Anda di halaman 1dari 28

Makalah Keperawatan Komunitas

“Asuhan Keperawatan pada Kelompok Penyakit Mental dan Populasi


Terlantar”

Disusun Oleh Kelompok 7 :


1. Feni Novita Sari (1710038)
2. Fira Feronica (1710040)
3. Flaura Enjely D.F (1710042)
4. Putri Ayu (17100)
5. Priska Febri Purnomo (1710080)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan Makalah tentang “Asuhan Keperawatan pada Kelompok Penyakit Mental dan
Populasi Terlantar”
Penulis tentu menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada Makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Surabaya, 30 April 2020

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................................ii
BAB I (Pendahuluan)
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................................................2
1.3. Tujuan.......................................................................................................................................2
BAB II (Tinjauan Teori)
2.1. Definisi Gangguan Jiwa Mental...............................................................................................3
2.2. Penyebab Gangguan Jiwa.........................................................................................................3
2.3. Macam-macam gangguan jiwa.................................................................................................3
2.4. Pencegahan Kekambuhan.........................................................................................................5
2.5. Kelompok Khusus Penyakit Mental
2.6. Tunawisma................................................................................................................................6
Bab III (Tinjauan Kasus)
3.1. Asuhan Keperawatan Kesehatan Mental................................................................................9
3.2. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................14
3.3 Perencanaan...........................................................................................................................14
3.1 Implementasi dan Evaluasi......................................................................................................16
3.2. Asuhan Keperawatan pada Agregat populasi terlantar..........................................................19
BAB IV (Pembahasan)
4.1. Pengkajian..............................................................................................................................23
4.2. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................23
BAB V (Penutup)
5.1. Kesimpulan............................................................................................................................24
5.2. Saran......................................................................................................................................24
Daftar Pustaka...............................................................................................................................25
BAB I
(Pendahuluan)

1.1 Latar Belakang


Bencana yang tidak ada habisnya, baik karena manusia maupun karena kejadian alam
merupakan sumber stressor yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai masalah
kesehatan jiwa masyarakat, baik yang ringan sampai yang berat. . Masalah kesehatan jiwa
yang ringan berupa masalah psikososial seperti kecemasan, psikosomatis dapat terjadi pada
orang yang mengalami bencana. Bahkan keadaan lebih berat seperti depresi dan psikosis
dapat terjadi jika orang yang mengalami masalah psikososial tidak ditangani dengan baik
(Keliat, 2007).
Hal ini akan mempengaruhi kemampuan indivudu dalam membina hubungan
interpersonal. Meskipun konsep diri akan terbentuk karena pengaruh lingkungannya. Selain
itu konsep diri juga akan dipelajari oleh individu melalui kontak dan pengalaman dengan
orang lain termasuk berbagai stresor yang dilalui individu tersebut. Hal ini akan membentyuk
persepsi individu terhadap dirinya sendiri dan penilaian persepsinya terhadap pengalaman
akan situasi tertentu. Gambaran penilaian tentang konsep diri dapat di ketahui melalui
rentang respon dari adaptif sampai maladaptif. Konsep diri itu sendiri terdiri dari beberapa
bagian, yaitu : gambaran diri (body image), ideal diri, harga diri, peran dan identitas
(Rusniati, 2008).
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat,berarti penduduk). Jadi, populasi
adalah kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu.
Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundang-
undangan, seperti tercantum dalam Pasal 5 ayat (3)Undang-Undang No.39 Tahun 1999 yang
menyatakan bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Dalam
penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kelompok masyarakat
yang rentan, antara lain, adalah orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan
penyandang cacat. Sedangkan menuru Human Rights Reference disebutkan, bahwa yang
tergolong kedalam Kelompok Rentan adalah: Refugees (pengungsi), Internally Displaced

1
Persons (orang orang yang terlantar), National Minoritie (kelompok minoritas), Migrant
Workers (pekerja migran), Indigenous Peoples (orang pribumi/penduduk asli dari tempat
pemukimannya), Children (anak), Women (wanita).

1.2 Tinjauan Masalah


a. Bagaimana konsep kelompok kesehatan metal ?
b. Bagaimana konsep populasi terlantar ?
c. Bagaimana asuhan keerawatan kesehatan mental?
d. Bagaimana Asuhan keperawatan populasi terlantar?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep masalah kelompok kesehatan mental
b. Untuk Mengetahui konsep populasi terlantar
c. Untuk memahami Asuhan keperawatan kesehatan mental
d. Untuk memahami Asuhan keperawatan populasi terlantar
BAB II
(Tinjauan Teori)

2.1 Definisi Gangguan Kejiwaan (Mental)


Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi,
proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini
menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya. (Stuart & Sundeen,
1998).
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama,
maupun status sosial ekonomi. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi.
Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan
jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada
yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya.
Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena
pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat
(Notosoedirjo, 2004).
2.2 Penyebab Gangguan Mental
Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur
kejiwaan, tetapi penyebab utamanya di badan (somatogenic), lingkungan sosial
(sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik)(Maramis, 1994). Biasanya tidak terdapat
penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang
saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan
ataupun jiwa.
2.3 Macam-macam gangguan jiwa
1. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana
sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang penyebab dan
patogenisanya sangat kurang (Maramis,1994). Dalam kasus berat, klien tidak
mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal.
Perjalanan penyakit ini bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali
bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan
jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak “cacat” (Ingram
et al, 1995).
2. Depresi
Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju keadaan
mudah lelah dan berkurangnya aktifitas (Depkes, 1993).
3. Kecemasan
Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari
ancaman yang tidak spesifik (Rawlins, 1993).
4. Gangguan Kepribadian
Gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan nerosa berbentuk hampir sama
pada orang dengan intelegensi tinggi atau rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa
gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak
tergantung pada satu dengan yang lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan
kepribadian : paranoid, afektif atau siklotemik, skizoid, axplosif , anankastik atau
obsesif-konpulsif, histerik, astenik, antisosial, pasif agresif, dan kepribadian
inadequate. (Maslim, 1998).
5. Gangguan Mental Organik
Gangguan jiwa psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi
jaringan otak (Maramis,1994).
6. Gangguan Psikomatik
Komponen psikologi yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994).
7. Retardasi Mental
Terhenti atau tidak lengkapnya perkembangan jiwa terutama ditandai oleh
terjadinya gangguan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh
pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
motorik dan sosial (Maslim, 1998).
8. Gangguan Perilaku Masa anak dan remaja
Anak dengan gangguan perilaku ini ditunjukkan dengan perilaku yang tidak
sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma masyarakat (Maramis,
1994).
2.4 Pencegahan Kekambuhan
Pencegahan kekambuhan adalah dengan mencegah terjadinya peristiwa timbulnya
kembali gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stuart, 2001).
Kekambuhan biasa terjadi karena adanya kejadian buruk sebelum mereka kambuh
(Wiramis harja, 2007). Empat faktor penyebab kekambuhan dan yang memerlukan
perawatan, menurut Sullinger (1988) adalah sebagai berikut :
1. Klien
Ketidakteraturan mengkonsumsi obat mempunyai kecenderungan untuk kambuh.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% - 50% klien yang pulang dari rumah
sakit tidak memakan obat secara teratur.
2. Dokter (Pemberi Resep)
Pengguanaan obat yang teratur dapat mengurangi kambuh, namun penggunaan
obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping Tardive
Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak
terkontrol.
3. Penanggung jawab klien
Setelah klien pulang maka perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas
program adaptasi klien di rumah.
4. Keluarga
Klien juga mudah dipengaruhi oleh stress menyenangkan (naik pangkat, menikah)
maupun yang menyedihkan (kematian atau kecelakaan). Dengan terapi keluarga,
klien dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stress. Cara terapi bisanya
mengumpulkan anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan perasaan.
Memberi kesempatan menambah ilmu dan wawasan kepada klien ganguan jiwa,
memfasilitasi untuk menemukan situasi dan pengalaman baru. Pentingnya peran
keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi. Pertama,
keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan
lingkungannya. Keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu untuk

belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku (Clement dan
Buchanan,1982).
2.5 Kelompok Khusus Penyakit Mental
A. Definisi Kelompok Khusus
Kelompok khusus adalah masyarakat atau individu yang karena keadaan fisik, mental,
maupun sosialnya budaya dan ekonominya perlu mendapatkan bantuan, bimbingan
dan pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan, karena ketidakmampuan dan
ketidaktahuan mereka dalam memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya
sendiri (Nasrul Effendy: 1998).

B. Definisi Penyakit Mental


Penyakit mental boleh mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, bangsa,
agama, mahupun status sosial Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos
yang salah mengenai penyakit mental, ada yang percaya bahawa penyakit mental
disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahawa itu akibat guna-guna,
kerana kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan
merugikan pesakit dan keluarganya kerana penghidap penyakit jiwa tidak mendapat
rawatan secara cepat dan tepat.

2.6 Tunawisma
A. Definisi
Homeless atau tunawisma menggambarkan seseorang yang tidak memiliki tempat
tinggal secara menetap maupun yang hanya sengaja dibuat untuk tidur. Tunawisma
biasanya digolongkan kedalam golongan masyarakat rendah dan tidak memiliki
keluarga. Masyarakat yang menjadi tunawisma bisa dari semua lapisan masyarakat
seperti miskin, anak-anak, masyarakat yang tidak memiliki ketrampilan, petani, ibu
rumah tangga, pekerja sosial, tenaga Kesehatan professional serta ilmwuan. Beberapa
dari mereka menjadi tunawisma karena kemiskinan atau kegagalan sistem pendukung
keluarga mereka. Alasan menjadi tunawisma adalah kehilangan pekerjaan, ditinggal
oleh keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, pecandu alcohol atau cacat. Tunawisma
lebih rentan terhadap masalah Kesehatan dan akses pelayanan perawatan Kesehatan
berkurang.
B. Faktor Penyebab munculnya Tunawisma
1. Kemiskinan
Faktor utama yang menyebabkan banyaknya gelandangan, pengemis, anak
jalanan. Kemiskinan dapat memaksa seseorang menjadi gelandangan karena tidak
memiliki tempat tinggal yang layak serta menjadikan pengemis sebagai pekerjaan.
Ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarga
membuatnya dalam gariskemiskinan. Penghasilan yang tidak menentu berbanding
terbalik dengan pengeluaran membuat seseorang rela menjadi tunawisma untuk
tetap bertahanhidup.Selain itu anak dari keluarga miskin menghadapi risiko yang
lebih besaruntuk menjadi anak jalanan karena kondisi kemiskinan yang
menyebabkan mereka kerap kali kurang terlindung
2. Rendah tingginya pendidikan
Rendahnya pendidikan sangat berpengaruh terhadap
kesejahteraanseseorang. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap persaingan
didunia kerja.Seseorang dengan pendidikan rendah akan sangat sulit mendapatkan
sebuah pekerjaan yang layak. Sedangkan mereka juga memerlukan biaya untuk
mencukupisemua kebutuhan hidupnya. Pada umumnya tingkat pendidikan
gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala bagi mereka
untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
3. Keluarga
Keluarga adalah tempat seseorang mendapatkan kasih sayang dan
perlindungan yang lebih daripada lingkungan lain. Namun, hubungan
keluargayang tidak harmonis atau anak dengan keluarga broken home membuat
merekamerasa kurang perhatian,kemyamanan dan ketenangan sehingga mereka
cenderungmencari kebebasan, belas kasih dan ketenangan dari orang lain.
4. Umur
Umur yang semakin rentan serta kemampuan fisik yang menurun,
membuat seseorang lebih sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini menyebabkan
mereka sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Menjadi Tunawisma merupakan
alternative terakhir mereka untuk bertahan hidup.
5. Cacat Fisik
Kondisi fisik yang tidak sempurna membuat seseorang sulit mendapatkan
pekerjaan. Kebanyakan seseorang yang memiliki cacat fisik memilih menjadi
tunawisma untuk dapat bertahan hidup (Riskawati dan Syani, 2012).
6. Rendahnya Ketrampilan
Ketrampilan sangatlah penting dalam kehidupan dengan ketrampilan
seseorang dapat memiliki asset produksi. Ketrampilan perlu digali salah satunya
melalui Pendidikan serta membutuhkan modal pendukung untuk dikembangkan.
Hal ini menjadi penghambat seseorang dalam mengembangkan ketrampilan yang
dimiliki. Ketidakberdayaan inilah yang membuat seseorang memilih menjadi
tunawisma untuk bertahan hidup.

7. Masalah sosial budaya


Ada beberapa faktor sosial budaya yang mengakibatkan seseorang
menjadi gelandangan dan pengemis yaitu
a. Rendahnya harga diri
Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang mengakibatkan mereka
tidak memiliki rasa malu untuk meminta-minta. Dalam hal ini harga diri
bukanlah sesuatu yang berharga bagi mereka. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya tunawisma yang berusia produktif.
b. Sikap pasrah pada nasib
Mereka menganggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai
gelandangan dan pengemis adalah nasib sehingga tidak ada kemauan untuk
melakukan perubahan.
c. Kebebasan dan kesenangan hidup menggelandang
8. Faktor Lingkungan
Menjadi gelandangan dan pengemis dapat disebabkan oleh faktor
lingkungan yang mendukungnya.
9. Letak geografis
Kondisi wilayah yang tidak dapat diharapkan potensi alamnya membuat
masyarakat yang tinggal didaerah tersebut mengalami kemiskinan dan membuat
masyarakat harus meninggalkan tempat tersebut untuk mencari peruntungan lain.
10. Lemahnya penanganan masalah gelandangan dan pengemis
Penanganan masalah gelandangan dan pengemis yang dilakukan oleh
pemerintah hanya setengah hati, selama ini penanganan yang telah nyata
dilakukan adalah Razia, rehabilitasidalam panti sosial kemudian setelah itu
dipulangkan ketempat asalnya. Pada kenyataannya, penanganan ini tidak
menimbulkan efek jera bagi mereka sehingga suatu saat mereka akan kembali lagi
menjadi gelandangan dan pengemis.

BAB III
(Askep Kasus)

3.1 Asuhan Keperawatan Kesehatan Mental


A. Pengkajian
Data inti (core)
1. Riwayat
a. Usia penderita
Anak : 15- 20 tahun
Orang tua :32 tahun
b. Jenis ganguan jiwa yang pernah diderita: gangguan konsep diri: harga diri
rendah, memandang dirinya tidak sebaik teman)temannya di sekolah.
c. Riwayat trauma : Takut yang berlebihan
d. Konfik : penganiayaan

2. Demografi
a. Vital statistic
Kelurahan patimuan terletak di Kecamatan patimuan, Kabupaten Cilacap.
Kelurahan patimuan berbatasan langsung dengan 5 Kelurahan. Sebelah utara
berbatasan dengan kelurahan purwodadi, sebelah selatan berbatasan dengan
Kelurahan cinyawang, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan sidamukti,
dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Maos. Kelurahan patimuan
terdapat 5 RW dan setiap RW ada 45 RT, dan setiap RT terdapat 28 Kepala
Keluarga.
b. Agama : Islam
c. Budaya : jawa
3. Data delapan subsistem
a. Lingkungan fisik
Kualitas udara di Kelurahan patimuan cukup bersih tidak ada polusi udara,
karena Kelurahan tersebut masih banyak terdapat pohon- pohon rindang.
Kelurahan patimuan untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari memakai air sumur
jadi selama pohon-pohon itu masih mampu menampung air, ketersediaan air
bersih akan terpenuhi.
Tingkat kebisingan di Kelurahan patimuan masih diambang batas normal, karena
di Kelurahan tersebut tidak terdapat pabrik ataupun industri. Selain itu kendaraan
bermotor yang bisa menjadi sumber kebisingan juga jarang berlalu-lalang di
Kelurahan tersebut, karena warga di Kelurahan Patimuan lebih banyak
menggunakan sepeda untuk beraktivitas sehari-hari. Jarak antar rumah di
Kelurahan Patimuan sangat dekat, kepadatan penduduk di Kelurahan Patimuan
sangat padat. Faktor pengganggu seperti hewan buas ataupun hewan pemangsa
tidak ada ada sebagian besar pendidik warga masyarakat Kelurahan Patimuan
lulusan sd urutan yang kedua lulusan SMP dan sisanya lulusan SMA. Untuk
yang sekolah sampai sarjana masih bisa dihitung dengan jari sarana pendidikan

belum tentu begitu terpenuhi apalagi terkait sarana pendidikan jiwa, belum ada
terkait sarana pendidikan formal terdapat 5 SD di Kelurahan Patimuan, untuk
sekolah SMP ada 1 dan SMA juga ada satu.

b. Keamanan dan transportasi


Petugas keamanan di Kelurahan Patimuan sistemnya digilir titik c di setiap
malam ronda yang terpusat di poskamling kemudian keliling Kelurahan, untuk
pembagian jadwalnya diatur oleh penanggung jawab keamanan di Kelurahan
tersebut Setiap malam ada dua orang yang bertugas. Sarana transportasi yang
biasa digunakan adalah sepeda ontel dan sebagian kecil menggunakan motor
sebagai alat transportasinya.
Tidak jarang orang bepergian ke kota harus jalan kaki dahulu keluar Kelurahan,
setelah itu naik angkot atau kendaraan umum lainnya. Untuk keamanan
transportasi sendiri masih terjaga, selain karena ada jadwal pos kamling setiap
malam, warga Kelurahan patimuan orangnya lebih bangga dengan barang-
barangnya sendiri. Jadi untuk situasi keamanan lingkungan masih terjaga. Didak
ada pencurian, perampokan, perkosaan apalagi perkelahian antar warga.
Kelurahan patimuan walaupun sebagian besar tingkat penghasilan warganya
tergolong menengah kebawah, namun mereka bangga dengan hasil yang halal,
untuk pencurian atau perampokan jarang terjadi.
Keamanan di jalan bisa dipastikan kurang terpenuhi, selain karena jalannya
apabila hujan licin, dan apabila musim kemarau berdebu. Jadi untuk
keamanan di jalan kurang terjaga, masih ada yang terjatuh gara-gara selip
ataupun senggolan karena sempitnya gang masuk di Kelurahan tersebut.

c. Petugas jalan raya


Petugas dijalan raya di dekat Kelurahan patimuan sudah bekerja seoptimal
mungkin. Kecelakaan juga jarang terjadi, karena polisi yang bertugas di lalu-
lintas mewajibkan setiap pengendara sepeda motor memakai helm, dan untuk

pengendara mobil wajib memakai sabuk pengaman. Jadi walaupun dijalan raya
ramai dengan kendaraan, kecelakaan bisa di minimalisir.
Antara Kelurahan patimuan dengan Kelurahan sebelah dihubungkan dengan
Jembatan penyeberangan. Jembatan tersebut terbuat dari bahan bangunan. Jadi
untuk keamanan sudah terpenuhi. Didak ikut hanyut terbawa sungai, kalaupun
itu hujan deras.
d. Politik dan pemerintahan
Pemerintah daerah (pemda) setempat kurang tanggap dengan kejadian gangguan
jiwa di masyarakat. Pemda masih fokus dengan masalah-masalah yang sifatnya
medis, misalnya demam berdarah, diare, kusta, terkait program imunisasi
lengkap. Gangguan jiwa masyarakat belum mendapatkan perhatian khusus.
Skrining warga dengan gangguan jiwa juga belum pernah dilakukan. Aturan
pemda tentang jiwa di masyarakat sudah ada, tetapi dalam prakteknya keluarga
pasien yang berinisiatif membawanya berobat ke pelayanan pengobatan terkait.
Perlindungan warga dari pasien jiwa juga kurang optimal. Stigma negatif untuk
orang dengan gangguan jiwa masih melekat dalam kehidupan warga Kelurahan
patimuan. Situasi politik di Kelurahan patimuan juga kurang terlihat. Pemerintah
setempat lebih tertarik membiayai pemenuhan sarana dan prasarana di Kelurahan
patimuan, bukan tertarik di kesehatannya, lebih-lebih tertarik dengan kesehatan
jiwa masyarakat. Jadi pengaruhnya dengan jiwa masyarakat tidak terdeteksi lebih
dini. Banyak orang stress dengan semakin meningkatnya kebutuhan, tetapi
tingkat penghasilan minimal. Yang seperti itu kurang mendapatkan perhatian
dari pemerintah setempat.
e. Pelayanan umum dan kesehatan
Akses pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat kurang terjangkau. Pada
puskesmas pembantu di Kelurahan patimuan itupun melayani penyakit yang
umum dimasyarakat seperti flu, batuk, dan panas. Puskesmas di Kecamatan
harus menempuh jarak 10 km untuk mengakses pelayanankesehatan tersebut
Kalau mau ke RS harus menempuh jarak 20 km. Jenis pelayanan kesehatan jiwa

yang diberikan adalah belum begitu berpengaruh dengan masih tingginya tingkat
stress warga di Kelurahan Pelayanan yang biasanya dilakukan adalah
memberikan penyuluhan sederhana terkait steres dan dampaknya jangka panjang.
Dampak pelayanan kesehatan bagi kesehatan jiwa masyarakat bias diminimalisir
untuk kejadian gannguan jiwa, apalagi yang sampai mengamuk ataupun merusak
prasarana Kelurahan. Jadi deteksi dini jiwa masyarakat perlu dioptimalkan lagi
oleh petugas pelayanan kesehatan terutama kita sebagai perawat. Tidak
menunggu ada kasus, tetapi kita harus peka dengan kejadian walaupun itu baru
stress masyarakat.
Jenis pelayanan umum untuk masyarakat adalah kesehatan ibu dan anak, KB,
imunisasi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang sakit umum, seperti flu,
batuk, panas. Untuk penyakit serius akan di rujuk di RS terdekat.

f. Komunikasi
Komunikasi yang digunakan diwilayah tersebut adalah musyawarah yang
dilakukan antar warga dan pejabat kelurahan, serta setiap in"ormasi yang ada
sering dilakukan melalui masjid yang ada. Media komunikasi yang ada di
masyarakat patimuan cukup di mengerti oleh warga, namun terhadap kesehatan
jiwa belum begitu berdampak karena masih sedikit media yang menjelaskan
mengenai kesehatan jiwa.

g. Ekonomi
Kondisi ekonomi yang sedang sulit disebagian keluarga di kelurahan Patimuan,
maka kesejahteraan masyarakatnya terbilang masih rendah. Karena
kesejahteraaan ekonomi yang rendah, maka ada sebagian keluarga yang
mengalami sedikit gangguan jiwa seperti seringnya marah)marah pada anak
sehingga anak mengalami gangguan konsep diri. Peluang penghasilan tambahan
masyarakat di kelurahan patimuan ke banyakan warganya adalah petani, namun
karena musim yang sedang mendukung ada juga sebagian warga menggunakan

1kendaraan sepeda motornya untuk mengojeg, dan ada ibu-ibu yang berdagang
di depan rumahnya.
Kepadatan kerja masyarakat dan dampak terhadap kesehatan jiwa masyarakat.
Karena kebanyakan warga hanya petani, pada saat musim tidak mendukung
untuk bertani maka sebagian warga beralih ke pekerjaan yang sama seperti
mengojeg, sehingga menyebabkan saingan dan juga pendapatan yang kurang
maka para orang tua sering marah pada anaknya sebagai pelampiasan
kekesalannya terhaap kondisi ekonomi.

h. Rekreasi
Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga yang ada di kelurahan
Patimuan adalah bermain bersama di lapangan bola setiap sore, dan sering
berkumpul mengobrol di lingkungan rumah. Warga yang ada di kelurahan
patimuan biasanya melakukan rekreasi di lapangan pada sore hari dan berkumpul
di lingkungan rumah pada saat malam sehabis magrib.
Dampak rekreasi terhdap kesehatan jiwa masyarakat rekreasi yang ada cukup
memberikan dampak positif pada warga, karena semakin terjalinnya
kebersamaan dan rasa peduli antar warga dan sering berdiskusi untuk mengatasi
masalah ekonomi yang sulit sehinga kondisi emosional sebagian warga yang
sering marah dapat di kurangi dengan saling berdiskusi pada saat berkumpul di
lingkungan rumah.

B. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah situasional pada remaja di kelurahan patimuan berhubungan
dengan gangguan gambaran diri yang dimanifestasikan dengan akibat dimarahi dan
diperlakukan kasar sama orang tua.

C. Perencanaan
1. Tujuan jangka panjang
Koping komunitas di kelurahan patimuan menjadi efektifdalam menjalani masalah.

2. Tujuan jangka pendek


a. Orangtua di kelurahan patimuan dapat mengatasi stres.
b. Tidak terjadi kekerasan pada remaja di kelurahan patimuan.
c. Remaja di kelurahan patimuan tidak lagi takut dengan orangtuanya.
d. Percaya diri paa remaja di kelurahan patimuan meningkat.
e. Kedekatan orang tua dan remaja menjadi lebih baik.
D. Implementasi & Evaluasi
Dx Tinjauan Tinjauan Strategi Rencana Sumber Tempat Waktu Kriteri StandarEvaluasi Evaluator
umum khusus Kegiatan a
1 Setelah Setelah dilakukan proses 1. Pembentukan 1. kader Aula Setiap hari Respon 1. Warga mengikuti Mahasiswa
dilakukan tindakan kelompok kelompok kerja kesehatan kelurahan minggu verbal kelompok kerja Kader
tindakan keperawatan selama kesehatan di desa 2. tokoh Patimuan dilaksanakan kesehatan jiwa kesehatan
keperawatan 1 minggu warga 2. pembentukan masyarakat kali/ minggu didesa
selama kelurahan Patimuan kelompok 3. mahasiswa 2. Warga mengikuti
3minggu dapat membentuk pendukung seperti 4. materi ttg kelompok
diharapkan kelompok kerja kelompok kesehatan pengajian
orangtua kesehatan jiwa di pengajian, jiwa
bisa desa dan kelompok kelompok diskusi
melakukan pendukung kesehatan jiwa
tindakan
koping yang
efektif Setelah dilakukan Pendidikan 3. Latihan kader Aula Setiap hari Respon 3. Warga mengikuti Mahasiswa
tindakan kesehatan jiwa kepemimpinan kesehatan, kelurahan minggu verbal training motivasi Kader
keperawatan selama melalui formasi (mengadakan tokoh Patimuan dilaksanakan 4. Warga dapat kesehatan
2 minggu warga kepemimpinan training motivasi) masyarakat, kali/ minggu menyebut
Kelurahan 4. Edukasi tokoh agama, bagaimana cara
Pattimura dapat (Penyuluhan mahasiswa, memecahkan
melakukan tentang bagaimana materi ttg masalah
demonstrasi tentang cara memecahkan kesehatan jiwa
bagaimana cara masalah)
menyelesaikan
suatu masalah yang
baik

Setelah dilakukan pemberdayaan 5. Pembinaan

16
tindakan dan kemitraan keluarga sehat dan kader Aula Setiap hari Respon
keperawatan selama anggota keluarga kesehatan, kelurahan minggu psikom
3 minggu warga resiko gangguan tokoh Patimuan dilaksanakan otorik Mahasiswa
Kelurahan jiwa membahas masyarakat,, kali/ minggu Kader
Patimuan dapat kasus terkait mahasiswa, kesehatan
melakukan studi manajemen stres materi ttg
kasus tentang dan di diskusikan kesehatan jiwa
masalah yang 6. pembinaan
sering dihadapi kelompok dan
masyarakat melalui
kunjungan perawat
puskesmas/
komunitas
7. kerjasama dengan
dinas kesehatan
kabupaten berupa
pengadaan kegiatan
rutin life skill
education dan LS
berupa pelatihan
kewirausahaan dari
Dinas Perikanan

1 Setelah dilakukan Intervensi 1. terapi mobilitas Perawat, tokoh Aula Setiap 2 hari Respon 1. Warga merasa Mahasiswa dan
tindakan professional keperawatan masyarakat,, kelurahan sekali/ verbal lebih tenang kader kesehatan
keperawatan selama berupa pemberian mahasiswa, patimun minggu 2. Warga merasa
4minggu warga teknik relaksasi tokoh agama lebih semangat
Kelurahan nafas dalam 3. Warga bias
Pattimura dapat 2. terapi komplometer mengontrol
melakukan studi berupa manajemen emosinya
kasus tentang stress
masalah yang 3. pemberian
sering dihadapi bimbingan
keagamaan
(spiritual)
3.2 Asuhan Keperawatan pada Agregat populasi terlantar
1. Core : jumlah populasi terlantar, riwayat perkembangan populasi terlantar, kebiasaan,
perilaku yang ditampilkan, nilai keyakinan dan agama.
2. Lengkungan Fisik : kebersihan lingkungan pemukiman, aktivitas tunawisma yang
dilakukan di luar rumah, kesadaran dan bentuk kegiatan tunawisma diluar tumah,
keberadaan dan bentuk kegiatan diluar rumah, kondisi tempat tinggal, batas wilayah,
makanan, pasokan air bersih, air kotor, penyimpanan makanan, gizi buruk,kebersihan
personal hygiene.
3. Pelayan kesehatana dan sosial : bagaimana jenis pelayanan kesehatan, akses layanan
kesehatan, biaya dalam pelayanan kesehatan, jumlah populasi terlantar yang memiliki
jaminan kesehatan, fasilitas pelayanana kesehatan terdekat, posyandu, antusias
masyarakat akan pelayanan kesehatan dan pemanfaatan jaminan kesehatan.
4. Ekonomi : Bagaimana status pekerjaan, jenis pekerjaan, jenis makanan yang dibeli,
jumlah pendapatan yang diterima, pemahaman pendapatan dan pengeluaran perbulan.
5. Transportasi dan Keamanan : apakah alat transportasi yang digunakan, jaraj antara
permukiman dan pelayanan kesehatan, sarana transportasi yang tersedia.
6. Politik dan Pemerintahan : Bagaimana peran serta politik dalam bidang kesehatan,
organisasi di wilayah setempat yang peduli terhadap kesehatan.
7. Komunikasi : Bagaimana jenis informasi yang tersedia, sarana komunikasi yang
disediakan dan media informasi yang di sebar.
8. Pendidikan : Sarana pendidikan yang tersedia, pendidikan yang dimiliki masyarakat dan
pendidikan terkait kesehatan.

A. Pengkajian
1. Kasus
Rw didalam desa X memiliki 666 jiwa, terdiri dari 44 keluarga yang terdiri 20 orang
balita, 75 orang remaja, 380 orang dewasa dan 45 orang lansia. Berdasarkan data
yang didapat bahwa masyarakat wilayah desa X memiliki pendapatan dibawah Rp.
1.000.000/ bulan, dengan mayoritas bekerja sebagai serabutan. Dengan masyarakat
yang tercatat 48% orang dewasa yang mengalami sebagi gelandangan, 15% Remaja

19
yang mengalami mental rendah, 10% balita mengalami disabilitas fisik.hal ini
disebabkan oleh faktor ekonomi, pendidikan rendah dan juga kurangnya pelayanan
kesehatan seperti kader yang kurang aktif dalam menjalani program puskesmas dan
juga kurang aktifnya masyarakat dalam menjalanin pelayanan kesehatan di karang
taruna. Masyarakat kurang peduli terhadap agregat gelandangan, disabilitas fisik
beserta keluarga tidak mengijinkan keluarganya yang mengalami mental rendah
untuk keluar rumah. Daerah tempat tinggal masyarakat wilayah desa X terkenal
kumuh karena kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan,

B. Analisa Data
1. 48% orang dewasa yang mengalami gelandanagn tingginya populasi terlantar pada
desa X
2. 15% remaja mengalami mental rendah
3. 10% balita yang mengalami disabilitas fisik
4. Lingkungan : Resiko terjadinya kekambuhan akibat lingkungan tidak peduli

Data Penunjang
1. Gelandangan
a. Kemiskinan
b. Pendidikan Rendah
c. Kurang Pengetahuan
2. Resiko Perilaku Kekerasan (RPK)
a. Lingkungan
b. Psikologis
c. Biologis
3. Disabilitas Fisik
a. Penyakit tidak menular
b. Kurang Pengetahuan
c. Kemiskinan
4. Lingkungan
a. Pendidikan Rendah
b. Kurang Pengetahuan
c. Kemiskinan

C. Diagnosa Keperawatan
1. Masalah kesenjangan ekonomi pada resiko populasi rentan gelandangan
2. Masalah tingkat pengetahuan yang rendah

Tujuan jangka panjang


Melakukan penanggulangan dengan cara memberikan penyuluhan dan pelatihan
kepada msayarakat dengan upaya penikatan kreatifitas sumber daya yang ada,
meingkatkan kesejahteraan masyarakat selama 1 bulan. Seperti, pelatihan pemberdayaan
limbah lingkungan yang dapat di daur ulang.
Tujuan jangka pendek
a) Dalam minggu pertama melakukan survey, observasi dan berdiskusi dengan ketua
RW beserta kader setempat untuk mendiskusikan maksud dan tujuan, membuat
perencanaan beserta pemberian penyuluhan yang tepat dengan masyarakat dan
evaluasi
b) Dalam minggu ke-2 memberikan perencanaan tentang pelatihan perdaur ulang bahan-
bahan yang dapat diperbaruhi dan nilai jual
c) Dalm minggu ke-3 membantu masyarakat dalam mengaplikasikan kegiatan sesuai
dengan penyuluhan dan pelatihan yang diberikan
d) Dalam minggu ke-4 mengevaluasi masyarakat tentang kegiatan sesuai dengan
penyuluhan dan pelatihan yang diberikan
D. Skoring Diagnosa
Kriteria Prioritas Masalah
1. Kesadaran masyarakat akan masalah
2. Motivasi masyarakat untuk menyelesaikan masalah
3. Kemampuan perawat dalam mempengaruhi penyelesaian maslah
4. Ketersediaan ahli atau pihak terkait terhadap solusi masalah
5. Beratnya konsekuensi jika masalah tidak terselesaikan.

Mempercepat penyelesaian masalah dengan resolusi yang dapat dicapai


1. Nilai 1 : Rendah
2. Nilai 2 : Sedang
3. Niali 3 : Cukup
4. Nilai 4 : Tinggi
5. Nilai 5 : Sangat Tinggi

NO DIAGNOSA 1 2 3 4 5 TOTAL
1. Masalah kesenjangan ekonomi pada resiko populasi 1 1 4 3 2 15
rentan gelandangan
2. Masalah tingkat pengetahuan yang rendah 1 3 3 2 4 13

E. Rencana Tindakan
1. Rencana Tindakan minggu pertama
a. Lakukan survey dan observasi
b. Meminta ijin kepada ketua RW dan menjelaskan maksud, tujuan dan diskusi
mengenai fenomena gelandangan yang ada di daerah desa X
2. Rencana Tindakan minggu ke-2
Melakukan rencana tindakan meliputi penyuluhan dan pelatihan tentang cara pendaur
ulang barang barang yang dapat di daur ulang dan memiliki nilai jual di masyarakat.
3. Rencana Tindakan minggu ke-3
a. Mendemonstrasikan teknik membuat kerajinan yang memiliki nilai ekonomis
seperti membuat dompet dari bungkus kopi dll
b. Bekerja sama dengan dinas sosial tentang penjualan barang barang yang
dihasilkan.
4. Rencana Tindakan minggu ke-4
Mengevaluasi ke masyarakat tentang perekembanagn usaha inidan hasil yang didapat.
BAB IV
(Pembahasan)

A. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian, pengumpulan data didapatkan dengan mudah atau tidak
terdapat kendala karena warga kelurahan patimuan dapat menerima kehadiran perawat
komunitas (mahasiswa) untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan dengan keterangan
yang benar adanya.
B. Diagnosa Keperawatan
Remaja Kelurahan sidakmukti dan kelurahan patimuan banyak yang berperilaku
yang tidak baik untuk kesehatan mereka, mereka mempunyai harga diri yang rendah dan
Gangguan gambaran diri akibat dimarahi dan diperlakukan kasar oleh orang tua mereka
menjadikan semua ini masalah yang harus diatasi, melalui penyuluhan yang dilakukan oleh
mahasiswa diharapkan terbentuk karang taruna atau organisasi. Diagnosa yang dapat di
tegakan di kelurahan sidamukti dan maos pada remajanya adalah Harga diri rendah
situasional pada remaja di kelurahan patimuan berhubungan dengan gangguan gambaran
diri yang dimanifestasikan dengan akibat dimarahi dan diperlakukan kasar oleh orang tua.
C. Intervensi Keperawatan
Penyuluhan dilakukan di balai desa kelurahan Maos karena remaja memiliki harga diri
rendah dan gangguan gambaran diri. Dari hasil penyuluhan ini organisasi telah terbentuk
karang taruna, dengan kader remaja yang sudah dilatih, para orangtua di kelurahan patimuan
dapat mengatasi stres tidak terjadi kekerasan pada remaja di kelurahan patimuan remaja di
kelurahan patimuan tidak lagi takut dengan orangtuanya percaya diri paa remaja di kelurahan
patimuan meningkat kedekatan orang tua dan remaja menjadi lebih baik.
Adapun intervensi yang tidak terlaksana adalah penyediaan saran olahraga bagi remaja
kelurahan A disebabkan oleh terbatasnya dana dan tidak ada lokasi untuk gedung
berolahraga.
BAB V
(Penutup)

A. Kesimpulan
Keperawatan jiwa adalah pelayan keperawatan didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu
keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon psiko-sosial
yang maladaptive yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan
diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapetik dan dan terapi modalitas
keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan,
mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa. Klien, (individu,
keluarga, kelompok komunitas).
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang
terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan
fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya
dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk
mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep
dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa.

B. Saran
1. Bagi remaja kelurahan A
Kesehatan merupakan hal yang paling penting dan utama demi masa depan
nantinya agar cita-cita dapat tercapai, diharapkan dengan adanya penyuluhan ini remaja
menjadi manusia yang kreatif dan berrkarakter yang kuat dan remaja dapat meningkatkan
pemeliharaan kesehatan.
2. Bagi para pembaca
Makalah ini bisa digunakan sebagai tambahan bahan untuk menambah wawasan
mengenai asuhan keperawatan komunitas khususnya remaja diharapkan para pembaca
dapat menyempurnakan makalah ini lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen SJ. Principle ang Practice of Psychiatric Nursing. St. louis Missouri.
Mosby Year Book Inc. 1995.
Notosoedirjo, Moeljono dan Latipun, Kesehatan Mental Konsep & Penerapan, (Malang,
Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, 1999).
Maramis W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2005. p.
63-9.
Stuart, GW, Laraia, M.T., 2001, Principle and Practice of Pshychiatric Nursing, Edisi 7, Mosby,
Philadelpia.
Effendy, N. (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai