PERNAPASAN
(ASMA)
Disusun oleh:
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Evidence based practice(EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru yang
dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien sehingga dapat
memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernapasan pada jalan napas obstruktif intermitten,
reversibel dimana trakea dan ronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimulus tertentu.
Pasien ini mengalami proses peradangan di saluran napas yang mengakibatkan peningkatan
responsive dari saluran napas penyakit penyebab terganggunya kebutuhan dasar manusia
oksigenasi kurang dari kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah bagian dari
kebutuhan fisiologi menurut Maslow yang sangat penting dalam kelangsungan hidup
manusia. Penyakit asma memiliki gejala yang berbeda-beda pada setiap orang, gejala asma
pada saluran pernapasan terdiri dari triad, yaitu : dyspneu, batuk, dan mengi/wheezing.
(Somantri, 2012). Hal ini berkaitan erat dengan kebutuhan oksigenasi yang merupakan
kebutuhan dasar yang paling vital dalam tubuh manusia, karena berperang penting dalam
proses metabolisme dalam tubuh. Jika suplai oksigen berkurang dalam tubuh bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan didalam tubuh yang bisa sangat berakibat fatal dengan
berujung pada kematian. (Wahid, 2008). Kebutuhan oksigenasi harus selalu terpenuhi karena
berhubungan erat dengan terjadinya kekambuhan penyakit asma. Oleh karena itu,
kekambuhan penyakit asma seharusnya dicegah dengan menghindari alergen yang
menyebabkan gejala asma muncul, tetapi apabila tidak dicegah kekambuhannya akan
mengakibatkan kematian
BAB II
PEMBAHASAN
Kontrol asma bronchial yang buruk merupakan masalah kesehatan yang serius.Asma
bronkial terus menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia (To et al, 2013). Di
seluruh belahan dunia,prevalensiasma diperkirakanmencapai 334 juta orang darisegalausia
(Global Asthma Network, 2014). Pada tahun 2025 diperkirakan prevalensi asma di dunia
mengalami peningkatan mencapai 400 juta orang (Masoli, Fabian, Holt, & Beasley, 2004).
Faktor predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-laki mulai ketika
masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak yang semula laki-laki lebih tinggi dari pada
perempuan mengalami perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari
pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma pada perempuan (GINA, 2006).
Pada penelitian sebagian besar (85,7%) memiliki riwayat genetik. Menurut Kim,
Kwon, Kim, Song, Kim, Kwon et al,(2010) bahwa asma memiliki komponen genetik.
Penelitian dilakukan pada 185 pasien asma atopik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
interaksi gemetik antara CD86 dan CD40L signifikan mempengaruhi asma atopik.
Peradangan pada asma bronkial sebagian besar disebabkan oleh mekanisme immunoglobulin
(Ig E). Faktor genetik memiliki pengaruh terhadap pengembangan asma yang disebabkan
oleh keadaan alergi. Namun, faktor lingkungan juga memberikan pengaruh terhadap respon
inflamasi yang menyebabkan serangan asma dimana terjadi bronkospasme, edema,
peningkatan mukosa yang disekresikan oleh sel epitel. Inflamasi merupakan respon
pertahanan tubuh terhadap invasi mikroorganisme dan melawan efek toksik eksternal.
Inflamasi pada asma alergi ditandai dengan peningkatan Ig E (Barnes,Drazen, 2009). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2008) bahwa dari 52 responden yang mengalami
asma, terdapat 60% memiliki riwayat keluarga dengan asma (genetik). Responden yang
memiliki riwayat keluarga dengan penyakit asma memiliki resiko 24 kali untuk mengalami
asma dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki riwayat keluarga mengalami asma
bronkial.
KESIMPULAN
Asma Bronkhial adalah penyakit pernapasan pada jalan napas obstruktif intermitten,
reversibel dimana trakea dan ronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimulus tertentu.
Pada penelitian sebagian besar (85,7%) memiliki riwayat genetik. Menurut Kim, Kwon, Kim,
Song, Kim, Kwon et al,(2010) bahwa asma memiliki komponen genetik. ). Faktor genetik
memiliki pengaruh terhadap pengembangan asma yang disebabkan oleh keadaan alergi.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa peneliti membuktikan teknik pernapasan buteyko
berpotensi untuk memberikan pengaruh positif secara subjektif yang di ukur dengan ACT
(asthma control test). Karena Pernapasan buteyko dapat menrunkan frekuensi serangan asma,
mencegah tingkat keparahan dan menurunkan dosis kortikosteroid inhalasi.
DAFTAR PUSTAKA