Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

R DENGAN
DIAGNOSA MEDIS ULKUS DIABETIKUM

DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. H. SUWONDO KENDAL

KARYA ILMIAH AKHIR

Disusun Oleh

FAJAR ARDIAN AJI PRADANA

(201902040042)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir


Asuhan Keperawatan Pada Ny.R dengan Diagnosa Medis Ulkus Diabetikum di Ruang
Cempaka RSUD dr. H. Soewondo Kendal
Disusun Oleh :
Fajar Ardian Aji Pradana
201902040042
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal ...
Dewan Penguji
Penguji I Penguji II

Dafid Arifiyanto,Ns.Sp.Kep.M.B. Purbonanti, S.Kep.,Ns

Karya Ilmiah Akhir ini telah diterima sebagai salah satu


Persyaratan untuk memperoleh gelar Profesi Ners

Pekajangan, .....
Ketua Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan

Dr. Nur Izzah, M.Kes


NIK. 89.001.005

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sholawat dan salam yang senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad
SAW, sehingga peneliti mampu menyelesaikan penyusunan KIA ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Ny. R dengan ulkus diabetikum di Ruang Cempaka RSUD dr. H.
Soewondo Kendal”. KIA ini ditulis dalam rangka memenuhi tugas stase keperawatan
medikan bedah di Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan. Penyusunan KIA ini
mampu terselesaikan berkat bimbingan CI akademik, CI klinik dan bantuan serta saran dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa hormat dan mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Direktur RSUD dr. H. Soewondo Kendal yang telah memberikan ijin peneliti dalam
pengumpulan data dan melakukan penelitian.
2. Dr. Nur Izzah, M.Kes. selaku Ketua Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.
3. Neti Mustikawati, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.An selaku Kepala Program Studi Ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.
4. Segenap tenaga kesehatan di RSUD dr. H. Soewondo Kendal yang telah memberikan
bimbingan selama praktik di rumah sakit.
5. Bapak dan Ibu tersayang yang telah memberikan dukungan, dan doa yang senantiasa
mengiringi setiap langkah peneliti dalam menyelesaikan KIA ini serta semua pihak yang
tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi dukungan dan
bantuan dalam menyelesaikan KIA ini. Penulis menyadari sepenuhnya atas kekurangan,
keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman yang dimiliki sehingga penulisan
KIA ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat
peneliti harapkan demi kesempurnaan KIA ini.

Kendal , 31 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................... 2

BAB II : TINJAUAN TEORI


A. Batasan ................................................................................... 3
B. Klasifikasi .............................................................................. 3
C. Etiologi ................................................................................... 3
D. Patofisiologi .......................................................................... 6
E. Tanda dan Gejala ................................................................... 7
F. Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 8
G. Pathways ............................................................................... 9
H. Penatalaksanaan ................................................................... 10
I. Pengkajian ............................................................................. 14
J. Diagnosa Keperawatan ......................................................... 15
K. Rencana Keperawatan ............................................................ 15

BAB III : TINJAUAN KASUS


A. Pengkajian ............................................................................... 17
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................ 17
C. Intervensi Keperawatan ........................................................... 18
D. Implementasi Keperawatan ..................................................... 18
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................. 20

BAB IV : PEMBAHASAN KASUS


A. Pengkajian ............................................................................... 22
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................ 24
C. Intervensi Keperawatan ........................................................... 24
D. Implementasi Keperawatan ..................................................... 26
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................. 26

iii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas
tidak memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif
menggunakan insulin yang dihasilkan.Insulin adalah hormon yang mengatur gula
darah.Hiperglikemia atau gula darah yang meningkat, merupakan efek umum dari
diabetes yang tidak terkontrol, dan dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius
pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah (WHO, 2011).
Internasional of Diabetic Ferderation (IDF, 2015) menyatakan tingkat
prevalensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan
penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 387 juta
kasus. Indonesia merupakan Negara yang menempati urutan ke 7 dengan penderita DM
sejumlah 8,5 juta penderita. Angka kejadian DM menurut data Riskesdas (2013) terjadi
peningkatan dari 1,1 % di tahun 2007 meningkat menjadi 2,4 % di tahun 2013 dari
keseluruhan penduduk sebanyak250 juta jiwa. Penyakit diabetes mellitus merupakan
penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan akan tetapi dapat dikendalikan, dengan
cara penderita diabetes mellitus harus patuh dalam kontrol. Penderita diabetes mellitus
di Provinsi Jawa Tenggah menempati urutan kedua terbanyak sebesar 16,53%
penderita. (Dinkes Jateng, 2014). Sedangkan penderita diabetes mellitus yang berada di
wilayah Surakarta berdasarkan data yang di peroleh dari Persatuan Diabetes Indonesia
(Persadia) Cabang Kota Surakarta pada tahun 2017 sampai bulan Januari di dapatkan
data sebanyak 200 orang terdaftar sebagai anggota Persadia dan yang aktif dalam
kegiatan Persadia sebanyak 80 orang.
Penderita DM mempunyai resiko 15% terjadinya ulkus kaki diabetik pada masa
hidupnya. Neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer, beban tekanan abnormal pada
plantar dan infeksi menjadi resiko penting untuk terjadinya ulkus kaki diabetik dan
amputasi (Hidayat dkk, 2014). Intervensi sederhana yang dilakukan pada pasien DM
dapat mencegah terjadinya ulkus diabetikum sehingga angka amputasi dapat diturunkan
hingga 80%. Amputasi memberikan pengaruh besar terhadap seorang individu, tidak
hanya dari segi kosmetik tapi juga kehilangan produktivitas, meningkatkan
ketergantungan terhadap orang lain serta biaya mahal yang dikeluarkan untuk
penyembuhan (Roza, 2015).

1
Ulkus kaki merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita
DM. Angka kejadian ulkus kaki pada penderita DM di tiap negara bervariasi. Angka
kejadian ulkus kaki diabetik menurut IDF pada negara berkembang bisa mencapai 40%.
Fakta umum mengenai komplikasi ulkus kaki diabetik meliputi 1) Satu dari setiap enam
orang dengan diabetes mengalami komplikasi berupa ulkus kaki diabetik selama hidup
mereka. 2) Setiap tahunnya 4 juta penderita diabetes mengalami komplikasi berupa
ulkus kaki diabetik. 3) Setiap 30 detik seseorang akan kehilangan kaki di suatu tempat
di dunia akibat diabetes. 4) Masalah pada kaki adalah penyebab paling umum pada
penderita diabetes yang dirawat di rumah sakit. 5) Ulkus kaki diabetik menghabiskan
40% sumber daya kesehatan pada negara-negara berkembang (Chadwick et al., 2014,
Maremanda et al., 2014).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut tentang kasus abses submandibula dalam sebuah Karya Ilmiah Akhir (KIA)
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ny. I dengan Ulkus Diabetic di Ruang
Cempaka Bedah RSUD dr. H. Soewondo Kendal”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah agar mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan ulkus
diabetic.
2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu menyusun pengkajian asuhan keperawatan pada klien
dengan ulkus diabetic dengan benar.
b. Mahasiswa mampu menyusun diagnosa keperawatan pada klien dengan ulkus
diabetic dengan benar.
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan
ulkus diabetic dengan benar.
d. Mahasiswa mampu menyusun implementasi keperawatan pada klien dengan
ulkus diabetic dengan benar.
e. Mahasiswa mampu menyusun evaluasi keperawatan pada klien dengan ulkus
diabetic dengan benar.
f. Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan pada klien dengan
ulkus diabetic dengan benar.

2
BAB II
TINJAUAB TEORI

A. PENGERTIAN
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas
untuk mensekresi insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa)
secara adekuat. Akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia. DM merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang
tidak adekuat (Brunner & Suddart).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah
satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni,
2010). Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus sebagai
sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL
yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Diabetik untuk
terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah, (zaidah, 2005).

B. KLASIFIKASI DM
1. Tipe I : Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM)
2. Tipe II : Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM)

C. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

3
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus
tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik

4
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1) Neuropati
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada
pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan
aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya
gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
a) Adanya hormone aterogenik
b) Merokok
c) Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:

a) Kaki dingin
b) Nyeri nocturnal
c) Tidak terabanya denyut nadi
d) Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
e) Kulit mengkilap
f) Hilangnya rambut dari jari kaki
g) Penebalan kuku
h) Gangren kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi

5
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri
abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
6
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

E. TANDA DAN GEJALA


1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3. Ulkus Diabetikum

7
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5
P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Klasifikasi :
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
2. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
GOD.

8
3. HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin adalah hemoglobin yang
berikatan dengan glukosa di dalam darah nilai normal <6%, prediabetes 6,0-6,4% dan
diabetes ≥ 6,5%. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 3 bulan.
4. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
5. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,
LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans (inlet cellantibody)

G. PATHWAY

9
H. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
· kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
· kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
· Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
(1) Menghambat absorpsi karbohidrat
(2) Menghambat glukoneogenesis di hati
(3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(5) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I

b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

c) DM kehamilan

d) DM dan gangguan faal hati yang berat

e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

f) DM dan TBC paru akut

g) DM dan koma lain pada DM

h) DM operasi

2) Insulin diperlukan pada keadaan :


a) Penurunan berat badan yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.

10
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan
larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium
permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi
yang secaramekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka
amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut Smeltzer dan Bare (2001:
1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Melitus adalah menormalkan
aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah
untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
(1) Diit DM I : 1100 kalori

(2) Diit DM II : 1300 kalori

(3) Diit DM III : 1500 kalori

(4) Diit DM IV : 1700 kalori

(5) Diit DM V : 1900 kalori

(6) Diit DM VI : 2100 kalori

(7) Diit DM VII : 2300 kalori

(8) Diit DM VIII: 2500 kalori

11
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
diabetes komplikasi.

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)

BBR = ------------------X 100 %

TB (cm) – 100

1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %

2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %

3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %

4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %

- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %

- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %

- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %

- Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita


DM yang bekerja biasa adalah:

1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari

2) Normal : BB X 30 kalori sehari

3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari

4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

12
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan
pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan
kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan
dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari
komplikasi dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1. Hiegene kaki:

· Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan
digosok

· Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang
berlebih

· Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong

· Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit

· Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit

· Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki
direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk
atau dikikir jangan dikelupas.

2. Alas kaki yang tepat

3. Mencegah trauma kaki

4. Berhenti merokok

13
5. Segera bertindak jika ada masalah

f. Kontrol nutrisi dan metabolic


Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka.
Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses
penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin
diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan
protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat
60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang
besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang
tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik
harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.
g. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight
bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan
sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus
dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena
kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma
berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan
atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

I. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama,
sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
1. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma

14
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
6. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
7. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
9. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
4. Resiko infeksi

K. RENCANA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Kriteria hasil :
1) Nyeri dapat berkurang dengan menunjukkan skala nyeri < 3
2) Klien dapat lebih rileks
Intervensi :
1) Kaji nyeri secara komprehensif
2) Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
15
3) Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
4) Konsultasikan dengan dokter pemberian analgetik untuk mengatasi nyeri.

b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rentang normal

Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital klien
2) Selimuti pasien
3) Kompres pada lipatan paha dan aksila
4) Beritahu keluarga untuk menjaga lingkungan agar tetap dalam kondisi hangat
5) Kolaborasikan dengan dokter pemberian paracetamol untuk menurunkan demam.
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan pembedahan
Kriteria hasil :
1) Perfusi jaringan normal
2) Ketebalan dan struktur jaringan normal

Intervensi :
1) Monitor adanya kemerahan
2) Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
3) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
4) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan sehat
5) Kolaborasikan dengan dokter pemberian terapi yang tepat
d. Risiko infeksi berhubungan dengan pembedahan
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda tanda infeksi
2) Luka bersih dan tidak lembab

Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda infeksi
2) Lakukan perawatan luka
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk tetap menjaga lingkungan tetap bersih
4) Kolaborasikan dengan dokter pemberian terapi yang tepat

16
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada Ny.R pada tanggal 4 Desember 2019 di dapatkan data
subjektif pasien mengatakan sebelum dibawa ke RSUD dr. H. Soewondo Kendal pasien
mengeluh badan terasa lemas, pusing dan ada benjolan dipaha kiri atas. Kemudian pasien
kontrol ke poli dalam RSUD dr. H. Soewondo Kendal dan saat itu pasien dirawat inap,
saat di IGD didapatkan tanda-tanda vital TD: 130/80 mmHg, N: 88x/menit, Suhu: 36,6℃,
RR: 25x/menit. Saat diruang Kenanga, pasien mendapat program operasi, kemudian
pasien dipindah keruang Cempaka untuk menurunkan kadar gulanya

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan)
DS :
- Pasien mengatakan nyeri
P : ulkus diabetikum
Q : senut-senut
R : paha kiri
S:6
T : hilang timbul
DO : pasien nampak meringis menahan nyeri
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri
DS : pasien mengatakann sesak nafas

DO : Pasien terpasang O2 nasal canul 3lpm


TD : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
RR : 28x/menit
S : 36.6℃

17
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan)
DS :
- pasien mengatakan luka dipaha kiri tidak sembuh-sembuh
- Pasien mengatakan tidak bisa berjalan karena ada luka di paha kiri
DO :
- terdapat ulkus diabetikum di femur sinistra
- Terdapat pus dan jaringan nekrotik di luka
- panjang luka ± 8 cm, kedalaman > 5 cm, terpasang tampon dan masih terlihat
adanya pes yang keluar dari luka

C. Intervensi Keperawatan
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny.R telah dilakukan rencana
keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
1. Rencana keperawatan pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan
agen cedera fisik (pembedahan) adalah lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif, monitor tanda-tanda vital, ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi, kolaborasikan dengan dokter pemberian analgetik ketorolac.
2. Rencana keperawatan pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas
berhunungan dengan hiperventilasi adalah monitor respirasi dan status O2,
auskultasi suara nafas (catat adanya suara tambahan), ajarkan klien untuk posisi
setengah duduk, kolaborasi dengan dokter pemberian terapi oksigen nasal canul
3lpm
3. Rencana keperawatan pada diagnosa keperawatan kerusakan integritas jaringan
berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan) adalah monitor karakteristik
luka, pertahankan teknik balutan steril ketika perawatan luka, catat tanda dan gejala
infeksi luka, gunakan balutan berdaya serap tinggi, kolaborasikan dengan dokter
pemberian antibiotik ceftriaxson 2 gram melalui intra vena, metronidazole 500mg
intravena.
D. Implementasi Keperawatan
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny.R telah dilakukan implementasi
keperawatan sesuai dengan diagnosa dan rencana keperawatan yang telah ditegakkan.
1. Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik (pembedahan) pada tanggal 4 Desember 2019 adalah untuk
melakukan pengkajian nyeri didapatkan hasil pasien mengatakan skala nyeri 6,

18
pasien nampak keluar keringat dingin. Selanjutnya memonitor tanda-tanda vital
didapatkan hasil darah : 120/80 mmHg, nadi : 80 x/menit, respiratory rate : 28 x/
menit, suhu : 36,6℃. Pada tanggal 5 Desember 2019 implementasi yang dilakukan
adalah mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam didapatkan hasil pasien
mengatakan nyeri berkurang menjadi 4. Pada tanggal 6 Desember 2019
implementasi yang dilakukan adalah melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif didapatkan hasil pasien mengatakan skala nyerinya 3.
Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian injeksi ketorolac intra vena dengan
dosis 30 mg didapatkan hasil nyerinya berkurang.
2. Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatan ketidakefekifan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi pada tanggal 4 Desember 2019 adalah
memonitor respirasi dan status O2 didapatkan hasil pasien mengatakan sesak nafas,
hasil RR: 28x/menit. Selanjutnya melakukan auskultasi dada pada pasien dan
didapatkan hasil suara sonor. Serta mengkolaborasikan dengan dokter pemberian
terapi oksigen nasal canul 3lpm didaptkan hasil pasien mengatakan lebih nyaman.
Pada tanggal 5 Desember 2019 implementasi yang dilakukan adalah mengajarkan
pasien posisi setengah duduk didapatkan hasil pasien mengatakan nyaman dan sesak
berkurang. Dan memonitor respirasi serta status O2 pasien didapatkan hasil RR:
25x/menit. Pada tanggal 6 Desember 2019 implementasi yang dilakukan adalah
memonitor respirasi serta status O2 pasien didapatkan hasil RR: 24x/menit.
Selanjutnya mengevaluasi posisi setengah duduk yang telah diajarkan didapatkan
hasil pasien mengatakan nyaman dan sesak berkurang. Serta mengkolaborasikan
dengan dokter pemberian terapi oksigen nasal canul 3lpm didaptkan hasil pasien
mengatakan lebih nyaman selama menggunakan O2.
3. Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatan kerusakan integritas jaringan
berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan) pada tanggal 4 Desember 2019
adalah mengobservasi kondisi luka pasien, didapatkan hasil luka nampak kemerahan,
keluar cairan dan pes. Mengedukasi keluarga dan pasien untuk menjaga kebersihan
didapatkan hasil pasien mengatakan paham mengenai penjelasan yang telah
diberikan. Dan yang terakhir adalah mengkolaborasikan dengan ahli gizi diit yang
sesuai (BTS DM, TKTP) didapatkan hasil pasien mengatakan telah menghabiskan
makanannya, wadah makanan nampak habis. Pada tanggal 5 Desember 2019
implementasi yang dilakukan adalah memonitor karakteristik luka didapatkan hasil
panjang luka ± 8 cm, kedalaman > 5 cm, tidak berbau dan terdapat pes. Mencatat
19
adanya gejala dan tanda infeksi didapatkan hasil pes keluar cukup banyak. Pada
tanggal 6 Desember 2019 dilakukan implementasi memonitor karakteristik luka
didapatkan hasil panjang luka ± 8 cm, kedalaman > 5 cm, terpasang tampon dan
masih terlihat adanya pes yang keluar dari luka. Mempertahankan teknik balutan
steril ketika perawatan luka didapatkan hasil balutan telah diganti, pasien
mengatakan lebih terasa nyaman. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian
antibiotik ceftriaxone 2 gr/IV, metronodazole 500mg/ IV

E. Evaluasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada Ny. R selama asuhan
keperawatan dievaluasi setiap hari dari tanggal 4 Desember sampai dengan 6 Desember
2019 didapatkan hasil evaluasi sebagai berikut :
1. Evaluasi keperawatan untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis fisik (pembedahan) pada tanggal 4 Desember 2019 adalah S = pasien
mengatakan masih terasa nyeri dengan hasil pengkajian nyeri didapatkan hasil p :
ulkus diabetikum, q : cenut-cenut, r: paha kiri, s: 6, t: hilang timbul. O = pasien
nampak meringis kesakitan dan didapatkan vital sign tekanan darah : 120/80 mmHg,
nadi : 80 x/menit, respiratory rate : 28 x/ menit, suhu : 36,6 ℃. A = masalah nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan) belum teratasi. P =
lanjutkan intervensi monitor skala nyeri dan lakukan manajemen nyeri. Pada tanggal
5 Desember 2019 didapatkan hasil evaluasi keperawatan S = pasien mengatakan
nyerinya berkurang menjadi skala 4. O = pasien nampak lebih rileks dan didapatkan
data vital sign TD : 120/80 mmHg, N :86x/menit, RR: 25x/menit, S: 36,7℃. A =
masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis fisik (pembedahan)
sebagian teratasi. P = pertahankan intervensi monitor nyeri secara komprehensif,
lakukan manajemen nyeri dan pemberian analgetik sesuai advis dokter. Pada tanggal
6 Desember 2019 didapatkan data hasil evaluasi keperawatan S = pasien
mengatakan nyerinya telah berkurang dengan skala 3. O = pasien nampak lebih
rileks, pasien nampak tegang saat diganti balutan. A= masalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik ( pembedahan) teratasi sebagian. P =
lanjutkan intervensi lakukan relaksasi nafas dalam dan pemberian analgetik sesuai
advis dokter.
2. Evaluasi keperawatan untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungsn
dengan hiperventilasi pada tanggal 4 Desember 2019 adalah S= pasien mengatakan
20
sesak nafas. O= Pasein terpasang 𝑂2 nasal canul 3lpm, TD : 120/80 mmHg,
N :80x/menit, RR: 28x/menit, S: 36,5℃. A= masalah ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi belum teratasi. P= lanjutkan intervensi monitor
respirasi dan ajarkan posisi setengah duduk. Pada tanggal 5 desember 2019
didapatkan hasil evaluasi keperawatan S= pasien mengatakan lebih nyaman dan
sesak berkurang. O= pasien tampak lebih tenang, hasil tanda-tanda vital TD : 120/80
mmHg, N :86x/menit, RR: 25x/menit, S: 36,7℃. A= masalah ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan hiperventilasi teratasi sebagian. P= lanjutkan intervensi
posisi setengah duduk dan kolaborasi dengan dokter pemberian terapi oksigen. Pada
tanggal 6 Desember 2019 didaptkan hasil evaluasi keperawatan adalah S= pasien
mengatak lebih nyaman, sesak berkurang. O= pasien tampak lebih tenang, hasil
tanda-tanda vital TD : 125/80 mmHg, N :82x/menit, RR: 24x/menit, S: 36,7℃.
A=masalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi teratasi
sebagian. P= lanjutkan intervensi mempertahankan posisi setengah duduk, pantau
tanda-tanda vital dan kolaborasi dengan dokter pemberian terapi oksigen.
3. Evaluasi keperawatan untuk diagnosa kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan prosedur invasif (pembedahan) pada tanggal 4 Desember 2019 adalah S=
pasien mengatakan balutan perban sering lepas karena merembes. O= luka nampak
lembab dan keluar pes. A= masalah kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan prosedur invasif (pembedahan) belum teratasi. P= lanjutkan intervensi
lakukan perawatan luka. Pada tanggal 5 Desember 2019 didapatkan data hasil
evaluasi keperawatan S= pasien mengatakan lebih nyaman setelah diganti balutan.
O= luka masih lembab dan masih mengeluarkan pes. A=masalah kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan) belum
teratasi. P= lanjutkan intervensi lakukan ganti balut setiap hari. Pada tanggal 6
Desember 2019 didapatkan hasil evaluasi keperawatan S= pasien mengatakan lebih
nyaman sesudah diganti balutan luka. O= luka masih mengeluarkan produksi cairan
berlebih. A= masalah kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan posedur
invasif (pembedahan) belum teratasi. P= lanjutkan intervensi lakukan ganti balutan
setiap hari.

21
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Pada bab ini dibahas asuhan keperawatan pada Ny.R dengan diagnosa medis abses
submandibula di ruang Cempaka RSUD dr. H. Soewondo Kendal sesuai langkah-langkah
dalam proses keperawatan.
Pengkajian pada pasien keperawatan medikal bedah membutuhkan identifikasi
mendalam pada gejala yang muncul untuk memunculkan suatu masalah keperawatan.
Menurut Smeltzer & Bare (2005), menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan saat melakukan pengkajian pada pasien dengan keperawatan medikal bedah.
Berikut pengelompokan pengkajian yang dimaksud.

A. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan kasus kasus keperawatan medikal bedah adalah
merupakan salah satu aspek penting dalam proses keperawatan, hal ini penting untuk
merencanakan tindakan selanjutnya, berikut ini adalah hal-hal yang perlu di kaji pada
pasien dengan diagnosa ulkus diabetikum.
1. Identitas pasien
Kegiatan pengumpulan data identitas pasien yang dilakukan dalam penyusunan
asuhan keperawatan ini menggunakan metode dokumen dan anamnesa. Penyusun
melakukan pengecekan data yang didapatkan dari anamnesa terhadap keluarga
pasien dengan data yang diperoleh dari dokumentasi rekam medik yang berada di
ruangan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir resiko kesalahan data yang
mengakibatkan tidak falidnya data yang diperoleh.
Dari pengkanjian identitas pasien didapatkan data nama pasien Ny.R usia 57
tahun, agama islam, status menikah, pendidikan terakhir SMP, pekerjaan sebagai Ibu
Rumah Tangga.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah; klien mengatakan nyeri dibagian paha kiri dengan hasil
pengkajian nyeri didapatkan data P: ulkus diabetikum, Q: senut-senut, R: paha kiri,
S: 4, T: hilang timbul, saat sedang diganti balutan luka operasi.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada klien dengan kasus ulkus diabetikum
akan merasakan keluhan utama berupa nyeri di paha kiri.

22
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Point ini mengungkap tentang pola kesehatan pasien dimasa yang lalu. Saat
pengkajian didapatkan data pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit
tekanan darah tinggi.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Penekanan yang harus diungkap pada pelaksanaan pengkajian riwayat penyakit
sekarang adalah bagaimana alur perjalanan penyakit dari mulai pasien merasakaan
keluhan di rumah dan sampai di bawa kerumah sakit. Penanganan apa saja yang
dilakukan di rumah sakit atau di IGD hingga pasien di pindahkan keruangan. Point
ini akan sangat membantu perawat dalam menentukan diagnosa yang aktual ketika
mendapati pasien baru yang akan menghuni ruangan.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Ny.R pada tanggal 4 Desember 2019
di dapatkan data subjektif pasien mengatakan sebelum dibawa ke RSUD dr. H.
Soewondo Kendal pasien mengeluh badan terasa lemas, pusing dan ada benjolan
dipaha kiri atas. Kemudian pasien kontrol ke poli dalam RSUD H. dr. Soewondo
Kendal dan saat itu pasien dirawat inap, saat di IGD didapatkan tanda-tanda vital TD:
130/80 mmHg, N: 88x/menit, Suhu: 36,6℃, RR: 25x/menit. Saat diruang Kenanga,
pasien mendapat program operasi, kemudian pasien dipindah keruang Cempaka
untuk menurunkan kadar gulanya
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan. Dari
hasil pengkajian mengenai riwayat penyakit keluarga didapatkan data bahwa pasien
mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang pernah mengalami abses seperti
yang dialaminya, riwayat penyakit keluarga yang ada adalah sakit hipertensi.
6. Pemeriksaan Dasar dan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan labolatorium didapatkan data nilai prosedur diagnostik
yang tidak normal adalah natrium dan leukosit.
a. Gula darah sewaktu : 333 mh/dl, nilai normal 75-115
b. HbA1c : 12,1%, nilai normal 4,6 – 6%
c. Leukosit : 10,78 ˆ3/ul, nilai normal 3,8-10,6 ˆ3/ul
7. Terapi obat
a. Infus Nacl 0,9% 20 tpm
b. Injeksi ceftriaxone 2gr/ 24jam
23
c. Injeksi ketorolac 30mg/8 jam
d. Infus metronidazole 500mg/ 8 jam
e. Metformin 3x500mg per oral

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat oleh penulis sesuai dengan prioritas masalah
yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (pembedahan) dan kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan).
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Definisi : Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Hasil
pengkajian pada Ny.R didapatkan data subyektif meliputi Ny.R mengatakan nyeri di
paha kiri. P ; ulkus diabetikum, Q : senut senut, R ; paha kiri, S ; skala 6, T:hilang-
timbul. Pasien nampak menahan nyeri jika kambuh, pengkajian TTV didapatkan
tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 80 x/menit, respiratory rate : 28 x/ menit, suhu :
36,6 ℃ . Dengan demikian data yang ada pada pasien sesuai dengan batasan
karakteristik untuk diagnosa keperawatan tesebut.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
Definisi : inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi. Hasil
pengkajian pada Ny. R didapatkan data subyektif meliputi Ny. R mengatakan sesak
nafas. Data obyektif pasein terpasang 𝑂2 nasal canul 3lpm, TD : 120/80 mmHg,
N :80x/menit, RR: 28x/menit, S: 36,6℃. Dengan demikian data yang ada pada
pasien sesuai dengan batasan karakteristik untuk diagnosa keperawatan tesebut.
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan)
Definisi : cedera pada membran mukosa, kornea, sistem integumen, fascia muskular,
otot, tendon/ tulang, kartilago, kapsul sendi, dan/ atau ligamen. Hasil pengkajian
pada NY. R didapatkan data objektif terdapat balutan ulkus diabetikum femur
sinistra. Dengan demikian data yang ada pada pasien sesuai dengan batasan
karakteristik untuk diagnosa keperawatan tesebut.

C. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
NOC : Pain control

24
NIC :
Pain management
1) Lakukan pengkajian nyei secara komprehensif
Rasional : mengetahui lokasi, karakteristik, deviasi, kualitas, faktor pencetus.
2) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui hasil tanda-tanda vital
3) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi nafas dalam
Rasional : menurunkan skala nyeri
4) Kolaborasikan dengan dokter pemberian analgetik (ketorolac)
Rasional : mengurangi rasa nyeri dengan tindakan farmakologi.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhunungan dengan hiperventilasi
NOC :
Respiratory : airway patency

NIC :
Airway management

1) Monitor respirasi dan status O2


Rasional : mengetahui respirasi dalam batas normal atau tidak
2) Auskultasi suara nafas (catat adanya suara tambahan)
Rasional : mengetahui adanya suara tambahan
3) Ajarkan klien untuk posisi setengah duduk
Rasional : memberikan rasa nyaman sehingga sesak nafas berkurang
4) Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi oksigen nasal canul 3lpm
Rasional : mempertahankan kebutuhan oksigen

c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan)


NOC :
Wound healing

NIC :
Wound care
1) Observasi kondisi luka pasien
Rasional : mengetahui warna, ukuran dan bau luka
2) Pertahankan teknik balutan steril ketika perawatan luka
Rasional : mencegah bertambahnya infeksi

25
3) Catat adanya tanda dan gejala infeksi
Rasional : mengetahui adanya infeksi
4) Pertahankan balutan yang steril
Rasional : mempertahankan luka agar tetap steril
5) Edukasi pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan
Rasional : mencegah menyebarnya infeksi
6) Kolaborasi dengan ahli gizi diit yang sesuai (BTS DM, TKTP)
Rasional : menjaga asupan gizi untuk mempercepat penyembuhan luka
7) Kolaborasi dengan doketer pemberian antibiotic
Rasional : memberikan terapi antibiotic yang sesuai

D. Implementasi Keperawatan
1. Implementasi yang telah di lakukan pada diagnosa keperawatan nyeri akut
berhubungan agen cedera biologis yaitu melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif, memonitor tanda-tanda vital, mengajarkan penggunaan teknik non
farmakologi, mengkolaborasikan dengan dokter pemberian analgetik ketorolac
2. Implementasi yang telah di lakukan pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan
pola nafas berhunungan dengan nyeri adalah memonitor respirasi dan status O2,
melakukan auskultasi suara nafas (catat adanya suara tambahan), mengajarkan klien
untuk posisi setengah duduk, mengkolaborasi dengan dokter pemberian terapi
oksigen nasal canul 3lpm
3. Implementasi yang telah di lakukan pada diagnosa keperawatan kerusakan integritas
jaringan berhubungan dengan prosedur invasif (pembedahan) yaitu mengobservasi
kondisi luka pasien,mencatat adanya tanda dan gejala infeksi, mempertahankan
balutan yang steril, mengedukasi pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan
lingkungan, mengkolaborasikan dengan ahli gizi diit yang sesuai (BTS DM, TKTP),
mengkolaborasikan dengan doketer pemberian antibiotik (ceftriaxone 2 gr per iv dan
metronidazole saat ganti balut).

E. Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama tiga hari, dan dilakukan
Implementasi keperawatan untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis fisik (pembedahan) pada tanggal 4 Desember 2019 adalah pasien mengatakan
masih terasa nyeri dengan hasil pengkajian mengatakan nyeri di paha kiri. P ; ulkus
26
diabetikum, Q : senut senut, R ; paha kiri, S ; skala 6, T:hilang-timbul. Pasien nampak
meringis kesakitan dan didapatkan vital sign tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 80
x/menit, respiratory rate : 28 x/ menit, suhu : 36,6 ℃. Masalah belum teratasi sehingga
intervensi dipertahankan. Pada tanggal 5 Desember 2019 didapatkan hasil evaluasi
keperawatan pasien mengatakan berkurang menjadi 4. Pasien nampak lebih rileks dan
didapatkan data vital TD : 120/80 mmHg, N :86x/menit, RR: 25x/menit, S: 36,7℃.
Masalah belum teratasi sehingga intervensi dipertahankan. Pada tanggal 6 Desember
2019 didapatkan data hasil evaluasi keperawatan pasien mengatakan nyerinya telah
berkurang dengan skala 3. Pasien nampak lebih rileks, pasien nampak tegang saat diganti
balutan. Masalah belum teratasi sehingga intervensi dipertahankan.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungsn
dengan hiperventilasi pada tanggal 4 Desember 2019 adalah pasien mengatakan sesak
nafas. Pasein terpasang 𝑂2 nasal canul 3lpm, TD : 120/80 mmHg, N :80x/menit, RR:
28x/menit, S: 36,5℃. Masalah belum teratasi sehingga intervensi dipertahankan. Pada
tanggal 5 desember 2019 didapatkan hasil evaluasi keperawatan adalah pasien
mengatakan lebih nyaman dan sesak berkurang. Pasien tampak lebih tenang, hasil tanda-
tanda vital TD : 120/80 mmHg, N :86x/menit, RR: 25x/menit, S: 36,7℃. Masalah belum
teratasi sehingga intervensi dipertahankan. Pada tanggal 6 Desember 2019 didaptkan
hasil evaluasi keperawatan adalah pasien mengatak lebih nyaman, sesak berkurang.
Pasien tampak lebih tenang, hasil tanda-tanda vital TD : 125/80 mmHg, N :82x/menit,
RR: 24x/menit, S: 36,7℃. Masalah belum teratasi sehingga intervensi dipertahankan.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan prosedur invasif (pembedahan) pada tanggal 4 Desember 2019 adalah pasien
mengatakan balutan perban sering lepas karena merembes. Luka nampak lembab dan
keluar pes. Masalah belum teratasi sehingga intervensi dipertahankan. Pada tanggal 5
Desember 2019 didapatkan data hasil evaluasi keperawatan pasien mengatakan lebih
nyaman setelah diganti balutan. Luka masih lembab dan masih mengeluarkan pes.
Masalah belum teratasi sehingga intervensi dipertahankan. Pada tanggal 6 Desember
2019 didapatkan hasil evaluasi keperawatan pasien mengatakan lebih nyaman sesudah
diganti balutan luka. Luka masih mengeluarkan produksi cairan berlebih. Masalah belum
teratasi sehingga intervensi dipertahankan.

27
BAB V
PENUTUP

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny. R selama tiga hari dengan diagnosa
medis abses submandibula, pada pada Ny. R di ruang Cempaka RSUD dr. H. Soewondo
Kendal, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan dan saran yang dapat bermanfaat
untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan khususnya pada penderita ulkus diabetikum.
A. Simpulan
Pada saat melakukan asuhan keperawatan, penulis menggunakan tahap-tahap proses
keperawatan pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi. Penulis melakukan pengkajian yang dilakukan pada Ny.R pada tanggal 4
Desember 2019 di dapatkan data subjektif pasien mengatakan sebelum dibawa ke RSUD
dr. H. Soewondo Kendal pasien mengeluh badan terasa lemas, pusing dan ada benjolan
dipaha kiri atas. Kemudian pasien kontrol ke poli dalam RSUD dr. H. Soewondo Kendal
dan saat itu pasien dirawat inap, saat di IGD didapatkan tanda-tanda vital TD: 130/80
mmHg, N: 88x/menit, Suhu: 36,6 ℃, RR: 25x/menit. Saat diruang Kenanga, pasien
mendapat program operasi, kemudian pasien dipindah keruang Cempaka untuk
menurunkan kadar gulanya. Saat dilakukan pengkajian ulkus diabetikum di ruang
cempaka didapatkan hasil data meliputi tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 80 x/menit,
respiratory rate : 28 x/ menit, suhu : 36,6 x/ menit. Pasien mengatakan nyeri pada luka, p :
ulkus diabetikum, q : cenut-cenut, r: paha kiri, s: 6, t: hilang timbul. Pasien mengatakan
sesak nafas, hasil RR: 28 x/ menit. Terdapat ulkus diabetikum di femur sinistra. Terdapat
pus dan jaringan nekrotik di luka. panjang luka ± 8 cm, kedalaman > 5 cm, terpasang
tampon dan masih terlihat adanya pes yang keluar dari luka.
Diagnosa keperawatan yang muncul dan diangkat oleh penulis adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
hiperventilasi dan kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur invasif
(pembedahan).
Perencanaan dirumuskan berdasarkan prioritas masalah sekaligus memperhatikan
kondisi klien serta kesanggupan keluarga dalam bekerjasama dengan perawat. Pada saat
melaksanakan asuhan keperawatan, penulis berusaha melakukan tindakan keperawatan
sesuai rencana keperawatan yang telah disusun. Dari ketiga diagnosa yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan

28
hiperventilasi dan kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan prpsedur invasif
(pembedahan) belum teratasi.

B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan rumah sakit
Diharapkan pada perawat rumah sakit agar selalu memberi asuhan
keperawatan yang prima dan komprehensif pada klien ulkus diabetikum
2. Bagi penulis lain
Penulis yang akan melakukan karya ilmiah akhir dengan tema yang sama
diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam karena dalam
penelitian ini masih terdapat masalah yang belum teratasi, sehingga penulis
selanjutnya bisa menambah sumber referensi yang lebih baik.
3. Bagi institusi pendidikan
Bagi institusi pendidikan terutama pada bagian perpustakaan, sebaiknya
menambah referensi tentang keperawatan medikal bedah agar penulis yang akan
membuat karya ilmiah akhir ini tentang keperawatan medikal bedah terutama ulkus
diabetikum bisa mendapatkan referensi buku yang lebih lengkap dan terbaru.

29
DAFTAR PUSTAKA

Andyagreeni. (2010). Tanda Klinis Pnyakit Diabetes Millius. Jakarta: CV Trans Info Medika.
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Bare BG., Smeltzer SC. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC. Hal :
45-47
Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I Cetakan Keenam.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Nanda. (2012). Diagnosa Keperawatan 2012-2014. Jakarta : EGC
Zaidah. (2005). Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai