Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

GLOMERULONEFRITIS KRONIS

DI
S
U
S
U
N
Oleh :
Muhammad Riandi
Reza Aswanda
Nurul Alvira
Putri Masthura
Rita Zahara
Oktarina
Raqiqatul Awanis

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Cut Oktaviyana, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan

rahmat dan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk

bekerja menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Glomerulonefritis Kronis”

makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.

Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar

kami, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan

makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak

kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan

yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii


DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 2
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 3
C. Tujuan ................................................................................................................ 3
D Manfaat................................................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN TEORI


A.Pengertian ........................................................................................................... 4
B.Epidemiologi....................................................................................................... 5
C.Etiologi...............................................................................................................5
D.Patofisiologi ....................................................................................................... 6
E.Manifestasi Klinis................................................................................................ 8
F.Pemeriksaan Penunjang....................................................................................... 9
G.Komplikasi........................................................................................................ 10
H.Penatalaksanaan................................................................................................ 10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian........................................................................................................ 12
B. Diagnosa Keperawatan......................................................................................16
C. Intervensi...........................................................................................................16
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 24
B.Saran ................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir

dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa ( Buku Ajar

Nefrologi Anak, edisi 2, hal.323, 2002). Terminologi glomerulonefritis yang dipakai

disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada

glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit

peradangan ginjal bilateral.

Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan

atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada

akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-

mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan

kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya

menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara

menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya

dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa

sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.

Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%

berakibat fatal.

Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah

sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%),

kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang


(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia

antara 6-8 tahun (40,6%).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana membuat asuhan keperawatan anak yang mengalami Gluronefritis

Kronis.

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana gambaran asuhan keperawatan anak yang mengalami

Gluronefritis Kronis.

D.Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan

manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah

pengetahuan dan wawasan mengenai asuhan keperawatan pada anak yang

mengalami Gluronefritis Kronis.

2 Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu

pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut dapat dipahami dan

diaplikasikan dalam praktik keperawatan.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Glomerulonefritis ialah reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus

tertentu. Terjadi akibat infeksi kuman streptococcus. Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun

(pada awal usia sekolah). Lebih sering mengenai anak laki-laki dari pada wanita dengan

perbandingan 2 : 1 (Mansjoer, Arif, dkk. 2000 : 487). Glomerulonefritis kronik adalah

peradangan lama di sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolus akut

yang tidak membaik atau timbul secara spontan (Arif muttaqin & kumala Sari, 2011).

Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat akibat

glomerulonefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa diketahui

asal usulnya, dan biasanya baru ditemukan pada stadium yang sudah lanjut, ketika gejala-

gejala insufisiensi ginjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang mengalami

glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan dijumpai hipertensi atau

peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum (Mutaqqin dan Sari, 2012).

Glomerulonefritis kronis (GNK) adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari

sel-sel glomerulus dengan diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan

proteinuria yang menetap. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah

cedera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam

urine) dan proteinuria (protein dalam urine) ringan (Mutaqqin dan Sari, 2012; Mansjoer, et

al., 2000). Jalan penyakit GNK dapat berubah-ubah. Ada pasien yang mengalami gangguan

fungsi minimal dan merasa sehat. Perkembangan penyakitnya juga perlahan. Walaupun

perkembangan penyakit GNK perlahan atau cepat, keduanya akan berakhir pada penyakit

ginjal tahap akhir (Baradero, 2008).

6
B. Epidemiologi

Glomerulusnefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih

sering mengani anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak

laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun.

Hasil penelitian multisenter di Indonesia pada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien

yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di

Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,65%),

dan Palembang (8,2%).

Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara

6-8 tahun (40,6%). Gejala glomerulusnefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau

secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.

Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum

berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai

hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis dan

10% berakibat fatal.

C. Etiologi

Penyebab dari penyakit glomerulunefritis kronik yaitu :

a. Lanjutan GNA (Glomerulusnefritis Akut), seringkali tanpa riwayat infeksi

(Streptococcus beta hemoliticus group A)

b. Keracunan (timah hitam, tridion)

c. Penyakit sipilis

d. Diabetes mellitus

e. Trombosis vena renalis

f. Hipertensi kronik

7
g. Penyakit kolagen

h. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut. Penyakit ini

ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi pada usia awal sekolah dan jarang pada

anak yang lebih muda dari 2 tahun. Lebih banyak pria daripada wanita (2:1). Timbulnya

GNC (Glomerulusnefritis Cronic) didahului oleh akut (infeksi ekstra renal, terutama di

traktus respiratorius atau saluran napas bagian atas dan kulit oleh kuman streptococus

beta hemolitikus gol A). Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah faktor iklim,

keadaaan gizi, keadaan umum dan alergi.

D. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang

merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks

antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat

kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya

komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik

leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan

pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus

(IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel

yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin

meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah

merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan

proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah

yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai

bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada

8
pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai

invasi PMN.

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan

mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks

ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis

glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi

epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan

imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron

cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan

karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop

imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul

antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti

C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen

spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks

yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat

terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik

yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat

fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau

subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan

pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel,

maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis

glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke

dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

9
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit

kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun

demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama.

Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami

agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara

kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran

basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-

tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas,

misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu

atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks

imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat

F. Manifestasi Klinik

Glomerulusnefritis kronis ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif

lambat akibat glomerulusnefritis yang berlangsung lama. Gejala utama yang

ditemukan adalah :

a. Kadang-kadang tidak memberikan keluhan sama sekali sampai terjadi gagal ginjal

b. Hematuria (kencing bercampur darah)

c. Edema pada bagian wajah biasanya sekitar mata (kelopak),

d. Penurunan kadar albumin (hipoalbuminemia)

e. Hipertensi

f. Peningkatan suhu badan

g. Sakit kepala, lemah, gelisah

h. Mual, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun

10
i. Ureum dan kreatinin meningkat

j. Proteinurea

k. Suhu subfebril

l. Kolesterol darah naik

m. Fungsi ginjal menurun

n. Ureum meningkat + kreatinin serum

o. Anemia
p. Gagal jantung kematian
q. Selalu merasa haus dan miksi pada malam hari (nokturia)

G. Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang untuk GNC menurut Beta Gelly & Sowden Linda
(2012) adalah
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. LED (Laju Endap Darah) meningkat.
b. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air).
c. Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun, Berat jenis urine
meningkat.
d. Hematuri makroskopis ditemukan pada 50% pasien, ditemukan :Albumin
(+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit, dan hialin.
e. Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (Globulin beta- IC)
sedikit menurun.
f. Ureum dan kreatinin meningkat. 
g. Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi
streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja. 
h. Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.  
2. Test gangguan kompleks imun
3. Biopsi ginjal

11
H. Komplikasi

a. Oliguri sampai anuria

Oliguri dan anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat

berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut

dengan uremia, hiperfosfatemia, hyperkalemia dan hidremia. Walaupun oliguria

atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan

peritoneum dialysis (bila perlu).

b. Ensefalopati hipertensi

Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan

penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena

spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

c. Gangguan sirkulasi

Gangguan sirkulasi berupa dyspnea, ortopneu, terdapat ronki basah, pembesaran

jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan oleh

bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan kelainan di

miokardiu. Anemia yang timbul karena adanya hypervolemia disamping sintesis

eritropoietik yang menurun.

I. Penatalaksanaan

1. Medik

a. Pemberian penisilin pada fase akut.

Pemberian antibiotic ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan

mengurangi penyebaran infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian

penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemeberian profilaksis yang lama sesudah

12
nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan, karena terdapat

imunitas yang menetap.

a. Pengobatan terhadap hipertensi

b. Bila anuria berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam

darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfuse tukar dan

sebagainya.

c. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulusnefritis akut, tetapi akhir-akhir ini

pemberian furosemide (lasix) secara intravena (1 mg/kg BB/kali) dalam 5-10 menit

tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.

d. Bila tidak timbul gagal gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.

2. Keperawatan

a. Istirahat mutlak selama 2 minggu.

b. Pengawasan tanda-tanda vital secara 3x sehari

Jika terdapat gejala dyspnea/ortopnea dan pasien terlihat lemah adala kemungkinan

adanya gejala payah jantung, segera berikan posisi yang nyaman (semi fowler),

berikan O2 dan hubungi dokter

c. Diet protein 1 gr/kg BB/hari dan garam 1 gr/hari (rendah garam).

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien

dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan

keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian.

1. Pengkajian Umum

a. Keluhan Utama

Keluhan orang tua atau anak pada waktu ke rumah sakit Pasien mengeluh mual ,

anoreksia, muntah, mengeluh demam ,  mengeluh sakit kepala/pusing ,

mengeluh sesak

b. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang

Anak tampak odema , muntah, pada saat disentuh teraba hangat , mengalami,

anak tampak lemah , adanya peningkatan  tekanan darah

1. Riwayat kehamilan dan persalinan

a) Prenatal History

Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Streptococus),

mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada

ibu.

b) Intra natal

Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.

c) Riwayat Neonatus

14
kaji riwayat neunatus saat bayi pertamakali lahir apa ada tanda atau gejala yang mucul

dari neunatus. Pada pasien GNC biasanya tidak ditemukan tanda gejal pada usia

nenatus.

2. Riwayat Kesehatan Keluarga

A. Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami Gluronefritis

Cronic (GNC)

a) Penyakit keturunan atau diwariskan

b) Penyakit congenital atau bawaan

3. Riwayat pertumbuhan dan Perkembangan

Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

a) Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri

meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang

bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki

lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat

dengan ayah.

b) Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa

bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika

usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

c) Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai

mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-

alat sederhana.

d) Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan

kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut

hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan

besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.

15
Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan

dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang

meliputi:

a. Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan

Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.

b. Pola nutrisi – Metabolik

Pada pasien dengan GNC akan mengalami gangguan nutrisi metabolic seperti

anoreksia, mual muntah, pembengkakan ekstremitas bawah/edema, terjadi

penambahan berat badan karena adanya pembengkakan. Suhu badan normal hanya

panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya

retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Perlukaan pada

kulit dapat terjadi karena uremia.

c. Pola Eliminasi

Pada pasien. GNC biasanya ditemukan Oliguri dan anuria yang dapat berlangsung 2-

3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus, Perubahan warna

urine (kuning pekat, merah)

d. Pola Aktivitas dan Latihan

Kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam

perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan  dan tekanan

darah mutlak selama 2  minggu dan mobilisasi  duduk dimulai  bila tekanan ddarah

sudah normaal selama 1 minggu. 

e.Pola Persepsi Kognitif

Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan

masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan. Peningkatan ureum

16
darah menyebabkan kulit bersisik kasar  dan rasa gatal. Gangguan penglihatan

dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.

e. Pola Tidur dan Istirahat

Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.

keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus.

f. Konsep Diri dan Persepsi Diri

Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.

Terjadi perilaku distraksi, gelisah, dan penolakan. Klien  cemas  dan takut karena

urinenya berwarna merah dan edema dan  perawatan yang  lama.

g. Peran dan Pola Hubungan

Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.

Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk

melaksanakan peran. Anak  tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh 

serta anak mengalami kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.

h. Pola Reproduktif dan Sexual

Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.

i. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi

Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah.

j. Pola Keyakinan dan Nilai

Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang

dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat

dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya

pelaksanaan ibadah.

2. Pengkajian fisik

17
Keadaan umum klien  lemah dan terlihat saki berat dengan tingkat kesadaran
biasanya composmentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
a. B1 (Breatihing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan
jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase
akut. Pada fase lanjut di dapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas
yang merupakan respons edema pilmonerdan efusi fleura.
b. B2 (Blood ). Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder
dari peningkatan beban volume.
c. B3 (Brain). Didapatkan adanya edema wajah terutama periorbital, seklera tidak
ikteri status neurologi mengalami perubahan sesuai dengan tingkat paranya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d. B4 (Bladder). Perubahan warna urine output seperti warna urine warnanya kola.
e. B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi kurang dari kebutuhan. Didapatkan asites
pada abdomen.
f. B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.

B. Diagnosa
1. Gangguan eliminasi urine

2. Kelebihan volume cairan

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

C. Perencanaan

DIAGNOSIS NOC NIC


KEPERAWATAN
Gangguan  Urinanry Urinary Retention Care
Eliminasi Urine elimination  Lakukan penilaian
Definisi: disfungsi  Urinary kemih yang
pada eliminasi urine conntinuence komprehdnsif berfokus
Batasan Kriteria hasil: pada inkontinensia
Karakteristik:  Kandung kemih (misalnya, output urine,
- Disuria kosong secara penuh pola berkemih, fungsi
- Sering berkemih  Tidak ada residu urine kognitif, dan masalah
- Anyang-anyangan ≥100-200cc kencing praeksisten)
- Inkontinensia  Memantau penggunaan

18
- Nokturia  Intake cairan dalam obat dengan sifat
- Retensi rentang normal antikolinergik atau
- Dorongan  Bebas dari ISK property alpha agonis
Factor yang  Tidak ada spasme  Memonitor efek dari
berhubungan bladder obat-obatan yang
- Obstruksi anatomic  Balance cairan diresepkan, seperti
- Penyebab multiple seimbang calcium channe blockers
- Gangguan sensori dan antikolinergik
motorik  Menyediakan
- Infeksi saluran penghapusan privasi
kemih  Gunakan kekuatan
sugesti dengan
menjalankan air atau
disiram toilet
 Merangsang refleks
kandung kemih dengan
menerapkan dingin
untuk perut membelai
tinggi batin, atau air
 Sediakan waktu yang
cukup untuk
pengosongan kandung
kemih (10 menit)
 Gunakan spirit
wintergreen di pispot
atau urinal
 Menyediakan maneuver
crede, yang diperlukan
 Gunakan double-void
teknik
 Masukkan kateter kemih
 Anjurkan
pasien/keluarga untuk
merekam output urine
 Intruksikan cara-cara
untuk menghindari
konstipasi atau impaksi
tinja
 Memantau asupan dan
keluaran
 Memantau tingkat
distensi kandung kemih
dengan palpasi dan
perkusi
 Membantu dengan toilet
secara berkala
 Memasukkan pipa ke
dlaam lubang tubuh
untuk sisa

19
 Menerapkan katerissi
intermiten
 Merujuk ke spesialis
kontinensia kemih.
Kelebihan Volume NOC NIC
Cairan  Electrolit and acid Fluid management
Definisi : base balance  Timbang popok atau
peningkatan retensi  Fluid balance pembalut jika diperlukan
cairan isotonic  Hydration  Pertahankan catatan
Batasan Kriteria Hasil : intake dan output yang
Karakteristik  Terbebas dari edema, akurat
 Bunyi nafas efusi, anaskara  Pasang urin kateter jika
adventisius  Bunyi nafas bersih, diperlukan
 Gangguan elektrolit tidak ada  Monitor hasil Hb yang
 Anasarka dyspnea/ortopneu sesuai dengan retensi
 Ansietas  Terbebas dari distensi cairan (BUN, Hmt,
 Azotemia vena jugularis, reflek osmolalitas urin)
 Perubahan tekanan hepatojugular (+)  Monitor status
darah  Memelihara tekanan hemodinamik termasuk
 Perubahan status vena sentral, tekanan CVP, MAP, PAP, dan
mental kapiler paru, output PCWP
 Perubahan pola jantung dan vital sign  Monitor vital sign
pernafasan dalam batas normal  Monitor indikasi
 Penurunan  Terbebas dari retensi/kelebihan cairan
hematocrit kelelahan, kecemasan (cracles, CVP, edema,
 Penurunan atau kebingungan distensi vena leher,
hemoglobin  Menjelaskan indikator asites)
 Dyspnea kelebihan cairan  Kaji lokasi dan luas
 Edema edema
 Peningkatan  Monitor masukan
tekanan vena sentral makanan/cairan dan
 Asupan melebihi hitung intake kalori
haluaran  Monitor status nutrisi
 Distensi vena  Kaloborasi pemberian
jugularis diuretic sesuai intruksi
 Oliguria  Batasi masukan cairan
 Ortopnea pada keadaan
 Efusi pleura hiponatrermi dilusi
dengan serum Na <130
 Refleksi
mEq/l
hepatojugular
positif  Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
 Perubahan tekanan
muncul memburuk
arteri pulmonal
Fluid Monitoring
 Kengesti pulmunal
 Tentukan riwayat
 Gelisah
jumlah dan tipe intake
 Perubahan berat cairan dan eliminasi
jenis urin
 Tentukan kemungkinan
 Bunyi jantung S3 factor resiko dari

20
 Penambahan berat ketidakseimbangan
badan dalam waktu cairan (hipertermia,
sangat singkat terapi diuretic, kelainan
Factor – factor yang renal, gagal jantung,
berhubungan : diaphoresis, disfungsi
 Gangguan hati dll)
mekanisme regulasi  Monitor berat badan,
 Kelebihan asupan BP, HR, dan RR
cairan  Monitor serum dan
 Kelebihan asupan osmilalitas urin
natrium  Monitor tekanan darah
orthostatic dan
perubahan irama
jantung
 Monitor parameter
hemodinamik infasif
 Catat secara akurat
intake dan output
 Monitor adanya distensi
leher, ronchi, oedem
perifer dan penambahan
BB
 Monitor tanda dan
gejala daro oedema
Ketidakseimbanga NOC NIC
n nutrisi kurang  Nutritional Status : Nutrition Management
dari kebutuhan  Nutritional Status :  Kaji adanya alergi
tubuh food and fluid intake makanan
Definisi : Asupan  Nutritional Status :  Kolaborasi dengan ahli
nutrisi tidak cukup nutrient intake gizi untuk menentukan
untuk memenuhi  Weight control jumlah kalori dan nutrisi
kebutuhan Kriteria Hasil : yang dibutuhkan pasien
metabolic  Adanya peningkatan  Anjurkan pasien untuk
Batasan berat badan sesuai meningkatkan intake Fe
Karakteristik dengan tujuan  Anjurkan pasien untuk
 Kram abdomen  Berat badan ideal meningkatkan protein
 Nyeri abdomen sesuai dengan tinggi dan vitamin C
 Menghindari badan  Berikan substansi gula
makanan  Mampu  Yakinkan diet yang
 Berat badan 20% mengidentifikasi dimakan mengandung
atau lebih dibawah kebutuhan nutrisi tinggi serat untuk
berat badan ideal  Tidak ada tanda-tanda mencegah konstipasi
 Kerapuhan kapiler malnutrisi  Berikan makanan yang
 Diare  Menunjukkan terpilih (sudah
 Kehilangan rambut peningkatan fungsi dikonsultasikan dengan
berlebihan pengecapan dari ahli gizi)
 Bising usus menelan  Ajarkan pasien
hiperaktif  Tidak terjadi bagaimana membuat
 Kurang makanan penurunan berat badan catatan makanan harian

21
 Kurang informasi yang berarti  Monitor jumlah nutrisi
 Kurang minat pada dan kandungan kalori
makanan  Berikan informasi
 Penurunan berat tentang kebutuhan
badan dengan nutrisi
asupan makanan  Kaji kemampuan pasien
adekuat untuk mendapatkan
 Kesalahan konsepsi nutrisi yang dibutuhkan
 Kesalahan Nutrition Monitoring
informasi  BB pasien dalam batas
 Membrane mukosa normal
pucat  Monitor adanya
 Ketidakmampuan penurunan berat badan
memakan makanan  Monitor tipe dan
 Tonus otot menurun jumlah aktivitas yang
 Mengeluh biasa dilakukan
gangguan makanan  Monitor interaksi anak
kurang dari RDA atau orang tua selama
(recommended makan
daily allowance)  Monitor lingkungan
 Cepat kenyang selama makan
setelah makan  Jadwalkan pengobatan
 Sariawan rongga dan tindakan tidak
mulut selama jam makan
 Steatorea  Monitor kulit kering
 Kelemahan otot dan perubahan
pengunyah pigmentasi
 Kelemahan otot  Monitor turgor kulit
untuk menelan  Monitor kekeringan,
Factor yang rambut kusam, dan
berhubungan : mudah patah
 Factor biologis  Monitor mual muntah
 Factor ekonomi  Monitor kadar albumin,
 Ketidakmampuan total protein, Hb, dan
untuk mengabsorbsi kadar Ht
nutrient  Monitor pertumbuhan
 Ketidakmampuan dan perkembangan
untuk mencerna  Monitor pucat,
makanan kemerahan, dan
 Ketidakmampuan kekeringan jaringan
menelan makanan konjungtiva
 Factor psikologis  Monitor kalori dan
intake nutrisi
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan
cavitas oral
 Catat jika lidah
berwarna magenta

22
scarlet

BAB IV
PENUTUP

23
A. Kesmpulan

Glomerulonefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel

glomerulus dengan diagosis klins berdasarkan ditemukannya hematuria dan proteinuria

yang menetap. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan

peradangan glomerulus subklinis yang di sertai oleh hematuria(darah dalam urine) dan

proteinuria(protein dalam urine)ringan

Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif lambat

akibat glomerulunefritis yang sudah berlangsung lama. Penyakit cenderung timbul tanpa di

ketahui asal usulnya, dan biasanya baru di temukan pada stadium yang sudah lanjut , ketika

gejala nsufisiensi gnjal timbul. Pada pengkajian ditemukannya klien yang mengalami

glomerulonefritis kronik bersifat incidental pada saat pemeriksaan di jumpai hipertensi atau

peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak

kekurangan dan masih jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran

pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya akan lebih

baik dari sekarang dan kamijuga berharap pengetahuan tentang asuhan keperawatan anak

dengan glomerulonefritis kronis dapat terus dikembangkan dan di terapkan dalam bidang

keperawatan dalam menangani pasien terutama pada anak

24
DAFTAR PUSTAKA

L. Beta Gelly, A. Sowden Linda (2002), Buku Keperawatan Pediatri, Edisi 3, Jakarta, EGC.
Mansjoer, Arif, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3 Edisi 2, Jakarta, EGC.
Muttaqin, Arif. Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid : 1. Edisi : IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Dapartemen Ilmu Penyakit
DalamFKUI
Baradero, M. (2008) Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Gnjal, Jakarta EGC
Alatas, H., Trihono,P.P.,Pardede,S.O.(2009). Buku ajar Nefrologi Anak.Edisi 2.Jakarta:Balai
Penerbit FK UI

25
26

Anda mungkin juga menyukai