Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA PASIEN Ny.M DENGAN HIPERTENSI


DI DESA PURWOREJO KAB.MADIUN

OLEH : NURIN NAFISAH

NIM : 201701084

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA
KEDIRI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan Askep ini dibuat untuk memenuhi tugas Praktik Klinik II di Desa
Purworejo Kab.Madiun pada Tanggal 11 Januari 2021 oleh Mahasiswa S1 Keperawatan STIKES
KARYA HUSADA KEDIRI

Nama : Nurin Nafisah


Nim : 201601084
Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gerontik pada pasien
Ny.M dengan Hipertensi di Desa Purworejo Kab.Madiun.

Mahasiswa Dosen Pembimbing

( Nurin Nafisah ) ( Laviana Nita L, M.Kep )


LEMBAR PENILAIAN PRAKTIK LAB KLINIK

Nama Mahasiswa : Nurin Nafisah

NIM : 201701084

Periode Praktik : Keperawatan Gerontik

Tanggal : 15 Januari 2021

Judul Askep : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gerontik Pada


Pasien Ny.M Dengan Hipertensi Di Desa Purworejo Kab.Madiun

NO ELEMEN NILAI TOTAL NILAI TT Preceptor Pendidikan


(0-100) 1+2+3
3
1. Laporan pendahuluan (LP)

2. Asuhan keperawatan

3. Responsi (Laviana Nita L,M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP LANSIA

1. Definisi

Lanjut usia merupakan kelompok manusia yang berusia dari atau sama dengan 60 tahun. Pada
usia lanjut akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan – lahan sehingga akan rentan terhadap
terjadinya infeksi. Oleh karena itu, tubuh akan menumpuk makin banyakdistorsi metabolic dan
structural yang disebut penyakit degenerative yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup
dengan episode terminal (Suryono, 2016).

Lansia (Lanjut Usia) adalah usia kronologis lebih dari 60 tahun dimana seseorang yang telah
menua akan melewati tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa dan tua (Padilla, 2013).

Lansia sebagai seseorang yang telah berusia lanjut dan telah terjadi perubahan – perubahan
dalam system tubuhnya (Maryam, 2012).

2. Batasan Lansia

WHO dalam (Kuanifi, 2012)

1) Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun


2) Lansia (elderly) : 60 – 74 tahun
3) Usia Tua (old) : 75 – 89 tahun
4) Usia sangat lanjut (very old) : ≥ 90 tahun

(Depkes RI, 2011) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :

1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45 – 59 tahun.


2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas.
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah
kesehatan.
3. Klasifikasi Lansia

1) Pra lansia : seseorang yang berusia 45 – 59 tahun.


2) Lansia : seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi : seseorang 70 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial : lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang atau jasa.
5) Lansia tidak potensial : lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
tergantung pada orang lain (Depkes RI, 2003 dalam Maryam, 2012).

4. Ciri – Ciri Lansia

Ciri – ciri lansia adalah sebagai berikut :

1) Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia sebagian datang dari
faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada
juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan
lebih lama terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial
yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik,
misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada
orang lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
3) Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia
mulai mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai ketua RW, sebaiknya
masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat
mereka cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu
membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap
pola pikirannya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari
lingkungan, mudah tersinggung, dan harga diri rendah (Kholifah, 2016).

5. Tipe Lansia

1) Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, dermawan, memenuhi undangan dan
menjadi panutan.
2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang denan yang baru, selektif dalam mencari, bergaul
dengan teman dan memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, banyak menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan
pekerjaan apa saja.
5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak
acuh.

6. Perubahan – Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial dan psikologis (Maryam,
2012).

1) Perubahan fisik
a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun dan cairan
intraseluler menurun.
b. Kardiovaskuler : katub jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah perifer
sehingga tekanan meningkat.
c. Respirasi : kekuatan otot pernafasan menurun dan kaku, elastisitas paru menurun,
kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli melebar
dan jumlahnya menurun serta terjadi penyempitan pada bronkus.
d. Persarafan : saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress.
Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan
berkurangnya respons motoric dan refleks.
e. Muskuloskeletal : cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi otot), kram,
tremor, tendon mengerut dan mengalami sclerosis.
f. Gastrointestinal : esophagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun dan
peristaltic menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung
mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan
berkurangnya produksi hormone dan enzim pencernaan.
g. Genitourinaria : ginjal mengecil, aliran darah ke ginjal menurun, penyaringan di
glomerulus menurun dan fungsi tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasi urine ikut menurun.
h. Veksika urinaria : otot – otot melemah, kapasitas menurun dan retensi urine.
Prostat hipertrofi pada 75% lansia.
i. Vagina : selaput lendir mongering dan sekresi menurun.
j. Pendengaran : membrane timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang – tulang pendengaran mengalami kekakuan.
k. Penglihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.
l. Endokrin : produksi hormone menurun.
m. Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam hidung
menebal. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih (beruban),
kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh
berlebihan seperti tanduk.
n. Belajar dan memori : kemampuan belajar masih ada tetapi relative menurun.
Memori (daya ingat) menurun karena proses penerimaan menurun.
o. Inteligensi : secara umum tidak banyak berubah.
p. Personality dan adjustment (pengaturan) : tidak banyak perubahan, hampir sama
seperti saat muda.
q. Pencapaian (Achievement) : sains, filosofi, seni dan music sangat mempengaruhi.
r. Kualitas tidur pada lansia : disebabkan oleh kemampuan fisik lansia menurun
karena kemampuan organ dalam tubuh yang menurun, seperti jantung, paru –
paru, dan ginjal. Penurunan kemampuan organ mengakibatkan daya tahan tubuh
dan kekebalan tubuh turut terpengaruh. Gangguan pola tidur atau yang sering
disebut insomnia seringkali merupakan penyebab penyakit penurunan daya tahan
tubuh, kekebalan tubuh, nyeri otot, hipertensi dan depresi.
2) Perubahan sosial
a. Peran : Post power syndrome, single woman dan single parent.
b. Keluarga (emptiness) : kesendiriaan, kehampaan.
c. Teman : ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan akan
meninggal.
d. Abuse : kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan non verbal (dicubit, tidak
diberi makan).
e. Masalah hukum : berkaitan dengan perlindungan asset dan kekayaan pribadi yang
dikumpulkan sejak masih muda.
f. Pensiun : kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana pensiun), kalau tidak, anak
dan cucu yang akan memberi uang.
g. Ekonomi : kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lansia
adalah income security.
h. Rekreasi : untuk ketenangan batin.
i. Keamanan : jatuh, terpeleset.
j. Transportasi : kebutuhan akan system transportasi yang cocok bagi lansia.
k. Politik : kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan masukan dalam
system politik yang berlaku.
l. Pendidikan : berkaitan dengan pengetesan buta aksara dan kesempatan untuk tetap
belajar sesuai dengan hak asasi manusia.
m. Agama : kemampuan dalam melaksanakan ibadah / sholat.
n. Panti jompo : merasa dibuang / diasingkan.
3) Perubahan psikologis
a) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan
dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut
dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan
keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi
juga dapat disebabkan karena stress lingkungan dan menurunnya kemamuan
adaptasi.
d) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan : fobia, panic, gangguan cemas umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif komplusif. Gangguan –
gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau gejala
penghentian mendadak dari suatu obat.
e) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang – barangnya atau berniat
membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi / diisolasi atau
menarik diri dari kegiatan sosial.
f) Sindroma diagnosis
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain – main
dengan fases dan urinnya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.
Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali (Kholifah,
2016).

7. Teori – teori proses penuaan

Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori
psikologis, teori sosial dan teori spiritual (Maryam, 2012).

a. Teori biologi
Teori biologi mencakup teori genetic dan mutasi, immunology slow theory, teori stress,
teori radikal bebas dan teori rantai silang.
1. Teori genetic dan mutasi
Menurut teori genetic dan mutasi, menua terprogram secara genetic untuk
spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang deprogram oleh molekul – molekul DNA dan setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari
sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsi sel).
2. Immunology slow theory
Menurut immunology slow theory, system imun menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh.
3. Teori stress
Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel – sel yang
biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan
sel – sel tubuh lelah terpakai.
4. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan – bahan organic
seperti karbonhidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel – sel tidak dapat
melakukan regenerasi.
5. Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel – sel yang tua atau
using menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini
menyebabkan kurangnya elastisitas kekacauan dan hilangnya fungsi sel.
b. Teori psikologis
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan
usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan
mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi
karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat
menjadikan seorang lansia mampu berinteraki dengan mudah terhadap nilai – nilai
yang ada ditunjang dengan status sosialnya.
Adanya perunan dari intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif,
memori dan belajar pada usia lanjut menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan
berinteraksi. Persepsi merupakan kemampuan interpretasi pada lingkungan.
Dengan adanyapenurunan fungsi system sensorik, maka akan terjadi pula
penurunan kemampuan untuk menerima, memproses dan merespon stimulus sehingga
terkadang akan muncul aksi / reaksi yang berbeda dari stimulus yang ada.
Kemampuan kognitif dapat dikaitkan dengan penurunan fisiologis organ otak.
Namun untuk fungsi – fungsi positif yang dapat dikaji ternyata mempunyai fungsi
lebih tinggi, seperti simpanan informasi usia lanjut, kemampuan memberi alas an
secara abstrak dan melakukan penghitungan.
Memori adalah kemampuan daya ingat lansia terhadap suatu kejadian / peristiwa
baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Memori terdiri dari tiga komponen sebagai berikut (Maryam, 2012) :
a) Ingatan yang paling singkat dan segera.
Contohnya : pengulangan angka.
b) Ingatan jangka pendek.
Contohnya : peristiwa beberapa menit hingga beberapa hari yang lalu.
c) Ingatan jangka panjang
c. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu teori
interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement theory),
teori aktifitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori
perkembangan (development theory) dan teori stratifikasi usia (age stratification
theory).
1. Teori interaksi sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal – hal yang dihargai masyarakat.
2. Teori penarikan diri
Teori ini merupakan teori sosial tentang penuaan yang paling awal dan pertama
kali diperkenalkan oleh Gumming dan Henry (1961) dalam (Maryam, 2012).
Kemiskinan mengakibatkan seorang lansia secara perlahan – lahan menarik
diri dari pergaulan sekitarnya.
3. Teori aktivitas
Teori aktivitas dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon (1972) dalam
(Maryam, 2012) yang menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung
dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas
serta mempertahankan aktifitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas
dan aktifitas yang dilakukan. Dari satu sisi aktifitas lansia dapat menurun, akan
tetapi di lain sisi dapat dikembangkan, misalnya peran baru lansia sebagai
relawan, kakek atau nenek, ketua RT, seorang duda atau janda, serta karena
ditinggal wafat pasangan hidupnya.
4. Teori kesinambungan
Teori ini dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus hidup lansia. Pengalaman hidup seseorang pada
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia. Hal ini
dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku dan harapan seseorang ternyata tidak
berubah meskipun ia telah menjadi lansia.
5. Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lansia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami teori
Freud, Buhler, Jung dan Erickson.
6. Teori stratifikasi usia
Wiley (1971) dalam (Maryam, 2012) menyusun stratifikasi usia berdasarkan
usia kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan
kapasitas peran, kewajiban dan hak mereka berdasarkan usia.
d. Teori spiritual
Kemampuan spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian hubungan
individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti kehidupan. James
Fowler mengungkapkan tujuh tahap perkembangan kepercayaan (Wong, 1999) dalam
(Maryam, 2012). Fowler menggunakan istilah kepercayaan sebagai bentuk
pengetahuan dan cara berhubungan dengan kehidupan akhir. Menurutnya kepercayaan
adalah suatu fenomena timbal balik, yaitu suatu hubungan aktif antara seseorang
dengan orang lain dalam menanamkan suatu keyakinan, cinta kasih dan harapan
(Mayam, 2012).

8. Penyakit yang Sering Terjadi pada Lanjut Usia

Menurut Stieglitz (1945) dalam (Aspiani, 2014), ada 4 penyakit yang sangat erat
hubungannya dengan proses menua, yaitu :

a. Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh darah, gangguan


pembuluh darah di otak, coroner dan ginjal.
a) Gangguan metabolism hormonal, seperti : diabetes mellitus, dan
ketidakseimbangan tiroid.
b) Gangguan pada persendian, seperti : osteorthiritis, gout arthritis, ataupun penyakit
kalogen lainnya.
c) Berbagai macam neoplasma.
b. Menurut “The National Old People’s Welfare Council” dalam (Aspiani, 2014), di
Inggris mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan pada lanjut usia ada 12 macam,
yaitu :
a) Depresi mental
b) Gangguan pendengaran
c) Bronchitis kronik
d) Gangguan pada tungkai / sikap berjalan
e) Gangguan pada koksa / sendi panggul
f) Anemia
g) Demensia
h) Gangguan penglihatan
i) Ansietas / kecemasan
j) Dekompensasi kordis
k) Diabetes mellitus. Osteomyelitis dan hipotiroidisme
l) Gangguan pada defekasi

Timbulnya penyakit – penyakit tersebut dapat dipercepat atau diperberat oleh


faktor – faktor luar, misalnya : makanan, kebiasaan hidup yang salah, infeksi dan
trauma (Aspiani, 2014)
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP HIPERTENSI

1. Definisi

Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah tinggi secara terus
– menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg, tekanan diastolic 90 mmHg atau
lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan suatu keadaan peredaran darah
meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh (Koes Irianto, 2014).

Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan kardiovaskuler. Apabila


tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan gagal ginjal, stroke, dimensia, gagal
jantung, infark miokard, gangguan penglihatan dan hipertensi (Andrian Patica, 2016)

2. Jenis Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu


(WHO, 2014) :

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer


Sebanyak 90 – 95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan
pasti apa penyebabnya. Para pakar menemukan hubungan antara riwayat
keluarga penderita hipertensi (genetic) dengan resiko menderita penyakit ini.
Selain itu juga para pakar menunjukan stress sebagai tertuduh utama, dan
faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor – faktor lain yang dapat
dimasukkan dalam penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan, kelainan
metabolism, intra seluler, dan faktor – faktor yang meningkatkan resikonya
seperti, obesitas, merokok, konsumsi alcohol, dan kelainan darah.
2. Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Pada 5 – 10 persen kasus sisanya, penyebab khususnya sudah diketahui, yaitu
gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung, ginjal, penyakit pembuluh
darah, atau berhubungan dengan kehamilan.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Orang Dewasa (Heniwati, 2012)


Kategori Sistolik Diastolik
mmHg mmHg
Normal ˂ 130 mmHg ˂ 85 mmHg
Normal Tinggi 130 – 139 mmHg 85 – 89 mmHg
Stadium 1 140 – 159 mmHg 90 – 99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3 180 – 209 mmHg 110 – 119mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4 201 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
(Hipertensi sangat berat
atau maligna)

3. Gejala Hipertensi

Gejala – gejala hipertensi, yaitu : sakit kepala, mimisan, jantung berdebar – debar, sering
buang air kecil di malam hari, sulit bernafas, mudah lelah, wajah memerah, telinga
berdenging,vertigo, pandangan kabur. Pada orang yang mempunyai riwayat hipertensi control
tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat ataupun kecenderungan yang berlebihan akan
terjadi vasokontriksi perifer yang akan menyebabkan terjadinya hipertensi temporer (Kaplan
N.M,2010).

4. Pathway Hipertensi
Umur Jenis kelamin Gaya hidup Obesitas

Elastisitas,
arteriosklerosis

Hipertensi

Kerusakan vaskuler
pembuluh darah

Perubahan
struktur

Penyumbatan
pembuluh darah

Vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Vasokonstriksi Spasme


Suplai O2
pembuluh pembuluh Sistemik Coroner arteriol
otak
darah otak darah ginjal
Sinkop Blood flow Vasokonstrik Iskemi Diplopia
si miocard

Dx : nyeri Dx :
akut gangguan Dx :
pola tidur gangguan Respon Afterload Dx : nyeri Dx :
perfusi RAA akut resiko
jaringan jatuh
cerebral
Rangsang
aldosteron
Dx : Fatique
penurunan
curah
jantung
Retensi Na
Dx :
intoleransi
aktivitas

Edema

Dx : kelebihan
volume cairan

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut (Nur arif dan Kusuma, 2015)

1. Pemeriksaan laboraturium
1) Hb / Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti hipokoagubilita,
anemia.
2) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
3) Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
2. CT scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. EKG : dapat menunjukan pola rengangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal, perbaikan ginjal.
5. Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

6. Penatalaksanaan
Menurut Triyatno (2014) penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu secara
nonfarmakologis dan farmakologi.
a. Terapi non farmakologi
merupakan terapi tanpa menggunakan obat, terapi non farmakologi diantaranya
memodifikasi gaya hidup dimana termasuk pengelolaan strss dan kecemasan merupakan
Langkah awal yang harus dilakukan. Penanganan non farmakologis yaitu menciptakan
keadaan rileks, mengurangi stress dan menurunkan kecemasan. Terapi non farmakologi
untuk semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan
mengendalikan factor resiko serta penyakit lainnya.
b. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi yaitu yang menggunakan senyawa obat – obatan yang dalam kerjanya
dalam mempengaruhi tekanan darah pada pasien hipertensi seperti : angiotensin receptor
blocker (ARBs), beta blocker, calcium chanel dan lainnya. Penanganan hipertensi dan
lamanya pengobatan dianggap kompleks karena tekanan darah cenderung tidak stabil.
7. Komplikasi
Komplikasi hipertensi menurut Triyanto (2014) adalah :
a. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dam gagal jantung.
b. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler – kapiler ginjal glomerulus. Rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar
melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan menyebabkan
edema.
c. Otak komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi
kronik apabila arteri – arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal
sehingga aliran darah ke darah yang diperdarahi berkurang,
d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan, hingga kebutaan.
e. Kerusakan pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan arteri atau yang
sering disebut dengan ateroklorosis dan arterosklorosis (pengerasan pembuluh darah).
DAFTAR PUSTAKA

Huda Nurarif & Kusama H 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja : Medication
Headman, Heather. 2010. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009 – 2011. Jakarta
: EGC.
Sutanto. 2010. Cekal (Cegah & Tangkal) penyakit modern Hipertensi, stroke, jantung, kolestrol,
& diabetes. Yogjakarta : C.V Andi Offset.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standart IDiagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2013. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
World Health Organization (WHO). 2013. Data Hipertensi Global Asia Tenggara.

Anda mungkin juga menyukai