Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA

BILIER(DUCTUS HEPATICUS)

DI
S
U
S
U
N
Oleh :
Muhammad Riandi
Reza Aswandi
Nurul Alvira
Putri Masthura
Rita Zahara
Oktarina
Raqiqatul Awanis

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Cut Oktaviyana, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena dengan

rahmat dan hidayah serta karunianya, sehingga masih diberi kesempatan untuk

bekerja menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Atresia Ductus Hepaticus”

makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.

Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengajar

kami, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan

makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak

kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan

yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak kami harapkan.

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN SAMPUL........................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. latar belakang.......................................................................................1
B. Tujuan..................................................................................................3
C. Rumusan masalah................................................................................3

BAB II KONSEP TEORI


A. Pengertian.............................................................................................5
B. Klasifikasi.............................................................................................7
C. Etiologi..................................................................................................9
D. Manifestasi Klinis.................................................................................10
E. Patofisiologi..........................................................................................12
F. Pemeriksaan Diagnosis.........................................................................18
G. Komplikasi.............................................................................................14
H. Prognosis...............................................................................................18

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian.............................................................................................21
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................22
C. Intervensi...............................................................................................22

BAB IVPENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................28
B. Saran.................................................................................................... 28

DAFTARPUSTA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia bilier atau atresia ductus hepaticus adalah penyakit serius yang

mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi pada

anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan

Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier

tidak diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah

alasan paling umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika

Serikat dan sebagian besar dunia Barat (Santoso, Agus.2010. Health

Academy).

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga

menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya

atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus

bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di

dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan

bilirubin direk. Hanya tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila

tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka keberhasilannya adalah

86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka

keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier harus

ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia

Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).

1
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia

dari saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan

empedu dari hati. Empedu dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan

masuk ke usus di mana ia membantu mencerna makanan, lemak, dan

kolesterol. Hilangnya saluran empedu menyebabkan empedu untuk tetap di

hati. Ketika empedu mulai merusak hati, menyebabkan jaringan parut dan

hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan dapat bekerja dengan baik

dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencangkokan hati menjadi

perlu. Atresia bilier dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan untuk

transplantasi hati dalam 1 sampai 2 tahun pertama kehidupan (Santoso,

Agus.2010. Health Academy).

Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia

bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi

Jumlah penderita atresia bilier yang ditangani Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003, mencapai 37-38 bayi atau

23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi hati.

Sedangkan DiInstalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara

tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita

dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan atresia bilier 9

(9,4%).

Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100 institusi,

atresia bilier didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%),

Hispanik (11%), Asia (4,2%) dan Indian Amerika (1,5%) Kasus Atresia

Bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di Belanda,

2
5,1/100.000kelahiran hidup di Perancis, 6/100.000 kelahiran hidup di Inggris,

6,5/100.000 kelahiran hidup diTexas, 7/100.000 kelahiran hidup di Australia,

7,4/100.000 kelahiran hidup di USA, dan 10,6/100.000 kelahiran hidup di

Jepang (Dr.Widodo.2009.Koran Indonesia Sehat.Jakarta: Yudhasmara).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Atresia bilier?

2. Apa sajakah klasifikasi dari Atresia bilier?

3. Apa sajakah faktor resiko dari Atresia bilier?

4. Apa sajakah etiologi dari Atresia bilier?

5. Apakah manifestasi klinis dari Atresia bilier?

6. Bagaimana penatalaksaan pada Atresia bilier?

7. Apa sajakah komplikasi dari Atresia bilier?

8. Bagaimana WOC dari Atresia bilier?

9. Bagaimana pengkajian pada klien dengan Atresia bilier?

10. Bagaimana diagnosa pada klien dengan Atresia bilier?

11. Bagaimana intervensi pada klien dengan Atresia bilier?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta

pendekatan asuhan keperawatannya.

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier

2. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier

3. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier

3
4. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier

5. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier

6. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier

7. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier

8. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier


9. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier
10. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam

pipa/saluran-saluran  yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju

ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi  congenital, yang

berarti terjadi  saat kelahiran (Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).

Atresia Billiary merupakan kelainan yang berkisar dari

hipoplasiasegmental/generalisata saluran empedu dan atresia sampai

obliterasilengkap duktur billiaris ekstra/intra hepatic (David Sabiston, 1994).

Atresia Billiary merupakan kelainan kongenital yang berhubungan dengan

kolangio hepatic intra uteri dimana saluran empedu mengalami fibrosis.

Proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis

umumnya buruk (Sjamsu Hidajat, 1998). Atresia Billiary merupakan

obstruksi total aliran empedu karena destruksi/tidak adanya saluran/sebagian

saluran empedu ekstra hepatic (Robbins Contrans, 1999). Atresia Billiary

adalah tidak adanya/kecilnya lumen padasebagian/keseluruhan traktus bilier

ekstra hepatic (Ringoringo P.). Jadi Atresia Billiary adalah suatu keadaan

5
dimana saluran empedu tidak berbentuk atau tidak berkembang secara

normal.

Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik

darihati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna

lemak di dalam usus halus. Pada Atresia Billiary terjadi penyumbatan aliran

empedudari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan skerusakan

hati dansirosis hati.

Proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan

progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan

aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen

pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan

inflamasi. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam

empedu dan peningkatan degenerasi edema hepatic dan bilirubin direk (Dr.

Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).

Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa Penyakit Atresia Bilier

terjadi pada 1 banding 10 ribu hingga 15 ribu bayi lahir hidup. Dengan angka

kelahiran hidup di Indonesia 4,5 juta pertahun, dari jumlah tersebut diprediksi

bayi yang menderita penyakit tersebut mencapai 300-450 bayi setiap

tahunnya. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah

1,4 : 1 (Wartapedia.2010).

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir.

Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah

hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja berwarna

6
pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika tingkat ikterus

meningkat.

B. Klasifikasi Atresia bilier

Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal

paten.

II. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis,

duktus sistikus, dan kandung empedu semuanyanormal).

IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis,

duktus sistikus. Kandung empedu normal.

III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi,

sampai ke hilus. 

Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi

(correctable), sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi

(non-correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang

tergolong tipe I dan II.

Atresia Billiary cibagi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Atresia Billiary Intra Hepatik

Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih

jarangdibandingkan ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita

7
atresia.Ditemukan saluran empedu proksimal yang terbuka lumennya.

Tetapitidak berhubungan dengan duodenum. Atresia hanya melibatkan

duktuskoledukus distal. Sirosis bilier terjadi lambat.

2. Atresia Billiary Ekstra Hepatik

Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar

90 %dari penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan

kematian.Ditemukan bahwa seluruh sistem saluran empedu ekstra hepatik

mengalami obliterasi sirosis bilier terjadi cepat. Gejala klinik dan

patologik bergantung pada awal proses penyakitnya dan bergantung

padasaat penyakit terdiagnosis. Atresia Ekstra Hepatik terbagi menjadi 2

yaitu:

a. Embrional :

1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa

embrional. Awal prosesnya merusak saluran empedu mulai sejak masa

intrauterinhingga saat bayi lahir. Pada penderita tidak ditemukan masa

bebasikterus setelah pperiode ikterus neonatorum fisiologis (2 minggu

pertama kelahiran).

b. Perinatal:

2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal.

Awal prosesnya adalah gejala ikterus setelah periode ikterus

psikologik menghilang. Kemudian diteruskan ikterus yang progresif.

c. Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

a. I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen

proksimal paten.

8
b. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis,

duktus sistikus, dankandung empedu semuanyanormal).

c. IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis,

duktus sistikus. Kandungempedu normal.

d. III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi,

sampai ke hilus.Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang

dapat dioperasi (correctable), sedangkantipe III adalah bentuk yang

tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua

kasusatresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II.

C. Etiologi
Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia

Billiary terjadi antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga

9
menyebabkan hambatan aliiran empedu. Ada juga sebagian ahli yang

menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan

adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta terdapatnya

anomalioragan pada 10-30 % kasus Atresia Billiary.

Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier,

seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.

Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan

penyakit keturunan.  Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar

identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier

kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama

hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat

mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:

a) infeksi virus atau bakteri

b) masalah dengan sistem kekebalan tubuh

c) komponen yang abnormal empedu

d) kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu

e) hepatocelluler dysfunction

D. Manifestasi Klinis

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir.

Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah

hidup. Gejala-gejala termasuk:

10
a) Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin

yang sangat tinggi (pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan

akan dikeluarkan dalam aliran darah.

Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum

pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama

sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan atresia bilier

biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada

dua atau tiga minggu setelah lahir

b) Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk

pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian

disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urin.

c) Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan

bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga,

perut dapat menjadi bengkak akibat pembesaran hati.

d) Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus

meningkat

e) degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice,

ikterus, dan hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap

lemak dan lemak yang larut dalam air sehingga menyebabkan

kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta gagal

tumbuh

Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

a) Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan

malnutrisi.

11
Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar
kedalam aliran darah yang keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga
menyebabkan obstruksi aliran empedu 

Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan


hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran
bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai
tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik
adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus,
karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca
peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi
aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya
terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan
menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan apabila asam empedu
tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis.
Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga
mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
a) Penyebab sebenarnya atresia billier tidak diketahui sekalipun mekanisme

imin atau viral injury bertanggung jawab atas proses progresif yang

menimbulkan obliterasi total saluran menyebabkan kulit merasa gatal

b) Rewel

c) splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan

hipertensi portal / Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh

darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke

hati).

E. Patofisiologi

12
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan

yang menyebabkan kerusakan progresif  pada duktus bilier ekstrahepatik

sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau

kecilnya lumen pada sebagian atau

empedu. Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia billier tidak

terlihat pada janin, bayi yang lahir mati (stillbirth) atau bayi baru lahir

( Halamek dan Stevenson, 1997); keadaan ini menunjukkan bahwa atresia

billier terjadi pada akhir kehamilan atau dalam periode perinatal dan

bermanifestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi

terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada

saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Akan terjadi berbagai

derajat kolestasis yang menimbulkan pruritus berat. Pembedahan untuk

menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan dalam

periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif

dapat dikurangi. (Sumber: Wong, Donna L.(et.al). 2008. Buku Ajar

Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC).

Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi

aliran normal empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus.

Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati. Ini

akan menyebabkan peradangan , edema, dan degenerasi hati. Bahkan hati

menjadi fibrosis, sirosis, dan hipertensi portal sehingga akan mengakibatkan

gagal hati.

Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan

menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan

13
dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian

putih mata sehingga berwarna kuning.

Degenerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan

hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak

dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut

lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.

Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak

agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan

disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat

diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak

dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti

mual, muntah, dan masalah hati dan jantung

F. Pemeriksaan Diagnosis
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya

diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan

ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3

kelompok, yaitu pemeriksaan :

1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan

mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja)

2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai

parenkim hati

3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang

diagnosis atresia bilier.

1) Pemeriksaan laboratorium

 a) Pemeriksaan rutin


14
 Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar

komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia

fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji

fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak

sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10

kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu

kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali

dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis

ekstrahepatik.

Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak

menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. Kombinasi peningkatan

gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan

alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan

atresia bilier.

a) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada

pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif.

Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.

b) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna

pada tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.

c) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan :

protombin time, partial thromboplastin time.

b) Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya

diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa

15
pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.

Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu

hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah

60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan duodenum

dapat menentukan adanya atresia bilier.

 Pemeriksaan ultrasonografi

 Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG

77% dan dapat ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan

dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan

sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum

kandung empedu berkontraksi, maka atresia

bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan.

Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya

kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat

mendukung diagnosis atresia bilier. Namun demikian,

adanya kandung empedu tidak menyingkirkan

kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.

 Sintigrafi hati

 Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop

Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar

98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien

diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi

dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik

pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat

16
tetapi ekskresinya ke usus normal,  sedangkan pada atresia

bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya

keusus lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak,

pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan

ditemukan ekskresi isotop ke duodenum. Untuk

meningkatkan sensitivitas danspesifisitas pemeriksaan

sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik

(penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10.

Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan

kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3

merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik

sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT,

dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi

mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier,

yang terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan

USG dan sintigrafi.

 Liver Scan

 Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA

(Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan

pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga

dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran

empedu.

 d) Pemeriksaan kolangiografi

17
 Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio

Pancreaticography). Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna

untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik.

Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan

pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.

Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku


emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.

G. Komplikasi
1. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus,

dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending

cholangitis.  Hal ini terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama atau

bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat

dan kadang-kadang fulminan.  Ada tanda-tanda sepsis (demam,

hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses

acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan

kultur darah dan / atau biopsi hati.

2. Hipertensi portal:

Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak

setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises

esofagus.

3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:

Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis

atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic

shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal


18
inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat

ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat

terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan

dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat

ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan

shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.

4. Keganasan:

Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas

dapat timbul pada pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami

sirosis. Skrining untuk keganasan harusdilakukan secara teratur dalam

tindak lanjut pasien dengan operasi Kasai yang berhasil. 

Hasil setelah gagal operasi Kasai

Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk

memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan

transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan,

namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi

kerusakan dari  hati.  Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari

indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak.  Hal ini juga

mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada awalnya sukses

setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan

sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis

(hepatopulmonary sindrom).

H. Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat

dioperasi, gambaran histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis,


19
dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia <

8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila operasi

dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya

34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan

hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12

bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi,

faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat

dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan

histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten,

dan bila terjadi penyulit hipertensi portal. (Dewi, Kristiana.2010.Atresia

bilier)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

20
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi klien :

1) Nama

2) Usia

3) Jenis Kelamin

4) Suku

b. Alamat

c. Keluhan Utama

d. Riwayat Penyakit

e. Riwayat Penyakit sebelumnya

f. Riwayat Tumbuh Kembang anak

 Imunisasi :

 Status Gizi

 Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial :

 Tahap kepribadian anak menurut teori psikoseksual :

g. Riwayat Kesehatan Keluarga:

 Komposisi keluarga

 Lingkungan rumah dan komunitas

 Kultur dan kepercayaan

 Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan

 Persepsi keluarga tentang penyakit anak

B. Diagnosa Keperawatan
a. Hypertermi

21
b. Pola nafas tidak efektif

c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 

d. Gangguan eliminasi BAB (diare)

e. Kerusakan integritas kulit

C. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi
kriteria hasil
1 Hipertermia NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
Definisi Kriteria Hasil : 1. Monitor suhu sesering
Suhu tubuh naik  Suhu tubuh mungkin
diatas rentang dalam rentang 2. Monitor IWL
normal normal 3. Monitor warna dan suhu
 Nadi dan RR kulit
Batasan dalam rentang 4.  Monitor tekanan darah,
Karakteristik: normal nadi dan RR
a. kenaikan suhu   Tidak ada 5. Monitor penurunan tingkat
tubuh diatas perubahan kesadaran
rentang normal warna kulit 6. Monitor WBC, Hb, dan
b. serangan atau dan tidak ada Hct
konvulsi (kejang) pusing, merasa 7. Monitor intake dan output
c. kulit kemerahan nyaman 8. Berikan anti piretik
d. pertambahan RR 9. Berikan pengobatan untuk
e. takikardi mengatasi penyebab
f. saat disentuh demam
tangan terasa 10. Selimuti pasien
hangat 11. Lakukan tapid sponge
12. Berikan cairan intravena
Faktor faktor yang 13. Kompres pasien pada lipat
berhubungan : paha dan aksila
a. penyakit/ trauma 14. Tingkatkan sirkulasi udara
b. peningkatan 15. Berikan pengobatan untuk
metabolisme mencegah terjadinya
c. aktivitas yang menggigil
berlebih
d. pengaruh
medikasi/anastesi Temperature regulation
e. ketidakmampuan/ 1. Monitor suhu minimal tiap
penurunan 2 jam
kemampuan 2. Rencanakan monitoring
untuk berkeringat suhu secara kontinyu
f. terpapar 3. Monitor TD, nadi, dan RR
dilingkungan 4. Monitor warna dan suhu
panas kulit
22
g. dehidrasi 5. Monitor tanda-tanda
h. pakaian yang hipertermi dan hipotermi
tidak tepat 6. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan
efek negatif dari
kedinginan
10. Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan
emergency yang
diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari
nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola

23
pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

2 Pola Nafas tidak NOC : NIC :


efektif  Respirator Airway Management
y status : 1. Buka jalan nafas, guanakan
Definisi : Pertukaran Ventilation teknik chin lift atau jaw
udara inspirasi  Respirator thrust bila perlu
dan/atau ekspirasi y status : 2. Posisikan pasien untuk
tidak adekuat Airway memaksimalkan ventilasi
patency 3. Identifikasi pasien perlunya
Batasan karakteristik  Vital sign pemasangan alat jalan
: Status nafas buatan
a. Penurunan Kriteria Hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
tekanan  Mendemo 5. Lakukan fisioterapi dada
inspirasi/ekspiras nstrasikan jika perlu
b. Penurunan batuk 6. Keluarkan sekret dengan
pertukaran udara efektif dan batuk atau suction
per menit suara 7. Auskultasi suara nafas,
c. Menggunakan nafas catat adanya suara
otot pernafasan yang tambahan
tambahan bersih, 8. Lakukan suction pada
tidak ada mayo
d. Nasal flaring
sianosis 9. Berikan bronkodilator bila
e. Dyspnea perlu
dan
f. Orthopnea 10. Berikan pelembab udara
dyspneu
g. Perubahan (mampu Kassa basah NaCl Lembab
penyimpangan mengeluar 11. Atur intake untuk cairan
dada kan mengoptimalkan
h. Nafas pendek sputum, keseimbangan.
i. Assumption of 3- mampu 12. Monitor respirasi dan status
point position bernafas O2
j. Pernafasan dengan 13. Terapi Oksigen
pursed-lip mudah, a
k. Tahap ekspirasi tidak ada Vital sign Monitoring
berlangsung pursed a. Monitor TD, nadi, suhu,
sangat lama lips) dan RR
l. Peningkatan  Menunjuk a. Catat adanya fluktuasi
diameter kan jalan

24
anterior-posterior nafas tekanan darah
m. Pernafasan rata- yang b. Monitor VS saat pasien
rata/minimal paten berbaring, duduk, atau
n. Bayi : < 25 atau > (klien berdiri
60 tidak
c. Auskultasi TD pada kedua
o. Usia 1-4 : < 20 merasa
lengan dan bandingkan
atau > 30 tercekik,
irama d. Monitor TD, nadi, RR,
p. Usia 5-14 : < 14 sebelum, selama, dan
atau > 25 nafas,
frekuensi setelah aktivitas
q. Usia > 14 : < 11
pernafasa e. Monitor kualitas dari nadi
atau > 24
n dalam f. Monitor frekuensi dan
r. Kedalaman
rentang irama pernapasan
pernafasan
normal, g. Monitor suara paru
s. Dewasa volume tidak ada
tidalnya 500 ml suara h. Monitor pola pernapasan
saat istirahat nafas abnormal
t. Bayi volume abnormal) i. Monitor suhu, warna, dan
tidalnya 6-8  Tanda kelembaban kulit
ml/Kg Tanda j. Monitor sianosis perifer
u. Timing rasio vital k. Monitor adanya cushing
v. Penurunan dalam triad (tekanan nadi yang
kapasitas vital rentang melebar, bradikardi,
normal peningkatan sistolik)
Faktor yang (tekanan
berhubungan : l. Identifikasi penyebab dari
darah,
a. Hiperventilasi perubahan vital sign
nadi,
b. Deformitas tulang pernafasa
c. Kelainan bentuk n)
dinding dada
d. Penurunan
energi/kelelahan
e. Perusakan/pelem
ahan muskulo-
skeletal
f. Obesitas
g. Posisi tubuh
h. Kelelahan otot
pernafasan
i. Hipoventilasi
sindrom
j. Nyeri
k. Kecemasan
l. Disfungsi
Neuromuskuler
m. Kerusakan
persepsi/kognitif
n. Perlukaan pada
jaringan syaraf
tulang belakang
o. Imaturitas
Neurologis

25
3 Ketidakseimbanga NOC : NIC :
n nutrisi kurang Nutritional Nutrition Management
dari kebutuhan Status : food and 1. Kaji adanya alergi makanan
tubuh Fluid Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
Definisi:Intake nutrisi
Kriteria Hasil : untuk menentukan jumlah
tidak cukup untuk  Adanya kalori dan nutrisi yang
keperluan peningkatan dibutuhkan pasien.
metabolisme tubuh. berat badan 3. Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan meningkatkan intake Fe
Batasan karakteristik tujuan 4. Anjurkan pasien untuk
:  Berat badan meningkatkan protein dan
 Berat badan 20 ideal sesuai vitamin C
% atau lebih di dengan tinggi 5. Berikan substansi gula
bawah ideal badan 6. Yakinkan diet yang
   Dilaporkan  Mampu dimakan mengandung
adanya intake mengidentifika tinggi serat untuk
makanan yang si kebutuhan mencegah konstipasi
kurang dari RDA nutrisi
7. Berikan makanan yang
(Recomended  Tidak ada
terpilih ( sudah
Daily Allowance) tanda tanda dikonsultasikan dengan ahli
     Membran malnutrisi gizi)
mukosa dan  Tidak terjadi 8. Ajarkan pasien bagaimana
konjungtiva pucat penurunan
membuat catatan makanan
    Kelemahan otot berat badan
harian.
yang digunakan yang berarti
9. Monitor jumlah nutrisi dan
untuk
kandungan kalori
menelan/mengun
yah 10. Berikan informasi tentang
     Luka, inflamasi kebutuhan nutrisi
pada rongga 11. Kaji kemampuan pasien
mulut untuk mendapatkan nutrisi
    Mudah merasa yang dibutuhkan
kenyang, sesaat
setelah Nutrition Monitoring
mengunyah 1. BB pasien dalam batas
makanan normal
  Dilaporkan atau 2. Monitor adanya penurunan
fakta adanya berat badan
kekurangan 3. Monitor tipe dan jumlah
makanan aktivitas yang biasa
  Dilaporkan dilakukan
adanya 1. Monitor interaksi anak atau
perubahan orangtua selama makan
sensasi rasa 2. Monitor lingkungan selama
 - Perasaan makan
ketidakmampuan 3. Jadwalkan pengobatan 
untuk dan tindakan tidak selama
mengunyah jam makan
makanan 4. Monitor kulit kering dan
  Miskonsepsi perubahan pigmentasi
  Kehilangan BB 5. Monitor turgor kulit
26
dengan makanan 6. Monitor kekeringan, rambut
cukup kusam, dan mudah patah
 Keengganan 7. Monitor mual dan muntah
untuk makan 8. Monitor kadar albumin, total
 Kram pada protein, Hb, dan kadar Ht
abdomen 9. Monitor makanan kesukaan
 Tonus otot jelek 10. Monitor pertumbuhan dan
   Nyeri abdominal perkembangan
dengan atau 11. Monitor pucat, kemerahan,
tanpa patologi dan kekeringan jaringan
  Kurang berminat
konjungtiva
terhadap 12. Monitor kalori dan intake
makanan nuntrisi
   Pembuluh darah
13. Catat adanya edema,
kapiler mulai hiperemik, hipertonik papila
rapuh lidah dan cavitas oral.
   Diare dan atau
14. Catat jika lidah berwarna
steatorrhea
magenta, scarlet
   Kehilangan
rambut yang
cukup banyak
(rontok)
  Suara usus
hiperaktif
  Kurangnya
informasi,
misinformasi

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia bilier (biliary atresia) di sebut juga arteria ductus hepaticus
adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran  yang membawa

27
cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini
merupakan kondisi  congenital, yang berarti terjadi  saat kelahiran.
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian
ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan
adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali
organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis
berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang
merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka
lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama
setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus, Jaundice Urin gelap Tinja
berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika tingkat
ikterus meningkat.
B. Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan
yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental
yang optimal bagi penderita atresia bilier.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. (1992). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 2. Jakarta: EGC.David.


(1994). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Kumar, Robbins Cotran. (1999). Buku Saku Robbins Dasar Patologi Penyakit
Ed. 5. Jakarta: EGC.

28
Markum, A. H. (1999). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Gaya Baru.

Sjamsuhidajat dan Win De Jong. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 1.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI

Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of
Pediatric Surgery, 4th Edition.
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru
Lahir yang berkepanjangan. From : url
:http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2012/02/07/atresia-bilier
waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan
Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available From: url: http://
emedicine. medscape.com/ article/927029-overview
Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR.Surabaya. 2006. Available from : url
:http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ena504-pkb.pdf 

29

Anda mungkin juga menyukai