Dosen Pembimbing :
Ns. Feri Fernandes, S.Kep, M.Kep
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul: “Konsep Komunikasi
Terapeutik pada Klien dengan Gangguan Jiwa”
Tim penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masihjauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun, tim
penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, tim penulis
dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan
usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya tim penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang .......................................... Error! Bookmark not defined.
B. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Pengertian gangguan jiwa ......................................................................... 3
B. Prinsip Komunikasi pada pasien gangguan jiwa ....................................... 4
C. Teknik Komunikasi pada pasien gangguan jiwa ........................................ 6
D. Strategi Pelaksanaan Komunikasi .............................................................. 7
BAB III KASUS ................................................................................................ 15
A. Pengkajian............................................................................................... 15
B. Analisa Data............................................................................................ 23
C. Diagnosa ................................................................................................ 23
D. Intervensi ................................................................................................ 24
E. Implementasi ........................................................................................... 26
F. Evaluasi .................................................................................................. 26
BAB IVPENUTUP .............................................. Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ............................................................................................. 27
B. Saran ....................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 28
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
semakinkompleksnya masalah psikologis sebagai akibat dari modernisasi,
industri, globalisasidan komunikasi yang sangat canggih, mengakibatkan
kecenderungan meningkatkanangka gangguan mental psikiatri di kalangan
masyarakat saat ini, yang akan datang danterus menjadi masalah sekaligus
tantangan bagi tenaga kesehatan, khususnya tenaga perawat.Krisis multi
dimensi telah mengakibatkan tekanan yang keras pada sebagianmasyarakat.
Selain mengalami gangguan fisik seperti gangguan gizi, dan penyakitinfeksi,
juga gangguan pada kesehatan mental yang pada akhirnya dapat menurunkan
produktivitas kerja, kualitas hidup, secara nasional dan mungkin akan
mengalami kemunduran generasi (Azrul Azwar, 2001).
Menurut WHO, prevalensi gangguan jiwa pada tahun 2006 di atas 100 jiwa
per 1000 penduduk didunia, sedangkan di Indonsia mencapai 264 per 1000
penduduk (hasilsurvey kesehatan rumah tangga) atau 2,6 kali lebih tinggi
ketentuan WHO (Azrul Azwar,2001).
Komunikasi terapeutik memiliki peranan penting dalam membina hubungan
dengan pasien dengan gangguan jiwa melalui pendekatan yang berbeda dari
kelompok lainnya dengan tetap memaksimalkan asuhan keperawatan kepada
pasien. Oleh karena itu kelompok akan membahas bagaimana strategi-strategi
komunikasi terapeutik pada pasien dengan gangguan jiwa.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang Konsep Komunikasi Terapeutik
pada Klien dengan Gangguan Jiwa.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menganalisis Konsep Komunikasi Terapeutik pada
Klien dengan Gangguan Jiwa.
b. Mahasiswa mampu menganalisis pengertian Komunikasi Terapeutik
pada Klien dengan Gangguan Jiwa
c. Mahasiswa mampu menganalisis prinsip Komunikasi Terapeutik pada
Klien dengan Gangguan Jiwa
d. Mahasiswa mampu mengetahui teknik Komunikasi Terapeutik pada
Klien dengan Gangguan Jiwa
e. Mahasiswa mampu mengetahui strategi pelaksanaan Komunikasi
Terapeutik pada Klien dengan Gangguan Jiwa (Halusinasi, Waham,
Perilaku Kekerasan, Harga Diri Rendah, Isolasi Sosial, Resiko Bunuh
Diri, Defisit Perawatan Diri)
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa defenisi dari Gangguan Jiwa?
2. Apa prinsip Komunikasi Terapeutik pada Klien dengan Gangguan Jiwa?
3. Apa saja teknik dari Komunikasi Terapeutik pada Klien dengan
Gangguan Jiwa?
4. Bagaimana strategi pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Klien
dengan Gangguan Jiwa (Halusinasi, Waham, Perilaku Kekerasan, Harga
Diri Rendah, Isolasi Sosial, Resiko Bunuh Diri, Defisit Perawatan Diri)?
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan
pengalaman penulis tentang Konsep Komunikasi Terapeutik pada Klien
dengan Gangguan Jiwa.
2. Bagi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
Hasil makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi civitas
akademika dalam meningkatkan kualitas pendidikan serta dapat dijadikan
sebagai bahan untuk kelengkapan perpustakaan.
BAB II
KONSEP TEORITIS
A. Definisi
Gangguan jiwa adalah gangguan pada otak yang ditandai oleh terganggunya
emosi, proses berpikir, prilaku, dan persepsi (penangkapan panca indra).
Gangguan jiwa menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan
keluarganya (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap
orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial ekonomi.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahana pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada inividu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam.
Gangguan jiwa ada yang bersumber dari hubungan dari orang lain yang tidak
memuaskan, misalnya seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-
mena, cinta tak terbalas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan
oleh faktor organik, kelainan saraf, dan gangguan pada otak (Djamaludin,
2001).
Jiwa atau mental yang tidak sehat tidak hanya berarti bebas dari ganggua.
Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika dia bisa dan mampu menikmati
hidup, punya keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu menangani
masalah secara sehat, serta berprilaku normal dan wajar, sesuai dengan tempat
atau budaya dimana dia berada. Orang yang jiwanya sehat juga mampu
mengekspresikan emosi secara baik dan mampu beradaptasi dengan
lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Penyakit kejiwaan,
pemyakit jiwa, atau gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenail satu atau
lebih fungsi mental. Penyakit mental adalah gangguan otak yang ditandai oleh
terganggunya emosi. Proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan
panca indra), penyakit mental ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi
penderita (dan keluarga).
3
B. Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan
Jiwa/Mental
Pada klien dengan masalah gangguan jiwa memerlukan teknik yang berbeda
dengan klien yang memiliki masalah kesehatan fisik. Karakteristik yang
dimiliki oleh perawat dalam melakukan interaksi dengan klien gangguan jiwa
adalah sebagai berikut:
1. Tidak menghakimi (Nonjudgmental approach)
Salah satu karakteristik caring dari perawat adalah tidak menghakimi
klien. Namun, pada beberapa kondisi tindakan menghakimi juga
diperlukan, seperti ketika menetapkan diagnosa keperawatan dan
menentukan rencana tindakan keperawatan pada klien. Pendekatan tidak
menghakimi maksudnya adalah kita tidak melakukan tindakan kasar atau
tindakan yang didasarkan atas keputusan berdasarkan kesimpulan sepihak
kepada klien baik secara verbal maupun non verbal. Misalnya “Anda
tampak sedang kesal, saya akan melakukan teknik relaksasi untuk
menghilangkan perasaan kesal Anda!”. Dalam komunikasi tersebut, klien
tidak diberi kesempatan mengungkapkan perasaannya. Keputusan yang
diambil perawat hanya berdasarkan hasil pengamatan yang dangkal. Cara
yang dapat dilakukan agar perawat tidak terjebak pada tindakan
menghakimi adalah dengan meningkatkan kesadaran diri perawat, dan
memberikan kesempatan klien mengungkapkan pikiran dan perasaannya,
menghargai klien sebagai orang yang mampu diberikan tanggung jawab,
memberikan kesempatan klien untuk mengambil keputusan.
2. Menerima (Acceptance)
Sikap menerima merupakan karakteristik lain dari perawat yang caring.
Penerimaan adalah menegaskan klien sebagaimana adanya dan mengakui
bahwa klien memiliki hak untuk mengeksprsikan emosi dan pikirannya.
Perawat yang memiliki sifat menerima terlihat dari sikap menghargai
pikiran dan perasaan klien dan membantu mereka untuk memahami diri
sendiri.
3. Hangat (warmth)
Sikap hangat merupakan karakteristik lain dari perawat yang caring. Sikap
hangat terlihat perhatian kepada klien dan mengungkapkan kesenangan
dalam merawat klien. Ini bukan berarti bahwa kita harus berlebihan
dengan klien atau berusaha untuk menjadi teman mereka. Sikap hangat
dapat diungkapkan secara non verbal, sikap positif, nada yang ramah, dan
senyum yang hangat. Mencondongkan badan ke depan dan
mempertahankan kontak mata, sentuhan fisik, menerima, dan tidak
membuat rasa takut klien merupakan contoh sikap yang hangat kepada
klien.
4. Empati
Empati merupakan sikap yang paling utama dalam menunjukkan caring.
Empati berarti memahami pikiran dan perasaan klien dan ikut merasakan
perasaannya tapi ikut terlarut didalamnya. Dalam mencapai empati ada 2
proses yang dilewati yaitu memahami dan validasi. Langkah yang
pertama memahami perasaan klien melalui observasi. Langkah yang
kedua menvalidasi perasaan klien dengan cara meminta klien
mengungkapkan perasaannya. Empati dapat memfasilitasi hubungan
terapeutik dan membantu klien memahami dirinya sendiri
5. Keaslian (Authenticity)
Menjadi perawat yang caring harus memiliki pribadi yang tulus dan
menjadi diri sendiri dalam menjalin interaksi dengan klien. Ketika kita
komitment dengan klien, maka kita harus bersikap profesional.
Profesional disini maksudnya adalah berperan sebagai tenaga kesehatan
yang memberikan layanan kesehatan dengan tujuan untuk menyembuhkan
klien.
6. Kongruensi (Congruency)
Kesesuaian antara komunikasi verbal dan nonverbal merupakan indikasi
dari kongruensi. Kongruensi dibutuhkan untuk menumbuhkan hubungan
saling percaya antara perawat dengan klien.
7. Sabar (patience)
Untuk membina hubungan terapeutik, hal penting yang dilakukan adalah
sabar dengan klien. Karakter ini dapat meningkatkan kemandirian klien.
Sabar artinya memberikan klien ruang untuk mengungkapkan
perasaannya, berpikir, mengambil keputusan, dan memberikan
kesempatan untuk membuat perencanaan sesuai keinginan dan
kebutuhannya.
5
8. Hormat (respect)
Menghargai klien merupakan karakteristik lain dari perawat yang caring.
Sikap hormat termasuk pertimbangan untuk klien, komitmen melindungi
mereka, dan dari bahaya lain, dan percaya terhadap kemampuan mereka
dalam menyelesaikan masalah atau melakukan perawatan secara mandiri
9. Dapat dipercaya (Trustworthiness)
Dapat dipercaya merupakan karakteristik lain dari perawat yang caring,
dimana karakter ini mengawali karakter-karakter caring yang lain. dengan
kemampuan interpersonal yang baik, dapat membantu perawat
mengontrol emosional klien, dan membantu membangun hubungan saling
percaya dengan klien. Karakter ini harus ditunjukkan pada setiap proses
keperawatan. Ketika kita dipercaya oleh klien, maka kita menjadi tempat
bergantung dan bertanggung jawab. Untuk menumbuhkan kepercayaan
klien, sikap yang harus dibangun adalah komitmen terhadap waktu,
menjaga janji, dan konsisten terhadap sikap.
10. Terbuka (self-disclosure)
Hubungan saling percaya dapat terbina ketika perawat bersikap terbuka.
Untuk menumbuhkan sikap terbuka pada klien dapat dilakukan dengan
mendengar klien, percaya dengan apa yang mereka lakukan, tidak
menghakimi.
11. Humor
Humor merupakan karakteristik yang penting dalam membina hubungan
terapeutik dengan klien. Humor dapat menciptakan hubungan yang hangat
dengan klien, menghilangkan rasa takut dan khawatir klien terhadap
perawat.
11
2. Merasa tidak aman berada dengan orla,
3. Mengatakan hubungan yg tidak berarti dgn orla
4. Merasa lambat dan bosan menghabiskan waktu,
5. Tidak mampu berkosentrasi dan membuat keputusan,
6. Merasa tidak berguna,
7. Tidak yakin dapat melangsungkan hidup,
8. Menarik diri,
9. Tidak komunikatif,
10. Tidak ada kontak mata,
11. Afek tumpul, Tampak sedih.
13
Bunuh diri merupakan tindakan yg secara sadar dilakukan oleh klien untuk
mengakhiri kehidupannya Jenis RBD berdasarkan besarnya kemungkinan
pasien melakukan bunuh diri yaitu:
1. Isyarat bunuh diri
2. Ancaman bunuh diri
3. Percobaan
Kasus Fiktif : Ny. S dibawa keluarga pada tanggal 4 Maret 2015 ke RSJ karena
pasien sering teriak-teriak dan kluyuran. Pasien sering marah-marah sambil memukul
tembok dan orang yang disekitarnya. Semenjak Ny.S anaknya meninggal pasien
sering mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat Pasien juga
mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien. setiap
harinya Ny.S sebagai Ibu rumah tangga yang hanya mengasuh kedua anaknya.
15
Alasan Masuk
Keluarga pasien mengatakan satu minggu sebelum masuk rumah RSJ pasien
merasa mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk selalu sholat.
Sering melamun dan berbicara sendiri. Pasien sering keleyuran dan berteriak-teriak
saat mendengar bisikan. Pasien marah-marah sambil memukul tembok dan orang
yang disekitarnya
Faktor Predisposisi
Pemeriksaan Fisik
Psikososial
1. Genogram
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Tinggal serumah
: Pasien Ny S.
a. Pola Asuh
Pasien mengatakan setiap harinya mengasuh kedua anaknya.Pasien
memiliki 2 anak bersaudara namun sekarang sudah ditinggal anak
pertamanya
17
b. Pola komunikasi
Pasien mengatakan jika mendapatkan suatu masalah pasien
mencari tabanyakepada suaminya. Pasien juga berkomunikasi baik
dengan keluarganya
c. Pengambilan keputusan
Pasien mengatakan dalam mengambil keputusan pasien selalu dirunding
terlebih dahulu dengan suaminya. Pasien juga sering mendapatkan saran
dari suaminya
2. Konsep Diri
a. Citra Diri
pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat ditanya
bagian tubuh yang paling disukai adalah tangannya
b. Identitas Diri
pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat, hobi). Pasien
mengatakan setiap harinya sebagai Ibu rumah tangga yang hanya
mengasuh kedua anaknya. Pasien suka dengan statusnya sebagai seorang
wanita
c. Peran Diri
sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab sebagai Ibu
rumah tangga. Pasien dapat melakukan pekerjaannya sendiri, tapi setelah
dirawat di RSJ pasien tidak melakukan aktivitas seperti dirumah
d. Ideal Diri
pasien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarga
seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera sembuh dan tidak
ingin lagi nmendengar suatu suara atau bisikan-bisikan
e. Harga Diri
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya. Pasien juga
mengatakan dia mampumengasuh anaknya dengan baik. Dan mampu
melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Pasien mengatakan
tidak ada gangguan dengan harga dirinya.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang Berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang terdekatnya
adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu dirumah, namun
setelah anak yang pertama meninggal pasien hanya dekat dengan
anaknya yang ke 2.
b. Peran Serta dalam Masyarakat
Sebelum dirawat di RSJ sering bergaul dengan ibu-ibu sekitar rumahnya,
namun setelah dirwat di RSJ pasien tidak mau bergaul dengan pasien
lainnya karena alasannya malu dengan kondisinya, pasien tampak sering
menyendiri, kontak mata pasien kurang saat berinteraksi dan pasien
sering melamun.
Masalah Keperawatan : Menarik Diri
4. Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering mengikuti
pengajian di kampungnya, setelah dirawat di RSJ pasien tetap rajin sholat 5
waktu.
Status Mental
1. Penampilan
Penampilan dalam cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh sedang,
rambut ikal agak panjang, ekspresi wajah kadang serius saat bercerita, cara
berjalan baik, pasien saat duduk bersama teman-temanya terkadang hanya
melamun.
2. Pembicaraan
Pasien dalam berbicara intonasinya kurang jelas dan pelan, dalam
pembicaraan sesuai atau nyambung dengan pertanyaan, pasien terkadang
terdiam ditengah pembicaraan seperti mendengar sesuatu.
3. Aktivitas Motorik
Pasien tampak mau melakukan aktivitas sehari-hari di RSJ secara mandiri,
saat berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya, tangannya
tampk seperti mengepal.
Masalah Keperawatan : Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
4. Alam Perasaan
Pasien mengatakan masih mendengar suara suara bisikan yang
menggangunya, pasien mengatakan terkadang merasa sedih dengan
19
keaadanyan sekarang, yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga seperti
dahulu.
5. Afek
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi mendengar sesuatu,
respon emosional pasien sudah stabil, pasien tenang saat diakukan interaksi.
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
6. Interaksi Selama Wawancara
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan yang di ajukan dengan sesuai/
baik, kontak mata dengan pasien perawat sedikit kurang, pasien cenderung
menatap kedepan padahal perawat ada di sampingnya, pembicaraan pasien
keheranan saat ditanyai, kadang pasien terdiam sebentar seperti mendengar
sesuatu.
7. Persepsi
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur dan
sholat, isi suara tersebut yaitu menyuruh klien untuk sholat, suara tersebut
kadang muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5 detik, respon
pasien untuk mengontrol halusinasinya tersebut hanya dengan cara
berkeluyuran dan bicara sendiri.
Masalah Keperawatan: Halisinasi Pendengaran
8. Proses Pikir
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat, selama interaksi
berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah terarah.
9. Isi Pikir
Pasien mengatakan tidak ada yang mengendalikan pikiranya. Pasien tidak
mampunyai pikiran yang aneh-aneh kalaupun sering mendengar suara atau
bisikan palsu.
10. Tingkat Kesadaran
Pasien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ, pasien mampu mengingat
nama temannya di RSJ yang sudah diajak berkenalan, orientasi waktu dan
tempat
11. Memori
Untuk Memori segera menjawab dengan baik tidak ada gangguan ingatan
dalam jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
- Jangka panjang : Pasien mengatakan lahir tahun 1980
- Jangka pendek : Pasien mengatakan yang membawa kerumah sakit
adalah suaminya
- Jangka saat ini : Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi
dan sayur.
12. Tingkat Kosentrasi dan Berhitung
Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung secara sederhana
misalnya berhitung dari 1 sampai 10.
13. Kemampuan Penilaian
Pasien mengatakan mampu mengambil keputusan sederhana misal pasien
memutuskan untuk menggosok gii setelah makan pagi.
14. Daya Tilik Diri
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sakit dan dibawa ke RSJ pasien
mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin pulang.
Kemampuan Aktivitas Sehari-Hari
1. Makan
Makanan disiapkan oleh perawat dirumah sakit pasien mau makan 3x sehari 1
porsi habis, pasien dapat makan sendiri.
2. BAB/ BAK
Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, selama dirumah sakit pasien BAB
1kali sehari dan dapat dilakukan ditoilet dan BAK 4-5 x/hari dan dapat
dilakukan sendiri di toilet.
3. Mandi
Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan sendiri
dikmar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi 1kali sehari
dapat dilakukan sendiri dikamar mandi.
4. Berpakaian/ Berhias
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, ganti pakaian 1 kali dalam 2 atau 3
hari sekali.
5. Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan tidur sekitar jam 21.00 wib & kadang-kadang terbangun
ditengah malam, serta gelisah karena sering mendengar suara bisikan.
6. Penggunaan Obat
21
Pasien minum obat yang diberikan oleh perawat dan dimonitor oleh perawat ,
pasien selalu meminum obatnya sampai habis, pasien mengatakan
mendapatkan obat sejumlah 2
7. Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan ingin segera pulang, pasien mengatakan jika nanti sudah
pulang pasien akan ingin minum obat yag akan diberikan oleh rumah sakit,
pasien engatakan bila sudah keluar dari rumah sakit pasien tidak mau dibawa
ke RSJ.
8. Aktivitas dalam Rumah
Pasien mengatakan di rumah tidak pernah melakukan pekerjaan rumah.
9. Aktivitas luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
Mekanisme Koping
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu adaptif, pasien mampu berbicara dengan
orang lain.
Pasein mengatakan ada maslah dengan lingkungan, pasien tidak suka berbicara
dengan orang lain dan lebih suka di rumah.
Aspek Medis
MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan
23
POHON MASALAH
INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Gangguan persepsi TUM: Tindakan Psikoterapeutik:
sensori: halusinasi Setelah dilakukan tindakan Klien
pendengaran keperawatan selama 3 x 24 1. Bina hubungan saling percaya.
jam klien mampu mengontrol 2. Adakan kontak sering dan singkat
halusinasi dengan kriteria secara bertahap.
hasil (TUK): 3. Observasi tingkah laku klien terkait
1. Klien dapat membina halusinasinya.
hubungan saling percaya. 4. Tanyakan keluhan yang dirasakan
2. Klien dapat mengenal klien.
halusinasinya; jenis, isi, 5. Jika klien tidak sedang
waktu, dan frekuensi berhalusinasi klarifikasi tentang
halusinasi, respon adanya pengalaman halusinasi,
terhadap halusinasi, dan diskusikan dengan klien tentang
tindakan yg sudah halusinasinya meliputi :
dilakukan. SP I :
3. Klien dapat 1. Identifikasi jenis halusinasi Klien.
menyebutkan dan 2. Identifikasi isi halusinasi Klien.
mempraktekan cara 3. Identifikasi waktu halusinasi Klien.
mengntrol halusinasi yaitu 4. Identifikasi frekuensi halusinasi
dengan menghardik, Klien.
bercakap-cakap dengan 5. Identifikasi situasi yang
orang lain, terlibat/ menimbulkan halusinasi.
melakukan kegiatan, dan 6. Identifikasi respons Klien terhadap
minum obat. halusinasi.
4. Klien dapat dukungan 7. Ajarkan Klien menghardik
keluarga dalam halusinasi.
mengontrol halusinasinya. 8. Anjurkan Klien memasukkan cara
5. Klien dapat minum obat menghardik halusinasi dalam
dengan bantuan minimal. jadwal kegiatan harian.
6. Mengungkapkan SP II :
halusinasi sudah hilang 1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
atau terkontrol Klien.
2. Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain.
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
SP III :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien.
2. Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah).
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien.
2. Berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur.
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
4. Beri pujian jika klien
menggunakan obat dengan benar.
5. Menganjurkan Klien
mendemonstrasikan cara control
yang sudah diajarkan.
6. Menganjurkan Klien memilih salah
satu cara control halusinasi yang
sesuai.
Keluarga:
1. Diskusikan masalah yang dirasakn
keluarga dalam merawat Klien.
2. Jelaskan pengertian tanda dan
gejala, dan jenis halusinasi yang
dialami Klien serta proses
terjadinya.
25
3. Jelaskan dan latih cara-cara
merawat Klien halusinasi.
4. Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi secara
langsung.
5. Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat.
Tindakan Psikofarmako:
1. Berikan obat-obatan sesuai
program Klien.
2. Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum.
3. Mengukur vital sign secara
periodic.
Tindakan Manipulasi Lingkungan
1. Libatkan Klien dalam kegiatan di
ruangan.
2. Libatkan Klien dalam TAK
halusinasi
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan berdasarkan tindakan yang telah
direncanakan. Hasil implementasi yang dilakukan dengan menyesuaikan dengan
kondisi pasien tanpa meninggalkan prinsip dan konsep keperawatan.
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Hal ini dilakukan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tercapainya atau tidak
tercapainya tujuan dari rencana keperawatan. Evaluasi keperawatan salah satunya
dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP dengan penjelasan, S: respon subjektif
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan, O: respon objektif pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan, A: analisis terhadap data
subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah tetpap ada,
munculnya masalah baru atau ada data kontradiksi terhadap masalah yang ada, P:
tindak lanjut berdasarkan analisis respon pasien (Hidayat, 2009).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk menciptakan komunikasi terapeutik yang efektif, dibutuhkan hubungan
saling percaya antar perawat dan klien agar klien dapat terbuka mengenai masalah
yang sedang dihadapinya. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan
dimengerti oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan
oleh penerima pesan
Fase orientasi antara perawat dengan klien dan hal tersebut dilakukan dengan
adanya kontak sering singkat. Dengan adanya hal tersebut, klien merasa dihargai
dan diperhatikan serta ketika perawat memberikan saran atau solusi terhadap
klien.
Dalam melakukan komunikasi terapeutik ini, perawat selalu mengarahkan
pemecahan masalah klien dengan cara yang positif atau dengan koping
konstruktif. Dalam memberikan saran atau solusi atau untuk melakukan
komunikasi terapeutik harus terlebih dahulu memahami kondisi klien yang telah
perawat dapatkan sejak fase orientasi.
B. Saran
Perawat harus memahami kondisi klien terlebih dahulu dengan
mengumpulkan data serta masalah klien, cara berkomunikasi dengan pasien yang
komunikatif. Perawat harus selalu membangun empati serta memahami kondisi
klien. Komunikasi terapetik akan sangat membantu dalam kelancaran
berkomunikasi antara perawat dengan klien guna membangkitkan percaya diri
klien kembali. Bentuk percaya diri klien dapat dibangun saat perawat mampu
memberikan pujian dengan tulus, pemberian apresiasi, mendengarkan dengan
sepenuh hati, menunjukkan penerimaan serta memberikan penghargaan berupa
kesempatan kepada klien untuk bertanya.
27
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. 2010. Laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan. Jakarta: hak cipta
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I dan Kusnandar., 2008. Iso Farmakoterapi.
ISFI, Jakarta.
Stuart, G. W., 2009. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Ed 9th . Mosby:
Elsevier.
http://pohoseng.com/komunikasi-pada-pasien-gangguan-fisik-dan-jiwa/
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PADA KLIEN DEWASA
KELOMPOK 6 :
Al Hanifah Armes (2011316031)
Oktaghina Jennisya (2011316032)
Raisatul Mahmudah (2011316033)
Teguh Wiradharma (2011316034)
Dera Rahmi Gusti Fauzia (2011316035)
Fitriatul Munawwaroh (2011316036)
2 Menerima (Acceptance)
3 Hangat (warmth)
4 Empati
5 Keaslian (Authenticity)
6 Kongruensi (Congruency)
7 Sabar (patience)
8 Hormat (respect)
11 Humor
Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Klien
Gangguan Jiwa/Mental
Sesi 2
yakni mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, mengajarkan klien
cara minum obat (prinsip 6 benar obat), menganjurkan klien latihan d
an memasukkan latihan kedalan jadwal kegiatan harian
Halusinasi
Sesi 3
yakni mengevaluasi jadwal kegiatan harian, mengajarkan klien cara b
ercakap-cakap untuk mengontrol halusinasi, menganjurkan klien latih
an dan membuat jadwal kegiatan harian
Sesi 4
yakni mengevaluasi jadwal kegiatan harian, mengajarkan klien melak
ukan rutinitas terjadwal untuk mengontrol halusinasi, menganjurkan k
lien latihan dan membuat jadwal kegiatan harian.
Sesi 1
Membina hubungan saling percaya dengan klien, membantu orientasi
realita secara bertahap, mendiskusikan kebutuhan yang tidak
terpenuhi , mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yg tidak terpenuhi
, menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan jadwal harian 2
Sesi 2
Mengevaluasi latihan sebelumnya, Membantu klien orientasi realita se
cara bertahap, mengajarkan dan melatih klien tentang prinsip 6 benar
obat
Waham
Sesi 3
Mengevaluasi latihan sesi 1 dan 2, membantu klien orientasi realita se
cara bertahap, mengidentifikasi kemampuan positif klien, dan melatih
satu kemampuan yang dipilih 4.
Sesi 4.
Mengevaluasi latihan sesi 1, 2 dan 3, membantu klien orientasi realita
secara bertahap, mengajarkan dan melatih kemampuan kedua yang
dipilih.
Sesi 1
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab perilak
u kekerasan, mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, mengi
dentifikasi perilaku kekerasan yg biasa dilakukan, mengidentifikasi aki
bat perilaku kekerasan, mengidentifikasi cara konstruktif dalam meres
pon kemarahan, mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 d
an 2 (teknik nafas dalam dan pukul bantal)
Sesi 2
Evaluasi latihan nafas dalam dan pukul bantal, Latih cara mengontrol
Perilaku marah dengan minum obat teratur, Menyusun jadwal kegiatan harian
Kekerasan Sesi 3
Evaluasi jadwal kegiatan harian (fisik 1 dan 2 serta cara obat), Latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan baik, me
minta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), menyus
un jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
Sesi 4
Evaluasi dan diskusikan hasil latihan sesi 1, 2, dan 3, latih mengontrol
PK dengan cara spiritual, buat jadwal latihan spiritual yang telah
dilatih.
Sesi 1:
• Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
• Membantu klien menilai kemampuan positif yang masih bisa digunakan
• Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
• Melatih kemampuan yang sudah dilatih
• Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian
Sesi 2:
• Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
• Melatih klien melakukan kemampuan positif kedua yang dimiliki
HDR • Memasukkan kemampuan kedua dalam jadwal kegiatan harian
Sesi 3:
• Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
• Melatih klien melakukan kemampuan positif ketiga yang dimiliki
• Memasukkan kemampuan ketiga dalam jadwal kegiatan harian
Sesi 4:
• Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
• Melatih klien melakukan kemampuan positif keempat
• Memasukkan kemampuan keempat dalam jadwal kegiatan harian.
Sesi 1:
• Membina hubungan saling percaya dengan klien
• Membantu klien mengenal penyebab isos, keuntungan berhubungan d
an kerugian tidak berhubungan dgn orang lain
• Melatih klien cara berkenalan dengan 1-2 orang
Sesi 2:
• Mengevaluasi latihan di sesi 1
Isolasi • Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (latihan berkenalan 3-
4 orang sambil melakukan kegiatan).
Sosial
Sesi 3:
• Mengevaluasi latihan sesi 1 dan 2
• Melatih klien berinteraksi secara bertahap (latihan berkenalan dengan
5-8 orang sambil melakukan kegiatan dalam kelompok)
Sesi 4:
• Mengevaluasi latihan sesi 1, 2, dan 3
• Melatih klien berinteraksi dengan orang di luar lingkungan RS (
misalnya belanja di warung)
Sesi 1:
• Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
• Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
• Membantu klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
• Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
Sesi 2:
• Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
• Menjelaskan cara makan yang baik
• Membantu klien mempraktekkan cara makan yang baik
• Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
DPD
Sesi 3:
• Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
• Menjelaskan cara eliminasi yang baik
• Membantu klien mempraktikkan cara eliminasi yang baik
• Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Sesi 4:
• Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
• Menjelaskan cara berdandan
• Membantu klien mempraktikkan cara berdandan
• Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Sesi 1:
• Mengidentifikasi benda yang dapat membahayakan pasien
• Mengamankan benda yang dapat membahayakan pasien
• Melakukan kontrak terapi
• Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
• Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Sesi 2:
• Mengidentifikasi aspek positif pasien.
• Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri
Resiko • Mendorong pasien untuk menghargai diri sbg individu yang berharga
Bunuh Sesi 3:
Sesi 4:
• Membuat rencana masa depan yg realistis bersama pasien
• Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
• Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan y
Thank you