Anda di halaman 1dari 26

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular
berbisa. Bisa ular terdiri dari kumpulan protein yang mempunyai efek
fisiologik yang luas atau bervariasi yang mempengaruhi sistem multiorgan,
terutama neurologik, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan. Bisa adalah
suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan
ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar
yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid
yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular
tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
B. ETIOLOGI
Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu
- Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga dendrophilia, & lain-lain)
- Elapidae (King cobra, Blue coral snake, Sumatran spitting cobra, dll)
- Viperidae (Borneo green pit viper, Sumatran pit viper , & lain-lain).
Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap
dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae
tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa ular
yang telah diketahui ada 2 macam, yaitu :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (Hematoxic)
Hematoxic adalah bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur
dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah
sehingga mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender)
pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Neurotoxic adalah bisa ular yang merusak dan melumpuhkan
jaringan- jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan
jaringan- jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar
luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan
peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh melalui pembuluh limphe.

C. PATOFISIOLOGI

Gigitan ular umumnya gigitan ular beracun, racunnya bersifat


menggumpalkan dan menyebar dalam pembuluh darah dan mengakibatkan
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), layuh (paralysis), dan
turunnya tekanan pada sistem kardiovaskuler (cardiovascular depressio).
Penampakan yang lain ialah adanya gangguan penghantaran (konduksi),
trombositopenia, gagal ginjal dan perdarahan di dalam tengkorak (intra
kranial).
Penyakit beku darah (koagulopati), ditandai pembersihan darah
(defibrinasi) yang berkaitan dengan jumlah trombosit, dalam rentang
waktu yang ada. Di samping itu racun dapat mengubah protrombin
menjadi trombin dan mengurangi faktor V,VII, protein C dan plasminogen.
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies
dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan
temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular
merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel
endotel dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan kerusakan
membran plasma. Komponen peptida bisa ular dapat berikatan dengan
reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradikinin, serotonin dan
histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular.
Enzim yang terdapat pada bisa ular misalnya Larginine esterase
menyebabkan pelepasan bradikinin sehingga menimbulkan rasa nyeri,
hipotensi, mual dan muntah serta seringkali menimbulkan keluarnya
keringat yang banyak setelah terjadi gigitan. Enzim protease akan
menimbulkan berbagai variasi nekrosis jaringan. Phospholipase A
menyebabkan terjadi hidrolisis dari membran sel darah merah.
Hyaluronidase dapat menyebabkan kerusakan dari jaringan ikat. Amino
acid esterase menyebabkan terjadi KID. Pada kasus yang berat bisa ular
dapat menyebabkan kerusakan permanen, gangguan fungsi bahkan dapat
terjadi amputasi pada ekstremitas.
Bisa ular dari famili Crotalidae atau Viperidae bersifat sitolitik yang
menyebabkan nekrosis jaringan, kebocoran vaskular dan terjadi
koagulopati. Komponen dari bisa ular jenis ini mempunyai dampak hampir
pada semua sistem organ. Bisa ular dari famili Elapidae dan Hydrophidae
bersifat sangat neurotoksik, dan mempunyai dampak seperti kurare yang
memblok neurotransmiter pada neuromuscular junction. Aliran dari bisa
ular di dalam tubuh, tergantung dari dalamnya taring ular tersebut masuk
ke dalam jaringan tubuh.
D. TANDA DAN GEJALA

Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang luas


dan hemolisis. Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak
sebanding sebesar luka, edema, eritem, petekia, ekimosis, bula dan tanda
nekrosis jaringan. Racun ini dapat menyebabkan terjadinya perdarahan di
peritoneum atau perikardium, edema paru, dan syok berat karena efek racun
langsung pada otot jantung. Ular berbisa yang terkenal adalah ular tanah,
bandotan puspa, ular hijau dan ular laut. Ular berbisa lain adalah ular kobra
dan ular welang yang biasanya bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang
timbul karena bisa jenis ini adalah rasa kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan
muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan sesak
napas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot pernafasan.
Ular kobra dapat juga menyemprotkan bisanya yang kalau mengenai mata
dapat menyebabkan kebutaan sementara. Diagnosis gigitan ular berbisa
tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang terjadi dan
memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut :
1. Gejala local : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30
menit – 24 jam)
2. Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil,
mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan
pandangan kabur
3. Gejala khusus gigitan ular berbisa :
 Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,
peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit
(petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular
diseminata (KID)
 Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,
ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang
dan koma
 Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
 Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P
(pain, pallor, paresthesia, paralysis, pulselesnes)
Gambaran klinis gigitan beberapa jenis ular :
Gigitan Elapidae :
 Efek lokal (kraits, mambas, coral snake dan beberapa kobra) timbul
berupa sakit ringan, sedikit atau tanpa pembengkakkan atau kerusakan
kulit dekat gigitan. Gigitan ular dari Afrika dan beberapa kobra Asia
memberikan gambaran sakit yang berat, melepuh dan kulit yang rusak
dekat gigitan melebar.
 Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut,
kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut dan kerusakan pada
lapisan luar mata.

 Gejala sistemik muncul 15 menit setelah digigit ular atau 10 jam kemudian
dalam bentuk paralisis dari urat – urat di wajah, bibir, lidah dan
tenggorokan sehingga menyebabkan sukar bicara, kelopak mata menurun,
susah menelan, otot lemas, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan
kabur dn mati rasa di sekitar mulut. Selanjutnya dapat terjadi paralis otot
pernapasan sehingga lambat dan sukar bernapas, tekanan darah menurun,
denyut nadi lambat dan tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen seringkali
terjadi dan berlangsung hebat. Pada keracunan berat dalam waktu satu jam
dapat timbul gejala – gejala neurotoksik. Kematian dapat terjadi dalam 24
jam.
Gigitan Viperidae :
 Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam berupa
bengkak dekat gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke seluruh
anggota badan, rasa sakit dekat gigitan
 Efek sistemik muncul dalam 5 menit atau setelah beberapa jam berupa
muntah, berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitann (lubang
dan luka yang dibuat taring ular), hidung berdarah, darah dalam muntah,
urin dan tinja. Perdarahan terjadi akibat kegagalan faal pembekuan darah.
Beberapa hari berikutnya akan timbul memar, melepuh, dan kerusakan
jaringan, kerusakan ginjal, edema paru, kadang – kadang tekanan darah
rendah dan nadi cepat. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakkan
di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan
hebat.
Gigitan Hidropiidae :
 Gejala yang muncul berupa sakit kepala, lidah tersa tebal, berkeringat dan
muntah
 Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot
ekstraokular, dilatasi pupil, dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai
dengan urin warna coklat gelap (gejala ini penting untuk diagnostik),
ginjal rusak, henti jantung.
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae :
 Efek lokal berupa tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis dan nyeri
pada daerah gigitan merupakan indikasi minimal ang perlu
dipertimbangkan untuk memberian poli valen crotalidae antivenin
 Anemia, hipotensi dan trobositopenia merupakan tanda penting

Gigitan Coral Snake :


 Jika terdapat toksisitas neurologis dan koagulasi, diberikan antivenin
(Micrurus fulvius antivenin).
Tanda dan Gejala Sistemik :
a. Kardiovascular (Viperidae), Visual disturbances, dizziness, faintness, collapse,
shock, hypotension, arrhythmia cardiac, oedema pulmo, oedema conjungtiva
b. Kelainan perdarahan dan pembekuan darah (Viperidae)
- Perdarahan dari luka gigitan
- Perdarahan sitemik spontan – dri gusi, epistaksis, hemopteu, hematemesis,
melena, hematuri, perdarahan per vaginam, perdarahan pada kulit seperti
petechiae, purpura, Ecchymoses dan pada mukosa seperti pada
konjungtiva, perdarahan intrakranial
c. Neurologik (Elapidae, Russell’s viper)
Drowsiness, paraesthesiae, abnormalitas dari penciuman dan perabaan,
“heavy” eyelids, ptosis, ophthalmoplegia external, paralysis dari otot wajah
dan otot lai yang di inervasi oleh nervus kranialis, aphonia, difficulty in
swallowing secretions, respiratory and generalised flaccid paralysis
d. Otot rangka (sea snakes, Russell’s viper)
Nyeri menyeluruh, stiffness and tenderness of muscles, trismus,
myoglobinuria, hyperkalaemia, cardiac arrest, gagal ginjal akut
e. Ginjal (Viperidae, sea snakes)
LBP (lower back pain), haematuria, haemoglobinuria, myoglobinuria,
oliguria/anuria, tanda dan gejala dari uraemia (nafas asidosis, hiccups, nausea,
pleuritic chest pain)
f. Endokrin (acute pituitary/adrenal insufficiency) (Russell’s viper)
- Fase akut: syok, hypoglycaemia
- Fase kronik (beberapa bulan sampai tahun setelah gigitan): weakness, loss
of secondary sexual hair, amenorrhoea, testicular atrophy, hypothyroidism.

E. KLASIFIKASI
Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya
dari kira – kira ratusan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang
berbisa, dan dari golongan ini hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia.
Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang
berbisa hanya sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular
dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli utama yaitu:
 Famili Elapidae misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular
anang dan ular cabai
 Familli Crotalidae/ Viperidae, misalnya ular tanah, ular hijau dan ular
bandotan puspo

 Familli Hydrophidae, misalnya ular laut

 Familli Colubridae, misalnya ular pohon


Untuk menduga jenis ular yang mengigit adalah ular berbisa atau tidak
dapat dipakai rambu – rambu bertolak dari bentuk kepala ular dan luka bekas
gigitan sebagai berikut :

Ciri-ciri ular tidak berbisa :


1) Gerakannya cepat, takut pada musuh, agresif
2) Beraktifitas pada siang hari (diurnal)
3) Membunuh mangsanya dengan membelit
4) Bentuk kepalanya bulat telur (oval),pupil mata juga bulat
5) Tidak memiliki taring bisa
6) Gigitannya tidak mematikan
7) Setelah menggigit langsung lari
8) Mempunyai sisik ekor terbagi dibagian bawah
Ciri-ciri ular berbisa tinggi :
1) Gerakannya lambat, tenang, penuh percaya diri
2) Beraktifitas pada malam hari (nocturnal)
3) Membunuh mangsanya dengan menyuntikkan bisa
4) Bentuk kepalanya cenderung segitiga sempurna, matanya lonjong
5) Memiliki taring bisa, racun mematikan
6) Kanibal/suka makan sesama
7) Setelah menggigit, masih tinggal ditempat
8) Sisik dibawah ekor tidak terbagi dua.
Perbedaan gigitan ular berbisa dengan ular tidak berbisa :
Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai
berikut :

Derajat Venerasi Luka gigit Nyeri Udem/ Eritem Tanda sistemik

0 0 + +/- <3cm/12> 0

I +/- + + 3-12 cm/12 jam 0

II + + +++ >12-25 cm/12 jam +

Neurotoksik,
Mual, pusing, syok

III ++ + +++ >25 cm/12 jam ++

Syok, petekia,
ekimosis

IV +++ + +++ >ekstrimitas ++

Gangguan faal ginjal,


Koma, perdarahan

F. KOMPLIKASI
 Syok Hipovolemik
 Edema Paru
 Kematian
 Gagal Nafas
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium dasar
2. Pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap
3. Penentuan golongan darah dan uji silang
4. Waktu protrombin
5. Waktu tromboplastin parsial
6. Hitung trombosit, urinalisis
7. Penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit
8. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas
sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular :
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
b. Menetralkan bisa.
c. Mengobati komplikasi.
2. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah
pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya
lakukan prinsip RIGT, yaitu:
R : Reassure
Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan
lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena
kaget.
I : Immobilisation
Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan
atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang,
lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar
gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut
tekan).
G : Get
Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T : Tell the Doctor
Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban.
3. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
a. Balut tekan pada kaki:
1) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2) Keringkan sekitar luka gigitan.
3) Gunakan pembalut elastis.
4) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari
kaki naik ke atas.
6) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
7) Jangan melepas celana atau baju korban.
8) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan
sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna
jari kaki yang tetap pink).
9) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
b. Balut tekan pada tangan:
1) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
2) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
3) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
4) Pasang papan sebagai fiksasi.
5) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
4. Penatalaksanaan selanjutnya:
a. Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi
toksin 50%. b)IVFD RL 16-20 tpm.
b. Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
c. ATS profilaksis 1500 iu.
d. ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 –
40 menit.
e. Heparin 20.000 unit per 24 jam.
f. Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak
membaik, tambah 2 flaconABU lagi. ABU maksimal diberikan
300 cc (1 flacon = 10 cc).
g. Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria
atau hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100
mg IV.
h. Kalau perlu dilakukan hemodialise.
i. Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
j. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
5. Pemberian ABU
Tabel Pemberian ABU sesuai derajat parrish

Derajat Parrish Pemberian ABU

0-1 Tidak Perlu

2 5-20 cc (1-2 ampul)


3-4 40-100 cc (4-10 ampul

Tabel Klasifikasi derajat parrish


Derajat Parrish Ciri

0 1. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.

2. Pembengkakan minimal, diameter 1 cm

I 1. Bekas gigitan 2 taring

2. Bengkak dengan diameter 1-5 cm.

3. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam

II 1. Sama dengan derajat I

2. Petechie, echimosis

3. Nyeri hebat dalam 12 jam

III 1. Sama dengan derajat I dan II

2. Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh

IV Sangat cepat memburuk.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan merupakan dasar proses
keperawatan diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenal
masalah klien agar dapat memberikan rah kepada tindakan
keperawatan.
Data dasar pengkajian klien :
1. Aktivitas istirahat
Gejala : kelemahan dan keletihan
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri, dada pada pengarahan kerja.
Kebiasaan : perubahan pada TD
3. Integritas ego
Gejala : alopesia, lesi cacat pembedahan
Tanda : menyangkal, menarik diri dan marah
4. Eliminasi
Gejala : perubahan pada pola defekasi misalnya : darah pada
feces, nyeri pada defekasi. Perubahan eliminasi urunarius misalnya
nyeri atau ras terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering
berkemih.
Tanda : perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
5. Makanan/cairan
Gejala : kebiasaan diet buruk ( rendah serat, tinggi lemak, aditif
bahan pengawet). Anoreksisa, mual/muntah.
Intoleransi makanan
Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan hebat,
berkuranganya massa otot.
Tanda : perubahan pada kelembapan/tugor kulit, edema.
6. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : tidak ada nyeri atau derajat bervariasi misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai berat (dihubungkan dengan proses
penyakit)
8. Pernafasan
Gejala : merokok(tembakau, mariyuana, hidup dengan sesoramh
yang merokok.) Pemajanan asbes.
9. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksik. Karsinogen
Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.
10. Seksualitas
Gejala : masalah seksualitas misalnya dampak pada hubungan
perubahan pada tingkat kepuasan. Nuligravida lebih besar dari usia
30 tahun. Multigravida, pasangan seks miltifel, aktivitas seksual dini.
11. Interaksi sosial
Gejala : ketidakadekuatan/kelemahan sotem pendikung. Riwayat
perkawinan ( berkenaan dengan kepuasan di rumah dukungan,
atau bantuan).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang umumnya muncul adalah :
1. Nyeri akut
2. Risiko perdarahan
3. Kerusakan integritas kulit
4. Ansietas
5. Resiko infeksi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Nyeri Akut NOC : NIC :
a. Pain level a. Lakukan
b. Pain control
pengkajian nyeri
c. Comfort level
secara
Setelah dilakukan komprehensif
tindakan keperawatan termasuk lokasi,
selama ... x 24 jam. karakteristik,
Pasien tidak mengalami furasi, frekuensi,
nyeri, dengan : kualitas dan faktor
Kriteria Hasil presipitasi
b. Observasi reaksi
a. Mampu mengontrol
nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab
ketidaknyamanan
nyer, mampu
c. Bantu pasien dan
menggunakan teknik
keluarga untuk
nonfarmakologi
mrncari dan
untuk mengurangi
menemukan
nyeri, mencari
dukungan
bantuan) d. Kontrol
b. Melaporkan bahwa
lingkungan yang
nyeri berkurang
dapat
dnegan
mempengaruhi
menggunakan
nyeri seperti suhu
manajemen nyeri
rungan,
c. Mampu mengenali
pencahayaan dan
nyeri (skala,
kebisingan
intensitas, frekuensi
e. Kurangi faktor
dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan
nyaman setelah
sumber nyeri
nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam untuk menentukan
rentang normal intervensi
f. Tidak mengalami g. Ajarkan tentang
gangguan tidur teknik non
farmakologi :
napas dala,
relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/dingin
h. Berikan informasi
tentang nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
i. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik
2 Risiko perdarahan NOC : NIC
a. Blood lose severity Bleeding precautions
b. Blood koagulation a. Monitor ketat tanda
Kriteria hasil : – tanda perdarahan
b. Catat nilai Hb dan
a. Tidak ada hematuria
HT sebelum dan
dan hematemesis
b. Kehilangan arah yang sesudah terjadinya
terlihat perdarahan
c. Tekanan darah dalam c. Monitor nilai lab
batas normal sistol (koagulasi) yang
dan diastole meliputi PT, PTT,
d. Tidak ada perdarahan
trombosit
pervagina d. Monitor TTv
e. Tidak ada distensi
ortostatik
abdominal e. Pertahankan bed
f. Hemogloblin dan
rest selama
hematokrit dalam
perdarahan aktif
batas normal f. Kolaborasi dalam
g. Plasma, PT, PPT
pemberian produk
dalam batas normal
darah (platelet atau
fresh frozen
plasma)
g. Lindungi pasien
dari trauma yang
dapat menyebabkan
perdarahan
h. Hindari mengukur
suhu lewat rectal
i. Hindari pemberian
aspirin dan
anticoagulant
j. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
intake makanan
yang banyak
mengandung
vitamin K
k. Hindari terjadinya
konstipasi dengan
menganjurkan
untuk
mempertahankan
intake cairan yang
adekuat dan
pelembut feses
Bleeding reduction
a. Identifikasi
penyebab
perdarahan
b. Monitor trend
tekanan darah dan
parameter
hemodinamik
(CVP, pulmonary
capilary / artery
wedge pressure
c. Monitor status
cairan yang
meliputi intake dan
output
d. Monitor penentu
penentu pengiriman
oksigen ke jaringan
(PaO2, SaO2 dan
level Hb dan
cardiac output)
e. Pertahankan
patensi IV line
Bleeding reduction :
wound/luka
a. Lakukan manual
pressure (tekanan)
pada area
perdarahan
b. Gunakan ice pack
pada area
perdarahan
c. Lakukan pressure
dressing (perban
yang menekan)
pada area luka
d. Tinggikan
ekstremitas yang
perdarahan
e. Monitor ukuran dan
karakteristik
hematoma
f. Monitor nadi distal
dari area yang luka
atau perdarahan
g. Instruksikan pasien
untuk menekan
area luka pada saat
bersin atau batuk
h. Instruksikan pasien
untuk membatasi
aktivitas

3 Kerusakan NOC NIC


a. Tissue Integrity : Skin Pressure
integritas kulit
and Mocous Management
b. Membranes a. Anjurkan pasien
c. Hemodyalis akses
untuk mengunakan
Kriteria Hasil :
pakaian yang
a. Integritas kult yang
longgar
baik bisa b. Hindari kerutan
dipertahankan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan
(sensasi, elastisitas,
kulit agar tetap
temperatus, hidrasi,
bersih dan kering
pigmentasi) tidak ada
d. Mobilisasi pasien
luka/lesi pada kulit
(ubah posisi pasien)
b. Perfusi jaringan baik
c. Menunjukkan setiap dua jam
pemahaman dalam sekali
e. Monitor kulit akan
proses perbaikan kulit
adanya kemerahan
dan mencegah
f. Oleskan lotion atau
terjadinya cedera
minyak / baby oil
berulang
pada daerah yang
d. Mampu melindungi
tertekan
kulit dan
g. Monitor aktivitas
mempertahankan
dan mobilisasi
kelembaban kulit dan
pasien
perawatan alami h. Monitor status
nutrisi pasien
i. Memandikan
pasien dengan
sabun dan air
hangat
Insision site care
a. Membersihkan,
memantau dan
meningkatkan
proses
penyembuhan pada
luka yang ditutup
dengan jahitan, klip
atau straples
b. Monitor proses
kesembuhan area
insisi
c. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
d. Bersihkan area
sekitar jahitan atau
straples,
menggunakan lidi
kapas steril
e. Gunakan preparat
antiseptic sesuai
program
f. Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut)
sesuai program
Dialysis Acces
Maintenance
4 Ansietas NOC NIC
a. Anxiety self-control Anxiety Reduction
b. Anxiety level a. Gunakan
c. Coping pendekatan yang
menenangkan
Kriteria Hasil b. Nyatakan dengan
a. Klien mampu jelas harapan
mengidentifikasi terhadap pelaku
dan mengungkapkan pasien
gejala cemas c. Jelaskan semua
b. Mengidentifikasi, prosedur dan apa
mengungkapkan dan yang dirasakan
menunjukkan tehnik selama prosedur
untuk mengontrol d. Pahami prespektif
cemas pasien terhadap
c. Vital sign dalam situasi stress
batas normal e. Temani pasien
d. Postur tubuh, untuk
ekspresi wajah, memberikan
bahasa tubuh dan keamanan dan
tingkat aktivitas mengurangi takut
menunjukkan f. Dorong keluarga
berkurangnya untuk menemani
kecemasan anak
g. Lakukan back/
neck rub
h. Dengarkan
dengan penuh
perhatian
i. Identifikasi
tingkat
kecemasan
j. Bantu pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan
k. Dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
l. Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik relaksasi
m. Berikan obat
untuk mengurangi
kecemasan
5 Resiko Infeksi NOC NIC

Setelah dilakukan Kontrol Infeksi


asuhan keperawatan
a. Bersihkan
selama …. x 24 jam lingkungan setelah
diharapkan status dipakai px lain
b. Pertahankan teknik
kekebalan px meningkat
isolasi
dengan :
c. Batasi pengunjung
bila perlu
d. Instruksikan pada
Kriteria Hasil pengunjung untuk
mencuci tangan
1. Klien bebas dari
saat berkunjung
tanda dan gejala
dan setelah
infeksi
2. Mendeskripsikan berkunjun
proses penularan meninggalkan px
e. Gunakan sabun
penyakit , faktor yang
antimikroba untuk
memengaruhi
cuci tangan
penularan serta f. Cuci tangan setiap
penatalaksanaannya sebelum dan
3. Menunjukkn
sesudah tindakan
kemampuan untuk
kolaboratif
mencegahtimbunya g. Gunakan
infeksi baju,sarung tangan
4. Jumlah leukosit
sebagai alat
dalam batas normal
5. Menunjukkan pelindung
h. Pertahankan
perilaku hidup sehat
lingkungan aseptik
selama
pemasangan alat
i. Ganti letak IV
perifer dan line
central dan
dressing sesuai dg
petunjuk
j. Gunakan kateter
intermiten utk
menurunkan
infeksi kandung
kemih
k. Tingkatkan intake
nutrisi
l. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
infection protection
(proteksi terhadap
infeksi)
m. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
n. Monitor hitung
granulosit, WBC
o. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
p. Pertahankan teknik
aseptik pd px yg
beresiko
q. Pertahankan teknik
isolasi k/p
r. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
s. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, panas
dan drainase
t. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
u. Dorong masukan
nutrisi yg cukup
v. Dorong masukan
cairan
w. Instruksikan px utk
minum antibiotik
sesuai resep
x. Ajarkan px dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
y. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
z. Laporkan
kecurigaan infeksi
aa. Laporkan kultur
positif

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan
independen (mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah
aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri
dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan
bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain. (Tarwoto Wartonah, 2004:
6).

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak
kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan,
serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Agus P, dkk. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara

De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Diane C. Baugman, Joann C. Hackley, Medical Surgical Nursing, Lippincott,


1996
Hugh A. F. Dudley (Ed), Hamilto Bailey, Ilmu Bedah, Edisi XI, Gajah Mada
University Press, 1992
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Medi
Action
Pediatri,Sari. 2003. Gigitan Ular Berbisa. (online) available :
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/5-3-1.pdf Diakses pada Rabu 21 Oktober
2015 pukul 13.00 Wita
Pramita, Agustina. 2008. Snake Bite (Gigitan Ular). (online) available :
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-PDF%20Vol%2014-01-
07.pdf Diakses pada Rabu 21 Oktober 2015 pukul 13.00 Wita

Soeparman, Sarwono Waspadji.2005. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI

Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakrata : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai