Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KOMUNIKASI KELOMPOK KELUARGA

DENGAN KELOMPOK LANSIA

Dosen Fasilitator : Dr.Ns. M. Maftuchul Huda, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kom

Disusun oleh :

1. Maheswari Kirana Putri 201701072


2. Mar’atu Sholikah 201701073
3. Markus Mete 201701074
4. Merry Puspa Rini 201701076
5. Muhammad Alif Febrianto 201701077
6. Muhammad Efendi 201701078
7. Muhammad Ulul Azmi 201701079
8. Nabilla Wahyu Illahi 201701080
9. Nafiatus Sa’diyah 201701081
10. Nincy Elzya F. 201701082

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADAKEDIRI
2020

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha penyayang dan maha
pengasih, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “MAKALAH KOMUNIKASI KELOMPOK
KELUARGA DENGAN KELOMPOK LANSIA”

Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas Keperawatan


Gerontik yang bertujuan untuk melatih mahasiswa menyusun makalah dengan
baik dan benar.

Dalam menyusun makalah ini, penulis telah dibantu oleh banyak pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih yang tulus kepada yang terhormat :

1. Dr.Ns. M. Maftuchul Huda, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kom selaku dosen


fasilitator,
2. Teman-teman yang telah memberikan bantuan,
3. Semua pihak yang telah memberikan bantuan sehingga makalh ini dapat
terselesaikan.

Sumbangan pikiran, saran, dan kritik yang membangun, sangat penulis


harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca.

Kediri, 20 Januari 2020

ii
Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3. Tujuan.....................................................................................................2
1.4. Manfaat...................................................................................................2

BAB II TINJAUAN MATERI

2.1. Komunikasi kelompok keluarga………………………………………


2.2. Ciri – ciri komunikasi terapeutik………………………………………
2.3. Karakteristik Lansia…………………………………………………….
2.4. Masalah umum pada Lansia...................................................................4
2.5. Perumusan Diagnosa…………………………………………………..
2.6. Perencanaan…………………………………………………………

BAB III PENUTUP

4.1. Kesimpulan............................................................................................30
4.2. Saran......................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan
komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk
social akan saling berkomunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain
dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara yang berbeda
pula. Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar
manusia.Interaksi manusia baik antara perorangan, kelompok maupun
organisasi tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi. Begitupun dalam
interaksi keluarga, baik antar pribadi anggota keluarga, orang tua dengan
anak maupun dengan keluarga yang lain sebagai perorangan , kelompok
maupun sebagai keluarga itu sendiri.

Komunikasi adalah suatu interaksi antara perawat dan pasien, perawat dan
profesional kesehatan lain, serta perawat dan komunitas. Proses interaksi
manusia terjadi melalui komunikasi verbal dan non verbal, tertulis dan tidak
tertulis, terencana dan tidak terencana. Agar perawat efektif dalam
berinteraksi, mereka harus memiliki ketrampilan komunikasi yang baik.
Mereka harus menyadari kata-kata dan bahasa tubuh yang mereka
sampaikan pada orang lain. Ketika perawat mengemban peran
kepemimpinan, mereka harus menjadi efektif, baik dalam ketrampilan
komunikasi verbal maupun komunikasi tertulis (Kathleen, 2007). Komunikasi
adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang
untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan
oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang
seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah.
Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah
laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang
lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang
terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan.
Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak
terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Komunikasi keluarga
adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan
cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya,
sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai

1
yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani
hidupnya ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika
sebuah pola komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan
mempengaruhi perkembangan anak.

Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus


waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang
memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan
umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada
pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi
proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara.

Angka kejadian lansia yang mengalami kesulitan mengungkapkan pikiran


secara verbal, seperti afasia, di dunia mencapai 38% dari lansia yang
mengalami gangguan cerebovaskular (Nadeau, Rothi, dan Crosson, 2000).
Hasil penelitian ASEAN Neurological Association dalam Yayasan Stroke
Indonesia (2012) di tujuh negara ASEAN menunjukkan 15% dari penderita
stroke mengalami gangguan neuropsikologi ini. Selain itu, jumlah penderita
stroke di tiga rumah sakit Jakarta, yaitu RSCM, RS Fatmawati, dan RS
Persahabatan rata-rata 200 orang per bulan, sekitar 12 hingga 15% dari
jumlah tersebut mengalami afasia (Said, 2011).

Klien dapat merasakan puas ataupun tidak puas apabila klien sudah
mendapatkan pelayanan kesehatan yang diberikan petugas, baik yang
bersifat fisik, kenyamanan dan keamanan serta komunikasi terapeutik yang
baik. Data hasil lanjut usia yang tidak puas dengan komunikasi terapeutik
perawat pada tahap oreintasi (19,4%), tahap kerja (35,2%), dan tahap
terminasi (42,6%), untuk data kepuasan terhadap pelayanan keperawatan
lanjut usia yang tidak puas sebanyak (33,3%). Darmawan, (2010). Perawat
yang memiliki keterampilan dalam melakukan komunikasi terapeutik tentu
saja bisa mencegah terjadinya kesalapahaman antara klien hal ini tentu saja
menjalin hubungan baik dengan klien. Komunikasi terapeutik sangat penting
diterapkan oleh perawat pada lanjut usia terutama yang tinggal di panti
sosial, karena mereka harus memerlukan pelayanan yang maksimal.

Word Health Organization WHO (2010) mencatat bahwa dari tahun 2000
sampai 2050, populasi penduduk dunia yang berusia 60 tahun ke atas lansia
akan menjadi lebih dari tiga kali lipat. Dan diperkirakan, pada tahun 2050,
sekitar 80% orang tua akan hidup di negara-negara berkembang. Sehingga,
di tahun 2050, kita akan benar-benar melihat begitu banyak lansia yang
justru hidup di perkotaan negara-negara berkembang.

2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apa pengertian dari komunikasi pada lansia?
1.2.2. Bagaimana Ciri – ciri komunikasi pada lansia?
1.2.3. Bagaimana karakteristik pada lansia?
1.2.4. Apa saja masalah umum yang timbul pada lansia?
1.2.5. Bagaimanakah perumusan diagnose keperawatan pada lansia?
1.2.6. Bagaimana perencanaan keperawatan pada lansia?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui hubungan antara komunikasi
terapeutik pada keluarga dan juga lansia
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengetahui pengertian komunikasi terpeutik pada keluarga
dan lansia?
1.3.2.2. Mengetahui Ciri- ciri Komunikasi Keluarga?
1.3.2.3. Mengetahui Karakteristik pada lansia
1.3.2.4. Mengetahui masalah umum pada keperawatan lansia?
1.3.2.5. Mengetahui perumusan diagnose keperawatan komunikasi
pada lansia?
1.3.2.6. Mengetahui perencanaan keperawatan pada lansia?
1.3.3. Manfaat
1.3.1 Bagi penulis, Sebagai bahan acuan dalam melakukan komunikasi
terapeutik lebih lanjut dalam bidang keperawatan.
1.3.2 Bagi perawat, Dapat digunakan sebagai panduan dan pedoman
perawat dalam melakukan asuhan keperawatan terutama
melakukan komunikasi terapeutik sehingga dapat meningkatkan
pelayanan terhadap lansia

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
A. Pengertian

Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,


adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya
yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, dan emosional serta sosial
individu yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai
adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum. (Duval,
1972).

Departemen Kesehatan RI (1988). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat


yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal
di suatu tempat di bawah satu atap dalam kadaan saling tergantung.

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia,


dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi
dengan kelompoknya.

Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian


yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk
menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian.

Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan


dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga
dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta
keterbukaan.

2.2. Ciri – ciri Komunikasi Keluarga


Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah sebagai
berikut:

a. Keterbukaan (openess)

Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka dengan
orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi
memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara jelas terhadap
segala pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.

b. Empati (Empathy)

4
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan
orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggapan orang
tersebut.

c. Dukungan

Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan


aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari
orang terdekat yaitu, keluarga.

d. Perasaan Positif (Positiveness)

Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa yang
sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya.

e. Kesamaan (Equality)

kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan orang lain


dalam hal berbicara dan mendengarkan.

2.3. Karakteristik Lansia


Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokkan usia
lanjut menjadi 4 macam, meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.


b. Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70 tahun.
c. Usia lanjut usia (old), kelompok usia antara 75-90 tahun.
d. Usia tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun.

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan usia namun


perubahan- perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya
perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologis dan sensorik, perubahan
visual, perubahan pendengaran. Perubahan – perubahan tersebut dapat
menghambat proses proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksut
komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada
tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.

Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap
kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:

a. Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan


yang di berikan petugas kesehatan

b. Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima


keliru

c. Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit

5
d. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan
yang mengikut sertakan dirinya

e. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur,


terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

2.4. Masalah Umum


2.4.1 Faktor Penghambat Komunikasi pada Lansia :

1. Mendominasi pembicaraan

Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal
menimbulkan perasaan bahwa ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti ini
akan menyebabkan seorang lansia jadi lebih mendominasi pembicaraan atau
komunikasi. Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa senang jika lawan
bicaranya memotong pembicaraan yang sedang ia lakukan. Hal ini akan
sangat menyulitkan pembicaraan yang terjadi.

2. Mempertahankan hak dengan menyerang

Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka berusaha


untuk mempertahankan haknya dengan menyerang lawan bicaranya.
Komunikasi yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada
dalam kondisi yang seperti ini. Bahkan meskipun lawan bicara sudah
berusaha keras untuk memberikan pemahaman bahwa ia mendapatkan
haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman sehingga terus
melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.

3. Cuek

Cuek oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak
berbicara atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan
perasaan menyepelekan orang lain. Banyak para lansia yang merasa bahwa
komunikasi dengan orang yang lebih muda dibandingkan dengan dirinya
adalah satu kegiatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat sehingga ia akan
dengan mudah menarik diri dari pembicaraan.

4. Kondisi fisik

Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki keterbatasan


fisik yang membuatnya menjadi kesulitan dalam berkomunikasi. Banyak
masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia.
Misalnya saja jika ia memiliki masalah pada pendengaran, tentunya akan
menjadi masalah juga dalam komunikasi. Lansia tersebut akan

6
membutuhkan alat bantu dengar agar ia dapat berkomunikasi dengan baik
dan lancar.

5. Stress
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah
depresi atau tingkat stres yang dialami oleh lansia. Lansia sangat mudah
diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia alami, maupun faktor
lainnya. Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan selalu
mudah marah dan tidak mau mendengar apapun yang dikatakan oleh orang
lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari beban pikirannya telah
diatasi.

6. Mempermalukan orang lain di depan umum

Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan salah
satu hal yang banyak dihadapi oleh orang yang berkomunikasi dengan lansia.
Lansia yang selalu merasa benar dan tahu segalanya biasanya juga akan
mempermalukan orang lain di depan umum. Hal ini sering dilakukan untuk
menutupi kekurangan yang terdapat dalam diri mereka sendiri. Jika sudah
terjadi, maka biasanya komunikasi akan langsung berhenti dan tidak lagi
dilanjutkan karena lawan bicara sudah merasa tidak nyaman. Meskipun
begitu, kebanyakan lansia menyadari perbuatan mereka ini dan tidak merasa
melakukan kesalahan dalam komunikasi yang dilakukan.

7. Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga
banyak dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara.
Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu
bersemangat dalam berbicara, tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui
apapun ketika bangun. Hal ini lebih banyak terjadi pada lansia yang memiliki
riwayat penyakit demensia atau Alzheimer. Lansia dengan riwayat penyakit
tersebut biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika sedang makan
sekalipun.

8. Lupa

Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan
berkali-kali menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang
kali. Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun
menjadi tidak lancar. Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi
sangat pelupa, sehingga sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari
lawan bicara dalam menghadapi lansia.

7
9. Gangguan penglihatan

Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan


penglihatan pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa
rabun jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat. Beberapa bahasa yang
menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan terlalu dimengerti jika
lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari itu diperlukan pengetahuan yang
cukup mengenai kondisi lansia yang diajak berkomunikasi sehingga lawan
bicara mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar komunikasi berjalan lancar.
Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi dengan memberikan
kacamata yang sesuai dengan kondisi matanya. Dengan bantuan alat, maka
lansia akan lebih memahami bahasa tubuh atau komunikasi non verbal yang
digunakan oleh lawan bicaranya.

10. Lebih banyak diam


Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam
biasanya merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti ini
akan menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah komunikasi
pada lawan bicaranya. Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat
karena lebih banyak mengiyakan dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh
lawan bicara.
11. Cerewet
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang dihindari
untuk diajak bicara. Beberapa lansia memang terkesan sangat cerewet. Hal
ini tidak terlepas dari pemikiran mereka untuk selalu menasehati orang yang
lebih muda. Keinginan untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari rasa
kesepian dan kebosanan yang mereka rasakan. Salah satu cara mengatasi
sifat cerewet yang banyak dihindari lawan bicara ini adalah dengan berusaha
menjadi pendengar yang baik. Dengan melihat sikap lawan bicaranya yang
menghargai apa yang ia katakan, maka ia pun akan ikut memberikan
kesempatan pada lawan bicaranya untuk berbicara.

12. Mudah marah


Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit
yang dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi
mudah marah, bahkan meskipun tidak ada penyebabnya. Rasa mudah
marah ini membuat banyak orang menjadi malas untuk melakukan cara
berkomunikasi dengan baik dengan lansia karena akan selalu disalahkan atas
segala sesuatu yang ada.

8
2.4.2 kendala dan hambatan berkomunikasi pada lansia
a. Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan
berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan
lain-lain.
b. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam
mendengarkan, mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
c. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal
tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama
panggilannya.
d. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
e. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan
saling percaya. Gangguan sensoris dalam pendengarannya
f. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-
pesan non-verbal.
g. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu
atau banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif
berkurang.
h. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan
misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh,
udara yang tidak enak, dan lain-lain.
i. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik,
efek pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena
depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.
j. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara :
ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu
banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa,
prejudice, dan strereotipes

1. Sistem Reproduksi
a. Menciutnya ukuran ovari & uterus
b. Atrofi payudara
c. Menurunnya produksi spermatozoa pada testis dan dorongan seksual
menetap sampai usia lebih dari 70 thn
d. Pada selaput lendir vagina, permukaannya menjadi halus, sekresi lendir
menjadi berkurang, sifat area vagina menjadi basa dan terjadi perubahan
warna pada lender vagina
2. Sistem Genitourinaria

9
a. Nefron mengecil (atrofi), aliran darah ke ginjal sampai dengan 50 %,
fungsi tubulus berkurang, kurangnya kemampuan konsentrasi urin, berat
jenis urin
b. Otot-otot pada vesika urinaria menjadi lemah, kapasitas kandung kemih
sampai dengan 200 ml mengakibatkan frekuensi BAK menurun
c. Pembesaran prostat kurang lebih 75 % terjadi pada usia lebih dari 65 thn
yang dapat mengakibatkan BPH.
d. Atrofi vagina meningkat.
3. Sistem Endokrine
a. Produksi hormone menurun.
b. Fungsi paratiroid & sekresinya tdk berubah
c. Pituitari hormon pertumbuhan hormon lebih rendah & hanya di dalam
pembuluh darah, berkurangnya produksi ACTH, TSH, FSH & LH
d. Menurunnya aktifitas tiroid
e. Menurunnya produksi aldosteron
f. Menurunnya sekresi hormon kelamin, yaitu progesteron, estrogen &
testosterone.
4. Sistem Integumen
a. Kulit mengerut atau keriput, diakibatkan kehilangan jaringan lemak
b. Kulit kasar & bersisik, karena kehilangan proses keratinisasi serta
perubahan ukuran & bentuk-bentuk sel epidermis
c. Menurunnya respon terhadap trauma
d. Menurunnya proteksi pada kulit
e. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu
f. Rambut dalam hidung dan telinga menebal
g. Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan & vaskularisasi
h. P’tumbuhan kuku lebih lambat tetapi kuku jari menjadi keras dan rapuh
i. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan seperti tanduk
j. Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya
k. Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Kepadatan tulang semakin berkurang dan semakin rapuh
b. Kifosis atau membungkuk
c. Pergerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas
d. Discus intervertebralis (fibrokartilago) menipis menjadi pendek
e. Persendian menjadi lebih besar dan menjadi kaku
f. Tendon mengerut (atrofi) dan mengalami skelerosis
g. Atrofi (mengerut) serabut otot, sehingga mengakibatkan bergerak
menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor
h. Otot-tot polos tidak begitu berpengaruh pada proses penuaan

10
6. Sistem Persyarafan
• Berat otak 10-20 %
• Cepatnya hubungan persyarafan
• Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi
• Mengecilnya syaraf panca indra
• berkurangnya sensitifitas terhadap sentuhan
7. Sistem pendengaran
• Presbiakusis
Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap
bunyi atau nada-nada yang tinggi,suara yang tidak jelas ,sulit
mengertikatakata ,50%terjadi pada usia >50% terjadi pada usia > umur 65
tahun
• Membran timpani menjadi atrofi otoskleorosis
• Cerumen yang mengeras karena kreatin
• Pendengaran pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa / stress
8. Sistem penglihatan
• Sefingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
• Kornea lebih berbentuk sferish
• Lensa >suram katarak
• Ambang pengamatan sinar ,daya adaptasi terhadap kegelapan >lambat
dan susah melihat terhadap cahaya gelap
• Hilangnya daya akomodasi
4. Sistem kardiovaskuler
• Elastisitas dinding aorta
• Katup jantung menebal dan menjadi kaku
• Kemampuan jantung memompa darah 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun
• Hilangnya elastisitas pembuluh darah
5. Sistem pernafasan
• Otot-otot pernasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku
• Paruparu kehilangan elstisitas,kapasitas residu,menarik nafas>
beratkapasitas pernafasan maksimum dan kedalaman bernafas
• Alveoli ukuranya melebar
• O2 pada arteri menjadi 75 mmhg
• C02 pada arteri tidak berganti
• Kemampauan untuk batuk ber (-)
• Kemampuan pegas ,dinding,dada dan kekuatan oto pernafasan akan
seiring dengan (+) usia
6. Sistem pencernaan
• Kehilngan gigi

11
Akibat periodental disease,terjadi setelah umur 30 tahunatau kesehatan gigi
yang buruk dan gizi buruk
• Indra pengecap
Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir ,atrofi indra pengecap(±80%)
hilangnya sensitifitas saraf pengecap di lidah terutama manis, asin asam dan
pahit
• Esofagus melebar
Rasa lapar,asam lambung,
• Peristaltik lemah
Kostipasi
• Fx absorpsi melemah
• Liver makin mengecil,berkurangnya aliran darah

2.5. Perumusan Diagnosa Keperawatan Lansia

2.6. Perencanaan atau Intervensi Keperawatan Lansia

2.6.1 SIKI
1. Gangguan komunikasi verbal
Definisi : penurunan, pelambatan atau ketidakmampuan untuk menerima
memproses,mengirim dan menggunakan sistem simbol.
Intervensi :
Observasi :
- Monitor kecepatan,tekanan ,kuantitas ,volume dan diksi bicara
- Monitor prosses kongitif ,anatomis, dan fisiologis berkaitan dengan bicara
Terapeutik :
- Gunakan metode komunikas alternatif
- Sesuaikan gaya komunikasi dengan ebutuhan
- Modifikasi lingkungan untnuk memaksimalkan bantuan
- Ulangi apa yang disampaikan pasien
- Berikan dukungan psikologis
Edukasi :
- Anjurkan bicara perlahan
- Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif ,anatomis ,fisiologis yang
berhubungan dengan kemampuan bicara
Kolaborasi : rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
2. Gangguan interaksi sosial
Definisi : kuantitas atau kualitas hubungan sosial yang kurang atau berlebih
Intervensi :

12
a. Memodifikasi perilaku ketrampilan sosial
Observasi :
- Identifikasi penyebab kurangnya ketrampilan sosial
- Identifikasi fokus pelatihan ketrampilan sosial
Terapeutik :
- Modifikasi untuk berlatih ketrampilan sosial
- Beri umpan balik positif
- Libatkan keluarga dalam latihan ketrampilan sosial
Edukasi : - jlaskan tujuan melatih ketrampilan sosial
- Jelaskan respon dan konsekuensi ketrampilan sosial
- Anjurkan mengungkapkan perasaan akibat masalah yang dialami
- Eduksi keluarga untuk dukungan ketrampilan sosial
- Latih ketrammpilan sosial secara bertahap
b. Promosi sosial
Observasi :
- Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain
- Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain
Terapeutik :
- Motivasi berinteraksi diluar lingkungan
- Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan kelompok
- Beri umpan balik positif dalam perawatan diri
- Beri umpan balik pada setiap peningkatan kemampuan
Edukasi :
- Anjurkan berinteraksi dengan oranglain secara bertahap
- Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan kemasyarakatan
- Anjurkan berbagi pengalaman dengan oranglaiin
- Ajarkan meningkatkan kejujuran diri dan menghormati hak oranglain
- Latih mengekspresikan marah dengan tepat
3. Gangguan proses keluarga
Definisi : perubahan dalam hubungan atau fungsi keluarga
Intervensi :
a. Koping keluarga
Observasi :
- Identifikasi respon emosional terhadap kondisi saat ini
- Identifikasi kesesuaian antara pasien,keluarga,dan pelayan kesehatan
Terapeutik :
- Fasilitasi pengungkapan perasaan antara pasien dan kelurga atau antar
anggota keluarga
- Fasilitasi pemenuhan kebutuhan dasar keluarga
Edukasi :

13
- Informasikan kemajuan pasien secara berkala
Kolaborasi :
- Rujuk untuk terapi keluarga jika perlu
b. Terapi keluarga
Observasi :
- Identifikasi pola komunikasi keluarga
- Identifikasi cara keluarga memecahkan masalah
- Identifikasi penengahan dalam keluarga
Terapeutik :
- Fasilitasi diskusi keluarga
- Diskusikkan strategi penyelesaian masalah yang kontruktif
Edukasi :
- Anjurkan komunikasi lebih efektif
4. Isolasi sosial
Definisi : ketidak mampuan untuk membina hubungan yang erat
hangat,terbuka dan independen dengan oranglain
Intervensi :
a. Terapi aktivitas
Observasi :
- Identifikasi devisit tingkat aktifitas
- Identidikasi kemampuan dalam aktifitas tertentu
- Identifikasi makna aktifitas rutin
- Monitor respon emosional, fisik sosial dan spiritual terhadap aktifitas
Terapeutik :
- Libatkan px dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif ,terstruktur
dan aktif
- Libatkan keluarga dalam aktifitas jila perlu
- Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
Edukasi :
- Anjurkan melakukan aktifitas fisik sosial spiritual dan kognitif menjaga
fungsi dan kesehatan
b. Promosi sosial
Observasi :
- Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain
- Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain
Terapeutik :
- Motivasi berinteraksi diluar lingkungan
- Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan kelompok
- Beri umpan balik positif dalam perawatan diri
- Beri umpan balik pada setiap peningkatan kemampuan

14
Edukasi :
- Anjurkan berinteraksi dengan oranglain secara bertahap
- Anjurkan ikut serta kegiatan sosial dan kemasyarakatan
- Anjurkan berbagi pengalaman dengan oranglaiin
- Ajarkan meningkatkan kejujuran diri dan menghormati hak oranglain
- Latih mengekspresikan marah dengan tepat
5. Distress spiritual
Definisi : Gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan
merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri, orang
lain, lingkungan atau tuhan.
Intervensi :
a. Dukungan spiritual
Observasi :
- Identifikasi perasaan khawatir ,kesepian dan ketidakberdayaan
- Identifikasi harapan dan kekuatan pasien
- Identifikasi ketaatan dalam beragama
Terapeutik :
- Berikan kesempatan mengekspresikan perasaan tentang penyakit dan
kematian
- Yakinkan bahwa perawat bersedia mendukung selama masa
ketidakberdayaan
- Diskusikan keyakinan tentang tujuan hidup
- Fasilitasi melakukan ibadah
Edukasi :
- Anjurkanberinteraksi dengan kelurga, teman ,oranglain
- Ajarkan meditasi, relaksasi
Kolaborasi :
- Atur kunjunngan rohaniawan
b. Promosi koping
Observasi :
- Identifikasi kemampuan yang dimiliki
- Identifikasi pemahaman proses penyakit
- Identifikasi dampak situasi terhadap peran dan hubungan
Terapeutik :
- Diskusikan perubahan peran yang dialami
- Diskusikan untuk engkarifikasi kesalahan pemahaman dan mengevaluasi
perilaku sendiri
- Diskusikan resiko yaang menimbulkan bahaya diri sendiri
Edukasi :

15
- Anjurkan menjalin hubungab yang memiliki kepentingan dan tujuan yang
sama
- Anjurkan penggunaan sumber spiritual
- Latih penggunaan teknik relaksasi
6. Harga Diri Rendah Situasional
Definisi : Evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan klien sebagai respon terhadap situasi saat ini.
Intervensi :
a. Manajemen perilaku
intervensi:
Observasi :
-identifikasi harapan untuk mengendalikan perilaku negatif
Terapeutik :
- Diskusikan tanggung jawab terhadap perilaku
- Ciptakan dan pertahankan lingkungan dan kegiatan perawatan konsisten
setiap dinas
- Bicara dengan nada rendah dan tenang
- Cegah perilaku pasif dan afresif
- Hindari bersikap menyudutkan dan menghentikan pembicaraan
- Hindari bersikap mengancam dan berdebat
- Hindari berdebat atau menawar batas perilaku yag telah ditetapkan
Edukasi :
-Informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai dasar pembetukan kognitif

b. Promosi Harga Diri


Intervensi :
Observasi :
- Monitor verbalisasi yang merendahkan diri sendiri
- Monitor tingkat harga diri setiap waktu, sesuai kebutuhan
Terapeutik :
- Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri sendiri
- Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian diri
- Diskusikan pengalaman yang meningkatkan harga diri
- Berikan umpan balik positif atas peningkatan mencapai tujuan
- Fasilitasi lingkungan dan aktifitas yang meningkatkan harga diri
Edukasi :
- Jelaskan kepada keuarga pentingnya dukungan dalam perkembangan
konsep positif diri pasien
- Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki
- Ajarkan cara mengatasi Bullying

16
- Latih cara berfikir dan berperilaku positif
- Latih meningkatkan kepercayaan pada kemampuan dalam menangani
situasi

7. Gangguan Persepsi Sensori


Definisi : perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun
eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,berlebih atau
terdistorsi.
Intervensi :
a. Minimalisasi rangsangan
Intervensi :
Observasi :
- Periks status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan (misal, nyeri,
kelelahan)
Terapeutik :
- Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (misal bising, terlalu
terang)
- Jadwalkan aktivitas harian dan waktu
- Kombinasikan prosedur/tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan
Edukasi :
- Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (misal mengatur pencahayaan
ruangan, mengurangi kebisingan )
Kolaborasi :
- Kolaborasi dalam pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus

8. Keputusan
Definisi : Kondisi individu yang memandang adanya keterbatasan atau
tidaktersedianya alternatif pemecahan pada masalah yang dihadapi.
Intervensi :
a. Dukungan Emosional
Observasi :
- Identifikasi fungsi marah, frustasi dan amuk pasien
- Identifikasi hal yang telah memicu emosi
Terapeutik :
- Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah atau sedih
- Buat pernyataan suportif atau empati selama fase berduka
- lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan (misal, merangkul )
- Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan selama ansietas, jika perlu
- Kurangi tuntutan berpikir saat sakit atau lelah
Edukasi :

17
- Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah dan malu Anjurkan
mengungkapkan perasaan yang dialami (misal,sedih )
- Anjurkan mengungkapkan pengalaman emosional sebelum dan pola
respons yangsudah digunakan
Kolaborasi :
- Rujuk untuk Konseling, jika perlu

b. Promosi Harapan
Intervensi :
Observasi :
- dentifikasi harapan pasien dan keluarga dalam pencapaian hidup
Terapeutik :
- Sadarkan bahwa kondisi yang dialami memiliki nilai pentinv
- Pandu mengingat kembali kenangan yang menyenangkan
- Libatkan pasien secara aktif dalam perawatan
- berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga terlibat dengan
dukungan kelompok
- Ciptakan lingkungan yang memudahkan mempraktikkan kebutuhan
spiritual
Edukasi :
- Anjurkan mengungkapkan perasaan terhadap kondisi dengan reakistis
- Anjurkan mempetahankan hubungan (misal, menyebutkan nama orang
yang dicintai)
- Anjurkan mempertahankan hubungan terapeutik dengan orang lain
- latih cara mengembangkan spiritual diri
- Latih cara mengenang dan menikmati masa lalu (misal, pengalaman)

9. Kesiapan Peningkatan Proses Keluaraga


Definisi : Pola fungsi keluarga yang cukup untuk mendukung kesejahteraan
anggota keluarga dan dapat ditingkatkan

Intervensi :
a. Promosi keutuhan keluarga
Observasi :
- Identifikasi pemahaman keluarga terhadap masalah
- Identifikasi adanya konflik prioritas antar anggota keluarga
- Monitor hubungan antara anggota keluarga
Terapeutik :
- hargai kunjungan keluarga

18
- fasilitasi keluarga melakukan pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah
- fasilitasi komunikasi terbuka nalar setiap anggota keluarga
Edukasi :
- informasikan kondisi pasien secara berkala kepada keluarga
- anjurkan anggota keluarga mempertahankan keharmonisan keluarga
Kolaborasi :
- Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu

b. Promosi Proses Efektif Keluarga


Intervensi :
Observasi :
- Identifikasi masalah atau gangguan dalam proses keluarga
- identifikasi kebutuhan perawatan mandiri dirumah untuk klien dan tetap
beradaptasi dengan pola hidup keluarga
Terapeutik :
- pertahankan interaksi yabg berkelanjutan dengan anggota keluarga
- motivasi anggota keluarga untuk melakukan aktifitas bersama seperti
makan bersama diakusi bersama keluarga
Edukasi :
- jelaskan strategi mengembalikan kehiduoan keluarga yanv normal
kepada anggota keluarga
- diskusika dukungan sosial dari sekitar keluarga
- latih keluarga manajemen waktu jika perawatan dirumah dibutuhkan
10.Berduka
Definisi : Respon psikososial yang ditunjukkan oleh klien akibat kehilangan
(orang, objek, fungsi, status, bagian tubuh atau hubungan).
Intervensi :
Observasi :
• Identifikasi kehilanganyang dihadapi
• Identifikasi proses berduka yang dialami
• Identifikasi sifat keterikatan pada benda yang hilang atau orang yang
meninggal
• Identifikasi reaksi awal terhadap kehilangan
Terapeutik :
• Tunjukkan sikap menerima dan empati
• Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan
• Motivasi untuk menguatkan dukungan keluarga atau orang terdekat
• Fasilitasi melakukan kebiasaan sesuai dengan budaya, agama dan norma
social

19
• Fasilitasi mengekspresikan perasaan dengan cara yang nyaman (mis.
membaca buku, menulis, menggambar atau bermain)
• Diskusikan strategi kopin yang dapat digunakan
Edukasi :
• Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sikap mengingkari, marah,
tawar menawar, sepresi dan menerima adalah wajar dalam menghadapi
kehilangan
• Anjurkan mengidentifikasi ketakutan terbesar pada kehilangan
• Anjurkan mengekspresikan perasaan tentang kehilangan
• Ajarkan melawati proses berduka secara bertahap

11. Koping tidak efektif

Definisi : Ketidakmampuan menilai dan merespons stresor dan/atau


ketidakmampuan menggunakan sumber-sumber yang ada untuk mengatasi
masalah.

Intervensi :

Observasi :

• Identifikasi persepsi mengenai masalah dan informasi yang memicu


konflik

Terapeutik :

• Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan yang membantu membuat


pilihan

• Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari setiap solusi

• Fasilitasi melihat situasi secara realistik

• Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang diharapkan

• Fasilitasi pengambilan keputusan secara kolaboratif

• Hormati hak pasien untuk menerima atau menolak informasi

• Fasilitasi menjelasakan keputusan kepada orang lain, jika perlu

• Fasilitasi hubungan antara pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya

Edukasi :

• Informasikan alternatif solusi secara jelas

20
• Berikan informasi yang diminta pasien

Kolaborasi :

• Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memfasilitasi


pengambilan keputusan

12. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif

Definisi : Ketidakmampuan mengidentifikasi, mengelola, dan/atau


menemukan bantuan untuk mempertahankan kesehatan.

Intervensi :

Observasi :

• Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

• Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan


motivasi perilaku hidup bersih dan sehat

Terapeutik :

• Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

• Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

• Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi :

• Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

• Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

• Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku


hidup bersih dan sehat

13. Resiko konstipasi

- Pencegahan Konstipasi

Definisi : Mengidentifikasi dan menurunkan resiko terjadinya


penurunanfrekuensi normal defekasi yang disertaikesulitan pengluaran feses
yang tidak lengkap

Tindakan

21
Observasi

-identifikasi factor resiko konstipasi

-monitor tanda dan gejala konstipasi

-identivikasi pengunaan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi

Terapeutik

-batasi minuman yang mengandung kafein dan alcohol

-lakukan masase abdomen

-berikan akupuntur

Edukasi

-jelaskan factor resiko konstipasi

-anjurkan minum air putih sesuai kebutuhan

-anjurkan berjalan 15-20 menit 1-2x/hari

Kolaborasi

-kolaborasi dengan ahli gizi jika perlu

14. Konfusi Akut

- Managemen delirium

Definisi: mengidentifikasi dan mengelola lingkungan terapeutik dan aman


pada status konfusi akut

Tindakan

Observasi

-indetifikasi factor delirium

-indetifikasi tipe delirium

-monitor status neurologis dan tingkat delirium

Terapeutik

-berikan pencahayaan yang baik

22
-sediakan jam dan kalender yang mudah terbaca

-hindari stimulus sensori berlebbihan

-lakukan pengekangan fisik,sesuai indikasi

-sediakan informasi tentang apa yang terjadi dan apa yang terjadi selanjutnya

-batasi pembuatan keputusan

Edukasi

- Anjurkan kunjungan keluarga

- Anjurkan penggunaan alat bantu sensorik

Kolaborasi

- Pemberian obat ansiatas /agitasi juga perlu

23
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang
memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan
umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada
pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga
mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap
suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang
berjudul “ komunikasi pada lansia.

Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah


keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk
berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam
membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai
pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam
lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi
keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi
perkembangan anak.

3.2. Saran
Komunikasi terpeutik harus di terapkan oleh seorang perawat, karena
komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan
meningkatkan kontrak dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh
seseorang

24
DAFTAR PUSTAKA

https://pakarkomunikasi.com/faktor-penghambat-komunikasi-pada-lansia

Daimayanti, Mukhripah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


Keperawatan. Bandung. PT Refika Aditama.

25

Anda mungkin juga menyukai