Anda di halaman 1dari 13

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA SASARAN LANSIA

Dosen :

OLEH :

Kelompok 9B

Josua Fransiskus Sirait (032017067)

Kristiani Sihotang (032017079)

Felisita Adine (032017095)

Hot Retta Sinaga (032017100)


STIkes SANTA ELISABETH MEDAN
T.A 2020/2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasih
karuniaNya yang telah diberikanNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami ini.
Materi yang kami bahas dalam diskusi ini adalah “(Komunikasi Terapeutik Pada Sasaran
Lansia)”. Makalah yang kami susun ini terambil dari beberapa referensi, baik dari jurnal yang
berhubungan mata kuliah, internet, dan buku-buku yang berkaitan dengan materi ini.

Dalam Penyusunan makalah ini, kami banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Namun,
berkat bimbingan dan motivasi moril dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat kami
selesaikan. Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankanlah kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman sekelompok.
Dalam menyelesaikan makalah ini, kami menyadari sepenuhnnya banyak sekali
kekurangan dan kelemahan dalam pembuatan makalah. Maka kami sangat membutuhkan
kerjasama dengan memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya dan bagi tenaga
keperawatan khususnya.

Medan, September 2020

Kelompok 9B
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………..…….......i
Daftar Isi………………………………………………………………………..….ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………….…..1


1.2 Tujuan…………………………………………………………….…...2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 ……………………………………………….…...............6

2.2 ……………………………………………….…..........6

2.3 ……………………………………….....8

2.4 …………………………………………….......9

2.5 ……………………………………........9

2.6 ……………………………………………….…..................12

2.7 ……………………………………………….….......................14

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………….........……………………...15

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk lanjut usia berbagai masalah klinis
pada pasien lanjut usia akan menjadi semakin sering dijumpai di praktek klinis. Jumlah
penduduk di Indonesia menurut data Perserikatan Bangsa Bangsa, Indonesia diperkirakan
mengalami peningkatan jumlah warga lanjut usia yang tertinggi di dunia, yaitu 414 %, hanya
dalam waktu 35 tahun (1990-2025), sedangkan di tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk
lanjut usia akan mencapai 25,5 juta. Menurut Lembaga Demografi Universitas Indonesia,
persentase jumlah penduduk berusia lanjut tahun 1985 adalah 3,4 % dari total penduduk, tahun
1990 meningkat menjadi 5,8 % dan di tahun 2000 mencapai 7,4 %,, seperti terlihat pada tabel 1.
(Czeresna, 2006). Dokter yang berpraktek perlu memahami kebutuhan yang unik pada populasi
pasien lanjut usia ini sehingga mereka akan lebih siap berkomunikasi secara efektif selama
kunjungan pasien lanjut usia tersebut (Hingle & Sherry, 2009).

Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya
bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap
keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan
secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan
komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan
kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan
kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William
et al., 2007).

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui Konsep Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertiaan Komunikasi Terapeutik

Prasanti (2017) komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara


sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Dalam dunia kesehatan,
banyak kegiatan komunikasi terapeutik yang terjadi. Menurut Heri Purwanto, komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan, kegiatannya
difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah
pada tujuan untuk penyembuhan pasien (dalam Mundakir, 2006). Komunikasi terapeutik
meningkatkan pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif di antara
perawat dengan klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik mempunyai tujuan
untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam asuhan keperawatan.

Komunikasi Terapeutik Indrawati (2003) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik


adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan
tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim
terapeutik. Komunikasi dengan lansia harus memperhatikan faktor fisik, psikologi, lingkungan
dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu
juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat. (Stuart dan Sundeen,
2013)

2.2 Manfaat Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah uuntuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap
perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati,
2003 : 50).

2.3 Hal – Hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi dengan lansia

1. Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak” “ibu” kecuali apabila sebelumnya pasien
telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata dengan pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif
5. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat
yang sederhana.
7. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10. Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11. Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang
cukup saat berinteraksi.
12. Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

2.4 Hambatan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

1. Pasien dengan Defisit Sensorik


Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait
dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian
mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami
pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ;
Mitchell, 2006). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik
meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006). Aging/penuaan mengakibatkan
penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama
berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara
konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata. Gangguan
visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata
menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang
pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang
mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipergang diberbagai jarak.
Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman
penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada
diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan
penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk
jarak tertentu (Crews & Campbell, 2004).
2. Pasien dengan Demensia
Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat
membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000). Ada banyak tingkatan demensia,
yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering
mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak
menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan
“anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat
dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan, 2000). Demensia memiliki efek
yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien. Sebagian besar pasien
mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru
terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan
sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).

3) Pasien yang Ditemani oleh Caregiver


Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga,
dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya
pada sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat
mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada
sebagian besar kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai
sebagai prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut
usia. Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas
rumah tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia,
caregiver membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta
mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri (Clayman et al.,
2005 ; Wolff & Roter, 2008). Juga merupakan hal penting untuk memperlakukan pasien
lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver-nya agar didapatkan hasil terbaik
bagi keduanya (Griffith et al., 2004).
Hambatan Berkomunikasi Dengan Lansia : Proses komunikasi antara petugas
kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap
nonasertif.
1) Agresif Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan
prilakuprilaku di bawah ini:
a. Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
b. Meremehkan orang lain
c. Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d. Menonjolkan diri sendiri
e. Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun
tindakan.
2. Non asertif Tanda-tanda dari non asertif ini antara lain :
a. Menarik diri bila di ajak berbicara
b. Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c. Merasa tidak berdaya
d. Tidak berani mengungkap keyakinaan
e. Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f. Tampil diam (pasif)
g. Mengikuti kehendak orang lain
h. Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang
lain.

2.5 Pendekatan untuk berkomunikasi pada lansia


1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, orang lain. Dalam
pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial antara lanjut usia dan lanjut
usia maupun lanjut usia dan perawat sendiri. Para lanjut usia perlu dirangsang untuk
mengetahui dunia luar, seperti menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan
surat kabar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah
pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan
para pasien lanjut usia.
Perawatan fisik secara umum bagi pasien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian,
yakni pasien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu melakukan
sendiri; pasien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan pasien
lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan
perorangan untuk mempertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan (personal
hygiene) sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila keberihan kurang mendapat perhatian.

2. Pendekatan Psikis
Perawat harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap
segala sesuatu yang asing, dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki
kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat
harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik, dan service. Bila
perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap, perawat harus dapat
mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang
dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini
mereka dapat merasa puas dan bahagia.

3. Pendekatan Sosial
Mengadakan diskusi, tukar 211 Fitria Ayuningtyas dkk, Komunikasi Terapeutik
pada Lansia di Graha Werdha... pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Pendekatan
sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah
makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat
menciptakan hubungan sosial antara lanjut usia dan lanjut usia maupun lanjut usia dan
perawat sendiri. Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lajut
usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misalnya jalan pagi,
menonton film, atau hiburan-hiburan. Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui
dunia luar, seperti menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan surat kabar.
Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya
dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para pasien
lanjut usia.

4. Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya, terutama bila pasien lanjut usia dalam
keadaan sakit atau mendekati kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi
pasien lanjut usia yang menghadapi kematian, Dr. Tony Setyabudhi mengemukakan
bahwa maut seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh
berbagai macam faktor, seperti tidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa
sakit atau penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan untuk tidak kumpul lagi
dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.

2.6 Tahapan Komunikasi Terapeutik

Menurut Stuart dan Sudeen dalam Taufik (2010) menjelaskan bahwa dalam proses
komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap persiapan atau tahap pra-
interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja, tahap terminasi

1. Tahap pra-interaksi, pada tahap pra interaksi, perawat sebagai komunikator yang
melaksanakan komunikasi terapeutik mempersiapkan dirinya untuk bertemu dengan
lansia. Sebelum bertemu dengan lansia, perawat haruslah mengetahui beberapa informasi
mengenai pasien, baik berupa nama, umur, jenis kelamin, keluhan penyakit, dan
sebagainya. Apabila perawat telah dapat memersiapkan diri dengan baik sebelum
bertemu dengan pasien, maka ia akan bisa menyesuaikan cara yang paing tepat dalam
menyampaikan komunikasi terapeutik kepada lansia.
2. Tahap perkenalan atau tahap orientasi pada tahap ini antara perawat dengan lansia di
PSTW Budi Luhur Jambi mempunyai kualitas yang cukup baik dalam hal kehangatan
dan keterbukaan satu sama lain, seperti menceritakan tentang konsi keluarganya saat ini,
hobinya apa saja, cerita tentang masa mudanya, dan lain-lain
3. Tahap kerja atau sering disebut tahap lanjutan adalah tahap pengenalan lebih lanjutan
adalah tahap pengenalan lebih jauh. Secara psikologis komunikasi yang bersifat
terapeutik akan membuat lansia lebih nyaman. Berdasarkan observasi dilapangan penulis
melihat bahwa lansia yang telah dilakukan penyuluhan dengan pendekatan komunikasi
terapeutik lebih memahami materi yang disampaikan.
4. Tahap terminasi, pada tahap ini terjadi pengikatan anat pribadi yang lebih jauh. Pasien
lansia di tahapan ini merasa pada akhirnya “cukup dekat” dengan para perawat, bahkan
menganggap seperti keluarga sendiri.
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang wajar seiring
dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai tenaga kesehatan yang
professional perawat di tuntut mampu mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu
adanya teknik atau tips-tips tertentu yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan
dengan efektif antara lain :
a. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b. Keraskan suara anda jika perlu
c. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia agar dia dapat
melihat mulut anda.
d. Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik.
Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan yang
cukup.
e. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat kelemahannya.
Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan hasil bahwa klien
tidak kooperatif
f. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan orang
yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai partner
yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan
pemahamannya.
g. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya gunakan kalimat
pendek dengan bahasa yang sederhana.
h. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual
i. Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang di inginkan, pesan yang menyatakan bahwa berita
tersebut adalah bagus seharusnya di buktikan dengan ekspresi, postur dan
nada suara anda yang menggembirakan (misalnya denagn senyum, ceria atau
tertawa secukupnya).
j. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan
anda.
l. Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara langsung, tahan
keinginan anda menyelesaikan kalimat.
m. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit mendengarkanya.
n. Arahkan ke suatu topic pada suatu saat.
o. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan bersama anda.
Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi klien dan dapat
membantu proses komunikasi.

2.7 Prinsip –Prinsip dalam Komunikasi Terapeutik


1. Komunikasi pada lansia memerlukan pendekatan khusus. Pengetahuan yang dianggapnya
benar tidak mudah digantikan dengan pengetahuan baru sehingga kepada orang lansia,
tidak dapat diajarkan sesuatu yang baru.
2. Dalam berkomunikasi dengan lansia diperlukan pengetahuan tentang sikap-sikap yang
khas pada lansia. Gunakan perasaan dan pikiran lansia, bekerja sama untuk
menyelesaikan masalah dan memberikan kesempatan pada lansia untuk mengungkapkan
pengalaman dan memberi tanggapan sendiri terhadap pengalaman tersebut.
3. Berkomunikasi dengan lansia memerlukan suasana yang saling hormat menghormati,
saling menghargai, saling percaya, dan saling terbuka.
4. Penyampaian pesan langsung tanpa perantara, saling memengaruhi dan dipengaruhi,
komunikasi secara timbal balik secara langsung, serta dilakukan secara
berkesinambungan, tidak statis, dan selalu dinamis.
5. Kesulitan dalam berkomunikasi pada lanjut usia disebabkan oleh berkurangnya fungsi
organ komunikasi dan perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia,
kemampuan belajar, daya memori, dan motivasi klien.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada


terhadap perubahan fisik psikologi, emosi, dan social yang mempengaruhi pola komunikasi.
Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga menghalangi proses pendengaran pada lansia
sehingga tidak toleran terhadap suara. Komunikasi yang biasa dilakukan lansia bukan hanya
sebatas tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman, tetapi juga hubungan intim
yang terapeutik. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien serta
mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang
dilakukan oleh perawat. Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut
usia dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk
orang tua tidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung
pada hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas, Fitria Dkk. 2017. Komunikasi Terapeutik Pada Lansia Di Graha Werdha Aussi
Kusuma Lestari, Depok . Jakarta As Dkk, Mediator, Vol 10 (2), Desember 2017, 201-215
Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik Dan Geriatrik. Jakarta: Egc.

Azizah, Lilik Ma’arifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu Stanley,
Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Ed 2. Jakarta : Egc.

Sarfika, Rika Dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 Komunikasi Terapeutik Dalam
Keperawatan. Universitas Andalas.

Faridah, Dkk. 2019. Komunikasi Terapeutik Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Luhur Jambi Faridah. Jurnal Abdimas Kesehatan (Jak) Vol 1,No.2, Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai