MAKALAH
KEPERAWATAN KOMUNITAS II
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS AGREGAT LANSIA
Dosen Pengampu
Dr. Ns. Rika Sabri, M.Kes.,Sp.Kep.Kom
Disusun Oleh
Kelompok 10 Kelas 2A 2020
Nessa Febriani (2011313033)
Rani Zul Yuliartha Rizky (2011312060)
Regy Aprilianty Sutrisna (2011311020)
Yopi Sahendra (2011312039)
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3
BAB II
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 4
PENUTUP ....................................................................................................................... 35
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 35
B. Saran .................................................................................................................... 35
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO (1974) komunitas didefinisikan sebagai kelompok social yang
ditentukan oleh batas wilayah, nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya
saling mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang
lainnya. Salah satu kelompok khusus dalam komunitas adalah kelompok khusus
agregat lansia. Lansia meliputi usia pertengahan yaitu usia 45-59 tahun, usia lanjut
elderly 60-74 tahun, usia lanjut old 75-90 tahun dan sangat tua diatas 90 tahun lansia
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Terdapat 3 aspek yang harus
dipertimbangkan, yaitu biologis (penduduk lansia mengalami proses penuaan secara
terus menerus ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik. Secara ekonomi
penduduk lansia dipandang sebagai beban dibanding sumber daya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik tumbuh kembang lansia?
2. Apa saja permasalahan kesehatan lansia?
3. Apa saja factor risiko yang menjadi pendukung dari permasalahan kesehatan pada
agregat lansia?
4. Apa saja promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk permasalahan
kesehatan pada agregat lansia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang lansia.
2. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan lansia.
3. Untuk mengetahui factor risiko apa saja yang menjadi pendukung dari
permasalahan kesehatan pada agregat lansia.
4. Untuk mengetahui promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk
permasalahan kesehatan pada agregat lansia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009). Lansia adalah
seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak
berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri.
B. Klasifikasi Lansia
C. Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006) yaitu :
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya,
ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan
(Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik dari
status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %).
Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04
% dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada
82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan yang
berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin
lagi (Ratnawati, 2017).
Pekerjaan Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas
adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat
tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha
(46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial
(Ratnawati, 2017).
4) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa pekerjaan
lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai
tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan menjadi lebih
baik (Darmojo & Martono, 2006).
5) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016) merupakan
salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk.
Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang
semakin baik.
6) Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya bahwa dari
setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit
terbanyak adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok,
diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).
Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya banyak
perubahan pada lansia yang meliputi :
a. Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi pribadi atas
kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan harian atau rutin
biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik,
emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit.
Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit kering, penipisan rambut,
penurunan pendengaran, penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan
curah jantung dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi
dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus
menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya
hidup, stressor, dan lingkungan.
b. Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial. Penurunan
fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat
keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan
seorang lansia. Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku aman
dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk menentukan kemandirian
lansia. Perubahan yang mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau
perburukkan masalah kesehatan.
c. Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan gangguan kognitif
(penurunan jumlah sel dan perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia yang
mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala
gangguan kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan
berhitung, serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang normal.
d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi
kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka akan semakin
banyak pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang
mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan
perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan,
kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial.
1. Alzheimer
Alzheimer adalah penyakit yang bersifat progresif, artinya penyakit ini bergerak
secara perlahan dan akan memburuk seiring waktu. Struktur kimia pada otak semakin
rusak dari waktu ke waktu menyebabkan kemampuan seseorang untuk mengingat,
memahami, berkomunikasi dan berpikir dalam kehidupan sehari-hari akan secara
bertahap menurun. Tingkat kecepatan perkembangan gejala penyakit Alzheimer
berbeda-beda pada setiap orang dan tergantung pada individu itu sendiri, namun
umumnya gejala akan berkembang secara perlahan selama beberapa tahun. Menurut
Lika, rata-rata pasien Alzheimer hanya dapat hidup selama 8-10 tahun setelah
terdiagnosis, namun ada keadaan tertentu dimana pasien bisa hidup lebih lama jika
cepat terdeteksi dan terobati.
Terdapat serangkaian tahapan pada penyakit ini, biasanya dimulai dengan mengalami
turunnya daya ingat ringan seperti mudah lupa kejadian yang belum lama dilalui.
Gejala awal ini seringkali tidak disadari oleh pengidap maupun orang-orang terdekat.
Lambat laun, gejala-gejala lain akan muncul termasuk sering terlihat bingung,
pengidap akan kesulitan untuk berkomunikasi dan merespon lingkungan sekitarnya,
mengalami gangguan kecemasan, dan perubahan suasana hati yang dramatis, serta
bahkan tidak mampu lagi melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain.
Lebih jelasnya, menurut Lika, gejala penyakit Alzheimer terbagi dalam tiga tahap,
yaitu tahap awal, tahap pertengahan dan tahap akhir.
a. Tahap Awal
Gejala awal penderita yaitu turunnya kemampuan untuk mengingat atau mempelajari
hal baru diduga berkaitan dengan perkembangan penyakit Alzheimer yang pada tahap
awal terjadi pada daerah otak yang bertanggungjawab dalam proses pembelajaran.
b. Tahap Pertengahan
Seiring menyebarnya Alzheimer ke area otak yang lebih luas, gejala yang lebih berat
mulai muncul, pada tahap pertengahan tanda dan ciri-cirinya adalah:
Pada tahap ini biasanya pasien akan membutuhkan dukungan bantuan dari orang lain
untuk membantu melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, berpakaian, atau
bahkan menggunakan toilet.
c. Tahap Akhir
Pada tahap akhir, gejala berkembang menjadi sangat berat, pengidap mengalami
kehilangan memori yang serius, perubahan perilaku yang ekstrim, kesulitan
berbicara, menelan dan berjalan, bahkan sampai mengalami kecurigaan tidak
berdasar terhadap anggota keluarga, teman dan perawat. Tanda dan ciri-ciri pada
tahap akhir ini adalah:
Penyebab Alzheimer
Hingga saat ini, masih belum diketahui penyebab penyakit Alzheimer secara pasti,
tidak ada satu faktor utama yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit ini. Meski
begitu, sangat mungkin apabila penyakit ini disebabkan oleh kombinasi dari faktor
usia, pembawaan genetik, gaya hidup, serta lingkungan yang mempengaruhi orang
tersebut selama berjalannya waktu. Bahkan bagi beberapa orang, penyakit ini
10
a. Usia
Merupakan faktor risiko terbesar untuk penyakit demensia. Satu dari 14 orang di atas
usia 65 tahun dan satu dari enam orang di atas usia 80 tahun terkena penyakit
demensia.
b. Pembawaan Genetik
Dalam sebagian besar kasus Alzheimer, kecil pengaruhnya gen Alzheimer diturunkan
oleh orang tua, namun kemungkinan untuk terserang penyakit Alzheimer yang orang
tua atau anggota keluarganya terkena Alzheimer sedikit lebih tinggi daripada orang
yang tidak memiliki kasus Alzheimer pada keluarga dekatnya.
c. Faktor Lain
Gaya hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik,merokok, hanya sedikit
makan buah-buahan dan sayur-sayuran memiliki peningkatan risiko perkembangan
penyakit Alzheimer. Faktor lainnya yaitu mengidap penyakit kardiovaskular,
hipertensi, hiperkolesterolemia, peningkatan kadar homocysteine. Proses
pembelajaran dan ikatan sosial juga turut mempengaruhi, level pendidikan formal
yang rendah, pekerjaan yang membosankan, kurangnya aktivitas yang melatih otak
seperti membaca, bermain game, bermain alat music, dan kurangnya komunikasi
sosial.
Meski penyebab penyakit ini belum sepenuhnya diketahui, pengaruh penyakit ini
terhadap otak sudah jelas. Penyakit ini merusak dan menghancurkan sel otak secara
perlahan. Sel otak yang menyimpan dan memproses informasi melemah dan mati.
11
Selain itu, protein abnormal dihasilkan sehingga menciptakan plak dan penumpukan
di sekitar dan di dalam sel dan akhirnya mengganggu komunikasi pengidapnya.
2. Osteoporosis
1. Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain,yang
dibedakan lagi atas :
1. Osteoporosis tipe I (pasca menopouse), yang kehilangan tulang terutama dibagian
trabekula.
2. Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah Korteks.
3. Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan penyebab yang tidak
diketahui
2. Osteoporosis sekunder, yang terjadi pada/akibat penyakit lain, antara lain
hiperparatiroid, gagal jantung kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.
12
Etiologi Osteoporosis
A. Faktor genetik
B. Faktor mekanis
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh
genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di
atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang
bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
13
1. Kanker
Cancer mammae adalah keganasan yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar
dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kullit payudara. (Romauli & indari,
2013). Cancer mammae adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol lantaran
perubahan abnormal dari gen yang bertanggung-jawab atas pengaturan pertumbuhan
sel.
Secara normal, sel payudara yang tua akan mati, lalu digantikan oleh sel baru
yang lebih ampuh. Regenerasi sel seperti ini berguna untuk mempertahankan fungsi
payudara, gen yang bertanggung-jawab terhadap pengaturan pertumbuhan sel
termutasi.Kondisi itulah yang disebut cancer mammae. (Satmoko, 2012).
14
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa cancer mammae adalah
suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada payudara,
sehingga menyebabkan terjadinya benjolan atau kanker yang ganas. 2.6.4 Faktor
Resiko Cancer Mammae Menurut Mulyani & Nuryani (2013), Sukaca & Suryaningsih
(2009) terdapat
4. Radiasi payudara yang lebih dini Sebelum usia 30 tahun, seorang perempuan
yang harus menjalani terapi radiasi di dada (termasuk payudara) akan memiliki
kenaikan risiko terkena cancer mammae. Semakin muda ketika menerima pengobatan
radiasi, semakin tinggi risiko untuk terkena cancer mammae di kemudian hari.
15
6. Riwayat keluarga Risiko dapat berlipat ganda jika ada lebih dari satu anggota
keluarga inti yang terkena cancer mammae dan semakin mudah ada anggota keluarga
yang terkena kanker maka akan semakin besar penyakit tersebut menurun.
8. Umur atau usia Sebagian besar perempuan penderita cancer mammae berusia
50 tahun ke atas. Resiko terkena cancer mammae meningkat seiring bertambahnya
usia.
9. Ras Cancer mammae lebih umum terjadi pada perempuan berkulit putih.
Kemungkinan terbesar karena makanan yangmereka makan banyak mengandung
lemak. Ras seperti Asia mempunyai bahan pokok yang tidak banyak mengandung
lemak yang berlebih.
16
2. Kardiovaskuler (Hipertensi)
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal dan diukur paling tidak pada
3 kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Wijaya dan Putri
(2013) hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang
disebabkan suatu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi adalah
meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).
i. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden
hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan
oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung,
pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35
tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur
(Yulianti, 2005).
ii. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana
pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-
laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita
mengalami menopause. Laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat
menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Daerah perkotaan Semarang
didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah
perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita
(Gunawan, 2001 dalam Sagala, 2009).
17
18
a. Kanker
a) Usia
Lebih dari setengah jenis kanker menyerang setelah usia 60 tahun keatas. Alasan
kanker baru timbul di usia tua dikarenakan pertumbuhannya yang lambat.
b) Obesitas
Beberapa jenis kanker sangat berkaitan dengan kejadian obesitas. Jika seseorang
mengalami kelebihan berat badan maka sangat disarankan untuk menurunkan
berat badan dan mencegah kenaikannya.
c) Merokok
Hampir 90% kasus kematian akibat kanker paru paru pada pria. Lebih dari 40
bahan kimia dari sekitar 4000 bahan kimia yang terkandung dalam asap rokok
merupakan zat karsinogenik atau zat pemicu kanker.
d) Genetic
Penderita kanker karena diturunkan sering menderita pada usia lebih muda.
sebagian besar pasien, penyebab kanker bersifat sporadic, hasil akumulasi
progresif mutasi genetic dan perubahan epigenetic seumur hidup. Sebagian kecil
lainnya dikarenakan cacat gen warisan.
b. Kardiovaskular
a) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar risiko terkena penyakit jantung.
Sehubungan dengan tingkat kolestrol serum. Pada pria, peningkatan ini tingkat
off pada usia 45-60 tahun, sedangkan wanita peningkatana terus tajam hingga usia
60-65 tahun. Penuaan berkaitan dengan perubahan sifat mekanik dan struktur
dinding pembuluh darah yang menyebabkan hilangnya elastisitas arteri dan
kepatuhan arteri berkurang dan dapat menyebabkan penyakit arteri coroner.
19
b) Jenis Kelamin
Pria memiliki risiko lebih besar terkena penyakit jantung dibanding wanita pre-
menopause. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal. Yaitu pada hormone
estrogen (hormone seks utama), dimana wanita memiliki hormone ini untuk efek
perlindungan melalui metabolism glukosa dan system hemostatic dan memiliki
efek langsung pada peningkatan fungsi sel endotel. Saat menopause, estrogen
berkurang dan dapat mengubah metabolism lipid membentuk yang lebih
aterogenik dengan mengurangi kolestrol HDL dan peningkatan kadar kolestrol
LDL dan total.
c) Polusi Udara
Partikel polusi udara memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang bagi
penyakit kardiovaskular.
c. DM
Yang tidak dapat diubah
a) Umur
Semakin bertambahnya umur, maka kemampuan jaringan mengambil glukosa
darah semakin menurun (pada orang dengan usia 40 keatas)
b) Keturunan
Pola genetic yang kuat pada DM tipe 2, seseorang yang memiliki saudara kandung
mengidap diabetes type 2 memiliki risiko yang lebih tinggi menjadi pengidap
diabetes.
a) Pola Makan
Pola makan yang salah cenderung menyebabkan timbulnya obesitas.
b) Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik menyebabkan kuangnya pembakaran energi oleh tubuh
sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak yang
akan menyebabkan obesitas.
c) Obesitas
DM Tipe 2 sangat erat kaitannya dengan obesitas. IDF menyebutkan 80% dari
penderita diabetes memiliki berat badan yang berlebihan.
20
d) Stress
Stress mengarah pada kenaikan berat badan terutama karena kortisol, hormone
stress yang utama. Kortisol yang tinggi menyebabkan peningkatan pemecahan
protein tubuh, peningkatan trigliserida darah dan penurunan penggunaan gula
tubuh, yang mana manifestasinya meningkatkan trigliserida dan gula darah atau
yang dikenal sebagai hiperglikemia.
e) Pemakaian Obat-obatan
Memiliki riwayat penggunaan obat golongan kortikosteroid dalam jangka waktu
lama.
d. Arthtritis
a) Jenis Kelamin
Wanita akan lebih mudah terkena arthtritis dibanding pria.
b) Umur
Artritis biasanya timbul pada umur 40-60 tahun
c) Riwayat Keluarga
Apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit artritis maka akan ada
kemungkinan anggota keluarga yang lain terkena juga
d) Merokok
21
22
23
Diagnosa
24
lansia yang
diselelnggarakan
setiapbulannya
Diagnosa Keperawatan
25
b. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
c. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan
untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat
Ketidakpatuhan SLKI : Tingkat SIKI : Dukungan
Kepatuhan Kepatuhan Program
Pengobatan
Setelah dilakukan
intervensi selama 3x Tindakan
pertemuan, maka Tingkat Observasi
Kepatuhan meningkat a. Identifikasi kepatuhan
dengan kriteria hasil : menjalani program
a. Verbalisasi pengobatan
kemauan Terapeutik
memenuhi a. Buat komitmen
program menjalani program
pengobatan (4) pengobatan dengan
b. Verbalisasi baik
mengikuti anjuran b. Buat jadwal
(4) pendampingan
c. Perilaku keluarga untuk
mengikuti bergantian menemani
program pasien selama
pengobatan (4) menjalani program
d. Perilaku pengobatan
menjalankan c. Dokumentasikan
anjuran aktivitas selama
menjalani program
pengobatan
d. Diskusikan hal yang
dapat mendukung
atau menghambat
berjalannya program
pengobatan
e. Libatkan keluarga
untuk mendukung
program yang dijalani
Edukasi
a. Informasikan program
pengobatan yang
harus dijalani
b. Informasikan manfaat
yang akan diperoleh
26
1. Prevensi Alzheimer
Pencegahan yang dapat dilakukan, berupa pencegahan primer, sekunder (diagnosis
dini) dan tersier. Pencegahan primer dilakukan terhadap faktor risiko (metabolik dan
vaskular) dan pelindung. Upaya pencegahan primer terutama dilakukan pada faktor
nutrisi, aktivitas fisik (olahraga teratur), pelatihan fungsi kognisi dan sosial serta
evaluasi dan penanganan faktor risiko metabolik dan vaskular (Qiu et al., 2009;
Perdossi, 2015). Faktor nutrisi bisa berupa memakan makanan yang bervariasi dan
sehat, tetap aktif sehingga kekuatan otot dan berat badan tetap terjaga, banyak
mengkonsumsi buah dan sayur, diet rendah lemak yang bersaturasi, minum air
secukupnya, berhenti merokok, batasi asupan garam, gula dan alkohol (Perdossi,
2015).
Pencegahan sekunder dilakukan dengan diagnosis dini pada lansia sedangkan
pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah hilangnya kemampuan penderita dalam
melakukan aktivitas sehari-hari dan meningkatkan kualitas hidup penderita (Qiu et
al., 2009).
Penanganan tersier Demensia Alzheimer berupa penanganan psikososial dan
farmakologis. Penanganan psikososial meliputi berbagai fungsi seperti fungsi kognisi
dan perilaku. Penanganan ini dinilai tiap tahun sebanyak 2 kali. Tujuan penanganan
ini adalah untuk mempertahankan dan memperlambat penurunan fungsi kognisi serta
meningkatkan kualitas hidup (Qiu et al., 2009; Perdossi, 2015). Keluarga perlu
dilibatkan sejak awal penanganan PA sehingga kondisi penderita sebelum dan setelah
penanganan dapat diketahui (Perdossi, 2015).
2. Prevensi osteoporosis
Prevensi pada osteoporosis yang dapat dilakukan yaitu :
- Asupan kalsium 1000 mg per hari
- Asupan vitamin D yang disarankan yaitu 800 IU per hari
27
- Diet protein yaitu 1,2 gram/kg berat badan per hari dengan sekurang-kurangnya
20-15 gram protein di tiap sajian makanan
- Aktivitas dan latihan fisik yang teratur per minggu
- Hindari merokok dan konsumsi alcohol
- Minum asupan kalsium yang baik
3. Prevensi permasalahan kesehatan kronik lansia
Menurut teri H.L. Bloom, status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh empat faktor
yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor
keturunan. Gunawan (2007) menemukan ada beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya penyakit kronis atau regeneratif pada seseorang . faktor
faktor tersebut Antara lain adalah kebiasaan hidup (perilaku), ciri perseorangan, dan
keturunan. Pada bebagai kajian serta penelitian, penyakit kronis biasanya tidak
disebabkan oleh satu faktor saja. Oleh karena itu penyakit kronis dikatakan bersifat
multifaktorial. Namun penyebab utama penyakit kronis adalah pola atau kebiasaan
hidup yang tidak sehat (Handajani et al. 2010). Penelitian lainnya juga menyebutkan
bahwa kebiasaan hidup juga berpengaruh besar pada kejadian kematian akibat
penyakit degeneratif/kronis. The Un 13 High-Level Meeting on Non-communicable
Disease Tahun 2001 menyebutkan bahwa salah satu intervensi utama untuk
mengendalikan PTM adalah memperbaiki kebiasaan hidup seperti kebiasaan
merokok, kebisasan berolah raga, konsumsi garam, lemak, gula, alkohol, serta
aktivitas fisik yang baik (Kemenkes, 2011). Pencegahan penyakit kronis dapat
dilakukan dengan melakukan pengendalian terhadap faktor risikonya (Depkes RI,
2006). Pengendalian faktor risiko penyakit kronis merupakan tindak pencegahan
penyakit kronis. Dimana pada lansia tindakan pengendalian faktor risiko penyakit
kronis dapat berupa pengendalian kebiasaan hidup lansia sebagai pencegahan primer
yang meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi garam, kebiasaan
berolahraga, serta kebiasaan memanfaatkan waktu luang (Tirtayasa, 2008).
1) Kebiasaan merokok
Awosan et al. (2014) menyatakan, kebiasaan merokok merupakan faktor risiko
utama penyakit jantung, PPOK, serta penyakit tidak menular lainnya. Menurut
WHO (2008) faktor risiko penyebab penyakit regeneratif yang dapat dikontrol
28
29
30
Posyandu Lansia, dimana Posyandu Lansia menurut Permenkes No. 67 tahun 2015
tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjut usia di Puskesmas disebutkan
bahwa tugas dan fungsi Posyandu lansia salah satunya yaitu melakukan deteksi dini
gangguan kesehatan atau penyakit pada lansia. Salah satu indikatornya adalah
tingkat kehadiran lansia pada pelaksanaan Posyandu lansia di wilayah masing –
masing. (Depkes RI, 2017). Posyandu lansia/posbidu lansia berfungsi dalam upaya
promontif dan preventif yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup melalui
peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Posyandu lansia dalam pelaksanaan
tugasnya, berfungsi memberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan,
keterampilan, olah raga, seni budaya, dan pelayanan lain, selain itu, posyandu lansia
membantu mendorong lansia agar dapat berativitas dan mengembangkan potensi
diri.
31
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum tujuan dari keperawatan kelompok khusus agregat lansia yaitu
meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat menolong
diri mereka sendiri dan tidak terlalu bergantung pada pihak lain. Untuk pemberian
asuhan keperawatan tetap dimulai dari pengkajian hingga evaluasi. Kelompok khusus
lansia merupakan sekelompok masyarakat yang karena keadaan fisik, mental maupun
social dan ekonomi perlu mendapatkan bantuan, bimbingan , pelayanan kesehatan
dan asuhan keperawatan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam
memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap mereka sendiri.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di
atas.
33
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI).
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Sutarga, I Made. 2018. Makalah Dukungan Keluarga Dan Kesehatan Lansia. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
34