Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KOMUNIKASI LANSIA

Oleh :
KELOMPOK 5

1. COKORDA AGUNG CANDRA BERATHA (193223108)


2. I MADE DIRGA WAHYUDI (193223120)
3. NI KETUT DIAH APRIANI (193223136)
4. NI LUH GEDE ANTARI PAWITRI (193223137)
5. NI PUTU ERNA SUSANTI (193223147)
6. NI PUTU NOPINDRAWATI (193223149)
7. NI WAYAN NOVIA KRISTINA (193223151)
8. NI WAYAN PURWANINGSIH (193223152)
9. PANDE MADE BAYU W. (193223158)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA BALI

TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya
Makalah dengan judul Komunikasi pada Lansia. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
kuliah Komunikasi Keperawatan serta membantu mengembangkan kemampuan pemahaman
pembaca terhadap Komunikasi Terapeutik pada pasien Lansia.

Dalam menyusun makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan bimbingan dari
berbagai pihak, untuk itu melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
Dosen Mata Kuliah Keperawatan Gerontik serta rekan-rekan yang telah banyak membantu
dan yang telah memberikan masukan-masukan dalam penyusunan makalah ini.

Didalam makalah ini dapat kami temukan informasi yang berguna untuk mengetahui
dan menambah wawasan masyarakat tentang Komunikasi Terapeutik pada Pasien Lansia.
Makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis membutuhkan kritik dan saran
yang membangun.

Jakarta, 25 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah ...........................................................................................................2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Komunikasi Pada Lansia ......................................................................................3
2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ...........................................................................3
2.1.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik ...............................................................................3
2.1.3 Komunikasi Terapeutik Pada Lansia .........................................................................3
2.1.4 Keterampilan Komunikasi Pada Lansia .....................................................................4
2.1.5 Prinsip Gerontologi dalam Komunikasi ...................................................................5
2.1.6 Karakteristik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia....................................................7
2.1.7 Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi .....................................7
2.1.8 Teknik Komunikasi Pada Lansia ...............................................................................8
2.1.9 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan .................................................10
2.1.10 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Berinteraksi Pada Lansia ..........................10
2.1.11 Masalah dan Hambatan Komunikasi Pada Lansia ..................................................11
BAB III : PENUTUP
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................16
3.2 Saran ............................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku
dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan
lingkungan sekitarnya. Komunikasi merupakan suatu elemen dasar dari interaksi manusia
yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan
kontrak dengan orang lain. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan,
perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang
jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata
sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan
pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien
dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001: 188).
Saat ini proporsi populasi lansia relatif meningkat di banding populasi usia muda.
Jumlah lansia yang kini akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37
persen dari jumlah penduduk. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada
pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga
tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis
pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah
cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai
bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini
akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku
emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007).
Seseorang mungkin mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang
lain atau untuk mengatakan apa yang pasien pikirkan dan inginkan saat mengalami
kepikunan. Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan pasien dan pemberi
asuhan. oleh karena itu, perawat perlu menciptakan komunikasi yang mudah. (Wahjudi
Nugroho, 2008)

2.2 Rumusan Masalah


Dari penjelasan diatas, dalam pembahasan makalah komunikasi keperawatan ini, akan
membahas tentang komunikasi pada lansia, baik itu dari segi konsep komunikasi pada
lansia dalam kelompok dan dalam keluarga maupun masalah –masalah maupun
hambatan yang umum terjadi dalam berkomunikasi dengan lansia
1
2.3 Tujuan Penulisan
2.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar sebagai mahasiswa
keperawatan dapat menerapkan Komunikasi Pada Lansia sehingga dapat
mengaplikasikannya dalam praktik.
2.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan Konsep Komunikasi pada Lansia dalam
kelompok maupun dalam keluarga
2. Mahasiswa dapat menjelaskan masalah –masalah maupun hambatan yang
umum terjadi dalam berkomunikasi dengan lansia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik pada Lansia


2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah hubungan
kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik. Komunikasi dengan
lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan dalam situasi
individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping
itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat.
(Stuart dan Sundeen, 2013)

2.2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat
dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan
evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).

2.2.3 Komunikasi Terapeutik pada lansia


Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Komunikasi dengan lansia adalah
proses penyampaian pesan atau gagasan dari petugas atau perawat kepada lanjut
usia dan diperoleh tanggapan dari lanjut usia sehingga diperoleh kesepakatan
tentang isi pesan komunikasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap dan sederhana.
Sarana komunikasi meliputi panca indra manusia (mata, mulut, tangandan jari)
dan buatan manusia (TV, Radio, surat kabar). Sikap penyampaian pesan harus
dalam jarak dekat, suara jelas, tidak terlalu cepat, menggunakan kalimat pendek,
wajah berseri-seri, sambil menatap lansia, sabar, telaten, tidak terburu-buru, dada
sedikit membungkuk dan jempol tangan bersikap mempersilahkan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan agar komunikasi berjalan lancar adalah menguasai bahan atau
3
pesan yang akan disampaikan, menguasai bahasa setempat, tidak terburu-buru,
memiliki keyakinan, bersuara lembut, percaya diri, ramah, dan sopan.
Lingkungan yang mendukung komunikasi adalah suasana terbuka, akrab, santai,
menjaga tetap ramah, posisi menghormati, dan memahai keadaan lanjut usia.
(Wahjudi Nugroho, 2008)

2.2.4 Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia


Menurut Lilik Ma’arifatul Azizah (2011) Keterampilan komunikasi terapeutik
pada lanjut usia dapat meliputi :
1. Perawat membuka wawancara dengan memerkenalkan diri dan menjelaskan
tujuan dan lama wawancara.
2. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
3. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosikulturalnya.
4. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan
dalam berfikir abstrak.
5. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan
respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh
pasien.
6. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien
dan distres yang ada.
7. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari
komunikasi dan tindakan.
8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
9. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing
bagi pasien.
10. Lingkungan harus dibuat nyaman, kursi harus dibuat senyaman mungkin.
11. Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitive,
suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
12. Perawat harus mengkonsultasi hasil wawancara kepada keluarga pasien.
13. Memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara.

4
Respon perilaku juga harus diperhatikan, karena perilaku merupakan
dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia.
Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik
dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi
lingkungan rumah, ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat
mengurangi kecemasan pada lansia. Pengkajian tingkah laku termasuk
mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi dan factor presipitasi.
Ketika terjadi perubahan perilaku ini sangat penting untuk dianalisis.

2.2.5 Prinsip Gerontologis Untuk Komunikasi


Menurut Wahjudi Nugroho (2008) Lanjut usia yang mengalami penurunan
daya ingat mengalami kesulitan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain.
Hal ini sangat mengecewakan dan membingungkan lansia dan perawat oleh karen
itu, perlu diciptakan komunikasi yang mudah antara lain :
1. Buat percakapan yang akrab.
a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsung pada orang tersebut dan bertatap muka langsung.
c. Sentuh lengannya agar ia terfokus pepada pembicaraan
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat.
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata, ganti dengan kata lain
yang mempunyai arti sama.
b. Ulangi apa yang telah dikatakan dan gunakan kata-kata yang sama, gerak,
nada yang sama pula.
4. Berkata yang tepat
a. Katakan, “ini buburmu”, bukan “sekarang waktu untuk sarapan”
b. Katakan, “kakek, ini kacamatamu?”, bukan “kakek butuh ini?”
c. Hilangkan kata-kata “kamu masih ingat?”
5. Beri pilihan yang sederhana.
a. Ajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban “iya” atau “tidak”.
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti “ apakah kakek mau minum
teh?”, bukan “apakah kakek mau minum sesuatu?”
5
6. Pakailah etiket, Tempelkan etiket pada barang-barang yang sering dipakai,
misalnya :
a. Gambar toilet pada pintu WC
b. Gambar kepala diguyur air gayung yang ditempel dipintu kamar mandi
c. Gambar mangkuk sayur yang ditempel pada pintu lemari makan.
7. Pakai isayarat, bukan kata-kata
a. Lambaikan tangan atau sentuh lengannya dengan lemah lembut untuk
memberi salam.
b. Senyum dan menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa anda
mengerti maksudnya
c. Memberi isyarat dengan lengan untuk mengajak ikut serta dalam suatau
kegiatan
d. Gunakan sentuhan apabila ia bingung.
e. Lihat dan dengarkan apakah ada “gelagat” dalam ingkah lakunya karena
ia sering mondar-mandir, berarti ia perlu ketoilet.
f. Sadari bahasa tubuh atau ekspresi wajah, nada suara, dan sikap badan
anda karena klien mungkin tidak mengerti apa yang anda katakan, tetapi
ia akan mengerti tanda nonverbal.
8. Buat keputusan yang tepat
a. Berhenti berbicara dan dengarkan apa yang dikatakan klien tersebut.
b. Ulangi apa yang anda dengar, misalnya “kamu sekarang lapar, bukan ?”
c. Pikirkan apa yang sebenarnya dimaksud oleh orang tersebut “saya ingin
pulang kerumah” mungkin hal tersebut berarti ia cemas dan butuh
ketentraman hati.
d. Kenali nada dan kata-katanya.
e. Beri waktu pada untuk berfikir
f. Tawarkan bantuan walaupun anda tidak mengerti maksudnya.
9. Kurangi gangguan
a. Bercakap-cakap dalam suasana yang sepi, tenang, tanpa gangguan
kegiatan yang lain.
b. Dorong lansia untuk memakai kacamata dan alat pendengar
c. Berbincang-bincang sambil bertatap muka.
d. Dekati klien dari depan, jangan membuatnya kaget.

6
2.2.6 Karakteristik komunikasi terapeutik pada lansia
Ada 3 hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaiu sebagi
berikut (Arwani, 2003 : 54) :
1. Ikhlas (genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien harus bisa diterima dan
pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan
bantuan kepada pasien untuk mengkonsumsikan kondisi secara tepat
2. Empati (Emphaty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi klien. Objektif dalam
memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan
3. Hangat (warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat
memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien
bisa mengekspresikan persaannya lebih mendalam.

2.2.7 Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Konteks Komunikasi


Menurut Lilik Ma’rifatul Azizah (2011) pendekatan perawatan lanjut usia antara
lain:
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian,
yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
di capai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah
progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di
carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan
prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat,
supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung
masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan social

7
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan
berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok
merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi
dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam
keadaan sakit.

2.2.8 Teknik Komunikasi Pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain
pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau 
perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di
lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara
dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk
menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat
mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun
hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya
dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini,
‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan
menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus

8
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat
hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan
karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin
tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun
psikis secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia,
misalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengagukan kepala ketika lansia
mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia
sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di
harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan
kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun
moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien
karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas
kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau
mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya,
untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya dan bila diperlukan kami dapat
membantu’.
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali
perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima
dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya
sampaikan tadi? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa
yang saya sampaikan tadi?.
f. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami
perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan
9
perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat
menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di
lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung
emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan
petugas kesehatan.

2.2.9 Teknik Komunikasi Lansia Pada Reaksi Penolakan


Menurut Wahjudi Nugroho (2008), Penolakan adalah ungkapan
ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran,
keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu
yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin
komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi
yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia
dengan reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
2) Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu.
Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan
klien, orang lain serta lingkunganya.
3) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
4) Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien
terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan
klien.
5) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
6) Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan
memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana /
tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat.

2.2.10 Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia


a. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila
sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan
kesukaannya.
b. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien

10
c. Pertahankan kontak mata dengan pasien
d. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah
kunci komunikasi efektif
e. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
f. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa
dan kalimat yang sederhana.
g. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
h. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
i. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
j. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
k. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri
penerangan yang cukup saat berinteraksi.
l. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau
bahu.
m. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

2.2.11 Hambatan Komunikasi Terapeutik pada Lansia


1) Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan
yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam
berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu
berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang
mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006).
Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik
meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006). Aging/penuaan
mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai
presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi.
Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada
pemahaman pasien diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata
“Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan
mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake
the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ;
Ross et al., 2007). Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi
reduksi diameter pupil; lensa mata menguning, yang mempersulit untuk
11
membedakan warna dengan panjang gelombang pendek seperti lavender,
biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang
diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata
yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular,
glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua
berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk, dan
22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu
(Crews & Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30%
melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).

2) Pasien dengan Demensia


Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang
5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa
bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali lipat
pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai
akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien
demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh
anggota keluarga atau perawat nonformal lain (Vieder et al.,2002). (istilah
caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap orang yang
menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver). Penilaian dan
pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu
bila melibatkan caregiver (Roter, 2000). Ada banyak tingkatan demensia,
yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal
sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan,
pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti
“hal ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat
menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam
diri (Orange & Ryan, 2000). Demensia memiliki efek yang merugikan pada
penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien. Sebagian besar pasien
mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat
kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang
konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu
topik tertentu (Miller, 2008).

12
3) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang
ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya
yang hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000).
Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran, termasuk
pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus,
caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai
prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan
lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas
kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi,
dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu
memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi
keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et al., 2005 ;
Wolff & Roter, 2008). Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan
pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar
didapatkan hasil terbaik bagi keduanya (Griffith et al., 2004).
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia :
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan
terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap nonasertif.
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-
prilaku di bawah ini:
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri sendiri
5) Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan
maupun tindakan.
2. Non asertif
Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
1) Menarik diri bila di ajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
13
4) Tidak berani mengungkap keyakinaan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar
seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga
kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu mengatasi
hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik atau tips-tips tertentu
yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif antara
lain :
1) Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
2) Keraskan suara anda jika perlu
3) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar
dia dapat melihat mulut anda.
4) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi
yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya
pencahayaan yang cukup.
5) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi
merupakan hasil bahwa klien tidak kooperatif.
6) Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama
dengan orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya
bertindaklah sebagai partner yang tugasnya memfasilitasi klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pemahamannya.
7) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan
kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
8) Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
9) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya
ketika melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang
menyatakan bahwa berita tersebut adalah bagus seharusnya di
buktikan dengan ekspresi, postur dan nada suara anda yang

14
menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau tertawa
secukupnya).
10) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
11) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan anda.
12) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung,
tahan keinginan anda menyelesaikan kalimat.
13) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkanya.
14) Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
15) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama
anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien
dan dapat membantu proses komunikasi.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Saat berkomunikasi dengan lansia, perawat harus waspada terhadap perubahan fisik
psikologi, emosi, dan social yang mempengaruhi pola komunikasi. Komunikasi yang
biasa dilakukan lansia bukan hanya sebatas tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman, tetapi juga hubungan yang terapeutik. Manfaat komunikasi terapeutik adalah
untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien serta mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji
masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat. Teknik komunikasi yang
baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan caregiver-nya. Bukti
mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang tua tidak hanya
tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan
perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Dengan komunikasi yang
efektif antara perawat – pasien lanjut usia :
1) Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akan
memungkinkan perawat memberikan pelayanan sesuai dengan masalah dan
kebutuhan pasien lansia.
2) Instruksi dan saran perawat akan lebih mungkin untuk ditaati.

3.2 Saran
Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi komunikasi terapeutik pada lansia
agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar dan Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak sekali kesalahan. Besar
harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.


Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta : EGC.
Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and
                their physicians. Clin Geriatr Med
William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older
patients. Clin Interv Aging
Kushariyadi. 2010. Asuhan keperawatan pada klien lanjut usia. Jakarta : Salemba Medika
Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC
Arwani. 2003. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta : EGC

17

Anda mungkin juga menyukai