Anda di halaman 1dari 37

lOMoARcPSD|28331386

Asuhan Keperawatan Komunitas Agregat Lansia

Fakultas ilmu keperawatan (Universitas Andalas)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)
lOMoARcPSD|28331386

MAKALAH
KEPERAWATAN KOMUNITAS II
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS AGREGAT LANSIA

Dosen Pengampu
Dr. Ns. Rika Sabri, M.Kes.,Sp.Kep.Kom

Disusun Oleh
Kelompok 10 Kelas 2A 2020
Nessa Febriani (2011313033)
Rani Zul Yuliartha Rizky (2011312060)
Regy Aprilianty Sutrisna (2011311020)
Yopi Sahendra (2011312039)

PROGAM STUDI KEPERAWATAN


JURUSAN ILMU KEPERWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2022/2023

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang, 21 September 2022

Penulis

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................. 1

Daftar Isi ............................................................................................................................ 2

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
C. Manfaat.................................................................................................................. 3

BAB II

PEMBAHASAN ............................................................................................................... 4

A. Overview Karakteristik Tumbuh Kembang Lansia .............................................. 4


B. Permasalahan Kesehatan Lansia ........................................................................... 8
C. Faktor Risiko Permasalahan Kesehatan Lansia .................................................. 19
D. Asuhan Keperawatan Pada Komunitas Agregat Lansia ...................................... 22
E. Promosi dan Prevensi Permasalahan Kesehatan Agregat Lansia........................ 27
F. Program Kesehatan Lansia .................................................................................. 27

BAB III ........................................................................................................................... 35

PENUTUP ....................................................................................................................... 35

A. Kesimpulan.......................................................................................................... 35
B. Saran .................................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 34

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO (1974) komunitas didefinisikan sebagai kelompok social yang
ditentukan oleh batas wilayah, nilai keyakinan dan minat yang sama serta adanya
saling mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dengan yang
lainnya. Salah satu kelompok khusus dalam komunitas adalah kelompok khusus
agregat lansia. Lansia meliputi usia pertengahan yaitu usia 45-59 tahun, usia lanjut
elderly 60-74 tahun, usia lanjut old 75-90 tahun dan sangat tua diatas 90 tahun lansia
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Terdapat 3 aspek yang harus
dipertimbangkan, yaitu biologis (penduduk lansia mengalami proses penuaan secara
terus menerus ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik. Secara ekonomi
penduduk lansia dipandang sebagai beban dibanding sumber daya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik tumbuh kembang lansia?
2. Apa saja permasalahan kesehatan lansia?
3. Apa saja factor risiko yang menjadi pendukung dari permasalahan kesehatan pada
agregat lansia?
4. Apa saja promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk permasalahan
kesehatan pada agregat lansia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik tumbuh kembang lansia.
2. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan lansia.
3. Untuk mengetahui factor risiko apa saja yang menjadi pendukung dari
permasalahan kesehatan pada agregat lansia.
4. Untuk mengetahui promosi, prevensi dan program yang dijalankan untuk
permasalahan kesehatan pada agregat lansia.

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

BAB II
PEMBAHASAN

1. Overview Tumbuh Kembang Lansia

A. Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan
penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia
adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009). Lansia adalah
seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).

Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah berusia > 60 tahun, mengalami penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak
berdaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seorang diri.

B. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :

1. Young old (usia 60-69 tahun)


2. Middle age old (usia 70-79 tahun)
3. Old-old (usia 80-89 tahun)
4. Very old-old (usia 90 tahun ke atas).

C. Karakteristik Lansia

Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006) yaitu :

1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya,
ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan
(Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik dari
status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %).
Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04
% dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada
82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan yang
berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin
lagi (Ratnawati, 2017).
Pekerjaan Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas
adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat
tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha
(46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial
(Ratnawati, 2017).
4) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa pekerjaan
lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai
tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan menjadi lebih
baik (Darmojo & Martono, 2006).
5) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016) merupakan
salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk.
Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang
semakin baik.
6) Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya bahwa dari
setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

terbanyak adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok,
diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).

D. Perubahan pada Lanjut Usia

Menurut Potter & Perry (2009) proses menua mengakibatkan terjadinya banyak
perubahan pada lansia yang meliputi :

a. Perubahan Fisiologis
Pemahaman kesehatan pada lansia umumnya bergantung pada persepsi pribadi atas
kemampuan fungsi tubuhnya. Lansia yang memiliki kegiatan harian atau rutin
biasanya menganggap dirinya sehat, sedangkan lansia yang memiliki gangguan fisik,
emosi, atau sosial yang menghambat kegiatan akan menganggap dirinya sakit.
Perubahan fisiologis pada lansia bebrapa diantaranya, kulit kering, penipisan rambut,
penurunan pendengaran, penurunan refleks batuk, pengeluaran lender, penurunan
curah jantung dan sebagainya. Perubahan tersebut tidak bersifat patologis, tetapi
dapat membuat lansia lebih rentan terhadap beberapa penyakit. Perubahan tubuh terus
menerus terjadi seiring bertambahnya usia dan dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya
hidup, stressor, dan lingkungan.
b. Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif, dan sosial. Penurunan
fungsi yang terjadi pada lansia biasanya berhubungan dengan penyakit dan tingkat
keparahannya yang akan memengaruhi kemampuan fungsional dan kesejahteraan
seorang lansia. Status fungsional lansia merujuk pada kemampuan dan perilaku aman
dalam aktivitas harian (ADL). ADL sangat penting untuk menentukan kemandirian
lansia. Perubahan yang mendadak dalam ADL merupakan tanda penyakit akut atau
perburukkan masalah kesehatan.
c. Perubahan Kognitif
Perubahan struktur dan fisiologis otak yang dihubungkan dengan gangguan kognitif
(penurunan jumlah sel dan perubahan kadar neurotransmiter) terjadi pada lansia yang
mengalami gangguan kognitif maupun tidak mengalami gangguan kognitif. Gejala
gangguan kognitif seperti disorientasi, kehilangan keterampilan berbahasa dan
berhitung, serta penilaian yang buruk bukan merupakan proses penuaan yang normal.

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

d. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses transisi
kehidupan dan kehilangan. Semakin panjang usia seseorang, maka akan semakin
banyak pula transisi dan kehilangan yang harus dihadapi. Transisi hidup, yang
mayoritas disusun oleh pengalaman kehilangan, meliputi masa pensiun dan
perubahan keadaan finansial, perubahan peran dan hubungan, perubahan kesehatan,
kemampuan fungsional dan perubahan jaringan sosial.

Menurut Ratnawati (2017) perubahan psikososial erat kaitannya dengan keterbatasan


produktivitas kerjanya. Oleh karena itu, lansia yang memasuki masa-masa pensiun
akan mengalami kehilangan-kehilangan sebagai berikut:

1. Kehilangan finansial (pedapatan berkurang).


2. Kehilangan status (jabatan/posisi, fasilitas).
3. Kehilangan teman/kenalan atau relasi
4. Kehilangan pekerjaan/kegiatan. Kehilangan ini erat kaitannya dengan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Merasakan atau sadar terhadap kematian, perubahan bahan cara hidup (memasuki
rumah perawatan, pergerakan lebih sempit).
b. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup meningkat
padahal penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.
c. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan fisik.
d. Timbul kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
e. Adanya gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan kesulitan.
f. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
g. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga.
h. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik (perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri)

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

2. Permasalahan Kesehatan Lansia

1. Alzheimer

Penyakit Alzheimer adalah penyebab 60-70% penyakit demensia, yang merupakan


gangguan otak yang mengakibatkan hilangnya kemampuan intelektual dan sosial
seseorang. Penyakit ini menyebabkan sebagian zat kimia dan struktur otak berubah
sehingga menyebabkan kematian pada sel otak seiring waktu. Penyakit Alzheimer
bersifat progresif, gejalanya berkembang perlahan dan akan memburuk dari waktu ke
waktu hingga menjadi cukup parah untuk mengganggu aktivitas sehari-hari seperti
penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan keterampilan kognitif lainnya.

Gejala dan Tahapan Alzheimer

Alzheimer adalah penyakit yang bersifat progresif, artinya penyakit ini bergerak
secara perlahan dan akan memburuk seiring waktu. Struktur kimia pada otak semakin
rusak dari waktu ke waktu menyebabkan kemampuan seseorang untuk mengingat,
memahami, berkomunikasi dan berpikir dalam kehidupan sehari-hari akan secara
bertahap menurun. Tingkat kecepatan perkembangan gejala penyakit Alzheimer
berbeda-beda pada setiap orang dan tergantung pada individu itu sendiri, namun
umumnya gejala akan berkembang secara perlahan selama beberapa tahun. Menurut
Lika, rata-rata pasien Alzheimer hanya dapat hidup selama 8-10 tahun setelah
terdiagnosis, namun ada keadaan tertentu dimana pasien bisa hidup lebih lama jika
cepat terdeteksi dan terobati.

Terdapat serangkaian tahapan pada penyakit ini, biasanya dimulai dengan mengalami
turunnya daya ingat ringan seperti mudah lupa kejadian yang belum lama dilalui.
Gejala awal ini seringkali tidak disadari oleh pengidap maupun orang-orang terdekat.
Lambat laun, gejala-gejala lain akan muncul termasuk sering terlihat bingung,
pengidap akan kesulitan untuk berkomunikasi dan merespon lingkungan sekitarnya,
mengalami gangguan kecemasan, dan perubahan suasana hati yang dramatis, serta
bahkan tidak mampu lagi melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain.

Lebih jelasnya, menurut Lika, gejala penyakit Alzheimer terbagi dalam tiga tahap,
yaitu tahap awal, tahap pertengahan dan tahap akhir.

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

a. Tahap Awal

Tanda dan ciri-ciri pada tahap awal adalah:

 Sering lupa nama tempat dan benda;


 Sering lupa dengan percakapan yang belum lama dibicarakan;
 Sering menanyakan pertanyaan yang sama atau menceritakan cerita yang sama
berulang kali;
 Sering merasa lebih sulit untuk membuat keputusan;
 Sering merasa bingung atau linglung;
 Sering tersesat di tempat yang sering dilewati;
 Sering salah menaruh barang di tempat yang tidak seharusnya, misalnya menaruh
piring di mesin cuci;
 Kesulitan dalam merangkai kata-kata dalam berkomunikasi;
 Tidak tertarik untuk melakukan aktivitas yang dulunya sangat disukai;
 Lebih senang berdiam diri dan enggan mencoba hal baru;
 Sering mengalami perubahan suasana hati yang berubah-ubah.

Gejala awal penderita yaitu turunnya kemampuan untuk mengingat atau mempelajari
hal baru diduga berkaitan dengan perkembangan penyakit Alzheimer yang pada tahap
awal terjadi pada daerah otak yang bertanggungjawab dalam proses pembelajaran.

b. Tahap Pertengahan

Seiring menyebarnya Alzheimer ke area otak yang lebih luas, gejala yang lebih berat
mulai muncul, pada tahap pertengahan tanda dan ciri-cirinya adalah:

 Sulit mengingat nama keluarga atau teman-teman terdekatnya;


 Rasa kebingungan meningkat dan mengalami disorientasi, misalnya jadi sering
tersesat dan tidak tahu jam berapa sekarang;
 Perubahan suasana hati yang terjadi secara cepat;
 Perilaku impulsif, repetitif, atau obsesif;
 Mulai mengalami delusi dan halusinasi;
 Mengalami masalah saat berkomunikasi;

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

 Kesulitan melakukan tugas tata ruang, seperti menilai jarak.

Pada tahap ini biasanya pasien akan membutuhkan dukungan bantuan dari orang lain
untuk membantu melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan, berpakaian, atau
bahkan menggunakan toilet.

c. Tahap Akhir

Pada tahap akhir, gejala berkembang menjadi sangat berat, pengidap mengalami
kehilangan memori yang serius, perubahan perilaku yang ekstrim, kesulitan
berbicara, menelan dan berjalan, bahkan sampai mengalami kecurigaan tidak
berdasar terhadap anggota keluarga, teman dan perawat. Tanda dan ciri-ciri pada
tahap akhir ini adalah:

 Kesulitan makan dan menelan (disfagia);


 Kesulitan untuk mengubah posisi atau bergerak tanpa bantuan;
 Penurunan atau kenaikan berat badan yang drastis;
 Sering ngompol atau buang air besar tidak disengaja;
 Kesulitan berkomunikasi;
 Perubahan emosi dan sifat;
 Tidak mampu lagi beraktivitas normal akibat hilangnya ingatan mengenai tahapan
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, makan, dan buang air besar.

Gejala-gejala ekstrim lainnya adalah pasien mengalami insomnia, mengalami


halusinasi, gangguan persepsi, apati, depresi, perilaku agresif, serta kecemasan
berlebih.

Penyebab Alzheimer

Hingga saat ini, masih belum diketahui penyebab penyakit Alzheimer secara pasti,
tidak ada satu faktor utama yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit ini. Meski
begitu, sangat mungkin apabila penyakit ini disebabkan oleh kombinasi dari faktor
usia, pembawaan genetik, gaya hidup, serta lingkungan yang mempengaruhi orang
tersebut selama berjalannya waktu. Bahkan bagi beberapa orang, penyakit ini

10

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

berkembang diam-diam tidak terdeteksi selama bertahun-tahun sampai gejalanya


muncul.

a. Usia

Merupakan faktor risiko terbesar untuk penyakit demensia. Satu dari 14 orang di atas
usia 65 tahun dan satu dari enam orang di atas usia 80 tahun terkena penyakit
demensia.

b. Pembawaan Genetik

Dalam sebagian besar kasus Alzheimer, kecil pengaruhnya gen Alzheimer diturunkan
oleh orang tua, namun kemungkinan untuk terserang penyakit Alzheimer yang orang
tua atau anggota keluarganya terkena Alzheimer sedikit lebih tinggi daripada orang
yang tidak memiliki kasus Alzheimer pada keluarga dekatnya.

c. Faktor Lain

Terjadinya perbedaan kromosom, orang dengan down syndrome merupakan faktor


lain yang memiliki peningkatan risiko berkembangnya penyakit Alzheimer. Selain
itu, orang yang memiliki cedera kepala berat atau leher (whiplash injuries), seperti
petinju yang menerima pukulan terus menerus pada kepalanya juga memiliki
peningkatan risiko mengalami perkembangan demensia.

Gaya hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktivitas fisik,merokok, hanya sedikit
makan buah-buahan dan sayur-sayuran memiliki peningkatan risiko perkembangan
penyakit Alzheimer. Faktor lainnya yaitu mengidap penyakit kardiovaskular,
hipertensi, hiperkolesterolemia, peningkatan kadar homocysteine. Proses
pembelajaran dan ikatan sosial juga turut mempengaruhi, level pendidikan formal
yang rendah, pekerjaan yang membosankan, kurangnya aktivitas yang melatih otak
seperti membaca, bermain game, bermain alat music, dan kurangnya komunikasi
sosial.

Meski penyebab penyakit ini belum sepenuhnya diketahui, pengaruh penyakit ini
terhadap otak sudah jelas. Penyakit ini merusak dan menghancurkan sel otak secara
perlahan. Sel otak yang menyimpan dan memproses informasi melemah dan mati.

11

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

Selain itu, protein abnormal dihasilkan sehingga menciptakan plak dan penumpukan
di sekitar dan di dalam sel dan akhirnya mengganggu komunikasi pengidapnya.

2. Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai olehpenurunan


mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baruosteoporosis
sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength
sehingga tulang mudah patah ( Sudoyo, 2016 ).

Klasifikasi Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :

1. Osteoporosis primer yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain,yang
dibedakan lagi atas :
1. Osteoporosis tipe I (pasca menopouse), yang kehilangan tulang terutama dibagian
trabekula.
2. Osteoporosis tipe II (senilis), terutama kehilangan Massa tulang daerah Korteks.
3. Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan penyebab yang tidak
diketahui
2. Osteoporosis sekunder, yang terjadi pada/akibat penyakit lain, antara lain
hiperparatiroid, gagal jantung kronis, arthritis rematoid dan lain-lain.

Manifestasi Klinis Osteoporosis

Osteoporosis dimanifestasikan dengan :

 Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.


 Nyeri timbul mendadak.
 Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
 Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
 Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
 Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)

12

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

Etiologi Osteoporosis

Determinan Massa Tulang

A. Faktor genetik

Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa


orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang
kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia
bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam
Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.

B. Faktor mekanis

Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik.


Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons
terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot
besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau
pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya
terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun
tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istirahat di tempat tidur dalam waktu
yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian
belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan
berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di samping faktor genetik.

C. Faktor makanan dan hormone

Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh
genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di
atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat
menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang
bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.

13

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

Osteoporosis pada lansia

Persoalan osteoporosis pada lansia erat sekali hubungannya dengan kemunduran


produksi beberapa hormone pengendali remodeling tulang, seperti Kalsitonim dan
hormone seks. Dengan bertambahnya usia, produksi beberapa hormone tersebut akan
merosot, hanya saja penurunan produksi beberapa osteoblast, sehingga
memungkinkan terjadinya pembentukan tulang, akan mengendur aktivitasnya setelah
seseorang menginjak usia ke 50 disusul tahun terakhir adalah testosterone pada kurun
waktu usia 48 – 52. Persoalan besar akan muncul juga jika terjadi gangguan dalam
keseimbangan kedua proses itu, seperti yang terjadi pada osteoporosis. Dalam
osteoporosis proses demineralisasi lebih cepat dan lebih tinggi dibandingkan dengan
proses meneralisasi. Resikonya terjadilah pengeroposan tulang. Tulang akan
kehilangan masa dalam jumlah besar sehingga kekuatannya pun merosot drastis.
Kondisi ini tentu tidak bisa diabaikan begitu saja penurunan sepersepuluh kepadatan
tulang saja menimbulkan resiko patah tulang 2 – 3 kali lebih sering, jika kondisi ini
dibiarkan resiko terjadi patah tulang sulit dihindari. Proses tidak seimbang bisa
muncul secara alamiah seperti akibat pengaruh usia lanjut, menopause, gangguan
hormonal, dan ketidak aktifan tubuh. (Ningsih &Lukman, 2017).

Penyakit Kronik Lainnya Pada Lansia

1. Kanker

Cancer mammae adalah keganasan yang berasal dari kelenjar, saluran kelenjar
dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kullit payudara. (Romauli & indari,
2013). Cancer mammae adalah pertumbuhan sel yang tidak terkontrol lantaran
perubahan abnormal dari gen yang bertanggung-jawab atas pengaturan pertumbuhan
sel.

Secara normal, sel payudara yang tua akan mati, lalu digantikan oleh sel baru
yang lebih ampuh. Regenerasi sel seperti ini berguna untuk mempertahankan fungsi
payudara, gen yang bertanggung-jawab terhadap pengaturan pertumbuhan sel
termutasi.Kondisi itulah yang disebut cancer mammae. (Satmoko, 2012).

14

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa cancer mammae adalah
suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada payudara,
sehingga menyebabkan terjadinya benjolan atau kanker yang ganas. 2.6.4 Faktor
Resiko Cancer Mammae Menurut Mulyani & Nuryani (2013), Sukaca & Suryaningsih
(2009) terdapat

beberapa faktor yang mempunyai pengaruh terhadap terjadinya cancer


mammae, diantaranya:

1. Gender Perempuan memiliki risiko terkena cancer mammae lebih besar


dibanding pria. Perbandingannya seratus banding satu perempuan yang terkena cancer
mammae dibandingkan pria.

2. Pemakaian hormon Laporan dari Harvard School of Public Health


menyatakan bahwa terdapat peningkatan bermakna pada pengguna terapi Estrogen
Replacement. Suatu meta analisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko
cancer mammae pada pengguna kontrasepsi oral, perempuan yang menggunakan obat
ini untuk mengalami kanker ini sebelum menopause. Oleh sebab itu jika kita bisa
menghindari adanya penggunaan hormon ini secara berlebihan maka akan lebih aman.

3. Kegemukan (obesitas) setelah menopause Seorang perempuan yang


mengalami obesitas setelah menopause akan beresiko 1,5 kali lebih besar untuk terkena
cancer mammae dibandingkan dengan perempuan yang berat badannya normal.

4. Radiasi payudara yang lebih dini Sebelum usia 30 tahun, seorang perempuan
yang harus menjalani terapi radiasi di dada (termasuk payudara) akan memiliki
kenaikan risiko terkena cancer mammae. Semakin muda ketika menerima pengobatan
radiasi, semakin tinggi risiko untuk terkena cancer mammae di kemudian hari.

5. Riwayat cancer mammae Seorang perempuan yang mengalami cancer


mammae pada satu payudaranya mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
menderita kanker baru pada payudara lainnya atau pada bagian lain dari payudara yang
sama. Tingkat risikonyo bisa tiga sampai empat kali lipat.

15

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

6. Riwayat keluarga Risiko dapat berlipat ganda jika ada lebih dari satu anggota
keluarga inti yang terkena cancer mammae dan semakin mudah ada anggota keluarga
yang terkena kanker maka akan semakin besar penyakit tersebut menurun.

7. Periode menstruasi Perempuan yang mulai mempunyai periode awal


(sebelum usia 12 tahun) atau yang telah melalui perubahan kehidupan (fase
menopause) setelah usia 55 tahun mempunyai risiko terkena cancer mammae yang
sedikit lebih tinggi. Mereka yang mempunyai periode menstruasi yang lebih sehingga
lebih banyak hormon estrogen dan progesteron.

8. Umur atau usia Sebagian besar perempuan penderita cancer mammae berusia
50 tahun ke atas. Resiko terkena cancer mammae meningkat seiring bertambahnya
usia.

9. Ras Cancer mammae lebih umum terjadi pada perempuan berkulit putih.
Kemungkinan terbesar karena makanan yangmereka makan banyak mengandung
lemak. Ras seperti Asia mempunyai bahan pokok yang tidak banyak mengandung
lemak yang berlebih.

10. Perubahan payudara Jika seorang perempuan memiliki perubahan jaringan


payudara yang dikenal sebagai hiperplasia atipikal (sesuai hasil biopsi), maka seorang
perempuan memiliki peningkatan risiko cancer mammae.

11. Aktivitas fisik Penelitian terbaru dari Women’s Health Initiative


menemukan bahwa 25 aktivitas fisik pada perempuan menopause yang berjalan sekitar
30 menit per hari dikaitkan dengan penurunan 20 persen resiko cancer mammae.
Namun, pengurangan risiko terbesar adalah pada perempuan dengan berat badan
normal. Dampak aktivitas fisikk tidak ditemukan pada perempuan dengan obesitas.
Jika aktivitas fisik dikombinasikan dengan diet dapat menurunkan berat badan
sehingga menurunkan risiko cancer mammae dan berbagai macam penyakit.

12. Konsumsi alkohol Perempuan yang sering mengkonsumsi alkohol akan


beresiko terkena cancer mammae karena alkohol menyebabkan perlemakan hati,
sehingga hati bekerja lebih keras sehingga sulit memproses estrogen agar keluar dari
tubuh dan jumlahnya akan meningkat.

16

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

13. Merokok Merokok dapat meningkatkan resiko berkembangnya cancer


mammae, apalagi bagi perempuan yang memiliki riwayat keluarga yang mengidap
cancer mammae.

2. Kardiovaskuler (Hipertensi)

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal dan diukur paling tidak pada
3 kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Wijaya dan Putri
(2013) hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang
disebabkan suatu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi adalah
meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).

Faktor-faktor Resiko Hipertensi

i. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden
hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan
oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung,
pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35
tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur
(Yulianti, 2005).
ii. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana
pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-
laki dan pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita
mengalami menopause. Laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6% dari pria dan 11% pada wanita. Laporan dari Sumatra Barat
menunjukan 18,6% pada pria dan 17,4% wanita. Daerah perkotaan Semarang
didapatkan 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita. Sedangkan di daerah
perkotaan Jakarta didapatkan 14,6 pada pria dan 13,7% pada wanita
(Gunawan, 2001 dalam Sagala, 2009).
17

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

iii. Riwayat Keluarga


Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya
hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang
dari orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidupnya
memiliki kemungkinan 25% terkena hipertensi (Sagala, 2009).
iv. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan
garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari
menyebabkan hipertensi yang rendah jika asupan garam antara 5- 15 gram
perhari, prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan
garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume
plasma, curah jantung dan tekanan darah (Basha, 2004 dalam Sagala, 2009).
Garam mengandung 40% sodium dan 60% klorida. Orang-orang peka sodium
lebih mudah meningkat sodium, yang menimbulkan retensi cairan dan
peningkatan tekanan darah (Sagala, 2009). Garam berhubungan erat dengan
terjadinya tekanan darah tinggi gangguan pembuluh darah ini hampir tidak
ditemui pada suku pedalaman yang asupan garamnya rendah. Jika asupan
garam kurang dari 3 gram sehari prevalensi hipertensi presentasinya rendah,
tetapi jika asupan garam 5-15 gram perhari, akan meningkat prevalensinya
15-20%.
3. Obesitas

Obesitas dapat terjadi ketika kita sering mengonsumsi makanan danminuman


tinggi kalori, dengan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yangsesuai. Kebutuhan
rata-rata kalori bagi wanita dewasa yang aktif secara fisikper hari adalah sekitar 2000,
sedangkan bagi pria dewasa yang juga aktifsecara fisik adalah 2500 kalori.Masalah
berat badan berlebih atau obesitas timbul saat kitamengonsumsi makanan
dengan kadar kalori dan lemak melebihi dari jumlahyang dibutuhkan. Kalori yang
tidak berubah menjadi energi dan tidak terpakaitersebut akan disimpan dalam bentuk
lemak dalam tubuh. Seiring waktu,penumpukan lemak ini menambah berat badan
yang mengarah pada beratbadan berlebih hingga obesitas.

18

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

4. Faktor Risiko Permasalahan Kesehatan Pada Lansia

Faktor Risiko Penyakit Kronis Lansia

a. Kanker
a) Usia
Lebih dari setengah jenis kanker menyerang setelah usia 60 tahun keatas. Alasan
kanker baru timbul di usia tua dikarenakan pertumbuhannya yang lambat.
b) Obesitas
Beberapa jenis kanker sangat berkaitan dengan kejadian obesitas. Jika seseorang
mengalami kelebihan berat badan maka sangat disarankan untuk menurunkan
berat badan dan mencegah kenaikannya.
c) Merokok
Hampir 90% kasus kematian akibat kanker paru paru pada pria. Lebih dari 40
bahan kimia dari sekitar 4000 bahan kimia yang terkandung dalam asap rokok
merupakan zat karsinogenik atau zat pemicu kanker.
d) Genetic
Penderita kanker karena diturunkan sering menderita pada usia lebih muda.
sebagian besar pasien, penyebab kanker bersifat sporadic, hasil akumulasi
progresif mutasi genetic dan perubahan epigenetic seumur hidup. Sebagian kecil
lainnya dikarenakan cacat gen warisan.
b. Kardiovaskular
a) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar risiko terkena penyakit jantung.
Sehubungan dengan tingkat kolestrol serum. Pada pria, peningkatan ini tingkat
off pada usia 45-60 tahun, sedangkan wanita peningkatana terus tajam hingga usia
60-65 tahun. Penuaan berkaitan dengan perubahan sifat mekanik dan struktur
dinding pembuluh darah yang menyebabkan hilangnya elastisitas arteri dan
kepatuhan arteri berkurang dan dapat menyebabkan penyakit arteri coroner.

19

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

b) Jenis Kelamin
Pria memiliki risiko lebih besar terkena penyakit jantung dibanding wanita pre-
menopause. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal. Yaitu pada hormone
estrogen (hormone seks utama), dimana wanita memiliki hormone ini untuk efek
perlindungan melalui metabolism glukosa dan system hemostatic dan memiliki
efek langsung pada peningkatan fungsi sel endotel. Saat menopause, estrogen
berkurang dan dapat mengubah metabolism lipid membentuk yang lebih
aterogenik dengan mengurangi kolestrol HDL dan peningkatan kadar kolestrol
LDL dan total.
c) Polusi Udara
Partikel polusi udara memiliki efek jangka pendek dan jangka panjang bagi
penyakit kardiovaskular.
c. DM
Yang tidak dapat diubah
a) Umur
Semakin bertambahnya umur, maka kemampuan jaringan mengambil glukosa
darah semakin menurun (pada orang dengan usia 40 keatas)
b) Keturunan
Pola genetic yang kuat pada DM tipe 2, seseorang yang memiliki saudara kandung
mengidap diabetes type 2 memiliki risiko yang lebih tinggi menjadi pengidap
diabetes.

Yang dapat diubah

a) Pola Makan
Pola makan yang salah cenderung menyebabkan timbulnya obesitas.
b) Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik menyebabkan kuangnya pembakaran energi oleh tubuh
sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak yang
akan menyebabkan obesitas.
c) Obesitas
DM Tipe 2 sangat erat kaitannya dengan obesitas. IDF menyebutkan 80% dari
penderita diabetes memiliki berat badan yang berlebihan.
20

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

d) Stress
Stress mengarah pada kenaikan berat badan terutama karena kortisol, hormone
stress yang utama. Kortisol yang tinggi menyebabkan peningkatan pemecahan
protein tubuh, peningkatan trigliserida darah dan penurunan penggunaan gula
tubuh, yang mana manifestasinya meningkatkan trigliserida dan gula darah atau
yang dikenal sebagai hiperglikemia.
e) Pemakaian Obat-obatan
Memiliki riwayat penggunaan obat golongan kortikosteroid dalam jangka waktu
lama.
d. Arthtritis
a) Jenis Kelamin
Wanita akan lebih mudah terkena arthtritis dibanding pria.
b) Umur
Artritis biasanya timbul pada umur 40-60 tahun
c) Riwayat Keluarga
Apabila ada anggota keluarga yang menderita penyakit artritis maka akan ada
kemungkinan anggota keluarga yang lain terkena juga
d) Merokok

21

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

5. Proses Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Lansia


Pengkajian
a. Data Inti
 Demografi : Kaji berapa banyak KK yang tinggal di daerah tersebut. Kaji
juga batas wilayah daerah tersebut.
 Statistik Vital : Kaji jumlah angka kesakitan dan angka kematian pada
wilayah tersebut. Terkhusus untuk permasalahan penyakit kronik dan
kesehatan reproduksi pada orang dewasa.
 Etnisitas : Kaji apa suku yang mayoritas dan minoritas di daerah tersebut,
lihat bagaimana komunikasi yang terjalin antarsuku dan apakah ada
kegiatan yang berkaitan dengan etnis mengenai kesehatan.
 Nilai dan Keyakinan : Kaji apa agama mayoritas dan minoritas di daerah
tersebut dan perhatikan apakah ada kebiasaan yang berkaitan dengan
agama mengenai kesehatan.
b. Subsistem Komunitas
 Lingkungan Fisik : Kaji kondisi dan kebersihan lingkungan sekitar
keluarga, susunan antarrumah, bagaimana masyarakat mengelola sampah
dan perhatikan juga bagaimana kualitas udara, air dan tanah didaerah
tersebut.
 System Kesehatan : Kaji bagaimana kemudahan akses pelayanan
kesehatan bagi keluarga, apakah masyarakat sering menggunakan fasilitas
kesehatan tersebut atau tidak, apakah masyarakat menggunakan BPJS.
 Ekonomi : Kaji pekerjaan yang dominan dilakukan di wilayah tersebut.
 Keamanan dan Transportasi : Kaji apa saja transportasi umum yang dapat
digunakan masyarakat untuk mempermudah akses mendapatkan layanan
kesehatan.
 Kebijakan dan Pemerintahan : Kaji kebijakan apa saja yang sudah
diberlakukan di daerah tersebut terkait bidang kesehatan, kebijakan
terhadap kemudahan mendapatkan layanan kesehatan.

22

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

 Komunikasi : Kaji jenis dan tipe komunikasi yang digunakan oleh


penduduk daerah tersebut. Jenis bahasa yang digunakan juga penting
terutama untuk penyampaian infomasi mengenai kesehatan.
 Pendidikan : Kaji tingkat pendidikan penduduk daerah tersebut, Kaji
tingkat pengetahuan penduduk mengenai permasalahan terkait kesehatan
seperti penyakit kronik dan kesehatan reproduksi.
 Rekreasi : Kaji jenis dan tipe sarana rekreasi yang ada, tingkat partisipasi
atau pemanfaatan dari sarana rekreasi serta jaminan keamanan dari sarana
rekreasi yang ada.
c. Persepsi
Persepsi dari masyarakat dan keluarga mengenai permasalahan kesehatan seperti
penyakit kronik dan kesehatan reproduksi.

23

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

Diagnosa

Disuatu daerah binaan, tim perawat komunitas melakukan penyebaran


angket dan memperoleh data 40% lansia mengonsumsi makanan dengan tidak
terkontrol dan hanya berada di rumah setiap harinya. Setelah di lakukan
wawancara dengan Kader posyandu, kader posyandu mengatakan 40% lansia
menderita diabetes namun jarang memeriksakan kondisinya serta hasil
wawancara dengan kader kesehatan desa didapatkan informasi mengatakan
lansia banyak yang menderita hipertensi dan lansia malas mengikuti posyandu
lansia yang diselelnggarakan setiap bulannya.

No Data Etiologi Masalah keperawatan


1. Ds : Kebiasaan Pemeliharaan
- Kader posyandu hidup lansia kesehatan tidak
mengatakan 40% yang tidak efektif
lansia menderita terkontrol
diabetes namun jarang
memeriksakan
kondisinya
Do :
- Lansia mengonsumsi
makanan dengan tidak
terkontrol dan hanya
berada di rumah setiap
harinya
2. Ds : Ketidakpatuhan Ketidakpatuhan
- Kader kesehatan desa lansia dalam
mengatakan lansia mengikuti
banyak yang posyandu
menderita hipertensi lansia
dan lansia malas
mengikuti posyandu

24

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

lansia yang
diselelnggarakan
setiapbulannya

Diagnosa Keperawatan

1. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif b.d ketidakmampuan mengatasi masalah d.d


kurang menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat, kurang menunjukkan minat
untuk meningkatkan perilaku sehat.
2. Ketidakpatuhan b.d ketidakadekuatan pemahaman d.d menolak mengikuti anjuran.

Kriteria Hasil dan Intervensi Keperawatan

Masalah Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Pemeliharaan Kesehatan SLKI : Pemeliharaan SIKI : Edukasi Kesehatan
Tidak Efektif Kesehatan
Tindakan
Setelah dilakukan Observasi
intervensi selama 3x a. Identifikasi kesiapan
pertemuan, maka dan kemampuan
pemeliharaan kesehatan menerima informasi
meningkat dengan kriteria b. Identifikasi factor
hasil : yang dapat
a. Menunjukkan meningkatkan dan
perilaku adaptif menurunkan motivasi
(4) perilaku hidup bersih
b. Menunjukkan dan sehat
pemahaman Terapeutik
perilaku sehat (4) a. Siapkan materi dan
c. Kemampuan media pendidikan
menjalankan kesehatan
perilaku sehat (4) b. Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
c. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
a. Jelaskan factor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan

25

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

b. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
c. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan
untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat
Ketidakpatuhan SLKI : Tingkat SIKI : Dukungan
Kepatuhan Kepatuhan Program
Pengobatan
Setelah dilakukan
intervensi selama 3x Tindakan
pertemuan, maka Tingkat Observasi
Kepatuhan meningkat a. Identifikasi kepatuhan
dengan kriteria hasil : menjalani program
a. Verbalisasi pengobatan
kemauan Terapeutik
memenuhi a. Buat komitmen
program menjalani program
pengobatan (4) pengobatan dengan
b. Verbalisasi baik
mengikuti anjuran b. Buat jadwal
(4) pendampingan
c. Perilaku keluarga untuk
mengikuti bergantian menemani
program pasien selama
pengobatan (4) menjalani program
d. Perilaku pengobatan
menjalankan c. Dokumentasikan
anjuran aktivitas selama
menjalani program
pengobatan
d. Diskusikan hal yang
dapat mendukung
atau menghambat
berjalannya program
pengobatan
e. Libatkan keluarga
untuk mendukung
program yang dijalani
Edukasi
a. Informasikan program
pengobatan yang
harus dijalani
b. Informasikan manfaat
yang akan diperoleh

26

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

jika teratur menjalani


program pengobatan

6. Promosi dan Prevensi Kesehatan Lansia Serta Program Pemerintah Terkait

Prevensi Kesehatan Lansia

1. Prevensi Alzheimer
Pencegahan yang dapat dilakukan, berupa pencegahan primer, sekunder (diagnosis
dini) dan tersier. Pencegahan primer dilakukan terhadap faktor risiko (metabolik dan
vaskular) dan pelindung. Upaya pencegahan primer terutama dilakukan pada faktor
nutrisi, aktivitas fisik (olahraga teratur), pelatihan fungsi kognisi dan sosial serta
evaluasi dan penanganan faktor risiko metabolik dan vaskular (Qiu et al., 2009;
Perdossi, 2015). Faktor nutrisi bisa berupa memakan makanan yang bervariasi dan
sehat, tetap aktif sehingga kekuatan otot dan berat badan tetap terjaga, banyak
mengkonsumsi buah dan sayur, diet rendah lemak yang bersaturasi, minum air
secukupnya, berhenti merokok, batasi asupan garam, gula dan alkohol (Perdossi,
2015).
Pencegahan sekunder dilakukan dengan diagnosis dini pada lansia sedangkan
pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah hilangnya kemampuan penderita dalam
melakukan aktivitas sehari-hari dan meningkatkan kualitas hidup penderita (Qiu et
al., 2009).
Penanganan tersier Demensia Alzheimer berupa penanganan psikososial dan
farmakologis. Penanganan psikososial meliputi berbagai fungsi seperti fungsi kognisi
dan perilaku. Penanganan ini dinilai tiap tahun sebanyak 2 kali. Tujuan penanganan
ini adalah untuk mempertahankan dan memperlambat penurunan fungsi kognisi serta
meningkatkan kualitas hidup (Qiu et al., 2009; Perdossi, 2015). Keluarga perlu
dilibatkan sejak awal penanganan PA sehingga kondisi penderita sebelum dan setelah
penanganan dapat diketahui (Perdossi, 2015).
2. Prevensi osteoporosis
Prevensi pada osteoporosis yang dapat dilakukan yaitu :
- Asupan kalsium 1000 mg per hari
- Asupan vitamin D yang disarankan yaitu 800 IU per hari

27

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

- Diet protein yaitu 1,2 gram/kg berat badan per hari dengan sekurang-kurangnya
20-15 gram protein di tiap sajian makanan
- Aktivitas dan latihan fisik yang teratur per minggu
- Hindari merokok dan konsumsi alcohol
- Minum asupan kalsium yang baik
3. Prevensi permasalahan kesehatan kronik lansia
Menurut teri H.L. Bloom, status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh empat faktor
yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor
keturunan. Gunawan (2007) menemukan ada beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya penyakit kronis atau regeneratif pada seseorang . faktor
faktor tersebut Antara lain adalah kebiasaan hidup (perilaku), ciri perseorangan, dan
keturunan. Pada bebagai kajian serta penelitian, penyakit kronis biasanya tidak
disebabkan oleh satu faktor saja. Oleh karena itu penyakit kronis dikatakan bersifat
multifaktorial. Namun penyebab utama penyakit kronis adalah pola atau kebiasaan
hidup yang tidak sehat (Handajani et al. 2010). Penelitian lainnya juga menyebutkan
bahwa kebiasaan hidup juga berpengaruh besar pada kejadian kematian akibat
penyakit degeneratif/kronis. The Un 13 High-Level Meeting on Non-communicable
Disease Tahun 2001 menyebutkan bahwa salah satu intervensi utama untuk
mengendalikan PTM adalah memperbaiki kebiasaan hidup seperti kebiasaan
merokok, kebisasan berolah raga, konsumsi garam, lemak, gula, alkohol, serta
aktivitas fisik yang baik (Kemenkes, 2011). Pencegahan penyakit kronis dapat
dilakukan dengan melakukan pengendalian terhadap faktor risikonya (Depkes RI,
2006). Pengendalian faktor risiko penyakit kronis merupakan tindak pencegahan
penyakit kronis. Dimana pada lansia tindakan pengendalian faktor risiko penyakit
kronis dapat berupa pengendalian kebiasaan hidup lansia sebagai pencegahan primer
yang meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi garam, kebiasaan
berolahraga, serta kebiasaan memanfaatkan waktu luang (Tirtayasa, 2008).
1) Kebiasaan merokok
Awosan et al. (2014) menyatakan, kebiasaan merokok merupakan faktor risiko
utama penyakit jantung, PPOK, serta penyakit tidak menular lainnya. Menurut
WHO (2008) faktor risiko penyebab penyakit regeneratif yang dapat dikontrol

28

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

salah satunya adalah merokok. Merokok dapat menikkan tekanan darah


khususnya bila dikombinasikan dengan alkohol dan kafein. Karena nikotin yang
terdapat pada tembakau dapat memperburuk feokromositoma dan merangsang
sistem adrenergik yang dapat meningkatkan tekanan darah (Wibowo,1998). Hasil
analisis faktor risiko studi morbiditas tahun 2001 di Jawa dan Bali oleh Badan
Litbang Kes, diperoleh bahwa responden dengan perilaku merokok mempunyai
risiko 1,53 kali terkena penyakit kronis seperti PJK, hipertensi, stroke dan PPOK
dibandingkan dengan yang tidak merokok. Selain itu responden yang merokok
lebih dari 30 tahun mempunyai risiko 2.98 kali dibandingkan yang merokok
kurang atau sama dengan 10 tahun (Pradono, 2003)
2) Pola konsumsi garam
Menurut Jason et al. (2004) pada penelitiannya, secara nyata seseorang yang
memiki penghasilan rendah akan lebih banyak mengonsumsi fast Food dan
makanan yang tidak sehat lainnya. Kelompok dengan sosial ekonomi rendah
cenderung mengonsumsi sedikit sayur buah, serta lebih banyak mengonsumsi
makanan berlemak, asin, dan manis dibandingkan dengan kelompok yang
memiliki sosial ekonomi tinggi. Selain itu Aziz dik (2014) menyatakan, kelompok
yang memiliki pendapatan rendah lebih banyak mengonsumsi makanan asin. rasa
asin mengindikasikan adanya kandungan natrium yang tinggi dalam satu
makanan. Natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya penyakit
kronis pada lansia seperti hipertensi. Konsumsi natrium yang berlebihan
menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya cairan ekstraseluler menyebabkan meningkatnya valume darah
sehingga berdampak pada timbulnya hipertensi (Astawan, 2007).
3) Kebiasaan berolahraga
Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menyerap atau menghilangkan
endapan kolesterol pada pembuluh nadi, selain itu olahraga juga dapat bermaanfat
untuk menguatkan otot – otot jantung, mengindari stres baik karena pekerjaan,
maupun berasal dari keluarga. Dengan berolahraga secara teratur seperti jalan
santai, senam, berenang, bersepeda, dapat memberikan kesehatan dan kesegaran
jasmani (Oswari, 1997). Dalam penelitiannya Fakihan (2016) menyatakan bahwa

29

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

kurangnya olahraga atau aktivitas fisik dapat menyebabkan lansia mendapatkan


kualitas tidur yang buruk. Olahraga yang cukup dapat mengendalikan berbagai
risiko penyakit kronis seperti DM, Hipertensi, Arthritis, serta penyakit tidak
menular lainnya. Lara dan Choirul (2016) menyatakan bahwa pada individu yang
berisiko terkene DM, pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan
olahraga. Hal serupa juga dikemukakan oleh Arief (2008) orang yang tidak
berlahraga secara terartur mempunyai risiko mengalami tekanan darah tinggi atau
hipertensi meningkat 20 -50% dibandingkan mereka yang aktif berolah raga
secara teratur.
4) Kebiasaan memanfaatkan waktu luang
Selain melakukan olahraga atau latuhan kesegaran jasmani lainnya, perawatan
kesehatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan kegiatan santai untuk mengisi
memanfaatkan waktu luang seperti berkebun, Mamasa, manari, menjahit,
membaca, serta ikut aktif dalam kegiatan sosial dimasyarakat sehingga terhindar
dari situasi yang memungkinkan lansia mengalami rasa jenuh dan stres. stress
pada lansia sebagian besar berasal dari keluarga, seperti perselisihan, perasaan
saling acuh, perbedaan tujuan/pandangan, dan adanya perubahan status (Bart,
1994). Nurhidayah (2016) menyatakan bahwa memanfaatkan waktu luang untuk
melakukan hobi dapat membantu lansia terhindar dari stres. stres yang terjadi
dalam waktu lama akan menyebabkan berbagai masalah pada kehidupan lansia
seperti aspek intelektual yaitu lansia susah berkonsentrasi, serta lebih mudah lupa,
aspek interpersonal yaitu mudah menyalahkan, aspek emosional seperti cemas,
sedih, depresi, dan aspek fisik seperti tekanan darah meningkat, pusing, susah
tidur (insomnia) dan mudah lelah. Maka dari itu memanfaatkan luang dapat
mencegah terjadinya penyakit kronis pada lansia.
5) Kehadiran di Posyandu Lansia
Sedangkan pencegahan sekunder dapat dilakukan berupa kehadiran di Posyandu
Lansia, dimana Posyandu Lansia menurut Permenkes No. 67 tahun 2015 tentang
penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjut usia di Puskesmas disebutkan bahwa
tugas dan fungsi Posyandu lansia salah satunya yaitu melakukan deteksi dini
gangguan kesehatan atau penyakit pada lansia. Salah satu indikatornya adalah

30

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

tingkat kehadiran lansia pada pelaksanaan Posyandu lansia di wilayah masing –


masing. (Depkes RI, 2017).

Program Kesehatan Lansia

Posyandu Lansia, dimana Posyandu Lansia menurut Permenkes No. 67 tahun 2015
tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjut usia di Puskesmas disebutkan
bahwa tugas dan fungsi Posyandu lansia salah satunya yaitu melakukan deteksi dini
gangguan kesehatan atau penyakit pada lansia. Salah satu indikatornya adalah
tingkat kehadiran lansia pada pelaksanaan Posyandu lansia di wilayah masing –
masing. (Depkes RI, 2017). Posyandu lansia/posbidu lansia berfungsi dalam upaya
promontif dan preventif yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup melalui
peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Posyandu lansia dalam pelaksanaan
tugasnya, berfungsi memberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan,
keterampilan, olah raga, seni budaya, dan pelayanan lain, selain itu, posyandu lansia
membantu mendorong lansia agar dapat berativitas dan mengembangkan potensi
diri.

a. Promosi Kesehatan dan Strategi Proteksi Kesehatan Komunitas Lansia


Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantuk masyarakat mengubah pola
hidup dan bergerak menuju kondisi kesehatan yang optimum, sedangkan focus
proteksi kesehatan adalah melindungi individu dari penyakit dan cedera dengan
memberikan imunisasi dan menurunkan pemajanan terhadap agen karsinogenik
toksin dan hal yang membahayakan kesehatann dilingkungan sekitar.
Tujuan pelayanan kesehatan untuk lansia :
a. Meningkatkan kemampuan fungsional
b. Memperpanjang usia hidup
c. Meningkatkan dan menurunkan penderita.
b. Intervensi Berfokus Individu/Kelompok
Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendayagunakan lansia dan keluarganya dalam
membuat keputusan kesehatan yang rasional. Beberapa kategori intervensi promosi
kesehatan dan proteksi kesehatan dengan target individu atau keluarga :
a. Skrining kesehatan

31

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

b. Modifikasi gaya hidup


c. Pendidikan kesehatan (individu atau kelompok)
d. Konseling
e. Imunisasi
f. Perawatan dirumah
g. Dukungan social
h. Manajemen kasus
c. Intervensi Berfokus Pada Komunitas
Intervensi berfokus pada komunitas adalah aktivitas dan program yang diarahkan
pada lansia komunitas secara keseluruhan atau sub kelompok lansia yang beragam di
komunitas. Tujuan intervensi ini adalah meningkatkan kapasitas dan ketersediaan
komunitas terhadap pelayanan gabungan kesehatan dan social yang sesuai dan
dibutuhkan dalam upaya mempertahankan kemandirian dan status fungsional lansia
di komunitas. Contoh :
a. Kampanye pendidikan kesehatan di masyarakat luas yang menekankan pada
masyarakat lansia
b. Mengadakan kampanye pada bulan mei yang telah ditetapkan
c. Koalisi komunitas untuk menangani isu spesifik lansia
d. Kolaborasi dengan universitas atau pusat perkumpulan lansia untuk memberikan
pelayanan yang komprehensif kepada sekelompok lansia

32

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara umum tujuan dari keperawatan kelompok khusus agregat lansia yaitu
meningkatkan kemampuan dan derajat kesehatan kelompok untuk dapat menolong
diri mereka sendiri dan tidak terlalu bergantung pada pihak lain. Untuk pemberian
asuhan keperawatan tetap dimulai dari pengkajian hingga evaluasi. Kelompok khusus
lansia merupakan sekelompok masyarakat yang karena keadaan fisik, mental maupun
social dan ekonomi perlu mendapatkan bantuan, bimbingan , pelayanan kesehatan
dan asuhan keperawatan karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam
memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap mereka sendiri.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di
atas.

33

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI).

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Muliani. 2019. Makalah Tinjauan Literatur : Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana.

Zaki, Achmad. 2020. Buku Saku Osteoporosis Volume 1. Haja Mandiri.

Sutarga, I Made. 2018. Makalah Dukungan Keluarga Dan Kesehatan Lansia. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.

Ns. Helly M. Katuuk, S. M. (2022). TREND & ISSUE KEPERAWATAN VOL : 2


Keperawatan Medikal Bedah, Maternitas, Jiwa, Komunitas, Gawat Darurat, Gerontik
& Anak.

34

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)


lOMoARcPSD|28331386

Downloaded by gilang ilahi (gilangilahi2003@gmail.com)

Anda mungkin juga menyukai