Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA

PASIEN STROKE

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 8

1. JEANLINA HEATUBUN C1914201082


2. JUAN BASTIAN JEUJANAN C1914201085
3. JUWITA PUTRI TANDI LOLO C1914201087
4. STEVANIA DYANEL C1914201100
5. VIVI ALMAYANTI MERTA C1914201105

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA

MARIS MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sempurna
pencipta dan penguasa segalanya. Karena hanya dengan rahmat dan karunianya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah ini sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu makalah tentang
“Makalah Komunikasi Terapeutik Pada Bayi Dan Anak”. Dengan harapan semoga tugas
makalah ini bisa berguna dan ada manfaatnya bagi kita semua. Amiin.

Tak lupa pula penyusun sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang turut
berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas makalah ini, karena penulis sadar sebagai makhluk
sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi dangan orang lain dan tanpa adanya
bimbingan, serta rahmat dan karunia dari-Nya.

Akhirnya walaupun penulis telah berusaha dangan secermat mungkin. Namun sebagai
manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk itu penulis mengharapkan
koreksi dan sarannya semoga kita selalu berada dalam lindungan-Nya.

Makassar, 10 Desember 2020

Penulis

Kelompok 8


DAFTAR ISI
SAMPUL…………………………………………………………………………………….i

KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………………ii

DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….1

A. Latar
Belakang……………………………………………………………………………1

B. Rumusan
Masalah……………………………………………………………………………3

C. Tujuan
Penulisan……………………………………………………………………………3

BAB II PEMBAHASAN…………………………………..………………………………4

A. Pengertian Komunikasi
Teraupetik…………………………………………………………………………4

B. Pengertian Penyakit
Stroke………………………………………………………………………………4

C. Teknik Umum Untuk


Berkomunikasi……………………………………………………………………5

D. Teknik Komunikasi Pada Pasien


Stroke……………………………………………………………6

E. Hal-hal Yang Perlu


Diperhatikan………………………………………………………………………7
F.Hambatan Komunikasi Dengan Pasien
Stroke………………………………………………………………9

G. Naskah Role
Play……………………………………………………………………………17

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………


25

A.Kesimpulan…………………………………………………………………25

B.Saran………………………………………………………………………..25

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………26
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan
terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang
dihadapinya melalui komunikasi (Suryani, 2015). Menurut Purwanto yang dikutip oleh
(Mundakir, 2010) komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan
klien (Fatmawati, S, 2010).Komunikasi tidak hanya sekedar alat untuk berbicara dengan klien,
namun komunikasi antar perawat dan klien memiliki hubungan terapeutik yang bertujuan untuk
menumbuhkan motivasi dalam proses kesembuhan klien. Adanya motivasi akan mampu
mempengaruhi kesembuhan klien, jika tidak didukung adanya motivasi untuk sembuh dari diri
klien tersebut dipastikan akan menghambat proses kesembuhan. Perawat yang memiliki
keterampilan berkomunikasi terapeutik tidak saja akan mudah membina hubungan saling percaya
dengan klien, tetapi juga dapat mencegah terjadinya masalah legal etik, serta dapat memeberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan, meningkatkan citra profesi keperawatan dan
citra rumah sakit dalam memberikan pelayanan (Nurjanah, 2009).

Akibat dari kurangnya komunikasi terapeutik perawat terhadap klien dapat


mempengaruhi motivasi sembuh. Dimana motivasi adalah kekuatan penggerak yang
membangkitkan aktifitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta
mengarahkannya menuju tujuan tertentu (Rahman & Wahab, 2006). Untuk meningkatkan
motivasi pada klien dengan penyakit stroke dapat menggunakan terapi non-farmakologi. Salah
satu terapi yang bisa dilakukan ialah komunikasi terapeutik. Pada dasarnya komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan
dan dapat meningkatkan motivasi klien (Fatmawati, S. 2010). Menurut (Nurjannah, 2009)
mengatakan bahwa terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari
penyembuhan. Hal ini menggambarkan bahwa dalam menjalani proses komunikasi terapeutik,
seorang perawat melakukan kegiatan dari mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan,
menentukan rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai dengan evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan maksimal apabila
terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif pada klien dengan penyakit stroke.

Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat
menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau usia. Spesialis
saraf Rumah Sakit Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke
semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan
menduduki urutan pertama di Asia dan keempat di dunia, setelah India, Cina, dan Amerika.
Berdasarkan data terbaru dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013), stroke
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil dan yang berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9 persen penyakit stroke telah terdiagnosis
oleh nakes. Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat 2 menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler (Israr, 2008). Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan
gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah
(16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke dari 8,3
per 1000 (2007) menjadi 12,1 per1000 (2013) (Riskesdas, 2013).

Dalam survey awal yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 13 Oktober 2015 di Ruang
Teratai RSU. Dr. Koesnadi Bondowoso, didapatkan keluhan masalah komunikasi terapeutik
perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan bahwa klien merasa kurang nyaman
kepada perawat karena komunikasinya yang cuek, judes, dll. Sehingga membuat klien menutup
diri dan tidak memberikan sebuah komunikasi yang bersifat terapeutik, membangun motivasi
untuk sembuh dan menasehati kepada klien. Berdasarkan data RSU. Dr. Koesnadi Bondowoso di
ruang Teratai jumlah penderita stroke terus meningkat pada tahun 2015. Jumlah penderita stroke
pada bulan Agustus 2015 – Oktober 2015 sebanyak 109 orang.

Pada penelitian Nur Salsabilah (2014) tentang Pengaruh Komunikasi Terapeutik dan
Perilaku Perawat Terhadap Kesembuhan Pasien di Ruang Lontara 1 RSUP. DR.Wahidin
Sudirohusodo Makassar. Menyebutkan bahwa penelitian ini adalah terdapat pengaruh
komunikasi terapeutik dan perilaku perawat terhadap kesembuhan pasien di ruang lontara 1
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dimana para perawat memiliki pengaruh dominan
terhadap kesembuhan pasien. Yaitu ditandai dengan hasil penelitian dengan cara memberikan
kuesioner kepada pasien terkait komunikasi perawat tergolong baik (42 %), tidak baik (5,0 %).

Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul


“Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Motivasi Sembuh Pasien Stroke di Ruang Teratai
RSU. Dr. H. Koesnadi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana pengertian komunikasi teraupetik ?


2. Bagaimana pengertian dari penyakit stroke ?
3. Bagaimana teknik umum untuk berkomunikasi ?
4. Bagaimana teknik pendekatan untuk berkomunikasi dengan penderita stroke ?
5. Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan ?
6. Bagaimana hambatan komunikasi dengan pasien penderita stroke ?
7. Bagaimana contoh naskah role play komunikasi dengan pasien penderita stroke ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut :

1.Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan proses pembuatan makalah ini mahasiswa/i mampu memahami


komunikasi teraupetik dengan pasien penderita stroke serta dapat mempraktekkan dalam lingkup
praktek klinis, kehidupan individu, keluarga dan masyarakat.

2.Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini, ialah :

a. Untuk mengetahui pengertian komunikasi teraupetik.


b. Untuk mengetahui pengertian stroke
c. Untuk mengetahui teknik umum untuk berkomunikasi
d. Untuk mengetahui teknik pendekatan untuk berkomunikasi dengan pasien penderita
stroke
e. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan
f. Untuk mengetahui hambatan komunikasi dengan pasien stroke
g. Untuk mengetahui contoh naskah komunikasi teraupetik pada pasien stroke
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi terapeutik, dalam hal
ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat pada saat melakukan intervensi
keperawatan harus mampu memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan
pasien. Oleh karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat
dipenuhi.
Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau
keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi
gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan
hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman
emosional klien. Sedangkan S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik
adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat
(helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.

B. Pengertian Stroke
Stroke adalah keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena tidak
mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Sel-sel otak harus selalu mendapat
pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup agar tetap hidup dan dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. Oksigen dan nutrisi ini dibawa oleh darah yang mengalir di dalam
pembuluh-pembuluh darah yang menuju sel-sel otak. Apabila karena sesuatu hal aliran
darah atau aliran pasokan oksigen dan nutrisi ini terhambat selama beberapa menit saja,
maka dapat terjadi stroke. Penghambatan aliran oksigen ke sel-sel otak selama 3 atau 4
menit saja sudah mulai menyebabkan kerusakan sel-sel otak. Makin lama penghambatan
ini terjadi, efeknya akan makin parah dan makin sukar dipulihkan. Sehingga tindakan
yang cepat dalam mengantisipasi dan mengatasi serangan stroke sangat menentukan
kesembuhan dan pemulihan kesehatan penderita stroke.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :

1. Stroke Non Hemoragik


Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai
dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala,
mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non
haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari,
2008).

2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan
intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan
kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil,
kaku kuduk (Wanhari, 2008).

C. Teknik Umum Untuk Berkomunikasi


1. Berbicara efektif
Berbicara efektif artinya tidak bertele-tele, tidak berputar-putar untuk
menyampaikan suatu poin pembicaraan. Cepat, tepat, lugas dan dapat dimengerti oleh
lawan bicara kita. Berbicara efektif membuat lawan bicara kita akan fokus pada setiap hal
yang kita sampaikan dan dapat mempengaruhi langsung ke dalam pikirannya.

2. Berbicara penuh motivasi


Komunikasi yang terjalin dan sampai kepada lawan bicara haruslah yang bersifat
mendorong. Hal ini terlebih ketika yang berbicara adalah orang yang memiliki jabatan
lebih tinggi daripada lawan bicaranya, seperti bos kepada anak buahnya. Motivasi yang
dimaksud adalah adanya dorongan/penyemangat dalam kata-kata yang diucapkan agar
lawan bicara tergerak untuk melakukan sesuatu dengan baik dan sungguh-sungguh
berdasarkan pengarahan yang sudah diberikan.

3. Berbicara untuk mendapat perhatian


Pembicaraan yang membosankan dan bertele-tele tentu akan membuat lawan
bicara atau pendengar mengabaikan kata-kata kita. Dalam teknik berkomunikasi/bicara
perlu diperhatikan tema/materi yang akan kita sampaikan pada lawan bicara agar
membuat mereka tetap focus dengan kita. Ada baiknya untuk memperhatikan siapa lawan
bicara kita agar materi yang kita sampaikan tepat sasaran, selain itu usahakan
penyampaiannya dilakukan dengan gaya yang menarik. Temukan materi yang belum
pernah pendengar tahu dan selipkan hal-hal unik untuk menarik perhatian lawan bicara.

4. Berbicara melalu keinderaan


Agar tema/materi yang kita sampaikan meninggalkan bekas dalam pikiran lawan
bicara maka kita bisa menguatkan komunikasi kita dengan ekspresi indera yang
meyakinkan. Gerak tangan, tatapan mata, senyuman, atau kernyitan dahi akan menambah
kesan tentang tema yang kita sampaikan. Hal ini juga agar lawan bicara mengerti bahwa
tema yang kita bicarakan adalah hal yang penting dan patut untuk didengar.

D. Teknik Pendekatan Komunikasi Pada Pasien Penderita Stroke


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau perawat
juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat
berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:

a. Mendengar(Listening)
Tujuan: memberi rasa aman klien dalam mengungkapkan perasaannya dan
menjaga kesetabilan emosi/psikologis klien.
b. Pertanyaan Terbuka(Broad Opening)
TeKnik ini memberi kesempatan klien utuk mengungkapkan perasaan sesuai
kehendak tanpa dibatasi.
c. Mengulang(Restarting)
Untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan klien.
d. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti
karena malu mengemukakan informasi.
e. Refleksi
Reaksi perawat-klien selama berlangsungnya komunikasi. Refleksi ini ada dua
macam, yaitu:
1. Refleksi isi: memvalidasi apa yang didengar.
2. Refleksi perasaan: memebri respon pada perasaan klien
f. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta
menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan
berfokus pada realitas.
g. Membagi Persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan.
h. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama
percakapan.
i. Diam(Silence)
Tujuannya untuk memberi kesempatan klien untuk berpikir dan memotivasi klien
untuk bicara.
j. Informing
Tujuannya untuk memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan bagi
klien.
k. Saran
Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah.

E. Hal- Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Kounikasi Terapeutik

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan komunikasi
terapeutik, antara lain sikap perawat dalam komunikasi, pesan isi informasi dan teknik
komunikasi :

1. Sikap perawat dalam komunikasi Sikap menghadirkan diri secara fisik yang
dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik yaitu:
a. Berhadapan, arti posisi ini adalah “saya siap untuk Anda”.
b. Mempertahankan kontak mata, kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk kearah klien, posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengarkan sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan
keterbukaan berkomunikasi.
e. Tetap relaks, tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberikan respons pada klien.
f. Berjabat tangan, menunjukkan perhatian dan memberikan kenyamanan pada
pasien serta penghargaan atas keberadaannya.

2. Pesan isi informasi Didalam komunikasi terapeutik pesan yang disampaikan


dapat berupa: nasehat, bimbingan, dorongan, informasi perawatan, petunjuk dan
sebagainya. Pesan dapat disampaikan dalam bentuk lisan atau nonverbal bahasa
tubuh yang mengikuti bentuk tulisan. Komunikasi tatap muka lebih efektif
didalam komunikasi terapeutik bila dibandingkan dengan menggunakan media.
Pesan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 Jelas dan ringkas Komunikasi berlangsung efektif, sederhana, pendek dan
langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan, makin kecil
kemungkinan terjadi kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan bicara
secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh
bisa membuat penjelasan lebih mudah dipahami. Ulangi bagian yang
penting dari pesan yang disampaikan.
 Perbendaharaan kata Penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti oleh
klien. Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan
oleh perawat, klien menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti
petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan istilah pesan yang
dimengerti oleh klien.
 Arti denotatif dan konotatif Dalam berkomunikasi dengan klien dan
keluarganya, perawat harus mampu memilih kata-kata yang tidak banyak
disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan
terapi, terapi dan kondisi klien. Arti denotatif memberikan pengertian
yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif
merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
 Intonasi Suara perawat mampu mempengaruhi arti pesan. Nada suara
pembicaraan mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi
nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang
berinteraksi dengan klien karena maksud untuk menyampaikan rasa
tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalang oleh intonasi nada suara
perawat.
 Kecepatan berbicara Keberhasilan komunikasi dipengaruhi oleh
kecepatan bicara dan tempo bicara yang tepat. Selaan yang lama dan
pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu
terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga
kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal
tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan
memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan
memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya,
menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan
ketidakmengertian. Perawat juga bisa menanyakan kepada klien apakah ia
berbicara terlalu lambat atau cepat dan perlu untuk diulang.

3. Teknik komunikasi terapeutik Komunikasi terapeutik dapat berjalan apabila


seorang perawat mampu melakukan komunikasi dengan baik dan benar.
Beberapa teknik yang dapat dilakukan oleh perawat supaya komunikasi berjalan
dengan lancar, yaitu:
 Mendengarkan Perawat berusaha mengerti klien dengan cara
mendengarkan apa yang disampaikan klien. Sikap yang harus dilakukan:
pandang klien saat bicara, tidak menyilangkan kakitangan, hindari gerakan
yang tidak perlu, anggukkan kepala, condongkan tubuh.
 Menunjukkan penerimaan Bersedia untuk mendengarkan orang lain. Sikap
yang ditunjukkan: mendengarkan tanpa memutus pembicaraan,
memberikan umpan balik, menghindari perdebatan, ekspresi keraguan.
 Menanyakan pertanyaan yang berkaitan Menanyakan sesuatu kepada klien
yang berhubungan dengan topik yang dibicarakan antara perawat dan
klien. Tujuan adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik.
Gunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks budaya klien.
 Mengulang ucapan klien dengan kata-kata sendiri Memberikan umpan
balik untuk mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dapat
dilanjutkkan.
 Klarifikasi Perawat berusaha menjelaskan dalam kata-kata atau ide yang
tidak jelas dikatakan klien.
 Memfokuskan Tujuan adalah membatasi bahan pembicaraan agar
percakapan lebih spesifik dan dimengerti. Usahakan tidak memutus
pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting.
 Menyatakan hasil observasi Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan
oleh isyarat non verbal klien. Membuat klien berkomunikasi lebih jelas.
 Menawarkan informasi Tujuan adalah memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan. Perawat memberikan tambahan informasi. Perawat
tidak dibenarkan memberikan nasehat kepada klien saat memberikan
informasi.
 Diam Memberi kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisasi pikirannya. Hal ini memerlukan keterampilan dan
ketepatan waktu. Klien dapat berkomunikasi dengan dirinya sendiri,
mengorganisasi pikiran dan memproses informasi. Bermanfaat saat klien
harus mengambil keputusan.
 Meringkas Pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat. Tujuannya adalah membantu mengingat topik yang telah dibahas
sebelum meneruskan pembicaraan berikutnya.
 Memberikan penghargaan Penghargaan jangan sampai menjadi beban
untuk klien sehingga ingin dipuji. Contoh: ”Terima kasih sudah mau
bekerjasama dengan perawat”.
 Memberi kesempatan klien untuk memulai pembicaraan Memberi
kesempatan klien untuk memilih topik pembicaraan. Perawat dapat
menstimuli untuk membuka pembicaraan.
m. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan Memberi kesempatan
klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. Perawat lebih
berusaha menafsirkan daripada mengarahkan pembicaraan.

F. Hambatan Komunikasi dengan Pasien Stroke


Komunikasi ini terjadi dengan cara verbal maupun non verbal untuk membentuk
hubungan yang nyaman antara pasien dengan perawat, terutama pada pasien lansia.
Namun tak selamanya komunikasi terapeutik berjalan dengan baik. Justru banyak sekali
hambatan yang akan dilalui oleh seorang perawat dalam menjalin komunikasi terapeutik.
Untuk lebih memahaminya, berikut ini adalah hambatan komunikasi terapeutik yang
biasa terjadi:
1. Masalah penglihatan
Masalah penglihatan pada pasien, terutama pasien lansia tentunya juga
akan memberikan pengaruh pada lambatnya komunikasi terapeutik yang
dilakukan.
Penglihatan yang menjadi kabur atau bahkan tidak dapat melihat sama sekali
tentunya akan menghambat komunikasi non verbal atau bahasa tubuh yang
digunakan. Namun masalah ini dapat diatasi dengan lebih menaikkan volume
suara yang digunakan ketika berbicara selama indra pendengaran pasien masih
berfungsi dengan baik. Namun pastikan pula tidak menaikkan volume suara tidak
terlalu menekan karena justru akan lebih terdengar seperti membentak.
2. Dominasi dalam pembicaraan
Komunikasi terapeutik juga bisa terhambat jika pasien bukanlah tipe
pendengar yang baik.Pasien yang dihadapi sering kali adalah tipikal yang selalu
ingin menjadi orang yang mendominasi dan tokoh utama dalam sebuah topik
pembicaraan.
Meskipun terasa kurang nyaman, namun ada baiknya pula jika perawat menjadi
pendengar yang baik agar pasien menjadi lebih nyaman. Ketika ia sudah selesai
berbicara, barulah bergantian perawat yang berbicara sehingga pasien merasa
lebih dihargai dan dihormati.
3. Mudah tersinggung
Beberapa pasien yang diajak berkomunikasi kadang kala menjadi sangat
mudah tersinggung. Hal ini bisa terjadi karena memang sifat pasien atau efek
obat-obatan yang membuatnya menjadi mudah emosi.
Kondisi pasien yang mudah tersinggung tentunya menjadi hambatan besar bagi
perawat karena harus memilih dengan baik setiap kalimat yang akan diucapkan.

Dalam komunikasi yang menyebabkan pasien menjadi mudah tersinggung seperti


ini, perawat sebaiknya lebih banyak meminta maaf agar pasien menjadi lebih
nyaman dalam berkomunikasi, bahkan meskipun perawat tersebut tidak memiliki
kesalahan.
4. Trauma masa lalu
Pasien yang memiliki trauma pada masa lalunya juga akan menjadi
hambatan dalam komunikasi terapeutik yang dilaksanakan. Trauma masa lalu bisa
saja membuat pasien menjadi lebih mudah tersinggung, mudah menangis, bahkan
marah tanpa alasan pada perawat.
Maka dari itu, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai riwayat medis atau
latar belakang pasien sebelum melakukan komunikasi terapeutik. Sebisa mungkin
hindari pembicaraan yang mengingatkan pasien pada masa lalunya dan yakinkan
bahwa masa depannya begitu indah.
5. Keterbatasan fisik
Pasien yang memiliki keterbatasan fisik juga menjadi hambatan dalam
komunikasi terapeutik. Salah satunya adalah masalah pendengaran. Masalah
pendengaran tentunya menjadi hambatan besar dalam komunikasi terapeutik.
Komunikasi verbal yang menjadi bentuk komunikasi utama akan sangat sulit
dilakukan. Hal ini bisa diatasi dengan menaikkan volume suara atau pasien
diberikan alat bantu dengar jika sudah terlalu parah. Bantuan komunikasi dengan
isyarat atau bahasa tubuh juga akan sangat membantu.
6. Sepele
Beberapa pasien sering menganggap remeh atau sepele pada perawat yang
berusaha melakukan komunikasi dengannya. Sikap sepele ini biasanya sering
ditemukan pada pasien yang telah lanjut usia. Merasa lebih tua dan lebih bijak
dalam menghadapi kehidupan membuat mereka sering cuek dan tidak peduli pada
perawat yang lebih muda sehingga terkesan sepele. Sikap sepele ini hanya bisa
diatasi dengan kelembutan dan kesabaran dari perawat yang melakukan
komunikasi terapeutik. Dengan kesabaran dan ketelatenan dalam merawat pasien,
maka pasien akan mengerti dengan sendirinya.
7. Menyerang perawat
Menyerang disini bukan mempunyai arti berupa serangan fisik, namun
lebih kepada serangan mental. Pasien sering kali secara sadar maupun tidak sadar
mempertahankan hak mereka dengan menyerang perawat. Serangan yang
dilakukan berupa penghinaan dengan menyalahkan perawat sehingga seolah-olah
mereka adalah yang paling benar. Kondisi ini cukup sulit untuk dihadapi karena
keegoisan yang tinggi. Meskipun perawat telah memberikan penjelasan dengan
baik dan lembut, pasien akan tetap melakukan penyerangan karena merasa bahwa
hak yang ia miliki terancam.
8. Stres
Pasien yang sedang menjalankan pengobatan akan sangat rentan
mengalami stres. Stres ini pula yang menyebabkan terhambatnya komunikasi
terapeutik yang dijalankan. Pasien yang mengalami stres akan lebih mudah jatuh
ke dalam emosi, baik mudah marah atau menangis sehingga menyebabkan
komunikasi menjadi kacau. Meskipun pasien dapat menjawab setiap pertanyaan
yang dilontarkan perawat, tapi jika pasien dalam kondisi stres, maka jawaban
yang ia berikan pun tidak berasal dari kesadarannya.
9. Mempermalukan perawat
Hambatan lain yang perlu diwaspadai adalah sikap pasien yang kadang
justru mempermalukan perawat. Hal ini sering kali terjadi pada perawat yang
merawat pasien dalam usia lanjut. Secara sadar maupun tidak sadar, mereka
berusaha terlihat lebih kuat dan lebih berwenang dibandingkan dengan perawat.
Kondisi ini justru akan semakin memperburuk komunikasi terapeutik yang
dilakukan bahkan bisa saja komunikasi terputus begitu saja karena rasa sakit hati
yang dialami oleh perawat.
10. Lupa
Bagi perawat yang melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien lanjut
usia, salah satu hambatan yang sering dijumpai adalah penyakit lupa. Lupa atau
pikun yang dialami oleh pasien sering kali membuat perawat harus mengulangi
lagi apa yang telah dikatakannya. Bahkan terkadang puluhan kali berbicara pun,
pasien juga bisa lupa. Kondisi ini sebaiknya harus dimaklumi oleh perawat karena
merupakan hal di luar kemampuan si pasien. Pasien yang mengalami pikun
sebaiknya diperlakukan dengan sangat lembut agar komunikasi tetap berjalan
dengan baik meskipun harus sering mengulang.
11. Ketidaksabaran perawat
Adakalanya hambatan yang terjadi dalam komunikasi terapeutik bukan
hanya berasal dari pasien, tapi juga dari perawat itu sendiri. Beberapa perawat ada
yang tidak memiliki kesabaran dalam melakukan komunikasi terapeutik.
Ketidaksabaran inilah yang dapat menyebabkan terhambatnya bahkan terputusnya
komunikasi terapeutik yang dijalankan.
12. Wawasan yang kurang
Komunikasi terapeutik yang baik juga harus didukung dengan wawasan
yang baik oleh perawat. Wawasan disini maksudnya adalah kemampuan dalam
menggunakan dan mengaplikasikan ilmu dalam komunikasi terapeutik. Setiap
perawat tentunya telah mendapatkan bekal mengenai cara menghadapi pasien
yang baik dan benar. Jika wawasan perawat kurang, maka komunikasi terapeutik
yang dilakukan tentunya juga tidak dapat berjalan dengan baik.

G. NASKAH ROLE PLAY

PERAN :

1. Jeanlina : Narator
2. Vivi : Perawat 1
3. Stevania : Perawat 2
4. Juan : Klien
5. Juwita : Keluarga Klien

Narator:

Pada hari ini perawat vivi hendak melakukan tindakan keperawatan mengajarkan gerakan-gerakan pada
anggota tubuh bapak juan pasien stroke yang sedang dirawat di RS. STELLA MARIS MAKASSAR
perawat vivi pun mendatangi klien diruangannya

Perawat 1: “Selamat pagi bapak”

Klien : “Selamat pagi suster”

Perawat 1: “apakah betul anda bapak Juan?”

Klien : “ia betul sus”

Perawat 1 : “apakah alamat bapak di (sebutkan alamat klien)”

Klien : “ia sus betul sekali”

Narator:

Didalam ruangan bapak juan ada anggota keluarganya juga yang sedang menemani bapak juan

Perawat 1: “apakah ini dengan keluarga dari bapak juan”

Keluarga pasien: “iya benar suster saya anaknya dari bapak juan”

Perawat 1 : “oh iya baiklah sebelumnya, perkenalkan saya perawat vivi , saya bertugas dari Pukul 07.00 –
12.00 WITA.”

Klien dan keluarga klien: “iya suster”

Perawat 1: “pak , bagaimana perasaan bapak hari ini?”

Klien : “saya sudah merasa lebih baik sekarang, tetapi tangan dan kaki saya masih terasa kaku sus.”

Perawat 1: “bagaimana tidurnya semalam pak? Apakah nyenyak?”

Klien : “ya lumayan nyenyak sus, hanya sesekali saja terbangun saat malam, dan itupun lalu tidur lagi.”

Perawat 1: “baiklah bapak dan adik, hari ini kita akan melakukan latihan pergerakan pada persendian
bapak, kita akan melakukan pelatihannya di ruangan ini saja, pelatihan ini kurang lebih berlangsung 15
hingga 20 menit”

Keluarga klien: “apa tujuan dari latihan ini suster?”

Perawat 1: “pelatihan ini bertujuan untuk melatih persendian bapak supaya tidak kaku. Apakah bapak
bersedia?”
Klien : “ia sus, saya bersedia.”

Perawat 1 : “baiklah jika bapak bersedia di mohon kerjasamanya ya pak!”

Klien : “ia sus.”

Narator:

Setelah melakukan kontrak waktu dengan pasien dan keluarganya serta menjelaskan maksut dan tujuan
perawat kemudian bersiap-siap untuk memulai tindakan

2.

Perawat 1: “baiklah bapak hari ini kita hanya akan melakukan pelatihan pergerakan pada persendian
pergelangan tangan saja. Nanti bapak ikuti gerakan-gerakan saya, dan bapak beri tahu pada saya jika
bapak merasa kesulitan dalam melakukan pergerakannya.

Klien : “ia baik sus.”

Perawat : “apakah bapak sudah siap?”

Klien : “ia sus, saya sudah siap.”

Perawat : “sekarang kita lakukan pelatihan pergerakan pada pergelangan tangan bapak terlebih dahulu.
Ikuti gerakan saya ya pak, gerakan pertama yaitu (fleksi) gerakan telapak tangan bapak ke sisi bagian
dalam lengan bawah. Seperti ini

Narator:

(perawat memberikan contoh pergerakan kepada klien yaitu gerakan fleksi dan diikuti oleh klien.).

Klien : “seperti ini sus?”

Perawat 1: “ia betul sekali bapak. Bagaimana pak? Terasa sakit atau tidak?”

Klien : “masih terasa kaku sus, tetapi sudah agak lumayan bisa di gerakan.”

Perawat 1 : “ia bagus bapak, ayo terus saja, tetapi jangan terlalu dipaksakan jika bapak merasa sakit.”

Klien : “ia baik sus.”

Perawat 1: “sekarang kita melakukan gerakan yang ke dua yaitu(ekstensi) gerakan jari-jari, tangan dan
lengan bapak berada di arah yang sama. Seperti ini

Narator:

perawat memberikan contoh pergerakan kepada klien yaitu gerakan (ekstensi) dan diikuti oleh klien.

Klien : “seperti ini?


Perawat 1 : “ ia pak, benar seperti itu. bagaimana bapak? Terasa sakit atau tidak?”

Klien : “tidak sama sekali sus.”

Perawat 1 : “kita langsung saja ke gerakan yang ke tiga ya pak!”

Klien : “ia baiklah sus.”

Perawat 1 : “gerakan ke tiga yaitu (hiperekstensi) lengkungkan tangan bapak ke arah belakang sejauh
mungkin. Seperti ini “

Narator:

perawat memberikan contoh pergerakan hiperekstensi kepada klien dan diikuti oleh klien.

Klien : “seperti ini sus?”

Perawat 1: “ia bapak betul sekali, lengkungkan tangannya sejauh mungkin, tetapi jika sudah terasa sakit,
jangan bapak paksakan. Semampu tangan bapak saja.”

Klien : “ia baiklah sus, saya hanya mampu sampai ini sus.”

Perawat 1 :“ia tidak apa-apa bapak, ini sudah bagus sekali. Sekarang kita ke gerakan yang ke empat ya
pak”

Klien : “ia sus.”

Perawat 1: “gerakan yang ke empat yaitu(abduksi) tekukkan pergelangan tangan bapak ke arah ibu jari.
Seperti ini “

Narator:

perawat memberikan contoh pergerakan Abduksi kepada klien dan diikuti oleh klien.

Klien : “begini ya sus?”

Perawat 1 : “ia betul pak. Ayo lakikan sekali lagi pak!”

Perawat 1: “Baiklah, sekarang kita lakukan gerakan ke lima ini gerakan terakhir untuk pelatihan
pergerakan pada tangan. Gerakannya yaitu (adduksi) tekukkan pergelangan tangan Bapak miring ke arah
lima jari. Seperti ini.”

Narator:

perawat memberikan contoh pergerakan adduksi kepada klien dan diikuti oleh klien.

Klien : “begini ya sus?”

Perawat 1 : “ia bapak, betul sekali

Narator:
Setelah mengajarkan teknik pergerakan untuk tangan kemudian perawat mengevaluasi kembali hasil
tindakan yang dilakukan

Perawat 1: “bapak, bagaimana perasaannya setelah melakukan pelatihan pergerakan tadi?”

Klien : “saya merasa agak enakan sus, tangan saya sudah tidak terlalu kaku seperti tadi sus. Sudah mulai
nyaman untuk di gerakkan.”

Perawat : “ia syukurlah kalau begitu. bapak lebih sering berlatih saja.”

Klien : “ ia baik sus.”

Perawat 1: “nanti anaknya bapak juan tolong mengontrol bapaknya saat hendak melakukan sendiri latihan
pergerakan seperti yang sudah diajarkan yah”

Keluarga klien: “iya suster saya yang akan bantu mengontrol bapak saat melakukan gerakan-gerakan tadi
sendiri”

Perawat 1: iya terimakasih yah”

Perawat 1 : “bapak, pertemuan selanjutnya kita akan melakukan pelatihan pergerakan pada sendi jari-
jari tangan bapak. Apakah bapak bersedia?”

Klien : “ia sus, saya bersedia.”

Perawat 1: “bapak, pertemuan selanjutnya akan di laksanakan besok dengan waktu yang sama. Jika
besok saya tidak dapat hadir, maka perawat lain akan menggantikan saya.”

Klien : “ia baik sus.”

Perawat 1: “baiklah bapak, hari ini cukup sampai di sini saja, saya permisi untuk kembali ke ruangan.
Jika bapak memerlukan sesuatu, bapak bisa memanggil saya atau perawat lain di ruang perawat.”

Klien : “ia baik sus.”

Perawat : “kalau begitu saya permisi. Selamat pagi pak!”

Klien : “selamat pagi juga sus.”

Narator:

Keesokan harinya perawat Stevania datang untuk melakukan tindakan keperawatan yang sama seperti
yang dilakukan perawat vivi kemarin terhadap bapak juan

Perawat 2 : “Selamat pagi bapak”

Klien : “Selamat pagi suster”


Perawat 2: “apakah betul anda bapak juan?”

Klien : “ia betul sus”

Perawat 2 : baik pak, hari ini saya akan membantu bapak untuk melatih persendian bapak seperti yang
diajarkan suster vivi kemarin yah pak

Klien : baiklah suter

Narator:

Didalam ruangan bapak riski ada anggota keluarganya juga yang sedang menemani bapak juan

Perawat 2: “apakah ini dengan keluarga dari bapak juan”

Keluarga pasien: “iya benar suster saya anaknya dari bapak juan”

Perawat 2 : “oh iya baiklah sebelumnya, perkenalkan saya perawat Stevania, saya bertugas dari Pukul
07.00 – 12.00 WITA.”

Klien dan keluarga klien: “iya suster”

Perawat 2: “pak, bagaimana perasaan bapak hari ini?”

Klien : “saya sudah merasa lebih baik sekarang sus. Tangan saya masih terasa kaku tapi sudah lebih baik
dari sebelumnya sus”

Perawat 2: “baiklah bapak dan ade, hari ini kita akan melakukan latihan pergerakan pada persendian
bapak lagi yah gerakannya sama persis seperti yang diajarkan suster vivi kemarin”

Klien dan Keluarga pasien : “baiklah suster”

Perawat 2 : “ apakah bapak bersedia?”

Klien : “ia sus, saya bersedia.”

Perawat 2 : “baiklah jika bapak bersedia di mohon kerjasamanya ya pak!”

Klien : “ia sus.”

Narator:

Setelah melakukan kontrak waktu dengan pasien dan keluarganya serta menjelaskan maksut dan tujuan
perawat kemudian bersiap-siap untuk memulai tindakan

Perawat 2: “baiklah bapak hari ini kita hanya akan melakukan pelatihan pergerakan pada persendian
pergelangan jari-jari tangan saja. Nanti bapak ikuti gerakan-gerakan saya, dan bapak beri tahu pada saya
jika bapak merasa kesulitan dalam melakukan pergerakannya.
Klien : “ia baik sus.”

Perawat 2 : “apakah bapak sudah siap?”

Klien : “ia sus, saya siap.”

Perawat 2: “bapak ikuti lagi gerakan-gerakan saya ya bapak!”

Klien : “ia baiklah sus.”

Perawat 2 : “gerakan pertama yaitu (fleksi) membuat genggaman. Ayo bapak buat genggaman seperti
ini.”

Narrator:

perawat memberikan contoh pergerakan fleksi kepada klien, dan klien mengikuti gerakan perawat

klien: “Seperti sus?”

Perawat 2 : “iya pak benar sekali. gerakan yang ke dua yaitu (ekstensi) bapak meluruskan jari-jari tangan
seperti ini”

Narrator:

perawat memberikan contoh pergerakan ekstensi kepada klien, dan klien mengikuti gerakan perawat

klien: “seperti ini yah sus?”

perawat 2: “iya bapak benar sekali”

klien: “iya suster”

Perawat 2: “sekarang kita beralih pada gerakan yang ke tiga yaitu (hiperekstensi) gerakan jari-jari tangan
bapak ke belakang sejauh mungkin. Gerakannya hamper sama persis seperti gerakan yang tadi pak.
seperti ini”

Narrator:

perawat memberikan contoh pergerakan hiperekstensi kepada klien, dan klien mengikuti gerakan perawat

Klien : “baik suster. Apakah seperti ini suster?”

Perawat 2: “ iya pak benar sekali. bagaimana bapak? Apakah ada yang terasa sakit?”

Klien : “oh, tidak sus, saya tidak merasa sakit.”

Perawat 2 : “kalau begitu kita lanjut pada gerakan selanjutnya ya pak!”

Klien : “baiklah sus.”


Perawat 2 : “sekarang kita lanjut ke gerakan yang ke empat yaitu (abduksi) regangkan jari tangan yang
satu dengan yang lainnya. Seperti ini. Dan gerakan yang ke lima yaitu(adduksi) rapatkan kembali jari-jari
tangan bapak. Seperti ini.”

Narrator:

perawat memberikan contoh pergerakan abduksi dan adduksi kepada klien, dan klien mengikuti gerakan
perawat

Klien : “begini ya sus?”

Perawat 2 : “ ia begitu bapak. Sekarang kita langsung ke gerakan yang ke enam yaitu (ibu jari abduksi)
jauhkan ibu jari bapak ke arah samping (biasanya dilakukan ketika jari-jari tangan melakukan abduksi).
Seperti ini”

Perawat 2: “Bagaiman bapak terasa sakit tidak?”

Klien : “tidak kok sus, tidak terasa sakit.”

Perawat 2: “baiklah kita lanjutkan ke gerakan selanjutnya ya pak!”

Klien : “ia baik suster.”

Perawat 2: “gerakan selanjutnya, gerakan ke tujuh yaitu (ibu jari adduksi) gerakkan ibu jari bapak ke
depan tangan. Seperti ini. Dan gerakan yang terakhir yaitu (ibu jari oposisi) caranya dengan
menyentuhkan ibu jari bapak pada setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama. Seperti ini

Klien : “oh, begini ya sus?”

Perawat : “ia bapak betul sekali. Nah, sekarang pelatihannya sudah selesai bapak.”

Klien : “oh, sudah selesai ya sus.?”

Perawat : “ia pak, sudah selesai, ibu dapat melakukan pelatihan ini sendiri atau di bantu oleh keluarga
bapak, jadi bisa melatih persendian bapak juga, supaya tidak kaku lagi.”

Klien : “ia baik sus, saya akan sering-sering melakukan pelatihan ini.”

Narator:

Setelah mengajarkan teknik pergerakan untuk tangan kemudian perawat mengevaluasi kembali hasil
tindakan yang dilakukan

3.

Perawat 2 : “bapak, bagaimana perasaannya setelah melakukan pelatihan pergerakan tadi?”


Klien : “saya merasa agak enakan sus, tangan saya sudah tidak terlalu kaku seperti tadi sus. Sudah mulai
nyaman untuk di gerakkan.”

Perawat 2 : “ia syukurlah kalau begitu. bapak lebih sering berlatih saja.”

Perawat 2: “nanti anaknya bapak juan tolong mengontrol bapaknya saat hendak melakukan sendiri latihan
pergerakan seperti yang sudah diajarkan yah”

Keluarga klien: “iya suster saya yang akan bantu mengontrol bapak saat melakukan gerakan-gerakan tadi
sendiri”

Perawat 2: iya terimakasih yah”

Klien : “ ia baik sus.”

Narator :

Setelah perawat mengevaluasi kembali hasil tindakan yang dilakukan, perawat kemudian berpamitan
dengan pasien dan keluarga pasien dan kembali ke ruang perawat.

Perawat 2 : “baiklah bapak, hari ini cukup sampai di sini saja, saya permisi untuk kembali ke ruangan.
Jika ibu memerlukan sesuatu, bapak bisa memanggil saya atau perawat lain di ruang perawat.”

Klien : “ia baik sus.”

Perawat 2: “kalau begitu saya permisi. Selamat pagi pak!”

Klien : “selamat pagi juga su

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kenyataanya perawat di samping kodratnya sebagai mahluk individu dan
mahluk sosial , diapun sebagai mahluk profesi memerlukan tenaga skil di bidangnya,
khususnya di bidang keperawatan. Perawat harus mampu menjalankan segala tahapan
dalam komunikasi terapeutik yang meliputi tahap awal, lanjutan dan terminasi.
Mengingat teknologi kedokteran akhir-akhir ini semakin pesat, senantiasa pula
mempengaruhi perkembangan profesi keperawatan it sendiri.
Perawat dituntut untuk lebih mengutamakan pelayanan paripurna terhadap
pasien, terutama dalam memenuhi kebutuhan pasien . Hubungan yang baik ini akan lebih
bai lagi bila perawat dapat meningkatkan pengetahuannya dalam komunikasi khususnya
komunikasi terapeutik yang sesuai dengan tuntutan jaman.. Kemampuan menerapkan
teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan kepekaan serta ketajaman perasaan
karena waktu komunikasi terjadi tidak dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai ,
waktu dan ruang yang turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui
dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat. Komunikasi juga akan
memberikan dampk terapeutik bila dalam penggunaannya diperhatikan sikap dan teknik
komunikasi terapeutik . Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat
berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik

B. Saran
1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien untuk
mendapatkan persetujuan tindakan yang akan dilakukan
2. Dalam berkomuikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman komunikasi
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh etika
keperawtan.

Anda mungkin juga menyukai