Anda di halaman 1dari 31

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

Dosen Pengampu: Ns. Indah Mawarti., S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh: Kelompok 1

1. Cika Oktavia G1B119001


2. Maolia Juniana G1B119004
3. Mutiara Prasani G1B119006
4. Wahyu Eka Saputri G1B119013
5. Fenni Dwi Ananda G1B119014
6. Rati Elvi Agustina G1B119015
7. Silvi Salsabila G1B119016
8. Rahadatul Mardiyah G1B119017
9. Elza Hilmy Fardiyah G1B119018
10. Eva Daya Nababan G1B119025

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AJARAN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
Makalah dengan judul Komunikasi Terapeutik pada Pasien Lansia. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas kuliah Komunikasi Keperawatan serta membantu
mengembangkan kemampuan pemahaman pembaca terhadap Komunikasi
Terapeutik pada pasien Lansia. Pemahaman tersebut dapat di pahami melalui
pendahuluan, pembahasan masalah, serta penarikkan garis kesimpulan dalam
makalah ini.

Makalah ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana sehingga dapat
membantu pembaca dalam memahami makalah ini. Dalam menyusun makalah
ini, kami banyak mendapatkan bantuan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu
melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dosen pembimbing Ibu Ns. Indah Mawarti., S.Kep., M.Kep.


2. Dosen Koordinator Mata Kuliah Komunikasi Keperawatan II Ibu Ns
Yusnilawati M.Kep.
3. Rekan-rekan yang telah banyak membantu serta yang telah memberikan
masukan-masukan dalam penyusunan makalah ini.

Didalam makalah ini dapat kami temukan informasi yang berguna untuk
mengetahui dan menambah wawasan masyarakat tentang Komunikasi Terapeutik
pada Pasien Lansia. Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis
membutuhkan kritik dan saran yang membangun.

Jambi, 10 November 2020

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………….………. 2

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. 3

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………..………. 5

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………. 5


1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………… 6
1.3 Tujuan Masalah ……………………………………………………………… 6
1.4 Manfaat Penulisan …………………………………………………………… 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA …………………………………...………… 8

2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ………………..………….. 8

2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik …………………………..…………… 8

2.1.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik ………………………….…………….… 8

2.1.3 Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ……………………………..….……. 8

2.1.4 Keterampilan Komunikasi terapeutik ………………………..……….…… 9

2.1.5 Prinsip Gerontologi Untuk Komunikasi ……………………..…………… 10

2.1.6 Karakteristik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ………………………. 13

2.1.7 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi …………..… 13

2.1.8 Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ………………………….…. 14

2.1.9 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan ………………..……. 16

2.1.10 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Berinteraksi Pada Lansia …...…. 17

2.1.11 Hambatan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia …………………….….. 18

2.2 Konsep Dasar Keperawatan Gerontik ………………………………...… 23

3
2.2.1 Pengertian Keperawatan Gerontik …………………………….…………. 23

2.2.2 Pengertian Lanjut Usia ……………………………………………...……. 23

2.2.3 Batasan Lanjut Usia ……………………………………………...………. 24

2.2.4 Tipe Lanju Usia ………………………………………………...………… 25

2.2.5 Teori Penuaan …………………………………………………………….. 25

2.2.6 Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia ………………….…………… 27

BAB III : PENUTUP …………………………………………….…………..... 29

4.1 Kesimpulan ………………………………………………………………… 29

4.2 Saran ……………………………………………………………….……….. 29

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 31

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan
meningkatkan kontrak dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah
sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang
melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu
berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu
merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya
dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap
pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk
menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada
kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang
berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering
sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001: 188).
Mengingat usia individu tidak dapat dielakkan terus bertambah dan
berlangsung konstan dari lahir sampai mati, sedangkan penuaan dalam
masyarakat tidak seperti itu, proporsi populasi lansia relatif meningat di
banding populasi usia muda. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia
(lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia. Jumlah lansia yang
kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau
sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di
Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan
Amerika Serikat. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada
pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan
tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi,
kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara
medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap

5
memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam
penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan
sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi,
perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007).
Seseorang yang mengalami kepikunan, mungkin mengalami kesulitan
untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain atau untuk mengatakan apa
yang pasien pikirkan dan inginkan. Hal ini sangat mengecewakan dan
membingungkan pasien dan pemberi asuhan. oleh karena itu, perawat perlu
menciptakan komunikasi yang mudah. (Wahjudi Nugroho, 2008)

1.2 Rumusan Masalah


Dari penjelasan diatas, dalam pembahasan makalah komunikasi
keperawatan ini, kita akan membahas tentang Komunikasi Terapeuik pada
lansia dan konsep dasar gerontik (lansia), baik itu dari segi definisi sampai
pada contoh-contohnya dan aspek-aspek yang terkait dengan materi tersebut
serta contoh kasus penerapan Komunikasi Terapeutik pada Lansia.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar kita sebagai
mahasiswa keperawatan dapat menerapkan Komunikasi Terapeutik
Pada Lansia. Sehingga kita dapat mengaplikasikannya dalam praktik
klinik ataupun di dunia kerja nanti.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan Konsep Komunikasi Terapeutik
pada Lansia
2. Mahasiswa dapat menjelaskan Konsep Dasar Keperawatan
Gerontik
3. Mahasiswa dapat menerapkan dan mempraktekan Komunikasi
Terapeutik pada Lansia

6
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah
pengetahuan Khususnya mengenai komunikasi terapeutik pada
lansia
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi bagi institusi Pendidikan khususnya Prodi Ilmu
Keperawatan Universitas Jambi

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik pada Lansia


2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar
menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina
hubungan intim terapeutik. Komunikasi dengan lansia harus
memperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan dalam situasi
individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat.
disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta
memperhatikan waktu yang tepat. (Stuart dan Sundeen, 2013)

2.1.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap
perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan
oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).

2.1.3 Komunikasi Terapeutik pada lansia


Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Komunikasi dengan lansia
adalah proses penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau
perawat kepada lanjut usia dan diperoleh tanggapan dari lanjut usia
sehingga diperoleh kesepakatan tentang isi pesan komunikasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan
sederhana. Sarana komunikasi meliputi panca indra manusia (mata,
mulut, tangandan jari) dan buatan manusia (TV, Radio, surat kabar).

8
Sikap penyampaian pesan harus dalam jarak dekat, suara jelas, tidak
terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek, wajah berseri-seri, sambil
menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada sedikit
membungkuk dan jempol tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan agar komunikasi berjalan lancar adalah
menguasai bahan atau pesan yang akan disampaikan, menguasai
bahasa setempat, tidak terburu-buru, memiliki keyakinan, bersuara
lembut, percaya diri, ramah, dan sopan. Lingkungan yang mendukung
komunikasi adalah suasana terbuka, akrab, santai, menjaga tetap
ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan lanjut usia.
(Wahjudi Nugroho, 2008)

2.1.4 Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi
terapeutik pada lanjut usia dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan
menjelaskan tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab
berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon
verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar
belakang sosikulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia
kesulitan dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan
memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara
langsung, duduk dan menyentuh pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda
kepribadian pasien dan distres yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan
dari komunikasi dan tindakan.

9
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan
mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru
dan asing bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman
mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang
sensitive, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan
penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga
pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.
Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku
merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan
keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala
pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin,
pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah, ini
menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi
kecemasan pada lansia. Pengkajian tingkah laku termasuk
mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi dan factor
presipitasi. Ketika terjadi perubahan perilaku ini sangat penting
untuk dianalisis.

2.1.5 Prinsip Gerontologis Untuk Komunikasi


Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Lanjut usia yang mengalami
penurunan daya ingat mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang
dikatakan orang lain. Hal ini sangat mengecewakan dan
membingungkan lansia dan perawat oleh karen itu, perlu diciptakan
komunikasi yang mudah antara lain :
1. Buat percakapan yang akrab.
a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya

10
b. Bicara langsung pada orang tersebut dan bertatap muka
langsung.
c. Sentuh lengannya agar ia terfokus pepada pembicaraan
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat.
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata, ganti dengan
kata lain yang mempunyai arti sama.
b. Ulangi apa yang telah dikatakan dan gunakan kata-kata yang
sama, gerak, nada yang sama pula.
4. Berkata yang tepat
a. Katakan, “ini buburmu”, bukan “sekarang waktu untuk
sarapan”
b. Katakan, “kakek, ini kacamatamu?”, bukan “kakek butuh ini?”
c. Hilangkan kata-kata “kamu masih ingat?”
5. Beri pilihan yang sederhana.
a. Ajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban “iya” atau
“tidak”.
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti “ apakah kakek mau
minum teh?”, bukan “apakah kakek mau minum sesuatu?”
6. Pakailah etiket, Tempelkan etiket pada barang-barang yang sering
dipakai, misalnya :
a. Gambar toilet pad pintu WC
b. Gambar kepala diguyur air gayung yang ditempel dipintu
kamar mandi
c. Gambar mangkuk sayur yang ditempel pada pintu lemari
makan.
7. Pakai isayarat, bukan kata-kata
a. Lambaikan tangan atau sentuh lengannya dengan lemah
lembut untuk memberi salam.

11
b. Senyum dan menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa
anda mengerti maksudnya
c. Memberi isyarat dengan lengan untuk mengajak ikut serta
dalam suatau kegiatan
d. Gunakan sentuhan apabila ia bingung.
e. Lihat dan dengarkan apakah ada “gelagat” dalam ingkah
lakunya karena ia sering mondar-mandir, berarti ia perlu
ketoilet.
f. Sadari bahasa tubuh atau ekspresi wajah, nada suara, dan sikap
badan anda karena klien mungkin tidak mengerti apa yang
anda katakan, tetapi ia akan mengerti tanda nonverbal.
8. Buat keputusan yang tepat
a. Berhenti berbicara dan dengarkan apa yang dikatakan klien
tersebut.
b. Ulangi apa yang anda dengar, misalnya “kamu sekarang lapar,
bukan ?”
c. Pikirkan apa yang sebenarnya dimaksud oleh orang tersebut
“saya ingin pulang kerumah” mungkin hal tersebut berarti ia
cemas dan butuh ketentraman hati.
d. Kenali nada dan kata-katanya.
e. Beri waktu pada untuk berfikir
f. Tawarkan bantuan walaupun anda tidak mengerti maksudnya.
9. Kurangi gangguan
a. Bercakap-cakap dalam suasana yang sepi, tenang, tanpa
gangguan kegiatan yang lain.
b. Dorong lansia untuk memakai kacamata dan alat pendengar
c. Berbincang-bincang sambil bertatap muka.
d. Dekati klien dari depan, jangan membuatnya kaget.

12
2.1.6 Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia
Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik
yaiu sebagi berikut (Arwani, 2003 : 54) :
1. Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa
diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non
verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk
mengkonsumsikan kondisi secara tepat
2. Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif
dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak
berlebihan
3. Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut,
sehingga pasien bisa mengekspresikan persaannya lebih
mendalam.

2.1.7 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan lanjut
usia antara lain:
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa di capai dan dikembangkan serta
penyakit yang dapat dicegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya
karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada
perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang

13
lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat
berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter
terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-
masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan
keterampilan berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan
diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien
maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam
hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama
ketika klien dalam keadaan sakit.

2.1.8 Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada
lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia,
petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik
khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara
lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami
pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk
mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar
maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan
sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan
yang terapeutik dengan klien lansia.

14
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi
pada klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien.
Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau
klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan
mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat
ini, ‘apa yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak
menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas
kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten
terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di
inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud
pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien
lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan
untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik
maupun psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative
menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga
kesetabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan,
senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien
lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya.
Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi
dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi
dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan
jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat

15
merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi
motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan
menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat
melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering
proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi
dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar
maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama
oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan
tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa
yang saya sampaikan tadi?.
f. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya
mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan
kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar
dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun
dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan
menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas
kesehatan.

2.1.9 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan


Menurut Wahjudi Nugroho (2008), Penolakan adalah ungkapan
ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap
pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian
nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan
reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada

16
dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami
kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak
menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi
klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
2) Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu
tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh
tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
3) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
4) Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses
penerimaan klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta
upaya untuk memandirikan klien.
5) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
6) Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas
kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan
mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik
dan tepat.

2.1.10 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia


a. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila
sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil
panggilan kesukaannya.
b. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
c. Pertahankan kontak mata dengan pasien
d. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan
adalah kunci komunikasi efektif
e. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak,
menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana.
g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien

17
h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
k. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan
beri penerangan yang cukup saat berinteraksi.
l. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan.
Lengan, atau bahu.
m. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

2.1.11 Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia


1) Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan
penglihatan yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan
adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan
bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun
mengalami pengurangan pendengaran yang mempengaruhi
komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi
mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik
meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006).
Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran
yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan
dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi
adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien
diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take
the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan
mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda
berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)”
(Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al., 2007). Gangguan visual
yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil;
lensa mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan
warna dengan panjang gelombang pendek seperti lavender, biru,

18
dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan
dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia
mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman
penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma,
komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua
berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang
buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup
untuk jarak tertentu (Crews & Campbell, 2004). Bagi mereka
yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya
yang terganggu (Chia et al., 2006).

2) Pasien dengan Demensia


Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki
lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya
menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi
akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang
(Hingle & Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat
berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan
pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh
anggota keluarga atau perawat nonformal lain (Vieder et
al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk
merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang
merupakan informal caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien
lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila
melibatkan caregiver (Roter, 2000). Ada banyak tingkatan
demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien
pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan
kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-
kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan
“anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan

19
jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri
(Orange & Ryan, 2000). Demensia memiliki efek yang
merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien.
Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan
mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi.
Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang
sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik
tertentu (Miller, 2008).

3) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver


Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah
adanya orang ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau
caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga
kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat
mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung, peserta
pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver
menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai
prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan
kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu dengan
nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien
lanjut usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi antara
dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam
perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ; Wolff & Roter,
2008). Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien
lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar
didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al., 2004).
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia :

20
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien
lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap
nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan
prilaku-prilaku di bawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan
bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam
perkataan maupun tindakan.
2. Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga
hubungan baik dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal
yang wajar seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien
namun sebagai tenaga kesehatan yang professional perawat
di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu
adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan
agar komunikasi berjalan dengan efektif antara lain :

21
1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek
pendengaran klien
2) Keraskan suara anda jika perlu
3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara.
Pandanglah dia agar dia dapat melihat mulut anda.
4) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk
komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan
auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan
komunikasi, ingat kelemahannya. Jangan
menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil
bahwa klien tidak kooperatif.
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara
yang sama dengan orang yang tidak mengalami
gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner
yang tugasnya memfasilitasi klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap
matanya gunakan kalimat pendek dengan bahasa
yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan
anda, misalnya ketika melaporkan hasil tes yang di
inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan
ekspresi, postur dan nada suara anda yang
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria
atau tertawa secukupnya).
10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari
pembicaraan tersebut.

22
11) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan anda.
12) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya
secara langsung, tahan keinginan anda
menyelesaikan kalimat.
13) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan
sulit mendengarkanya.
14) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat
ruangan bersama anda. Orang ini biasanya paling
akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.

2.2 Konsep Dasar Keperawatan Gerontik


2.2.1 Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan
pengkajian kesahatan dan status fungsional, perencanaan,
implementasi, serta evaluasi. (Lueckerotte, 2000) Keperawatan
geriatri adalah praktik perawatan yang berkaitan dengan penyakit
pada proses menua (Lueckerotte, 2000). Keperawatan gerontik adalah
suatu bentuk pelayanan keperawatan yang profesional dengan
menggunakan ilmu dan kiat keperawatan gerontik, mencangkup bio
psikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang yang telah berusia
>60 tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit. Tujuan
keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan fungsi tubuh serta membantu lansia menghadapi
kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik
keperawatan gerontik.

2.2.2 Pengertian Lanjut Usia

23
Menurut Setyonegoro (1984), menggolongkan bahwa yang
disebut lanjut usia (geriatric age) adalah orang yang berusia lebih dari
65 tahun. Selanjutnya terbagi dalam tiga usia 70-75 tahun (young old),
75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun (very old).

2.2.3 Batasan Lanjut Usia


Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan
umur.
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi:
1) Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45
sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74
tahun.
3) Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90
tahun.
4) Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90
tahun.
b. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai
berikut:
1) Pralansia (prasenilis)
2) Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
3) Lansia
4) Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
5) Lansia risiko tinggi
6) Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan
(Depkes RI, 2003).
7) Lansia potensial
8) Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau
kegiatan yang dapat menghasilkan

24
9) Lansia tidak potensial
10) Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,
2003).

2.2.4 Tipe Lanjut Usia


Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan
ekonominya ( Wahjudi Nugroho, 2000).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi
undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik
dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif,
tipe dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe

25
militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat
kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci
pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat dari tingkat
kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para
lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia
mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung
keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung,
lansia dengan bantuan badan sosial, lansia di panti werda, lansia
yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

2.2.5 Teori Penuaan


Teori-teori tentang penuaan sudah banyak dikemukakan, namun
tidak semuanya bisa diterima. Teori-teori itu dapat digolongkan
menjadi dua kelompok, yaitu kelompok teori biologis dan kelompok
teori psikososial. (Wahjudi Nugroho, 2008)
Tabel Teori-Teori Penuaan
Teori Biologis Tingkat Perubahan
Genetika Gen yang diwariskan & dampak lingkungan
Dipakai dan rusak
Kerusakan oleh radikal bebas
(Wear and Tear)
Meningkatnya pajanan terhadap hal-hal yang
Lingkungan
berbahaya
Imunitas Integritas sistem tubuh untuk melawan kembali
Neuroendokrin Kelebihan atau kurangnya produksi hormon
Teori Psikologis Tingkat Proses
Kepribadian Introvert lawan ekstrovert
Tugas Perkembangan Maturasi sepanjang rentang kehidupan
Disengagment Antisipasi menarik diri
Aktivitas Membantu mengembangkan usaha

26
Kontinuitas Pengembangan individualitas

2.2.6 Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua.
Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan
makin bertambahnya umur. Menurut Wahjudi Nugroho (2008)
perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:

Perubahan Biologis
1) Perubahan Sistem Persyarafan
Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan
bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat
berkurangnya sel syaraf yang tidak bisa diganti. Terjadi penurunan
sintesis dan neuro transmitter utama. Impuls saraf dihantarkan
lebih lambat, sehingga lansia memerlukan waktu yang lebih lama
untukmerespons dan bereaksi. Respon menjadi lambat dan
hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-
20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya
syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu,
ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap
sentuhan. Waktu reaksi yang lama menyebabkan lansia beresiko
mengalami kecelakaan dan cedera. Kehilangan kesadaran atau
pingsan dapat terjadi bila orang tersebut berdiri terlalu cepat dari
posisi berbaring atau duduk. Perawat harus menasehati orang
tersebut untuk menunggu waktu merespons terhadap rangsang dan
bergerak lebih pelan. Kebingungan yang terjadi tiba-tiba mungkin
merupakan gejala awal infeksi atau perubahan kondisi fisik
(pneumonia, infeksi saluran kencing, interaksi obat, dehidrasi dan
lainnya).
2) Perubahan Penglihatan

27
Karena sel-sel baru terbentuk di permukaan luar lensa mata,
maka sel tengah yang tus akan menumpuk dan menjadi kuning,
kaku, padat dan berkabut. Jadi, bagian luar lensa yang masih
elastic untuk berubah bentuk (akomodasi) dan berfokus pada jarak
jauh dan dekat. Lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan gelap dan terang dan
memerlukan sinar yang lebih terang untuk melihat benda yang
sangat dekat. Meskipun kondisi visual patologis bukan merupakan
bagian penuaan normal, namun terjadi peninekatan penyakit mata
pada lansia. Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata,
lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil
timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
3) Perubahan Pendengaran
Kehilangan kemampuan untuk mendengar nada
berfrekuensi tinggi terjadi pada usia pertengahan. Ini disebabkan
karena perubahan telinga dalam yang irreversible. Lansia sering
tidak mampu mengikuti percakapan karena nada konsonan
frekuensi tinggi (huruf f, s, th, ch, sh, b, t, p) semuanya terdengar
sama. Ketidakmampuan berkomunikasi, membuat mereka terasa
terisolasi dari menarik diri dari pergaulan social. Bila dicurigai ada
gangguan pendengaran, maka harus dilakukan kajian telinga dan
pendengaran. Hilangnya atau turunnya daya pendengaran,
terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas,
sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65
tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia berespons tidak
sesuai dengan yang diharapkan, tidak memahamin percakapan,
dan menghindari interaksi social. Perilaku ini sering
disalahkaprahkan sebagai kebingungan atau “senile”.

28
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik psikologi, emosi, dan social yang
mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
telinga menghalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
terhadap suara. Komunikasi yang biasa dilakukan lansia bukan hanya sebatas
tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman, tetapi juga
hubungan intim yang terapeutik. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk
mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien serta mengidentifikasi. mengungkap perasaan
dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.
Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia
dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan
kesehatan untuk orang tua tidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan
biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan
melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang efektif antara
perawat – pasien lanjut usia :
1) Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya,
yang akan memungkinkan perawat memberikan pelayanan sesuai
dengan masalah dan kebutuhan pasien lansia.
2) Instruksi dan saran perawat akan lebih mungkin untuk ditaati.

4.2 Saran

29
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi komunikasi terapeutik
pada lansia agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan
lancar dan Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat
banyak sekali kesalahan. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini
menjadi lebih sempurna.

30
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.


Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta : EGC.
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older
patients and
their physicians. Clin Geriatr Med
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older
patients. Clin Interv Aging
Kushariyadi. 2010. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba
Medika
Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC
Arwani. 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

31

Anda mungkin juga menyukai