema
d. Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik yang ditandai dengan terjadi
hematuria, terjadi retensi urine, BUN tidak normal, kreatinin tidak normal

b. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa 1: Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan


oliguria Hasil yang diharapkan: anak dapat mempertahankan
volume cairan normal yang ditandai oleh pengeluaran urin
rata-rata sebanyak 1-2 ml/kg/jam

intervensi:
1) Timbang berat badan anak setiap hari, dan pantau haluaran urine setiap
4 jam.
Rasional: menimbang berat badan setiap hari dan pemantauan
haluaran urine yang sering, memungkinkan deteksi dini dan terapi
yang tepat terhadap perubahan yang terjadi pada status cairan anak.
Kenaikan berat badan yang cepat mengindikasikan retensi cairan.
Penurunan haluaran urin dapat mengindikasikan ancaman gagal ginjal.
2) Kaji anak untuk deteksi edema, ukur lingkar abdomen setiap 8 jam,
dan (untuk anak laki-laki periksa pembengkakan pada skrotum.
Rasional: pengkajian dan pengukuran yang sering, memungkinkan
deteksi dini dan pemberian terapi yang tepat terhadap setiap perubahan
kondisi anak. Lingkar abdomen yang bertambah dan pembengkakan
pada skrotum biasanya mengindikasikan asites.
3) Pantau anak dengan cermat untuk melihat efek samping pemberian
terapi diuretic, khususnya ketika menggunakan hidroklorotizid atau
furosemid.
Rasional: obat-obatan diuretic dapat menyebabkan hipokalemia
sehingga membutuhkan pemberian suplemen kalium per intravena.
4) Pantau dan catat asupan cairan anak.
R/: anak membutuhkan pembatasan asupan cairan akibat retensi
cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus; ia juga membutuhkan
retriksi asupan natrium.
5) Kaji warna, konsistensi dan berat jenis urine anak.
Rasional: urine yang berbusa mengindikasikan peningkatan
deplesi protein, suatu tanda kerusakan fungsi ginjal.
6) Pantau semua hasil uji laboratorium yang di programkan.

b. Diagnosa 2 : Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan


kelelahan Hasil yang diharapkan: anak akan mengalami
peningkatan toleransi beraktivitas yang ditandai oleh
kemampuan bermain dalam waktu yang lama.
Intervensi:
1) Jadwalkan periode istirahat untuk setiap kali beraktivitas.
Rasional: periode istirahat yang sering dapat menyimpan energy
dan mengurangi produksi sisa metabolic yang dapat membebani kerja
ginjal lebih lanjut.
2) Sediakan permainan yang tenang, menantang dan sesuai usia.
Rasional: permainan yang demikian dapat menyimpan energy
tetapi mencegah kebosanan.
3) Kelompokan asuhan keperawatan anak untuk memungkinkan anak
tidur tanpa gangguan dimalam hari.
Rasional: mengelompokkan pemberian asuhan keperawatan,
membantu anak tidur sesuai dengan kebutuhan.

c. Diagnosa 3: Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan


dengan imobilitas dan edema.
Hasil yang diharapkan: anak akan mempertahankan integritas kulit
normal, yang ditandai oleh warna kulit kemerah mudaan, dan tidak ada
kemerahan, edema, serta kerusakan kulit.
Intervensi:
1) Beri matras busa berlekuk sebagai tempat tidur anak.
Rasional: matras busa berlekuk mengatasi bagian-bagian tulang
yang menonjol sehingga mengurangi resiko kerusakan kulit.
2) Bantu anak mengubah posisi setiap 2 jam.
Rasional: mengganti posisi dengan sering dapat mengurangi
tekanan pada area kapiler dan meningkatkan sirkulasi sehingga
mengurangi resiko kerusakan kulit.
3) Mandikan anak setiap hari, menggunakan sabun yang mengandung
lemak tinggi
Rasional: deodorant dan sabun yang mengandung parfum dapat
mengeringkan kulit sehingga mengakibatkan kerusakan kulit.
4) Topang dan tinggikan ekstremitas yang mengalami edema.
Rasional: menopang dan meninggikan ekstremitas dapat
meningkatkan aliran balik vena dan dapat mengurangi pembengkakan.
5) Pada anak laki-laki, letakkan bantalan sekitar skrotumnya.
Rasional: pemberian bantalan dapat mencegah kerusakan kulit.

d. Diagnosa 4 : Gangguan eliminasi urine b.d. obstruksi anatomik


yang ditandai dengan terjadi hematuria, terjadi retensi urine, BUN
tidak normal, kreatinin tidak normal
Intervensi :
1) Berikan perawatan yang tepat untuk kondisi perkemihan pasien contoh
menyaring spesimen urine untuk melihat adanya batu atau fragmen batu
R/ untuk membantu mendukung pemulihan.
2) Pantau status neuromuskular dan pola berkemih pasien :dokumentasikan
dan laporkan asupan dan haluaran. R/ pengukuran asupan dan haluaran
yang akurat sangat penting untuk pemberian terapi penggantian cairan
yang benar.
3) Observasi pola berkemih pasien. Dokumentasikan warna dan
karakteristik urine, asupan dan haluaran. Laporkan semua perubahannya
R/ karakteristik urine membantu penegakan diagnosis
4) Kolaborasi pemberian obat nyeri yang diprogramkan dan pantau
keefektifannya. R/ kesadaran bahwa nyeri dapat diredakan akan
menurunkan intensitas nyeri.
5) Jelaskan kondisi perkemihan pasien kepada pasien dan anggota keluarga
atau pasangan termasuk petunjuk tindakan pencegahan. R/ pengetahuan
kesehatan yang akurat akan meningkatkan kemampuan pasien dalam
mempertahankankesehatan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penulisan makalah di atas, maka kami selaku penulis menarik
kesimpulan Kesimpulan, Glomerulo Nefritis Akut (GNA) adalah suatu reaksi
imunologis ginjal terhadap bakteri / virus tertentu. Yang sering terjadi ialah
akibat infeksi kuman streptococcus, sering ditemukan pada usia 3-7 tahun.
Masalah keperawatan yang muncul adalah Gangguan perfusi jaringan serebral
yang berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia Kelebihan volume
cairan yang berhubungan dengan oliguria, Gangguan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, Intoleran aktivitas yang
berhubungan dengan kelelahan, Resiko kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan imobilitas dan edema, Ansietas (orang tua) yang
berhubungan dengan rawat inapo anak dirumah sakit, Deficit pengetahuan yang
berhubungan dengan pemahaman intruksi perawatan dirumah. Pasien GNA
perlu dirawat dirumah sakit karena memerlukan pengobatan/pengawasan
perkembangan penyakitnya untuk mencegah penyakit menjadi lebih buruk.
Hanya pasien GNA yang tidak terdapat tekanan darah tinggi, jumlah urine satu
hari paling sedikit 400ml dan keluarga sanggup setra mengerti boleh dirawat
diruah di bawah pengawasan dokter. Masalah pasien yang perlu diperhatikan
adalah gangguan faal ginjal, resiko terjadi komplikasi, diet, gangguan rasa aman
dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran sebagai
berikut :
1. Untuk klien dan keluarga
Orang tua diharapkan dapat membantu usaha pengobatannya
misalnya untuk pemeriksaan atau tindakan, sering memerlukan biaya
yang cukup banyak sedangkan rumah sakit tidak tersedia keperluan
tersebut. (sebelumnya orang tua diberi penjelasan mengenai perlunya
pengumpulan urine dan mencatat minum anak selama 24 jam, untuk
keperluan pengamatan perkembangan penyakit anaknya)
2. Untuk perawat
Perawat diharapkan dapat meningkatkan kwalitas asuhan keperawatan
dan pendokumentasian keperawatan yang lebih akurat dan lengkap sesuai
dengan keadaan klien guna mempercepat penyembuhan dan meningkatkan
kepuasan klien. Pentingnya memberikan edukasi kepada klien untuk
menambah pengetahuan Penjelasan yang perlu disampaikan kepada orang
tua pasien adalah: Bila ada anak yang sakit demam tinggi disertai rasa
sakit menelan atau batuk dan demam tinggi hendaknya berobat ke
dokter/pelayanan kesehatan supaya anak mendapatkan pengobatan yang
tepat dan cepat. Jika anak sudah terlanjur menderita GNA selama dirawat
dirumah sakit, orang tua diharapkan dapat membantu usaha
pengobatannya misalnya untuk pemeriksaan atau tindakan, sering
memerlukan biaya yang cukup banyak sedangkan rumah sakit tidak
tersedia keperluan tersebut. (sebelumnya orang tua diberi penjelasan
mengenai perlunya pengumpulan urine dan mencatat minum anak selama
24 jam, untuk keperluan pengamatan perkembangan penyakit anaknya).
Bila pasien sudah boleh pulang, dirumah masih harus istirahat cukup.
Walaupun anak sudah diperbolehkan sekolah tetapi belum boleh mengikuti
kegiatan olahraga. Makanan, garam masih perlu dikurangi sampai keadaan
urine benar-benar normal kembali (kelainan urine, adanya eritrosit dan
sedikit protein akanmasih diketemukan kira-kira 4 bulan lamanya). Jika
makanan dan istirahatnya tidak diperhatikan ada kemungkinan penyakit
kambuh kembali. Hindarkan terjadinya infeksi saluran pernapasan
terutama mengenai tenggorokan untuk mencegah penyakit berulang.
Kebersihan lingkungan perlu dianjurkan agar selalu diperhatikan
khususnya streptococcus yang menjadi penyebab timbulnya GNA. Pasien
harus control secara teratur untuk mencegah timbulnya komplikasi yang
mungkin terjadi seperti glomerulus kronik atau bahkan sudah terjadi gagal
ginjal akut. Juga petunjuk mengenai kegiatan anak yang telah boleh
dilakukan.
3. Untuk mahasiswa
a. Mahasiswa diharapkan lebih memahami teori tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan Glomerulo Nefritis Akut sehingga
mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
Glomerulo Nefritis Akut sehingga secara khomprehensif.
b. Mahasiswa meningkatkan komunikasi terapeutik sehingga terjadi
trust antara klien dan mahasiswa guna tercapai tujuan asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. 2002. “Buku Saku Keperawatan Pediatri”. Jakarta: EGC.


Harnowo, Sapto. 2001. “Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan”.
Jakarta:Widya Medika.
Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. St. Louis Missouri: Mosby INC.
Mansjoer, Arif M. 2000.”Kapita Selekta Kedokteran”, ed 3, jilid 2. Jakarta:
MediaAesculapius.
Mc. Closkey, cjuane, dkk. 1996. NIC. St.Louis missouri: Mosby INC.
Morgan Speer, Kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan
klinikalpathways. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2005.” Perawatan Anak Sakit”. Jakarta: EGC.
Sacharin, Rosa M. 1999. “Prinsip Keperawatan Pediatrik”. Jakarta: ECG.
Santosa Budi. 2006. “Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006”: Definisi
danKlasifikasi. Jakarta: EGC.
Suriadi, dkk. 2001.” Asuhan Keperawatan Anak”. Jakarta: PT. Fajar Luterpratama
saz
.

Anda mungkin juga menyukai