Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CPD


(CEPHALOPELVIC DISPROPORTION)
DI RUANG IGD BERSALIN
RSUD DR. SOEDONO MADIUN

OLEH: EDY KARIYONO


NIM: 191104070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG
2019

LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan pada pasien DHF DI Ruang Wijaya Kusuma D RSUD DR.
SOEDONO Madiun sesuai praktik yang dilakukan oleh :
Nama : Edy Kariyono
NIM : 170511008
Sesuai syarat program profesi Ners dari STIKES PEMKAB JOMBANG yang
dilaksanakan pada tanggal 26 Oktober 2019 sampai dengan 9 Nopember 2019

Telah diserahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,

Madiun, 7 Nopember
2019
Pembimbing Akademik Pembimbing ruangan

(……………………………..) (………………………………..)
Kepala Ruangan

(…………………………….)

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)

A. Konsep Dasar Teori


1. Definisi
Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat
keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit,
janin yang besar ataupun kombinasi keduanya (Cunningham, 2005).
CPD (Disproporsi sefalopelvik) artinya bahwa janin tidak dapat
dilahirkan secara normal pevaginam. CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau
pelvis kecil. Pada proses persalinan menyebabkan partus macet (Saifuddin, 2006,
p.187).
Cephalopelvic disproportion adalah adanya partus macet yang disebabkan
oleh ketidak sesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu sehingga
persalinan pervaginam tidak bisa berlangsung. Saat ini sudah jarang, sebagian
besar disproporsi berasal dari malposisi kepala janin dalam panggul atau
gangguan kontraksi uterus ( Hidayat, 2009, pp.86-87).
Disproporsi sefalopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk melewati
panggul. Panggul yang sedikit sempit dapat diatasi dengan kontraksi uterus yang
efisien, letak, presentasi, kedudukan janin yang menguntungkan dan kemampuan
kepala janin untuk mengadakan molase. Sebaliknya kontraksi uterus yang jelek,
kedudukan abnormal, ketidakmampuan kepala untuk mengadakan molase dapat
menyebabkan persalinan normal tidak mungkin. Kehamilan pada ibu dengan
tinggi badan < 145 cm dapat terjadi disproporsi sefalopelvik, kondisi luas panggul
ibu tidak sebanding dengan kepala bayi, sehingga pembukaannya berjalan lambat
dan akan menimbulkan komplikasi obstetri.
Disproporsi sefalopelvik terjadi jika kepala janin lebih besar dari pelvis,
hal ini akan menimbulkan kesulitan atau janin tidak mungkin melewati pelvis
dengan selamat. Bisa juga terjadi akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala janin
normal, atau pelvis normal dengan janin besar atau kombinasi antara bayi besar
dan pelvis sempit. Disproporsi sefalopelvik tidak dapat didiagnosis sebelum usia
kehamilan 37 minggu karena sebelum usia kehamilan tersebut kepala belum
mencapai ukuran lahir normal.
2. Bentuk Panggul
Panggul terdiri dari empat jenis,yaitu :
a. Ginekoid, adalah jenis panggul "ideal" yang dimiliki oleh sekitar 45%
perempuan. Bentuk pintu atas panggulnya hampir bulat, melintang kiri dan
kanan mirip lingkaran, sementara dinding sampingnya lurus. Jenis panggul
yang paling banyak pada wanita normal, mempunyai diameter terbaik untuk
lahirnya janin tanpa komplikasi.28 Pintu atas panggul tampak berbentuk bulat
atau agak lonjong/ellips. Diameter transversal dari bidang pintu atas panggul
(pap) lebih panjang sedikit dari diameter antero-posterior dan hampir seluruh
daerah pap merupakan ruangan yang terpakai untuk kepala janin. Dilihat dari
bidang pintu atas panggul, panggul menyerupai silinder tanpa penyempitan
dari bidang pintu atas panggul sampai bidang pintu bawah panggul. Bentuk
panggul ini ditemukan pada 45% wanita.
b. Android, hanya 15% perempuan yang memiliki panggul jenis ini. Bentuk
pintu atasnya menyerupai segitiga. Dinding samping panggul membentuk
sudut yang semakin menyempit ke bawah. Panggul mirip laki-laki,
mempunyai reputasi jelek dan lebih jarang dijumpai dibanding bentuk
ginekoid. Panggul android ditandai oleh daerah segmen posterior yang sempit
dengan ujung sakrum menonjol ke depan dan segmen anterior relatif panjang.
Dilihat dari pintu atas panggul tampak seperti bentuk segitiga, tulang-tulang
dari panggul android umumnya berat sehingga ruangan untuk penurunan
kepala juga terbatas. Spina iskiadika menonjol ke dalam jalan lahir dan pintu
bawah panggul menunjukan suatu arkus pubis yang menyempit.
c. Antropoid, bentuknya lonjong seperti telur ke arah depan. Dinding samping
panggul berbentuk lurus. Panggul yang memiliki suatu bentuk agak lonjong
seperti telur, pada bidang pintu atas panggul dengan diameter terpanjang
antero-posterior. Oleh karena segmen posterior panjang dan sempit, kepala
janin tegak lurus terhadap diameter transversal dari pintu atas panggul. Arkus
pubis sempit dan lebarnya kurang dari 2 jari, sehingga menyebabkan
penyempitan pintu bawah panggul. Bentuk panggul ini ditemukan pada 35%
wanita.
d. Platipelloid, bentuk pintu atas panggul seperti kacang atau ginjal. Dinding
samping panggul membentuk sudut yang makin lebar ke arah bawah. Ada 5%
perempuan yang memilikinya. Pintu atas panggul lebih jelas terlihat dimana
menunjukan pemendekan dari diameter antero-posterior, sebaliknya diameter
transversal lebar. Penyempitan panggul tengah bukanlah suatu masalah,
karena arkus pubis sangat lebar dan sakrum pendek mengarah kebelakang,
maka distosia pada pintu bawah panggul jarang terjadi.
Gambar 1. Bentuk Panggul

3. Ukuran Panggul
a. Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum,
linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak
dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis
dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan
menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba
sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium,
tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari
telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang
ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis (saifuddin,
2008).
Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium
yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih
kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting
yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih
antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.
Ada 2 diameter terpenting pada pintu atas panggul yaitu (Saifuddin, 2008):
1. Diameter antero-posterior dari promontorium sakrum ke simfisis pubis,
ukuran normal diameter antero-posterior adalah 11-12 cm. Diameter ini dapat
diperkirakan dengan jari-jari tangan ketika melakukan pemeriksaan vagina.
2. Diameter transversal adalah bagian terlebar dari pintu atas panggul dengan
ukuran 13 cm.
b. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)
Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis
panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan
setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala
engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia
interspinarum merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter
anteroposterior setinggi spina isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital
posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5
cm. (Winkjosastro, 2007, Cunningham, 2005) .
c. Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua
segitiga dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber
isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui
pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia
tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum
atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak antara pinggir bawah simpisis
ke ujung sacrum (11,5 cm).
Diameter terpenting pada pintu bawah panggul yaitu :
1. Diameter transversal atau diameter inter-tuberosa berukuran 11 cm.
2. Diameter antero-posterior yang diukur dari aspek arkus pubis ke koksigis
selama kelahiran kepala janin, koksigis melengkung ke belakang sehingga
diameter membesar. Diameter yang besar ini berukuran sekitar 13 cm.

4. Fungsi Panggul Wanita


Fungsi umum panggul wanita yaitu :
a. Bagian keras panggul wanita
1. Panggul besar berfungsi menyangga isi abdomen (perut).
2. Panggul kecil berfungsi membentuk jalan lahir dan tempat alat genitalia.
b. Bagian lunak panggul wanita
1. Membentuk lapisan dalam jalan lahir.
2. Menyangga alat genitalia agar tetap dalam posisi yang normal saat hamil
maupun saat kala nifas.
3. Saat persalinan berperan dalam proses kelahiran dan kala uri.

5.Etiologi Chepalo Pelvic Disporportion


Faktor-faktor terjadinya CPD:
a. Faktor Ibu
1. Adanya kelainan panggul
2. Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang
3. Perubahan bentuk karena penyakit
4. Adanya kesempitan panggul
a. Kesempitan pada pintu atas panggul (PAP) dianggap kalau conjurgata vera
kurang 10 cm atau diameter tranvera kurang dari 12 cm biasanya terdapat
pada kelainan panggul (Winkjosastro, 2007).
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter
anterioposterior terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau
apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter
anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur
konjugata diagonal secara manual yang biasanya lebih panjang 1,5 cm.
Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya didefinisikan
sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.Mengert (1948) dan
Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat
pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal
kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua
diameter dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter
(Winkjosastro, 2007).
Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat
sulit bagi janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter
anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil
kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga memiliki
kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362 nullipara
diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita
dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau
luas (Cunningham, 2005).
Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu
atas panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara
langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks.
Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko
prolapsus funikuli. Setelah selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan
kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga kontraksi
menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali.
Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk
pada wanita dengan pintu atas panggul sempit (Winkjosastro, 2007).
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah
masuk dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan
pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas
pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada
wanita dengan panggul sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali
lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam kali lebih sering
dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas (Winkjosastro,
2007, Cunningham, 2005).
b. Kesempitan bidang tengah panggul. Dikatakan bahwa bidang panggul
sempit kalau jumlah diameter spina kurang dari 9 cm, kesempitan pintu
bawah perut. Dikatakan sempit kalau jarak antara tuberosis 15 cm atau
kurang, kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah juga
sempit. Kesempitan pintu bawah panggul jarang memaksa. Dengan
sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak
menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu
tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini
menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang transversal sehingga
perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.
Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan
secara pasti seperti penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan
penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau
kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti
dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila
ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran
persalinan apalagi bila diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior
pendek (Winkjosastro, 2007, Cunningham, 2005).
c. Penyempitan Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua
segitiga dengan diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya.
Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah
panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul
(Winkjosastro, 2007).
Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu
besar dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam
menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang
sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah
simfisis pubis, melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum
teregang dan mudah terjadi robekan (Winkjosastro, 2007, Cunningham,
2005).
b. Faktor Janin
1. Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000 gram dan jarang ada yang
melebihi 5000 gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000 gram dinamakan bayi
besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat
badan lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-
5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses
melahirkan. Factor keturunan memegang peranan penting sehingga dapat terjadi
bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada ibu yang mengalami
diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat
menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih
diragukan (Winkjosastro, 2007).
Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu
hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila
selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses
persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Untuk
kasus seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui
apakah terjadi sefalopelvik disproporsi. Selain itu, penggunaan alat ultrasonic juga
dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala
besar (Winkjosastro, 2007).
Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan
dalam proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan
dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang
biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pntu atas panggul, atau
karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat
ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada
anensefalus (Winkjosastro, 2007).
Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena
terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir,
akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam
melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu
kuat ke bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan
muskulus sternokleidomastoideus (Winkjosastro, 2007).
2. Hidrocephalus
Faktor terjadinya CPD Ketidaksesuaian Janin mengalami kesulitan
(faktor Ibu dan faktor Janin) panggul ibu dan janin dalam melewati serviks
3. Kelainan letak janin

4. Pathway Cephalopelvic Disproportion


Resiko tinggi cidera Risiko kematian fetal
pada janin

Ketuban pecah Pembukaan berlangsung lama Kepala tidak masuk PAP


sebelum waktunya

Risiko infeksi
maternal

Janin akan menekan servik Diperlukan waktu untuk Dianjurkan untuk section
dan terjadi kontrkasi janin turunnya kepala caesar

Nyeri akut Keletihan Kurang


pengetahuan

Kecemasan
Bagan 1. Pathway Cephalopelvic Disproportion

5. Tanda dan Gejala Cephalopelvic Disproportion


a. Pemeriksaan Abdominal
1. Ukuran anak besar
2. Kepala anak menonjol di simphisis pubis
b. Pemeriksaan Pelvis
1. Servik mengecil setelah pemecahan ketuban
2. Odem servik
3. Penempatan kepala tidak baik bagi servik
4. Kepala belum masuk pintu atas panggul
5. Ditemukan kaput
6. Ditemukan moulase
7. Ditemukan kepala defleksi
8. Ditemukan asinklitismus
c. Lain-lain
1. Ibu ingin mengedan sebelum pembukaan lengkap
2. Hillis Muller Test negative

6. Faktor yang Mempengaruhi Ukuran dan Bentuk Panggul


Faktor yang mempengaruhi ukuran dan bentuk panggul
a. Perkembangan: bawaan lahir atau keturunan.
b. Suku bangsa.
c. Nutrisi: gangguan gizi (malnutrisi)
d. Faktor hormon: kelebihan androgen menyebabkan panggul jenis android.
e. Metabolisme: ricketsia dan osteomalasia.
f. Trauma, penyakit atau tumor tulang panggul, kaki dan tulang belakang.
g. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele,
panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
h. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma,
fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi
sakrokoksigea.
i. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis,
spondilolistesis.
j. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi
atau kelumpuhan satu kaki.
Wanita dengan tinggi kurang dari 1,5 meter dicurigai panggul sempit
(ukuran barat). Pada pemeriksaan kehamilan, terutama kehamilan anak pertama,
kepala janin belum masuk pintu atas panggul di 3-4 minggu terakhir kehamilan.
Bisa juga ditemukan perutnya seperti pendulum serta ditemukan kelainan letak
bayi.

7. Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit


Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada
wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki
kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi
badan yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa
persalinan terdahulu juga dapat diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada
persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal,
kemungkinan panggul sempit adalah kecil (Winkjosastro, 2007).
Gambar 2. Diameter pada Pintu Atas Panggul

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk


memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama
dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul serta
memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak
memiliki banyak arti.
Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai
tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat
memberikan pengukuran yang tepat dua diameter penting yang tidak mungkin
didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan
diameter antar spina iskhiadika. Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan
radiasi terutama bagi janin sehingga jarang dilakukan. Pelvimetri dengan CT scan
dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan
radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi,
pengukuran panggul akurat, pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini
jarang dilakukan karena biaya yang mahal.
Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran
pangul yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya
akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan
spontan. Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada
metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga
panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah
kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan
dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga
panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk menentukan
seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke
vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis (Winkjosastro,
2007).

8. Prognosis
Apabila persalinan dengan CPD dibiarkan berlangsung sendiri, dan
dilakukan pengambilan tindakan yang tidak tepat timbul bagi ibu dan janin.
a. Bahaya pada ibu
1. Partus lama yang seringkali disertai ketuban pada pembukaan kecil dapat
menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi intrapartum
2. Dengan His yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan,
dapat timbul regangan segmen bawah uterus dan pembentukan
lingkaranretransi patologik (Bandl). Keadaan ini dinamakan Ruptur Uteri
mengancam, apabila tidak segera mengambil tindakan untuk mengurangi
regangan maka akan timbul rupture uteri
3. Dengan perselisihan tidak maju kanan CPD, jalan lahir pada suatu tempat
mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul
Hal ini menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskenia dan
kemudian rekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari Post Partum akan
terjadi Fistula Vesiko Servikalis atau Fistula Vesiko Vaginalis atau Fistula
Rekto Vaginalis.
b. Bahaya pada janin
1. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah
dengan infeksi intra partum
2. Prolapsus Funinuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar bagi
janin dan memerlukan kelahirannya dengan segera apabila ia masih hidup
3. Dengan adanya CPD kepala janin dapat melewati rintangan pada panggul
dengan mengadakan Movlage
4. Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh simfisi pada
panggul pican menyebabkan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala,
dapat pula menimbulkan fraktur pada OS parietalis.

9. Pemeriksaan
Pada kehamilan pertama, biasanya dilakukan pemeriksaan kapasitas
rongga panggul pada usia kehamilan 38-39 minggu.
a. Pemeriksaan secara klinis
Berikut ini adalah cara untuk menilai panggul sempit secara klinis (dengan
pemeriksaan dokter tanpa alat):
1. Metode Pinard
a. Pasien mengosongkan kandung kemih dan rektum.
b. Pasien dalam posisi semi duduk.
c. Tangan kiri mendorong kepala bayi kearah bawah belakang panggul
sementara jari tangan kanan di posisikan di tulang kemaluan (simfisis)
untuk mendeteksi ketidak seimbangan kepala dengan jalan lahir
(disproporsi).
2. Metode Muller – Kerr
Metode ini lebih akurat dalam mendeteksi disproporsi kepala dengan jalan
lahir.
a. Pasien mengosongkan kandung kemih dan rektum.
b. Posisi berbaring telentang.
c. Tangan kiri mendorong kepala ke dalam panggul dan jari tangan kanan
dimasukkan ke dalam vagina (VT) dan jempol kanan diletakkan di tulang
kemaluan
Derajat panggul sempit ditentukan oleh ukuran atau jarak antara bagian
bawah tulang kemaluan (os pubis) dengan tonjolan tulang belakang
(promontorium). Jarak ini dinamakan konjugata vera (garis merah pada gambar di
bawah ini).
Dikatakan sempit Ringan: jika ukurannya 9-10 cm, Sempit sedang: 8-9 cm,
sempit berat: 6-8 cm dan sangat sempit jika kurang dari 6 cm
b. Pemeriksaan Radiologi/rontgen/CT-scan, MRI
Dilakukan dengan cara memotret panggul ibu menggunakan alat rontgen.
Hasil foto kemudian dianalisa untuk mengetahui ukuran panggul. Mulai dari pintu
atas panggul, pintu tengah panggul, dan pintu bawah panggul.
Untuk Pelvimetri dibuat 2 buah foto
1. Foto pintu atas panggul
Ibu dalam posisi setengah duduk (Thoms), sehingga tabung rontgen tegak
lurus diatas pintu atas panggul
2. Foto lateral
Ibu dalam posisi berdiri, tabung rontgen diarahkan horizontal pada
trochanter maya samping.
Dari keduanya dapat dilihat:
1. Diameter transversa
2. Distansia Interspinarumng Lebih Baru Posting Lama
3. Jenis Pelvik
4. Conjugata diagonalis – conjugatavera
5. Dalamnya Pelvis
6. Diameter AP pintu bawah
7. Diameter sagitalis posterior (Cald well)
8. Bentuk sakrum, spina ischiadika

10. Penanganan CPD Pada Ibu Hamil (Winkjosastro, 2007)


Sebenarnya panggul hanya merupakan salah satu faktor yang menentukan
apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain yang
memegang peranan dalam prognosa persalinan. Bila konjugata vera 11 cm, dapat
dipastikan partus biasa, dan bila ada kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan
oleh faktor panggul. Untuk CV kurang dari 8,5 cm dan anak cukup bulan tidak
mungkin melewati panggul tersebut.
1. CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir
dengan partus spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong dengan
secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya
2. CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer
3. CV = 6 cm dilakukan SC primer mutlak.
a. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala
janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per
vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini
merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena
faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.
Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak
bisa pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Ketentuan lainnya adalah umur kehamilan tidak boleh lebih dari 42 minggu
karena kepala janin bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada
kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan
percobaan.
Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu
dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah
keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy
medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan,
kepala ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan
terukur. Bila hal tersebut tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di
dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya
merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih
juga belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan
berusaha melahirkan janin dengan menggerakkan dimuka dadanya. Untuk
melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya.
Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan
bahu depan.
Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of
labour. Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test
of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai
pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour
jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan
dengan pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.
Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per
vaginam atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik.
Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang
sekali kemajuannnya, keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl,
setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2
jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan
seksio sesarea.
b. Seksio Sesarea
Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat
dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk
menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan syarat persalinan per
vaginam belum dipenuhi.
c. Simfisiotomi
Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada
simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.
d. Kraniotomi dan Kleidotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin
dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga
janin dapat dengan mudah lahir pervaginam. Kraniotomi, terdiri atas perforasi
kepala janin, yang biasanya diikuti oleh kranioklasi.
e. Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan,
akan tetapi dialami kesulitan untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah
janin meninggal, tidak ada keberatan untuk melakukan kleidotomi (memotong
klavikula) pada satu atau kedua klavikula. Dibawah perlindungan spekulum dan
tangan kiri penolong dalam vagina, klavikula dan jika perlu klavikula belakang
digunting, dan selanjutnya kelahiran anak dengan berkurangnya lebar bahu tidak
mengalami kesulitan. Apabila tindakan dilakukan dengan hati-hati, tidak akan
timbul luka pada jalan lahir.
Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi.
Apabila panggul sangat sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka
dilakukan seksio sesarea.
Tabel. 1 Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan
Penanganan Khusus (Cunningham, 2005)

Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada:


1. His atau tenaga yang mendorong anak.
2. Besarnya janin, presentasi dan posisi janin
3. Bentuk panggul
4. Umur ibu dan anak berharga
5. Penyakit ibu

11. Komplikasi
a. Komplikasi pada Kehamilan
1. Pada kehamilan muda rahim yang bertambah besar dapat tertahan pelvic,
jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit absolute
2. Bagian terbawah anak goyang dan tes Osbom (+)
3. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung)
4. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung
b. Komplikasi pada saat Persalinan
1. Persalinan akan berlangsung lama
2. Sering dijumpai ketuban pecah dini
3. Moulage kepala berlangsung lama
4. Sering terjadi inertia uteri sekunder
5. Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal
c. Komplikasi pada Janin
1. Infeksi intrapartal
2. Kematian janin intrapartal
3. Prolaps funikuli
4. Perdarahan intracranial
5. Kaput seuksedaneum sefalo-hematomayang besar
6. Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Data yang Perlu Dikaji
Data Subjektif
a. Biodata terdiri dari nama klien, umur, pendidikan terakhir, alamat, pekerjaan,
suku, agama, tanggal MRS, tanggal pengkajian, No register/RM, diagnose
medis, nama suami, pendidikan terakhir, alamat, dan pekerjaan.
b. Riwayat kehamilan sekarang seperti ANC dengan menanyakan keluhan
triwulan pertama, kedua dan ketiga, masalah yang dialami selama kehamilan
seperti perdarahan, kapan mulai kontraksi, apakah gerakan bayi masih terasa,
apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, cairan warnanya apa? Kental/
encer? Kapan pecahnya? Apakah keluar darah pervagina? Bercak atau darah
segar? Kapan ibu terakhir makan dan minum? Apakah ibu kesulitan
berkemih? Kapan haid pertama haid terakhir (HPHT), keluhan umum ibu saat
ini seperti ibu mengatakan perutnya tersa nyeri dan kaku sehingga sakit bila
digerakkan, dan kecemasan ibu mengenai keadaan dirinya dan keadaan
janinnya.
c. Riwayat kehamilan persalinan yang lalu dengan menanyakan
- Jumlah kehamilan (GPA)
- Jumlah anak hidup
- Jumlah kelahiran premature
- Jumlah keguguran
- Jumlah persalinan dengan tindakan
- Riwayat perdarahan
- Riwayat kehamilan dengan hypertensi
- Berat badan bayi lahir
d. Riwayat kesehatan / penyakit yang diderita sekarang / yang lalu
- Masalah Cardio Vaskuler
- Hypertensi
- DM
- HIV / AIDS
- TBC, dll
e. Riwayat KB dengan menanyakan kontrasepsi yang pernah digunakan,
kontrasepsi sebelum kehamilan, lama pemakain kontrasepsi sebelum
kehamilan yang sekarang.
f. Riwayat sosial ekonomi
- Status perkawinan
- Respon ibu / keluarga terhadap kehamilan
- Lingkungan keluarga
- Pengambilan keputusan dalam keluarga
- Pola makan
- Kebiasaan hidup
- Beban kerja dan kegiatan sehari-hari
- Tempat / petugas kesehatan yan diinginkan untuk membantu persalinan
g. Riwayat hidup

Data Objektif / Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Umum
1. Tanda-tanda vital ( keadaan umum, TD, Temp, Pols )
2. Pengukuran TB dan BB
b. Pemeriksaan Khusus
1. Inspeksi
2. Kepala dan leher: tidak ada kelainan
3. THT: tidak ada kelainan
4. Payudara : membesar, A/P Hiperpegmentasi
5. Abdomen: status obstetrikus, terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi
6. Tangan dan kaki : edema (-) refleks fisiologis, (+),
7. Pemeriksaan genetalia ( vulva oeden / tan ): status obstetrikus
8. Palpasi ( leopold I, II, III, IV ), TBJ
9. Auscultasi ( DJJ )
10. VT = tiap 4 jam dilakukan VT
11. Vagina
12. Portio
13. Pembukaan, ketuban
14. Ukuran panggul dalam
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (HB, CT, BT, golongan darah)
2. USG
3. Catatan terbaru dan sebelumnya
d. Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit
vaskuler perifer atau stasis vaskuler (peningkatan resiko pembentukan thrombus).
e. Integritas ego
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya faktor-faktor
stressmultiple seperti financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak
dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, stimulasi simpatis.
f. Makanan/cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi
insufisiensi Pancreas/DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
g. Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
h. Keamanan
1. Adanya alergi atau sensitiveterhadap obat, makanan, plester dan larutan
2. Adanya defisiensi imun
3. Munculnya kanker/ adanya terapikanker
4. Riwayat keluarga, tentanghipertermia malignan/ reaksi anestesi
5. Riwayat penyakit hepatic
6. Riwayat tranfusi darah
7. Tanda munculnya proses infeksi
i. Nyeri/ketidaknyamanan: dapat merintih atau meringis selama kontraksi,
amnesia diantara kontrkasi mungkin terlihat, melaporkan rasa
terbakar/meregang dari perineu, kaki gemetar selama upaya mendorong,
kontraksi uterus kuat, terjadi 1,5-2 menit masing-masing dan berakhir 60-90
detik, dapat melawan kontrkasi, khususnya bila tidak berpartisipasi dalam
kelas kelahiran anak.
Kala I: Kepala tidak masuk PAP, maka pembukaan berlangsung lama dan ketuban
pecah sebelum waktunya, setelah ketuban pecah maka janin akan menekan servik.
Kala II: menjadi lama karena diperlukan waktu untuk turunnya kepala, biasa akan
dianjurkan untuk Sectio Caesar.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (kontraksi uterus selama
persalinan).
b. Kecemasan berhubungan dengan tindakan pembedahan (sectio Caesar).
c. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang
prosedur perawatan sebelum dan sesudah melahirkan melalui operasi SC.
d. Resiko tinggi cidera pada janin faktor risiko sulit untuk melewati jalan lahir.
e. Risiko kematian fetal/maternal faktor risiko komplikasi kehamilan.
f. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat
peningkatan metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan
g. Resiko infeksi maternal faktor risiko prosedur invasive berulang, trauma
jaringan, pemajanan terhadap pathogen, persalinan lama atau pecah ketuban

3. Diagnosa Prioritas
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (kontraksi uterus selama
persalinan).
b. Kecemasan berhubungan dengan ancaman/perubahan status kesehatan
terhadap tindakan pembedahan (sectio Caesar)
c. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat
peningkatan metabolisme sekunder akibat nyeri selama persalinan
d. Resiko tinggi cidera pada janin faktor risiko sulit untuk melewati jalan lahir.
e. Resiko infeksi maternal faktor risiko prosedur invasive berulang, trauma
jaringan, pemajanan terhadap pathogen, persalinan lama atau pecah ketuban

4. Analisa Data
No Data (Symptom) Penyebab (Etiologi) Masalah (Problem)
1 DS: Agen injuri biologi Nyeri akut
Terasa nyeri pada
(kontraksi uterus
bagian perut bawah
selama persalinan)
DO:
- Terlihat meringis
- Terlihat memegang
perut
- Terlihat gelisah
- Terdapat diaphoresis

2 DS: Ancaman/perubahan Kecemasan


- Merasa khawatir
status kesehatan
terhadap tindakan
terhadap tindakan
yang akan dilakukan
pembedahan (sectio
yaitu sectio Caesar.
Caesar)
DO:
- Ada level cemas (0-
4)
- Terlihat gelisah
- Terkadang bertanya
tindakan yang akan
dilakukan nanti.

3. DS: Peningkatan Kelelahan


Merasa lelah saat kebutuhan energy
persalinan akibat peningkatan
metabolisme sekunder
DO: akibat nyeri selama
- Keadaan umum persalinan
lemah
- Tidak mampu
melakukan
dorongan sendiri
4. DS: - Resiko tinggi cidera
pada janin faktor
DO:
- Janin besar risiko sulit untuk
- Panggul sempit
melewati jalan lahir
- Pembukaan lama

5. DS: - Resiko infeksi


maternal faktor
DO: risiko prosedur
- Seringnya invasive berulang,
dilakukan trauma jaringan,
pemeriksaaan pemajanan terhadap
dalam untuk pathogen, persalinan
mengetahui lama atau pecah
kemajuan ketuban
persalinan.
- Pembukaan lama.
- Ketuban dapat
pecah sebelum
waktunya.
DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based


Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier.

Bluchek, et al. 2010. Nursing Outcome Classification. USA: United Kingdom.


2010. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC)
Fifth Edition. USA: Mosbie Elsevier.

Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21.
Jakarta: EGC.

Dongoes, Marilyn E, et all. 2000. Rencana Keperawatan Maternal/Bayi. Pedoman


untuk Perencanaan dan Dokumentasi Keperawatan Klien. Edisi 2. Jakarta:
EGC.

NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification


2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.

Nurarif AH, Kusuma H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa Medis, NANDA, dan NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

Saifuddin AB. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat.


Jakarta: BP-SP.

Winkjosastro H. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP.

Anda mungkin juga menyukai