Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH

DEPARTEMEN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


PADA An. F DENGAN DIAGNOSA MEDIS GLOMERULONEFRITIS
DI RUANG WIJAYA KUSUMA RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

OLEH :
ASROFA DWISUKMA KURNIA BHAKTI
NIM. 202006003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA PARE KEDIRI
2020/2021

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan dan laporan kasus departemen keperawatan dasar profesi

ini dibuat untuk memenuhi tugas praktik Profesi Ners di RSUD Karya Husada

Kediri, pada tanggal 22 Maret 2021-27 Maret 2021 oleh Mahasiswi

Keperawatan STIKES Karya Husada Kediri :

Nama : ASROFA DWISUKMA KURNIA BHAKTI

NIM : 202006003

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


ANAK PADA An. F DENGAN DIAGNOSA MEDIS
GLOMERULONEFRITIS DI RUANG WIJAYA KUSUMA
RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

Mengetahui,

Pembimbing Mahasiswa

Ns. E. Arik Susmiatin, M.Kep. Sp. Kep. J Asrofa Dwisukma Kurnia Bhakti
NIDN. 07-2405-7601 NIM. 202006003
LEMBAR PERSETUJUAN

MAKALAH
DEPARTEMEN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK


PADA An. F DENGAN DIAGNOSA MEDIS GLOMERULONEFRITIS
DI RUANG WIJAYA KUSUMA RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

OLEH :

ASROFA DWISUKMA KURNIA BHAKTI


NIM. 202006003

Telah Diuji :

Hari : Rabu
Tanggal : 24 Maret 2021
dan dinyatakan lulus oleh :

Mengetahui,

Pembimbing Mahasiswa

Ns. E. Arik Susmiatin, M.Kep. Sp. Kep. J Asrofa Dwisukma Kurnia Bhakti
NIDN. 07-2405-7601 NIM. 202006003
BAB 1

TINJAUAN TEORI

1.1. Konsep Dasar Glomerulonefritis

1.1.1. Definisi Glomerulonefritis

Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan keadaan atau manifefstasi utama

gangguan sistemik dengan rentang penyakit minimal sampai berat sampai

berat. Glomerulonefritis poststreptokokal akut (APSGN, acute post

streptokokal glomerulonefritis) merupakan penyakit ginjal pasca infeksi

yang sering terjadi pada masa kanak-kanak dan merupakan penyakit yang

menyebabkan dapat ditegakan pada sebagian besar kasus. dapat terjadi pada

setiap tingkatan usia tetapi terutama menyerang anak-anak pada awal usia

sekolah dengan awitan paling sering terjadi pada usia 6-7 tahun. Penyakit

ini jarang dijumpai pada anak-anak ,usia dibawah 2 tahun ( Donna L wong,

2009 ).

Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan

proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan

mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus

dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus

glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi

streptokokus beta hemolitikus grup A.

1.1.2. Epidemiologi Glomerulonefritis

Glomerulonefritis berdasarkan definisi dari International Collaboratif Study

of Kidney Disease in Children (ISKDC) pada tahun 2003 adalah


sekumpulan gejala–gejala yang timbul mendadak, terdiri dari hematuria,

proteinuria, silinderuria (terutama silinder eritrosit), dengan atau tanpa

disertai hipertensi, edemam gejala- gejala dari kongesti vaskuler atau gagal

ginjal akut, sebagai akibat dari suatu proses peradangan yang ditimbulkan

oleh reaksi imunologik pada ginjal yang secara spesifik mengenai

glomerulus (Aditiawati et al, 2011). Glomerulonefritis umumnya

disebabkan oleh infeksi, yang sering terjadi pada anak-anak, seperti infeki

traktus respiratorius. Glomerulonefritis dapat terjadi secara epidemik atau

sporadik, paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5–8

tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2:1. Di Indonesia,

penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170

orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di Surabaya

(26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang

(8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak

menyerang anak usia 6–8 tahun (40,6%) (Alatas et al, 2012). WHO

mempekirakan 472.000 kasus GNAPS terjadi setiap tahunnya secara

global dengan 5.000 kematian setiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan di

Sri Manakula Vinayagar Medical College and Hospital India pada periode

waktu Januari 2012– Desember 2014 ditemukan 52 anak dengan diagnosis

GNAPS. Dari 52 pasien ditemukan 46 anak (88,4%) dengan GNAPS, usia

pasien berkisar antara 2,6–13 tahun, 27 anak (52%) pada kelompok usia 5-

10 tahun. Di Indonesia pengamatan mengenai GNA pada anakdi sebelas

universitas di Indonesia pada tahun 1997-2002, lebih dari 80% dari 509

anak dengan GNA mengalami efusi pleura, kardiomegali serta efusi


perikardial, dan 9,2% mengalami ensefalopati hipertensif. Selama 5 tahum

sejak 1998-2002, didapatkan 45 pasien GNA (0,4%) yaitu diantara 10.709

pasien yang berobat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Empat

puluh lima pasien ini terdiri dari 26 laki–laki dan 19 perempuan yang

berumur antara 4-14 tahun, dan yang paling sering adalah 6–11 tahun.

Angka kejadian ini relatif rendah, tetapi menyebabkan morbiditas yang

bermakna. Dari seluruh kasus, 95% diperkirakan akan sembuh sempurna,

2% meninggal selama fase akut dari penyakit, dan 2% menjadi

glomerulonefritis kronis. ( Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-

Desember 2016 ).

1.1.3. Etiologi Glomerulonefritis

Penyakit ini sering di temukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan

lebih sering mengenai anak pria di bandingkan anak wanita. Timbulnya

GNA didahului oleh infeksi ekstra-renal, terutama di traktus respiratorius

bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan

A,tipe 12,4,16,25 dan 49. Hubungan antara GNA dan infeksi streptococcus

ini di kemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan

bahwa:

a. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.

b. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A.

c. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih

kurang 10 hari. Dari pada tipe tersebut di atas tipe12 dan 25 lebih bersifat

nefritogen dari pada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat
nefritogen dari pada yang lain tidaklah di ketahui.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi

mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman

Streptococcus. GNA dapat juga di sebabkan oleh sifilis, keracunan (timah

hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura

anafilaktoid dan lupus eritematosus.

1.1.4. Patofisiologi Glomerulonefritis

Hampir pada semua tipe glomelurusnefritis terjadi gangguan di lapisan

epitel atau lapisan podosit membran glomelurus. Gangguan ini

mengakibatkan hilangnya muatan negatif. Glomerulonefritis

pascastreptokokal akut terjadi karena kompleks antigen–antibodi

terperangkap dan menumpuk di dalam membran kapiler glomelurus sesudah

infeksi oleh streptococcus beta-hemolyticus group A. Antigen tersebut, yang

bisa endogen atau eksogen, menstimulasi pembentukan antibodi. Kompleks

antigen- antibodi yang beredar di dalam darah akan tersangkut di dalam

kapiler glomerulus. Cedera glomerulus terjadi ketika kompleks tersebut

memulai pengaktifan komplemen dan pelepasan substansi imunologi yang

menimbulkan lisis sel serta meningkatkan permeabilitas membran.

Intensitas kerusakan glomerulus dan insufisiensi renal berhubungan dengan

ukuran, jumlah, lokasi (lokal atau difus), durasi panjang dan tipe kompleks

antigen- antibodi dalam dinding kapiler glomerulus mengaktifkan mediator

biokimiawi inflamasi yaitu, komplemen, leukosit, dan fibrin. Komplemen

yang sudah diaktifkan akan menarik sel–sel neutrofil serta monosit yang

melepaskan enzim lisosom. Enzim lisosom ini merusak dinding sel


glomelurus dan menyebabkan poliferasi matriks ekstrasel yang akan

mempengaruhi aliran darah glomerulus. Semua kejadian tersebut

meningkatkan permeabilitas membran yang menyebabkan kehilangan

muatan negatif pada membran glomerulus dan meningkatkan pula filtrasi

protein. Kerusakan membran menyebabkan agregasi trombosit, dan

degranulasi trombosit melepaskan subtansi yang meningkatkan

permeabilitas glomerulus. Molekul protein dan sel darah merah kini dapat

melintas masuk ke dalam urine sehingga terjadi proteinnuria dan hematuria.

Pengaktivan sistem koagulasi menimbulkan endapan fibrin dalam ruang

Bowman. Akibatnya adalah pembentukan struktur terbentuk bulan sabit

(erescent) dan penurunan aliran darah renal serta laju filtrasi glomelurus.

Perdarahan glomelurus menyebabkan urine menjadi asam. Keadaan ini akan

mengubah hemoglobin menjadi meihemoglobin dan mengakibatkan urine

berwarna cokelat tampa ada bekuan darah. Respons inflamasi akan

menurunkan laju filtrasi glomelurus, dan keadaan ini menyebabkan retensi

cairan serta penurunan haluaran urine, peningkatan volume cairan ekstrasel,

dan hopertensi. Proteinuria yang nyata menyertai sindrom nefrotik sesudah

10 hingga 20 tahun kemudian akan terjadi insufisiensi renal, yang diikuti

oleh sindrom nefrotik dan gagal ginjal terminal. Sindrom goodpasture

merupakan glomerulonefritis progresif cepat yang disertai produksi antibodi

terhadap kapiler pulmoner dan membran basalis glomelurus. Proliferasi

antibodi intrasel yang difus dalam ruang bowman menyebabkan

pembentukan struktur berbentuk bulan sabit yang menyumbat ruang

tersebut. Struktur ini tersusun atas fibrin dan sel – sel endotel, mesangial,
serta fagositik yang menekan kapiler glomerulus, mengurangi aliran darah,

dan menimbulkan parut yang luas pada glomerulus.

Laju filtrasi glomerulus menurun dan gagal ginjal terjadi dalam waktu

beberapa minggu atau beberapa bulan. Nefropati IgA atau penyakit berger

biasanya bersifat idiopatik. Kadar IgA plasma meninggi dan IgA serta sel–

sel inflamasi mengendap di dalam ruang bowman. Akibatnya adalah

sklerosis dan fibrosis glomerulus serta penurunan laju filtrasi glomerulus.

Nefrosis lipid menyebabkan disrupsi membran filtrasi kapiler dan hilangnya

muatan negatif pada membran ini. Keadaan ini meningkatkan permeabilitas

yang disertai hilangnya protein sebagai akibatnya sehingga terjadi sindrom

nefrotik. Penyakit sistemik, seperti infeksi virus hepatitis B, sistemik lupus

eritematosus atau tumor solid yang malignan, menyebabkan nefropati

membranosa. Proses inflamasi menyebabkan penebalan dinding kapiler

glomerulus. Peningkatan permeabilitas dan proteinuria menimbulkan

sindrom nefrotik. Kadang–kadang komplemen imun merusak lebih lanjut

membran glomerulus.

Glomerulus yang rusak dan mengalami inflamasi akan kehilangan

kemampuan untuk memiliki permeabilitas yang selektif sehingga sel darah

merah dan protein dapat melewati filtrasi membran tersebut ketika laju

filtrasi glomerulus menurun. Keracunan karena ureum dapat terjadi. Fungsi

ginjal dapat memburuk, khususnya pada pasien dewasa dengan glomelurus

pascastreptokokal akut, yang umumnya berbentuk glomerulus sklerosis dan

disertai hipertensi. Semakin berat gangguan tersebut, semakin besar

kemungkinan terjadi komplikasi. Hipovolemik menimbulkan hipotensi yang


bisa terjadi karena retensi natrium dan air (akibat penurunan laju filtrasi

glomerulus) atau pelepasan renin yang tidak tepat. Pasien mengalami edema

paru dan gagal jantung. (kowalak, welsh dan mayer, 2011).


1.1.5. WOC Glomerulonefritis
Edema pada wajah dan
dinding tubuh pitting edema
>detik

RISIKO PERFUSI RENAL


TIDAK EFEKTIF
1.1.6. Manifestasi Klinis Glomerulonefritis

a. Hematuria (kencing berwarna seperti air cucian daging). Hematuria

dapat terjadi karena kerusakan pada rumbai kapiler glomerulus).

b. Proinuria (protein dalam urine) adalah suatu kondisi dimana urine

mengandung jumlah protein yang tidak normal.

c. Oliguria dan anuria.

Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriol glomerulus yang

mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini

kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam,

ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar

ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relatif

kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga

diuresis berkurang maka timbul oliguria dan anuria.

d. Edema.

Edema yang biasanya dimulai pada kelopak mata dan bisa ke seluruh

tubuh. Edema dapat terjadi karena adanya akumulasi cairan akibat

penurunan fungsi ginjal, dimana terjadi penurunan laju filtrasi

glomerulus yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen

mungkin berkurang, sehingga terjadi edema.

e. Hipertensi.

Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap

tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan

penyakitnya menjadi kronis. Hal ini disebabkan akibat terinduksinya


sistem rennin- angiotensin.

f. Hipertermi/suhu tubuh meningkat

Dikarenakan adanya inflamasi oleh strepkokus.

g. Menurunya out put urine (pengeluaran urine) adalah keadaan

dimana produksi urine seseorang kurang dari 500 mililiter dalam 24

jam.

h. Anak pucat dan lesu.

i. Mual muntah.

j. Fatigue ( keletihan atau kelelahan )

Suatu kondisi yang memiliki tanda berkurangnya kapasitas yang

dimiliki seseorang untuk bekerja dan mengurangi efisiensi prestasi

dan biasanya hal ini disertai dengan perasaan letih dan lemah.

k. Demam.

l. Sesak napas.

m. Anoreksia (penurunan nafsu makan).

1.1.7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis

akut. Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau

kecoklatan seperti air cucian daging.

b. Tes darah : Bun (bloot urea nitrogen : nitrogen urea darah) dan

creatinine meningkat kreatinin serum menigkat bila fungsi ginjal

mulai menurun.Albumin serum dan protein total mungkin normal atau

agak turun (karena hemodilusi).

c. Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat


hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urin di

dapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria

makroskopis ditemukan pada 50% penderita. Ditemukan pula albumin

(+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, dan hialin.

d. Biopsi ginjal dapat di indikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan

adalah menningkatnya jumlah sel dalam setiap.

1.1.8. Penatalaksanaan Medis

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan

kelainan di glomerulus.

1. Pengobatan Non Farmakologi

a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan selama 6

minggu. Tetapi penyelidikan terakhir dengan hanya istirahat 3-4

minggu tidak berakibat buruk bagi perjalanan penyakitnya.

b. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotik ini

tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan

mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin

masih ada. Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari.

Pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh

terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat

imunitas yang menetap. Secara teoritis, anak dapat terinfeksi

lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini

sangat kecil.

c. Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein

(1g/KgBB/hari) dan rendah garam. Makanan lunak diberikan


pada pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu

normal kembali. Bila anuria atau muntah, diberikan IVFD

dengan larutan glukosa 10%. Pada pasien dengan tanpa

komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan,

sedangkan bila ada komplikasi maka jumlah cairan harus

dibatasi.

d. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,

pemebrian sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat

cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral

diberikan reserpin dan hidralazin. Magnesium sulfat parenteral

tidak dianjurkan lagi karena member efek toksik.

e. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus

dikeluarkan dari dalam darah.

f. Diuretikum dulu tidak diberikan pada GNA akut, tetapi akhir-

akhir ini pemberian furosamid (Lasix) secara intravena (1

mg/kgBB/kali) dalam 5-10 menit dan tidak berakibat buruk pada

hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

2. Pengobatan Farmakologi

a. Bila anuria berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus

dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya

dialisis peritonium hemodialisis, bilasan lambung dan usus

(tindakkan ini kurang efektif, transfusi tukar. Bila prosedur di

atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka

pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan ada kalanya


menolong juga.

b. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut,

tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid (Lasix) secara

intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat

buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus

(Repetto dkk,1972).

c. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan

larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi

pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila

ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, dan oliguria maka

jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

d. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini

tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan

mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin

masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10

hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah

nefritrisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan

karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang

anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi

kemungkinan ini sangat kecil sekali.

e. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum

dan oksigen.
1.1.9. Komplikasi Glomerulonefritis

a. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi

sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti

insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia

dan hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang

terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis

peritoneum kadang-kadang diperlukan.

b. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena

hiperetensi terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing,

muntah dan kejang- kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah

lokal dengan anoksia dan edema otak.

c. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,

pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja

disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkab oleh

bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi

gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di

miokardium.

d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis

eritropoetik yang menurun.

2.1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis

2.1.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini,

semua data–data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status


kesehatan klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif

terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spritual klien.

Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat

data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam

pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik

serta diagnostik. (Asmadi, 2008)

1. Identitas pasien

Glomerulus nefritis akut biasanya ditemukan pada anak usia sekolah

2 – 15 tahun dan lebih sering terjadi pada anak laki – laki dibanding

anak perempuan ( Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-

Desember 2016.

2. Keluhan utama

Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya memiliki

keluhan seperti edema dan hipertensi. Edema ditemukan pada 85%

kasus, terutama pada daerah periorbital (76,3%), wajah, ekstremitas,

bahkan seluruh tubuh. Biasanya edema terjadi secara mendadak dan

terlihat perta-ma kali pada daerah orbital terutama saat bangun di

pagi hari dan menghilang di sore hari setelah penderita melakukan

aktivitas. Edema ini disebabkan oleh retensi natrium dan air akibat

kerusakan glomerulus yang mengakibatkan kelebihan cairan.3,10

Pene-litian oleh Kumar et al.11 mendapatkan pada anak dengan

GNA usia 3-12 tahun di India, edema terjadi pada 100% kasus. Hasil

penelitian ini mendapatkan edema (64,4%) dengan tingkat keparahan

berbeda, hipertensi (46,6%), urin berwarna teh (33,3%) dan demam


(28,8%) merupa- kan gejala yang paling sering ditemukan.

Walaupun persentasenya dida- patkan lebih rendah dari acuan

pustaka di atas,3,10,11 edema masih merupakan mani-festasi yang

tersering dibandingkan manifestasi lainnya. (Jurnal Biomedik (JBM),

Volume 10, Nomor 3, November 2018, hlm.185- 189 )

3. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Yang harus dikaji adalah adakah hematuria, gejalah gangguan

saluran kemih, penurunan berat badan, mual, muntah, anoreksia,

bengkak pada tungkai, mata, kencing berwarna seperti cucian

daging, peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu badan.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Yang harus dikaji antara lain penyakit anak sebelumnya, apakah

pernah dirawat di RS sebelumnya, obat – obatan yang

digunakan sebelumnya, riwayat alergi, riwayat operasi

sebelumnya atau kecelakaan dan imunisasi dasar.

c. Riwayat kesehatan keluarga (genogram)

Yang harus dikaji adanya riwayat penyakit ginjal dalam

keluarga dan penyakit turunan dalam keluarga seperti DM,

Hipertensi, dll.

4. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan umum

Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–tanda vital yaitu

tekanan darah, nadi, RR, dan suhu pada anak, pada anak
dengan glomerulus nefritis akut biasanya terjadi peningkatan

tekanan darah disebabkan akibat terinduksinya sistem rennin-

angiotensin, Hipertermi/suhu tubuh meningkat dikarenakan

adanya inflamasi oleh streptokokus.

b. Ukuran antropomerti

Adalah pengukuran fisik yang dapat di ukur dengan alat

pengukur seperti timbangan dan pita meter meliputi : berat

badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar dada dan

lingkar lengan. Pada anak dengan glomerulus nefritis akut

biasanya terjadi penurunan berat badan karena anak

mengalami penurunan nafsu makan.

c. Pemeriksaan Fisik Head To Toe

1. Kulit

Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis, rash lesi,

bintik–bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa, warna,

bentuknya ada cairan atau tidak, kelembaban dan turgor

kulit baik atau tidak. Pada anak dengan glomerulus

nefritis akut biasanya tampak pucat, timbul edema atau

penumpukan cairan dibawah kulit karena penurunan

fungsi ginjal, dimana terjadi penurunan laju filtrasi

glomerulus yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,

zat-zat nitrogen berkurang, sehingga terjadi edema,

pitting edema lebih dari 2 detik.

2. Kepala
Pada anak dengan glomelurus nefritis akut biasanya

ubun- ubun cekung, rambut kering.

3. Wajah

Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya

nampak edema.

4. Mata

Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya

nampak edema pada kelopak mata, konjungtiva anemis,

pupil anisokor, dan skelera anemis.

5. Telinga

Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna, ada

serumen atau tidak, ada tanda–tanda infeksi atau tidak,

palpasi adanya nyeri tekan atau tidak.

6. Hidung

Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi,

sumbatan, perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah

pernapasan cuping hidung atau tidak dan nyeri tekan.

Adanya gangguan pernapasan cuping hidung (gangguan

pernapasan).

7. Mulut

Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan

stomatitis. Langit– langit keras (palatum durum) dan

lunak, tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret,

kesimetrisan bibir dan tanda–tanda sianosis.


8. Dada

Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada, adakah

bunyi napas tambahan (seperti ronchi, wheezing,

crackels), adakah bunyi jantung tambahan seperti (mur

mur), takipnea, dispnea, peningkatan frekuwensi,

kedalaman (pernafasan kusmaul).

9. Abdomen

Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal adanya

nyeri tekan, palpasi hepar, adakah distensi, massa,

dengarkan bunyi bising usus, palpasi seluruh kuadran

abdomen.

10. Genitalia dan rectum

Lubang anus ada atau tidak

a. Pada laki–laki inspeksi uretra dan testis apakah terjadi

hipospadia atau epispadia, adanya edema skrotum

atau terjadinya hernia serta kebersihan preputium.

b. Pada wanita inspeksi labia dan klitoris adanya edema

atau massa, labia mayora menutupi labia minora,

lubang vagina, adakah secret atau bercak darah.

11. Ekstremitas

a. Tangan : telapak tangan pucat, dan udem, pitting

udema lebih dari 2 detik.

b. Kaki : terdapat udem pada kaki pitting udema lebih


dari 2 detik.
2.1.2. SDKI, SLKI, SIKI

NO SDKI SLKI SIKI


1. Resiko Perfusi Renal Tidak Dengan dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Pencegahan Syok (I.02068)
Efektif (D.0016) diharapkan perfusi renal meningkat (L.02013), dengan Observasi :
kriteria hasil : 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
1. Jumlah urine meningkat kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
2. Nyeri abdomen menurun 2. Monitor status oksigenasi (oksigenasi nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukkan dan haluaran, turgor
3. Mual menurun kulit, CRT)
4. Muntah menurun 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
5. Distensi abdomen menurun 5. Periksa riwayat alergi
6. Kadar elektrolit membaik Terapeutik :
7. Keseimbangan asam basa membaik 1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
8. Bising usus membaik 2. Persiapan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
9. Fungsi hati membaik 3. Pasang jalur IV, jika perlu
4. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

2. Gangguan Pertukaran Gas Dengan dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Pemantauan Respirasi (I.01014) Observasi :
(D.0003) diharapkan pertukaran gas meningkat (L.01003), 1. Monitor frekuensi irama, kedalaman, dan upaya napas
dengan kriteria hasil 2. Monitor pola napas (misal: bradipnea, hiperventilasi,
: kusmaul dll)
1. Dyspnea menurun 3. Auskultasi bunyi napas
2. Bunyi napas tambahan menurun 4. Monitor saturasi oksigen
3. Gelisah menurun Terapeutik :
4. Sianosis membaik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuasi kondisi
pasien
5. Pola napas membaik
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur dan tujuan pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
3. Hipervolemia (D.0022) Dengan dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Managemen Hipervolemia (I.03114)
diharapkan keseimbangan cairan meningkat (L.03020), Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis: ortopnea,
1. Asupan cairan meningkat dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, indeks
2. Haluaran urine meningkat hepetojugular positif, suara napas tambahan)
3. Kelembaban mukosa meningkat 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
4. Asupan makanan meningkat 3. Monitor status hemodinamika (mis. Frekuensi
5. Edema menurun jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP,
6. Dehidrasi menurun CO2, CI), jika perlu
7. Denyut nadi radikal membaik 4. Monitor intake dan output cairan
8. Membran mukosa membaik 5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium,
9. Mata cekung membaik BUN, hematokrit, berat jenis urine )
10. Turgor kulit membaik 6. Monitor kecepatan infus secara ketat
11. Berat badan membaik Terapeutik :
1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang
sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggi kepala tempat tidur 30-40̊
Edukasi :
1. Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 Ml/kg/jam
dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam
sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian deuretik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretik
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement
therapy (CRRT), jika perlu
4. Gangguan Eliminasi Urine Dengan dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Managemen Eliminasi Urine (I.04152)
(D.0040) diharapkan eliminasi urine membaik (L.04034), dengan Observasi :
kriteria hasil: 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia
1. Sensasi berkemih meningkat urine
2. Desakan berkemih (urgensi) menurun 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi
3. Distensi kandung kemih menurun atau/inkontinensia urine
4. Berkemih tidak tuntas menurun 3. Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi
5. Urine menetes menurun aroma, volume, dan warna)
6. Nokturia menurun Terapeutik :
7. Mengompol menurun 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
8. Enuresis menurun 2. Batasi asupan cairan, jika perlu
9. Disuria menurun 3. Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur
10. Frekuensi BAK membaik Edukasi :
11. Karakteristik urine membaik 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
3. Ajarkan mengambil spesimen urine midstream
4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang
tepat untuk berkemih
5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-oto
panggul/berkemih
6. Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
7. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat sopositoria uretra, jika
perlu
5. Defisit Nutrisi (D.0019) Dengan dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Managemen Nutrisi (I. 03119)
diharapkan status nutrisi membaik (L.03030), dengan Observasi :
kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
2. Berat badan meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
3. Indeks massa tubuh (IMT) membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
5. Monitor asupan makanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (misal.piramida
makanan)
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Edukasi :
1. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
6. Intoleransi Aktivitas Dengan dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam MANAGEMEN ENERGI (I. 05178)
(D.0056) diharapkan toleransi aktivitas meningkat (L.05947), Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
1. Frekuensi nadi meningkat mengakibatkan kelelahan
2. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Keluhan lelah menurun 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Dyspnea sebelum dan sesudah aktivitas menurun 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
5. Warna kulit membaik melakukan aktivitas
6. Tekanan darah membaik Terapeutik :
7. Frekuensi napas membaik 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus (misal. Cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara baring
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan makanan
2.1.3. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah

kategori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan

dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan

keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.

Namun demikian, dibanyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi

mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. (Potter & Perry,

2005).

2.1.4. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati

dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi

dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga

kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan

kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika

sebaliknya, klien akan masuk kembali dalam siklus tersebut mulai dari

pengkajian ulang (reassesment) secara umum evaluasi ditunjukan untuk :

1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan


2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.
(Asmadi, 2008).

Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan,


mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan, dan biasanya
berupa catatan perkembangan. Evaluasi sumatif : menggunakan rekapan
terakhir secara paripurna, menggunakan catatan naratif, dan pada saat pasien
pulang atau pindah.
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. ( 2008 ). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Donna L. Wong. (2013) Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4.


Penerbit Buku Kedokteran. EGC

Gloria M. Bulechek, dkk (2016) Nursing Intervenstions Classification (NIC).


Edisi keenaam.

Jenifer P.Kowalak, William Welsh, Brenna Mayer, 2011. Buku ajar


patofisiologi. Jakarta : EGC

Jurnal Biomedik (JBM), Volume 10, Nomor 3, November 2018, hlm.185-189 )


Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016.

Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta : EGC

Shigemi Kamitsuru, PhD,RN,FNI & T. Heather Herdman, PhD,RN,FNI (2018)


NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020. Edisi
11. Penerbit Buku Kedokteran. EGC

Sue Moorhead, dkk (2016) Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran


Outcomes Kesehatan. Edisi kelima.

Suriadi,Yuliani R.2001.Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan


pada Anak.Edisi 1.Jakarta:EGC.

Sylvia A. Price and Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses
– proses penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC

Tylor M. Cyntia & Ralph Sparks Sheila (2003). Diagnosis Keperawatan Dengan
Rencana Asuhan. Edisi 10. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
ANALISA DATA
NAMA : An.F

DX MEDIS : Glomerulonefritis

NO R-M : 13257

NO Data Penunjang Etiologi Diagnosa


Keperawatan
1. DS : Keluarga klien mengatakan Kelebihan asupan Hipervolemia
kaki dan tangan An.F mengalami cairan (D.0022)
bengkak
DO :
1. Asupan cairan menurun
Sebelum sakit : ±1000 liter
Saat sakit :±600-700 liter
2. Hakuaran urine tidak lancar
3. Membran mukosa kering
dan pucat
4. Asupan makanan menurun
Sebelum sakit : 1 porsi habis
Saat sakit : ¼ porsi
5. Edema pada kaki dan tangan
6. Asites
7. Mata cekung
8. Turgor kulit jelek
9. CRT >2detik
10. TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 96x/menit
11. BB menurun
BB sebelum sakit : 49 Kg
BB saat sakit : 46 Kg
2. DS : Keluarga klien mengatakan Disfungsi Ginjal Resiko Perfusi Renal
An. F mengalami nyeri pada Tidak Efektif
abdomen, dan BAKnya sedikit (D.0016)
DO :
1. Nyeri pada abdomen
2. Mual muntah
3. Warna urine kemerahan
4. Jumlah urine
Sebelum sakit : ±1000 cc
Saat sakit :±600-700 cc
5. TTV
TD : 140/90 mmHg
N : 96x/menit
RR : 22x/menit
S : 36,7̊C
6. Bising usus 12x/detik
7. Elektrolit :
Na : 140
K : 4,9
CI : 110
3. DS : Keluarga klien mengatakan Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas
An.F ADL nya dibantu keluarga antara suplai dan (D.0056)
karena tangan dan kakinya edema kebutuhan oksigen
DO :
1. Kekuatan tubuh bagian atas
dan bawah mengalami
kelemahan karena edema
2. Kliem tampak lelah
3. Dyspnea
4. TTV :
TD : 140/90 mmHg
N : 96x?menit
RR : 22x/menit
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama : An.F Nomor Rekam Medik: 13257 Hari Rawat Ke :

NO SDKI SLKI SIKI


1. Hipervolemia (D.0022) Dengan dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Managemen Hipervolemia (I.03114)
diharapkan keseimbangan cairan meningkat (L.03020), Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis:
1. Asupan cairan meningkat ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP meningkat,
2. Haluaran urine meningkat indeks hepetojugular positif, suara napas tambahan)
3. Kelembaban mukosa meningkat 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
4. Asupan makanan meningkat 3. Monitor status hemodinamika (mis. Frekuensi
5. Edema menurun jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP,
6. Dehidrasi menurun CO2, CI), jika perlu
7. Denyut nadi radikal membaik 4. Monitor intake dan output cairan
8. Membran mukosa membaik 5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar
9. Mata cekung membaik natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine )
10. Turgor kulit membaik 6. Monitor kecepatan infus secara ketat
11. Berat badan membaik Terapeutik :
1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang
sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggi kepala tempat tidur 30-40̊
Edukasi :
1. Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5
Ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg dalam
sehari
3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
4. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian deuretik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretik
2. Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif Dengan dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam Pencegahan Syok (I.02068)
(D.0016) diharapkan perfusi renal meningkat (L.02013), dengan Observasi :
kriteria hasil : 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
1. Jumlah urine meningkat kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
2. Nyeri abdomen menurun 2. Monitor status oksigenasi (oksigenasi nadi, AGD)
3. Monitor status cairan (masukkan dan haluaran,
3. Mual menurun turgor kulit, CRT)
4. Muntah menurun 4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
5. Distensi abdomen menurun 5. Periksa riwayat alergi
6. Kadar elektrolit membaik Terapeutik :
7. Keseimbangan asam basa membaik 1. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
8. Bising usus membaik 2. Persiapan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
9. Fungsi hati membaik 3. Pasang jalur IV, jika perlu
4. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda
dan gejala awal syok
4. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
5. Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
3. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Dengan dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam MANAGEMEN ENERGI (I. 05178)
diharapkan toleransi aktivitas meningkat (L.05947), Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
1. Frekuensi nadi meningkat mengakibatkan kelelahan
2. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Keluhan lelah menurun 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Dyspnea sebelum dan sesudah aktivitas menurun 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
5. Warna kulit membaik melakukan aktivitas
6. Tekanan darah membaik Terapeutik :
7. Frekuensi napas membaik 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus (misal. Cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara baring
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan makanan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : An.F Nomor Rekam Medik: 13257 Hari Rawat Ke : 1

NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI KEPERAWATAN


PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. 22 Maret 2021 Hipervolemia (D.0022) Managemen Hipervolemia (I.03114) S : Keluarga klien mengatakan kaki dan tangan
Observasi : An.F mengalami bengkak
1. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia O:
mis:ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP 1. Asupan cairan menurun
meningkat, indeks hepetojugular positif, suara Sebelum sakit : ±1000 liter
napas tambahan) Saat sakit :±600-700 liter
2. Mengidentifikasi penyebab hipervolemia 2. Haluaran urine tidak lancar
3. Memonitor status hemodinamika (mis.
Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP,
3. Membran mukosa kering dan pucat
CVP, PAP, PCWP, CO2, CI), jika perlu 4. Asupan makanan menurun
4. Memonitor intake dan output cairan Sebelum sakit : 1 porsi habis
5. Memonitor tanda hemokonsentrasi (mis. Saat sakit : ¼ porsi
Kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis 5. Edema pada kaki dan tangan
urine ) 6. Asites
6. Memonitor kecepatan infus secara ketat 7. Mata cekung
Terapeutik :
1. Menimbang berat badan setiap hari pada
8. Turgor kulit jelek
waktu yang sama 9. CRT >2detik
2. Membatasi asupan cairan dan garam 10. TTV
3. Meninggikan kepala tempat tidur 30-40̊ TD : 140/90 mmHg
Edukasi : N : 96x/menit
1. Menganjurkan melapor jika haluaran urine
<0.5 Ml/kg/jam dalam 6 jam 11. BB menurun
2. Menganjurkan melapor jika BB bertambah >1 BB sebelum sakit : 49 Kg
kg dalam sehari BB saat sakit : 46 Kg
3. Mengajarkan cara mengukur dan mencatat A : Masalah hipervolemia belum teratasi
asupan dan haluaran cairan P : Intervensi dilanjutkan
4. Mengajarkan cara membatasi cairan Managemen Hipervolemia (I.03114)
Kolaborasi : Observasi :
1. Mengkolaborasi pemberian deuretik 1. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia
2. Mengkolaborasi penggantian kehilangan mis:ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
kalium akibat diuretik meningkat, indeks hepetojugular positif, suara
napas tambahan)
2. Mengidentifikasi penyebab hipervolemia
3. Memonitor status hemodinamika (mis.
Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP,
PAP, PCWP, CO2, CI), jika perlu
4. Memonitor intake dan output cairan
5. Memonitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar
natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine )
6. Memonitor kecepatan infus secara ketat
Terapeutik :
1. Membatasi asupan cairan dan garam
2. Meninggikan kepala tempat tidur 30-40̊
Edukasi :
1. Menganjurkan melapor jika haluaran urine
<0.5 Ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Menganjurkan melapor jika BB bertambah >1
kg dalam sehari
3. Mengajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
4. Mengajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Mengkolaborasi pemberian deuretik
2. Mengkolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik
2. 22 Maret 2021 Resiko Perfusi Renal Tidak Pencegahan Syok (I.02068) S : Keluarga klien mengatakan An. F mengalami
Efektif (D.0016) Observasi : nyeri pada abdomen, dan BAKnya sedikit
1. Memonitor status kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, O:
MAP) 1. Nyeri pada abdomen
2. Memonitor status oksigenasi (oksigenasi nadi, 2. Mual muntah
AGD) 3. Warna urine kemerahan
3. Memonitor status cairan (masukkan dan 4. Jumlah urine
haluaran, turgor kulit, CRT) Sebelum sakit : ±1176 cc
4. Memonitor tingkat kesadaran dan respon Saat sakit :±1104 cc
pupil 5. TTV
5. Memeriksa riwayat alergi TD : 140/90 mmHg
Terapeutik : N : 96x/menit
1. Memberikan oksigen untuk mempertahankan RR : 22x/menit
saturasi oksigen >94% S : 36,7̊C
2. Melakukan skin test untuk mencegah reaksi 6. Bising usus 12x/detik
alergi 7. Elektrolit :
Edukasi : Na : 140
1. Menjelaskan penyebab/faktor resiko syok K : 4,9
2. Menjelaskan tanda dan gejala awal syok CI : 110
3. Menganjurkan melapor jika A : Masalah risiko perfusi renal tidak efektif
menemukan/merasakan tanda dan gejala awal belum teratasi
syok P : Intervensi dilanjutkan
4. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan Pencegahan Syok (I.02068)
oral Observasi :
5. Menganjurkan menghindari alergen 1. Memonitor status kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
Kolaborasi : 2. Memonitor status oksigenasi (oksigenasi nadi,
1. Mengkolaborasi pemberian IV, jika perlu AGD)
2. Mengkolaborasi pemberian transfusi darah, 3. Memonitor status cairan (masukkan dan
jika perlu haluaran, turgor kulit, CRT)
3. Mengkolaborasi pemberian antiinflamasi, jika 4. Memonitor tingkat kesadaran dan respon pupil
perlu 5. Memeriksa riwayat alergi
Terapeutik :
1. Memberikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
2. Melakukan skin test untuk mencegah reaksi
alergi
Edukasi :
1. Menjelaskan penyebab/faktor resiko syok
2. Menjelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Menganjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan gejala awal
syok
4. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
5. Menganjurkan menghindari alergen

Kolaborasi :
1. Mengkolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Mengkolaborasi pemberian transfusi darah,
jika perlu

3. 22 Maret 2021 Intoleransi Aktivitas MANAGEMEN ENERGI (I. 05178) S : Keluarga klien mengatakan An.F ADL nya
(D.0056) Observasi : dibantu keluarga karena tangan dan kakinya
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang edema
mengakibatkan kelelahan O:
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 1. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah
3. Monitor pola dan jam tidur mengalami kelemahan karena edema
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama 2. Kliem tampak lelah
melakukan aktivitas 3. Dyspnea
Terapeutik : 4. TTV :
1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan TD : 140/90 mmHg
rendah stimulus (misal. Cahaya, suara, N : 96x?menit
kunjungan) RR : 22x/menit
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif A : Masalah intoleransi aktivitas belum teratasi
3. Berikan aktivitas distraksi yang P : Intervensi dilanjutkan
menenangkan MANAGEMEN ENERGI (I. 05178)
Edukasi : Observasi :
1. Anjurkan tirah baring 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara baring mengakibatkan kelelahan
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
dan gejala kelelahan tidak berkurang 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
kelelahan melakukan aktivitas
Kolaborasi : Terapeutik :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
meningkatkan makanan stimulus (misal. Cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara baring
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan makanan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : An.F Nomor Rekam Medik: 13257 Hari Rawat Ke : 2

NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI KEPERAWATAN


PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. 23 Maret 2021 Hipervolemia (D.0022) Managemen Hipervolemia (I.03114) S : Keluarga klien mengatakan bengkak pada kaki
Observasi : dan tangan An.F berkurang
1. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia O:
mis:ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP 1. Asupan cairan meningkat
meningkat, indeks hepetojugular positif, suara Tanggal 22 Maret 2021 :±600-700 cc
napas tambahan) Tanggal 23 Maret 2021 :±750 liter
2. Mengidentifikasi penyebab hipervolemia 2. Haluaran urine agak lancar
3. Memonitor status hemodinamika (mis. 3. Membran mukosa kering dan pucat
Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, 4. Asupan makanan meningkat
CVP, PAP, PCWP, CO2, CI), jika perlu Tanggal 22 Maret 2021 : ¼ porsi
4. Memonitor intake dan output cairan Tanggal 23 Maret 2021 : ½ porsi
5. Memonitor tanda hemokonsentrasi (mis. 5. Edema pada kaki dan tangan berkurang
Kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis 6. Asites berkurang
urine ) 7. Mata cekung
6. Memonitor kecepatan infus secara ketat 8. Turgor kulit jelek
Terapeutik : 9. CRT >2detik
a. Menimbang berat badan setiap hari pada 10. TTV
waktu yang sama TD : 130/90 mmHg
b. Membatasi asupan cairan dan garam N : 98x/menit
11. BB menurun
c. Meninggikan kepala tempat tidur 30-40̊ BB tanggal 22 Maret 2021: 46 Kg
Edukasi : BB tanggal 23 Maret 2021 : 47 Kg
1. Menganjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 A : Masalah hipervolemia teratasi sebagian
Ml/kg/jam dalam 6 jam P : Intervensi dilanjutkan
2. Menganjurkan melapor jika BB bertambah >1
kg dalam sehari Managemen Hipervolemia (I.03114)
3. Mengajarkan cara mengukur dan mencatat Observasi :
asupan dan haluaran cairan 1. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia
4. Mengajarkan cara membatasi cairan mis:ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
Kolaborasi : meningkat, indeks hepetojugular positif, suara
1. Mengkolaborasi pemberian deuretik napas tambahan)
2. Mengkolaborasi penggantian kehilangan 2. Memonitor status hemodinamika (mis.
kalium akibat diuretik Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, CVP,
PAP, PCWP, CO2, CI), jika perlu
3. Memonitor intake dan output cairan
4. Memonitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar
natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine )
5. Memonitor kecepatan infus secara ketat
Terapeutik :
1. Membatasi asupan cairan dan garam
2. Meninggikan kepala tempat tidur 30-40̊
Edukasi :
1. Menganjurkan melapor jika haluaran urine
<0.5 Ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Mengajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
3. Mengajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Mengkolaborasi pemberian deuretik
2. Mengkolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik
2. 23 Maret 2021 Resiko Perfusi Renal Tidak Pencegahan Syok (I.02068) S : Keluarga klien mengatakan nyeri pada
Efektif (D.0016) Observasi : abdomen An.F berkurang dan BAKnya
1. Memonitor status kardiopulmonal (frekuensi meningkat
dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, O:
MAP) 1. Nyeri pada abdomen berkurang
2. Memonitor status oksigenasi (oksigenasi nadi, 2. Mual muntah berkurang
AGD) 3. Warna urine kemerahan
3. Memonitor status cairan (masukkan dan
haluaran, turgor kulit, CRT) 4. Jumlah urine
4. Memonitor tingkat kesadaran dan respon Tanggal 22 Maret 2021 :±1104 cc
pupil Tanggal 23 Maret 2021 :±1128
5. Memeriksa riwayat alergi 5. TTV
Terapeutik : TD : 130/90 mmHg
1. Memberikan oksigen untuk mempertahankan N : 98x/menit
saturasi oksigen >94% RR : 21x/menit
2. Melakukan skin test untuk mencegah reaksi S : 36,5̊C
alergi 6. Bising usus 12x/detik
Edukasi : 7. Elektrolit :
1. Menjelaskan penyebab/faktor resiko syok Na : 140
2. Menjelaskan tanda dan gejala awal syok K : 4,9
3. Menganjurkan melapor jika CI : 110
menemukan/merasakan tanda dan gejala awal A : Masalah risiko perfusi renal tidak efektif
syok teratasi sebagian
4. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan P : Intervensi dilanjutkan
oral Pencegahan Syok (I.02068)
5. Menganjurkan menghindari alergen Observasi :
1. Memonitor status kardiopulmonal (frekuensi
Kolaborasi : dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
1. Mengkolaborasi pemberian IV, jika perlu 2. Memonitor status oksigenasi (oksigenasi nadi,
2. Mengkolaborasi pemberian transfusi darah, AGD)
jika perlu 3. Memonitor status cairan (masukkan dan
3. Mengkolaborasi pemberian antiinflamasi, jika haluaran, turgor kulit, CRT)
perlu 4. Memeriksa riwayat alergi
Terapeutik :
1. Memberikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
2. Melakukan skin test untuk mencegah reaksi
alergi
Edukasi :
1. Menjelaskan penyebab/faktor resiko syok
2. Menjelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Menganjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan gejala awal
syok
4. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
5. Menganjurkan menghindari alergen
Kolaborasi :
1. Mengkolaborasi pemberian IV, jika perlu

3. 23 Maret 2021 Intoleransi Aktivitas MANAGEMEN ENERGI (I. 05178) S : Keluarga klien mengatakan An.F ADL nya
(D.0056) Observasi : dibantu sebagian keluarga karena tangan dan
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang kakinya edema
mengakibatkan kelelahan O:
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 1. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah
3. Monitor pola dan jam tidur mengalami kelemahan karena edema
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama meningkat
melakukan aktivitas 2. Lelah berkurang
Terapeutik : 3. Dyspnea berkueang3e
1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan 4. TTV :
rendah stimulus (misal. Cahaya, suara, TD : 130/90 mmHg
kunjungan) N : 98x/menit
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif RR : 21x/menit
3. Berikan aktivitas distraksi yang A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian
menenangkan P : Intervensi dilanjutkan
Edukasi : MANAGEMEN ENERGI (I. 05178)
1. Anjurkan tirah baring Observasi :
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara baring 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda mengakibatkan kelelahan
dan gejala kelelahan tidak berkurang 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi 3. Monitor pola dan jam tidur
kelelahan 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Kolaborasi : melakukan aktivitas
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara Terapeutik :
meningkatkan makanan 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
stimulus (misal. Cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi :
5. Anjurkan tirah baring
6. Anjurkan melakukan aktivitas secara baring
7. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
8. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan makanan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : An.F Nomor Rekam Medik: 13257 Hari Rawat Ke : 3

NO TANGGAL DIAGNOSA IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI KEPERAWATAN


PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. 24. Maret 2021 Hipervolemia (D.0022) Managemen Hipervolemia (I.03114) S : Keluarga klien mengatakan kaki dan tangan
Observasi : An.F sudah tidak edema
1. Memeriksa tanda dan gejala hipervolemia O:
mis:ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP 1. Asupan cairan meningkat
meningkat, indeks hepetojugular positif, suara Tanggal 23 Maret 2021 :±750 liter
napas tambahan) Tanggal 24 Maret 2021 : ±1100 liter
2. Mengidentifikasi penyebab hipervolemia 2. Haluaran urine lancar
3. Memonitor status hemodinamika (mis. 3. Membran mukosa lembab
Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP, 4. Asupan makanan meningkat
CVP, PAP, PCWP, CO2, CI), jika perlu Tanggal 23 Maret 2021 : ½ porsi
4. Memonitor intake dan output cairan Tanggal 24 Maret 2021 : 1 porsi
5. Memonitor tanda hemokonsentrasi (mis. 5. Pada kaki dan tangan tidak edema
Kadar natrium, BUN, hematokrit, berat jenis 6. Tidak asites
urine ) 7. Mata tidak cekung
6. Memonitor kecepatan infus secara ketat 8. Turgor kulit baik
Terapeutik : 9. CRT <2detik
1. Menimbang berat badan setiap hari pada 10. TTV
waktu yang sama TD : 120/80 mmHg
2. Membatasi asupan cairan dan garam N : 95x/menit
11. BB menurun
3. Meninggikan kepala tempat tidur 30-40̊ BB tanggal 23 Maret 2021 : 47 Kg
Edukasi : BB tanggal 24 Maret 2021 : 49 Kg
1. Menganjurkan melapor jika haluaran urine A : Masalah hipervolemia teratasi
<0.5 Ml/kg/jam dalam 6 jam P : Intervensi dihentikan
2. Menganjurkan melapor jika BB bertambah >1
kg dalam sehari
3. Mengajarkan cara mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran cairan
4. Mengajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Mengkolaborasi pemberian deuretik
2. Mengkolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik
2. 24 Maret 2021 Resiko Perfusi Renal Tidak Pencegahan Syok (I.02068) S : Keluarga klien mengatakan abdomen An.F
Efektif (D.0016) Observasi : sudah tidak nyeri dan BAKnya meningkat
1. Memonitor status kardiopulmonal (frekuensi O:
dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, 1. Pada abdomen tidak nyeri
MAP) 2. Tidak mual muntah
2. Memonitor status oksigenasi (oksigenasi nadi, 3. Warna urine kuning
AGD) 4. Jumlah urine
3. Memonitor status cairan (masukkan dan Tanggal 23 Maret 2021 :±1128
haluaran, turgor kulit, CRT) Tanggal 24 Maret 2021 :±1176
4. Memonitor tingkat kesadaran dan respon 5. TTV
pupil TD : 120/80 mmHg
5. Memeriksa riwayat alergi N : 95x/menit
Terapeutik : RR : 19x/menit
1. Memberikan oksigen untuk mempertahankan S : 36,5̊C
saturasi oksigen >94% 6. Bising usus 12x/detik
2. Melakukan skin test untuk mencegah reaksi 7. Elektrolit :
alergi Na : 140
Edukasi : K : 4,9
1. Menjelaskan penyebab/faktor resiko syok CI : 110
2. Menjelaskan tanda dan gejala awal syok A : Masalah risiko perfusi renal tidak efektif
3. Menganjurkan melapor jika teratasi
menemukan/merasakan tanda dan gejala awal P : Intervensi dihentikan
syok
4. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
5. Menganjurkan menghindari alergen
Kolaborasi :
1. Mengkolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Mengkolaborasi pemberian transfusi darah,
jika perlu
3. Mengkolaborasi pemberian antiinflamasi, jika
perlu
3. 24 Maret 2021 Intoleransi Aktivitas MANAGEMEN ENERGI (I. 05178) S : Keluarga klien mengatakan An.F ADL nya
(D.0056) Observasi : tidak dibantu keluarga karena tangan dan
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang kakinya tidak edema
mengakibatkan kelelahan O:
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 1. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah
3. Monitor pola dan jam tidur mengalami kelemahan karena edema
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama meningkat
melakukan aktivitas 2. Tidak elah
Terapeutik : 3. Tidak dyspnea
1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan 4. TTV :
rendah stimulus (misal. Cahaya, suara, TD : 120/80 mmHg
kunjungan) N : 95x/menit
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif RR : 19x/menit
3. Berikan aktivitas distraksi yang A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi
menenangkan P : Intervensi dihentikan
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara baring
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
dan gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan makanan
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMASANGAN INFUS
Pengertian Kompetensi ini menggambarkan kemampuan perawat dalam mengelola
pemberian terapi melalui kateter vena sentral, termasuk teknik pemberian dan
keamanan. Pemasangan infus adalah suatu tindakan memasukkan cairan
elektrolit, obat, atau nutrisi kedalam darah vena dalam jumlah dan waktu
tertentu dengan menggunakan set infus
Indikasi 1. Pasien yang mengalami dehidrasi
2. Pasien yang akan diberikan transfusi
3. Pasien yang akan dilakukan tindakan operasi dan pasca bedah
4. Untuk pasien yang tidak bisa atau tidak boleh makan dan minum
Tujuan 1. Sebagai pengobatan
2. Mencukupi kebutuhan tubuh akan cairan dan elektrolit
3. Menberikan zat makanan pada pasien yang tidak dapat atau tidak boleh
makan melalui mulut
Hal-hal yang 1. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru
diperhatikan 2. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda-
tanda infeksi
3. Observasi tanda/reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain
Pengkajian 1. Kaji tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Kaji program terapi cairan
Persiapan Persiapan Alat :
1. Larutan sesuai kebutuhan atau kolaborasi (contoh : RL, Dextrosa 5%,
PZ/NS/NaCl 0,9%, dan lain-lain)
2. Jarum/pungsi vena yang terdiri dari kateter plastik dan stylet/mandrin
(contohnya : medicet, surflo, venflon, abocath) sesuai ukuran :
Dewasa : 18, 20, 22
Anak : 24, 22
Bayi : 24, jarum kupu-kupu/wings/jarum bersayap
3. Set infus
Dewasa : makrodrip
Anak : mikrodrip
4. Alkohol 70%
5. Kapas
6. Povidon-iodin/betadin
7. Kasa steril
8. Tourniquet
9. Papan penyangga lengan
10. Spalk bila perlu (untuk fiksasi pada pasien anak yang belum
kooperatif)
11. Plester/hipafix
12. Perlak dan alas perlak
13. Tiang infus
14. Sarung tangan
15. Bengkok
16. Gunting
17. Baki beralas
Persiapan pasien dan lingkungan
1. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, maksud, dan
tujuan tindakan (informed consent)
2. Atur posisi pasien pada lokasi yang akan dipasang infus
3. Bebaskan daerah yang akan dipasang infus dari pakaian yang
menutupi
4. Pastikan cahaya terang

Prosedur 1. Cuci tangan dan pasang sarung tangan


Pelaksanaan 2. Buka kemasan set infus
3. Tempatkan klem tepat 2-4 cm di bawah bilik tetesan, tutup klem/off
4. Tusukkan set infus ke dalam kantung cairan
a. Lepaskan penutup botol cairan (tanpa menyentuh ujung tempat
masuknya set infus)
b. Lepaskan penutup ujung insersi selang dengan tidak menyentuh
ujung tersebut, kemudian masukkan ujung selang tersebut kedalam
botol cairan
5. Isi selang infus
a. Tekan bilik tetesan kemudian lepaskan, biarkan terisi 1/3 sampai
dengan ½ bagian penuh
b. Buka pelindung jarum dan buka klem rol. Alirkan cairan ke
adepter jarum, tampung pada bengkok. Setelah semua selang
terisi, tutup kembali klem
c. Pastikan bagian dalam selang infus bebas dari udara
6. Identifikasi vena yang dapat diakses untuk pemasangan infus
a. Hindari daerah yang menonjol
b. Pilih vena distal lebih dulu
c. Hindari pemasangan di pergelangan tangan, daerah peradangan
diruang antekubital, ekstremitas yang sensasinya menurun, dan
tangan yang dominan
7. Pasang perlak dibawah lokasi yang akan diinfus
8. Bila terdapat bulu ditempat insersi, gunting terlebih dahulu (jangan
mencukur bulu karena dapat menyebabkan mikroabrasi dan menjadi
predisposisi infeksi)
9. Pasang tourniquet 10-12 cm di atas insersi
10. Dilatasikan vena dengan cara :
a. Menepuk-nepuk vena dari proksimal ke distal
b. Mengepal dan membuka tangan
c. Ketukan ringan di atas vena
d. Kompres hangat diatas vena
11. Disinfeksi lokasi insersi dengan betadin, lalu bilas dengan kapas
alkohol 70% sampai bersih dan tunggu sampai kering
12. Fiksasi vena dengan ibu jari di atas vena dan renggangkan kulit
berlawanan dengan arah insersi 5-7,5 cm dari distal ke tempat pungsi
vena
13. Lakukan pungsi vena dengan membentuk sudut 20-30̊. Jika darah
masuk ke jarum, menandakan jarum telah masuk vena. Rendahkan
jarum smpai hampir menyentuh kulit. Masukkan lagi ±2-3 cm
kemudian tarik stylet/mandrim sedikit secara perlahan. Lanjutkan
memasukkan kateter plastik sampai pangkal kateter. (Untuk jarum
bersayap masukkan jarum bersayap ke dalam vena sampai pangkat
insersi)
14. Stabilkan kateter dengan satu tangan, lepas tourniquet, tekan di ujung
kateter plastik (untuk mencegah darah mengalir keluar), kemudian tarik
dan lepaskan stylet/jarum mandrim
15. Hubungkan adapter jarum infus (selang) ke pangkal kateter plastik
16. Buka klem, atur aliran dengan kecepatan tertentu (observasi adanya
ekstravasasi)
17. Fiksasi kateter IV (sarung tangan dilepas, aggar plester tidak lengket ke
sarung tangan)
a. Fiksasi menyilang pada pangkal kateter plastik
b. Letakkan bantalan kasa steril di atas tempat insersi, fiksasi dengan
plester di atasnya
c. Letakkan selang infus pada balutan dengan plester
18. Atur kecepatan aliran sesuai kebutuhan
19. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus pada plester
20. Rapikan pasien dan bereskan alat
21. Cuci tangan
Evaluasi Observasi pasien terhadap :
1. Jumlah larutan yang benar
2. Kecepatan aliran
3. Kepatenan jalur intravena
4. Infiltrasi, flebitis, dan inflamasi
Dokumentasi Tulis di catatan perawatan pada catatan medis pasien tentang :
1. Jenis cairan
2. Tempat insersi
3. Kecepatan aliran
4. Ukuran dan tipe kateter IV
5. Waktu infus dimulai (tanggal dan jam)
6. Respon pasien setelah pemesangan1

Anda mungkin juga menyukai