Anda di halaman 1dari 17

APORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN


ULKUS PEPTIKUM
FEBRUARY 8, 2010 ~ RASTITI

1. A. Konsep Dasar Penyakit


a. 1. Definisi/Pengertian
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding
mukosal lambung, pilorus, duodenum atau esofagus. Ulkus peptikum disbut juga
sebagai ulkus lambung, duodenal atau esofageal, tergantung pada lokasinya.
(Bruner and Suddart, 2001).

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas


sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah
epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ”ulkus” (misalnya
ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap
bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung,
duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).

1. 2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan
60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah
diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering
daripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir
sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir
sama dengan pria. Ulkus peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa
sekresi asam berlebihan.

1. 3. Penyebab dan Faktor Predisposisi


Penyebab ulkus peptikum kurang dipahami, meskipun bakteri gram negatif H.
Pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptik
terjadi hanya pada area saluran GI yang terpajan pada asam hidrochlorida dan
pepsin. Faktor predisposisinya menurut beberapa pendapat mengatakan stress atau
marah yang tidak diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi
pada orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat kondisi,
masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak sebagai factor
predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada individu
dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan golongan darah A,
B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga dihubungkan dengan ulkus
peptikum mencakup penggunaan kronis obat antiinflamasi non steroid(NSAID).
Minum alkohol dan merokok berlebihan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
ulkus lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agens seperti H.
Pylori. Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah
hormon gastrin yang berlebihan, yang diproduksi oleh tumor(gastrinomas-sindrom
zolinger-ellison)jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan
kondisi penuh stress.

1. 4. Patofisiologi Terjadinya Penyakit


Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin).
Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin,
atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa.

1. Peningkatan Konsentrasi atau Sekresi Lambung dan Kerja Asam Peptin


Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :

1) Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan
menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan
makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus
peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring
mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus.
Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah
iritan yang signifikan.
2) Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal menyebabkan
sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.

3) Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi
gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung. Pada
manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein
yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini
mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida
disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme
neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila
asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar
mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin
akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil
permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa
yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah
pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi
lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai
darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh
karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua
factor ini : 1. hipersekresi asam pepsin

1. Kelemahan Barier Mukosa Lambung


Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain,
alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori ini.Sindrom Zollinger-
Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus peptikum berat atau
ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar. Sindrom ini diidentifikasi
melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam gastric
triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua dan tiga dari
duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira-kira ⅓ dari gastrinoma adalah
ganas(maligna).

Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat ditemui. Pasien ini
dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya
dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah
nyeri epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa
akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress
secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma
dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik
dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72
jam, erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas.
Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.

Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya
ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa
lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan
pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus
dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus
lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini
dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam
dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72
jam setelah luka bakar luas.

Pathway Ulcus Pepticus


5. Klasifikasi
Klasifikasi ulkus berdasarkan lokasi:

Ulkus duodenal Ulkus Lambung


Insiden Insiden
Usia 30-60 tahun Biasanya 50 tahun lebih

Pria: wanita3:1 Pria:wanita 2:1


Terjadi lebih sering daripada ulkus lambung

Tanda dan gejala


Hipersekresi asam lambung Tanda dan gejala
Normal sampai hiposekresi asam lambung
Dapat mengalami penambahan berat badan
Penurunan berat badan dapat terjadi
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi. Nyeri terjadi ½ sampai 1 jam setelah
makan; jarang terbangun pada malam hari;
Makan makanan menghilangkan nyeri dapat hilang dengan muntah.

Muntah tidak umum Makan makanan tidak membantu dan


kadang meningkatkan nyeri.
Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus
lambung tetapi bila ada milena lebih umum Muntah umum terjadi
daripada hematemesis.
Hemoragi lebih umum terjadi daripada
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada ulkus duodenal, hematemesis lebih umum
ulkus lambung. terjadi daripada melena.

Kemungkinan Malignansi Kemungkinan malignansi


Jarang Kadang-kadang

Faktor Risiko
Golongan darah O, PPOM, gagal ginjal
kronis, alkohol, merokok, sirosis, stress. Faktor Risiko
Gastritis, alkohol, merokok, NSAID, stres
1. Gejala Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa
bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa
penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan
20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang
mendahului.
1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk
atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini
bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain
menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks
local yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang
dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan
alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri
kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan
memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan
garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.
2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi
asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah
dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan
pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa
yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi
atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan
dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga
datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang
mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi
mereka menunjukkan gejala setelahnya.
1. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum :
GCS :

– Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.

– Tanda vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.


1. Head to toe :
– Kepala

Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.

Palpasi : nyeri tekan dikepala.

– Wajah

Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.

Palpasi : nyeri tekan di wajah.

– Mata

Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil,

Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosa
sclera

– Hidung :

Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret

Dipalpasi : nyeri tekan pada hidung

– Mulut :

Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi

Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi

– Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher

Palpasi : nyeri tekan pada leher.

– Dada

Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.

Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri
tekan.

Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.

Auskultasi : bunyi paru dan suara napas

– Payudara dan ketiak

Inspeksi : bentuk, benjolan

Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan

– Abdomen

Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen

Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.

Perkusi : batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan diperut

– Genitalia

Inspeksi : bentuk alat kelamin,distribusi rambut kelamin,warna rambut


kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin

– Integumen

Inspeksi : warna kulit,benjolan

Palpasi : nyeri tekan pada kulit

– Ekstremitas

Atas :

Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan

Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot

Bawah :

Inspeksi : warna kuliy,bentuk kaki

Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot

1. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau
distensi abdominal.
2. Bising usus mungkin tidak ada.
3. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran GI atas dapat menunjukkan
adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur diagnostic pilihan.
4. Endoskopi GI atas digunakan untuk mengidentifikasi perubahan inflamasi,
ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung dilihat dan
biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi
yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya.
5. Feces dapat diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif
terhadap darah samar.
6. Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam
mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam hdroklorida dalam getah
lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan
atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan
adanya ulkus.
7. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui
kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus. serta tes serologis
terhadap antibody pada antigen H. Pylori.
1. Therapy atau Tindakan Penanganan
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan. Penurunan stress
dan istirahat.

1. Modifikasi diet
2. Penghentian merokok
3. Obat-obatan
4. Intervensi bedah
10. Komplikasi Potensial
1. Hemoragi-gastrointestinal atas, gastritis dan hemoragi akibat ulkus peptikum
adalah dua penyebab paling umum perdarahan saluran GI.
2. Perforasi, merupakan erosi ulkus melalui mukosa lambung yang menembus ke
dalam rongga peritoneal tanpa disertai tanda.
3. Penetrasi atau Obstruksi, penetrasi adalah erosi ulkus melalui serosa lambung
ke dalam struktur sekitarnya seperti pankreas, saluran bilieratau omentum
hepatik.
4. Obstruksi pilorik terjadi bila areal distal pada sfingter pilorik menjadi jaringan
parut dan mengeras karena spasme atau edema atau karena jaringan parut yang
terbentuk bila ulkus sembuh atau rusak.
1. B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. 1. Pengkajian
¶ Identitas

– Pasien
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Status perkawinan
7. Agama
8. Suku
9. Alamat
– Penanggung

1. Nama penanggung
2. Hubungan dengan pasien
3. Pekerjaan
4. Alamat
¶ Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada atau tidak anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti pasien.

¶ Status kesehatan

– Status kesehatan saat ini

– Status kesehatan masa lalu

– Riwayat penyakit keluarga

– Diagnosa medis dan terapi

¶ Pola Fungsi kesehatan

 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan


 Nutrisi/metabolic
 Pola eliminasi
 Pola aktivitas dan latihan
 Oksigenasi
 Pola tidur dan istirahat
 Pola kognitif-perseptual
 Pola persepsi diri/konsep diri
 Pola seksual dan reproduksi
 Pola peran-hubungan
 Pola manajememn koping stress
 Pola keyakinan
¶ Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum
– Tingkat kesadaran CCS

 Tanda-tanda vital
 Keadaan fisik
 Kepala dan leher
 Dada
 Payudara dan ketiak
 Abdomen
 Genitalia
 Integument
 Ekstremitas
 Pemeriksaan neurologist
1. 2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder
terhadap gangguan visceral usus.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan
otot.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.
4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi
berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
1. 3. Rencana Tindakan
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder
terhadap gangguan visceral usus.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan nyeri pada pasien dapat berkurang atau hilang

Kriteria hasil : menggunakan obat-obatan sesuai resep,mengalami penurunan


nyer,menggantikan aspirirn dengan aetaminofen ( Tylenol),menghindari obat yang
dijual bebas yang mengandung asam asetilsalisilat,mentaati pembatasan yang
dianjurkan,mengidentifikasi makanandan minuman yang dihindari,mentati jadual
makan dan kudapan secara teratur,berhenti merokok dan berpartisispasi dalam
program penghentian merokok bila perlu.

Tindakan/ intervensi Rasional

1. Berikan terapi obat-obatan sesuai a.Ntagonis histamine mempengaruhi


program: sekresi asam lambung.
a.antagonis histamine b.Antibiotik diberikan bersamaan dengan
garam bismuth mematikan H.Pylori.
b.Garam antibiotic /bismuth
c.Agen sitoprotektif melindungi mukosa
lambung.
c.Agen sitoprotektif
d.Inhibitor pompa proton menurunkan asam
d.Inhibitor pompa proton lambung.

e.Antasida e.Antasida menetralisasi keasaman sekresil


lambung.
f.Antikolinergik
f.Antikolinergik menghambat bpelepasan
1. Anjurkan menghindari obat-obatan yang asam lambung.
dijual bebas
2. Anjurkan pasien untuk menghindari 2.Obat-obatan yang mengandung salisilat
makanan/minuman yang mengiritasi mengiritasi mukosa lambung.
lapisan lambung ,kafein dan alcohol.
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan
makan dan kudapan pada interval yang 3.Makanan/minuman yang mengandung
teratur. kafein merangsang sekresi asam
4. Anjurkan pasien untuk berhenti hidroklorida.
merokok
5. Farmakoterapi membantu 4.Jadwal makan yang teratur membantu
menguranginya sebagai berikut: mempertahankan partikel makanan di dalam
lambung ,yang membantu menetralisasi
keasaman sekresi lambung.

5.Merokok merangsang kemungkinan


kekambuhan ulkus

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia ditandai dengan kelemahan


otot

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama … x 24 jam


diharapkan pasien memiliki sedikit tenaga untuk beraktivitas

Kriteria hasil : TTV normal dan pasien tidak terlihat lemas lagi

Tindakan/ intervensi Rasional


1.Anjurkan aktivitas ringan dan perbanyak
istirahat
2.Kaji faktor yang menimbulkan keletihan 1. dengan aktivitas yang ringan dan
istirahat yang cukup dapat memulihkan
kondisi pasien.
3. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas 2. dapat mengatasi masalah keletihan
perawatan diri yang ditolerir, bantu jika 3. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas
keletihan terjadi perawatan diri yang ditolerir, bantu jika
keletihan terjadi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam


diharapkan pasien mendapatkan tingakt nutrisi optimal

Kriteria Hasil : Menghindari makanan dan minuman pengiritasi,makan-


makanan dan kudapan pada interval yang dijadwalkan secara teratur,dan memilih
lingkungan rileks untuk makanan.
TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan makan-makanan dan
minuman yang tidak mengiritasi
2. Anjurkan makanan dimakanpada jadual
waktu teratur ,hindari kudapan sebelum
waktu tidur
1. Dorong makanan pada lingkungan yang
rileks
2. Makanan yang tidak mengiritasi
mengurangi nyeri epigastrik
3. Makan teartur membantu menetralisasi
sekresi lambung ,kudapan sebelum
waktu tidur meningkatkan sekresi asam
lambung.
4. Lingkungan yang rileks kurang
menimbulkan ansietas.Menurunkan
ansietas membatu menurunkan sekresi
asam hidroklorida. 5.
4. Kurang pengetahuan mengenai pencegahan gejala dan penatalaksanaan kondisi
berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … menit


diharapkan pasien dapat mendapatkan pengetahuan tentang pencegahan dan
penatalaksanaan

Kriteria Hasil : mengekspresikan minat dalam belajar bagaimana mengatasi


penyakit,berpartisispasi dalam sesi penyuluhan,mengajukan pertanyaan, dan
menyatakan keinginan untuk bertanggungjawab terhadap perawatan diri.

TINDAKAN / INTERVENSI RASIONAL


1.Kaji tingkat pengetahuan dan kesiapan
untuk belajar dari pasien. 1.Keinginan untuk belajar tergantung pada
2.Ajarkan informasi yang diperlukan: kondisi fisisk pasien,tingkat ansietas dan
kesiapan mental
a.Gunakan kata-kata sesuai tingkat 2,Individualisasi rencana penyuluhan
pengetahuan pasien meningkatkan pembelajaran
b.Pilih waktu kapan pasien paling nyaman 3.Memberi keyakinan dapat memberikan
berminat. pengaruh positif pada perubahan prilaku.

c.Batasi sesi penyuluhan sampai 30 menit


atau kurang

3.Yakinkan pasien bahwa penyakit dapat


diatasi

1. 1. Evaluasi
Diagnosa Evaluasi
S :Pasien mengatakan bahwa nyerinya telah
berkurang.
O : P:Trauma jaringan dan reflex spasme
otot

Q: Tumpul

R: Epigastrum dan punggung

S: 5

T :2-3 jam setelah makan

A : Tujuan tercapai,masalah teratasi


Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
dan refleks spasme otot sekunder terhadap P : Pertahankan kondisi
gangguan visceral usus.
S :Pasien mengatakan bahwa dia sudah dapat
melakukan aktivitas sendiri
O : TTV normal, pasien terlihat tidak lemas
lagi

A : tujuan tercapai,masalah teratasi

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan P :Pertahankan kondisi


anemia ditandai dengan kelemahan otot
S: Pasien mengatakan dia sudah memiliki
tenaga
O: BB stabil

A: tujuan tercapai,masalah teratasi


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual P: Pertahankan kondisi
dan muntah
S: Pasien mengatakan sudah mengerti
dengan penjelasan yang diberikan dan tidak
merasa cemas lagi.
O: Pasien tampak mengangguk saat diberi
penjelasan dan saat ditanya pasien bisa
menjawab

A: Tujuan tercapai, masalah teratasi


Kurang pengetahuan mengenai pencegahan
gejala dan penatalaksanaan kondisi
berhubungan dengan informasi yang tidak P : Pertahankan kondisi
adekuat

DAFTAR PUSTAKA

1. Capenito, Lynda Jall. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC


2. Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made
Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC
3. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson.
(1994). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: Penerbit EGC.
4. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo,
dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;
2001.

Anda mungkin juga menyukai