C. PATOFISIOLOGI
Gejala sistemik muncul 15 menit setelah digigit ular atau 10 jam kemudian
dalam bentuk paralisis dari urat – urat di wajah, bibir, lidah dan
tenggorokan sehingga menyebabkan sukar bicara, kelopak mata menurun,
susah menelan, otot lemas, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan
kabur dn mati rasa di sekitar mulut. Selanjutnya dapat terjadi paralis otot
pernapasan sehingga lambat dan sukar bernapas, tekanan darah menurun,
denyut nadi lambat dan tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen seringkali
terjadi dan berlangsung hebat. Pada keracunan berat dalam waktu satu jam
dapat timbul gejala – gejala neurotoksik. Kematian dapat terjadi dalam 24
jam.
Gigitan Viperidae :
Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam berupa
bengkak dekat gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke seluruh
anggota badan, rasa sakit dekat gigitan
Efek sistemik muncul dalam 5 menit atau setelah beberapa jam berupa
muntah, berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitann (lubang
dan luka yang dibuat taring ular), hidung berdarah, darah dalam muntah,
urin dan tinja. Perdarahan terjadi akibat kegagalan faal pembekuan darah.
Beberapa hari berikutnya akan timbul memar, melepuh, dan kerusakan
jaringan, kerusakan ginjal, edema paru, kadang – kadang tekanan darah
rendah dan nadi cepat. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakkan
di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan
hebat.
Gigitan Hidropiidae :
Gejala yang muncul berupa sakit kepala, lidah tersa tebal, berkeringat dan
muntah
Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot
ekstraokular, dilatasi pupil, dan ptosis, mioglobulinuria yang ditandai
dengan urin warna coklat gelap (gejala ini penting untuk diagnostik),
ginjal rusak, henti jantung.
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae :
Efek lokal berupa tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis dan nyeri
pada daerah gigitan merupakan indikasi minimal ang perlu
dipertimbangkan untuk memberian poli valen crotalidae antivenin
Anemia, hipotensi dan trobositopenia merupakan tanda penting
E. KLASIFIKASI
Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya
dari kira – kira ratusan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang
berbisa, dan dari golongan ini hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia.
Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang
berbisa hanya sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular
dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli utama yaitu:
Famili Elapidae misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular
anang dan ular cabai
Familli Crotalidae/ Viperidae, misalnya ular tanah, ular hijau dan ular
bandotan puspo
0 0 + +/- <3cm/12> 0
Neurotoksik,
Mual, pusing, syok
Syok, petekia,
ekimosis
F. KOMPLIKASI
Syok Hipovolemik
Edema Paru
Kematian
Gagal Nafas
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium dasar
2. Pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap
3. Penentuan golongan darah dan uji silang
4. Waktu protrombin
5. Waktu tromboplastin parsial
6. Hitung trombosit, urinalisis
7. Penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit
8. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas
sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular :
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
b. Menetralkan bisa.
c. Mengobati komplikasi.
2. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah
pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya
lakukan prinsip RIGT, yaitu:
R : Reassure
Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan
lebih cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena
kaget.
I : Immobilisation
Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak berjalan
atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang,
lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar
gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut
tekan).
G : Get
Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T : Tell the Doctor
Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada korban.
3. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
a. Balut tekan pada kaki:
1) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
2) Keringkan sekitar luka gigitan.
3) Gunakan pembalut elastis.
4) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
5) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari
kaki naik ke atas.
6) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
7) Jangan melepas celana atau baju korban.
8) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan
sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna
jari kaki yang tetap pink).
9) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
b. Balut tekan pada tangan:
1) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
2) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
3) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
4) Pasang papan sebagai fiksasi.
5) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
4. Penatalaksanaan selanjutnya:
a. Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi
toksin 50%. b)IVFD RL 16-20 tpm.
b. Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
c. ATS profilaksis 1500 iu.
d. ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 –
40 menit.
e. Heparin 20.000 unit per 24 jam.
f. Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak
membaik, tambah 2 flaconABU lagi. ABU maksimal diberikan
300 cc (1 flacon = 10 cc).
g. Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria
atau hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100
mg IV.
h. Kalau perlu dilakukan hemodialise.
i. Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
j. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
5. Pemberian ABU
Tabel Pemberian ABU sesuai derajat parrish
2. Petechie, echimosis
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang umumnya muncul adalah :
1. Nyeri akut
2. Risiko perdarahan
3. Kerusakan integritas kulit
4. Ansietas
5. Resiko infeksi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Nyeri Akut NOC : NIC :
a. Pain level a. Lakukan
b. Pain control
pengkajian nyeri
c. Comfort level
secara
Setelah dilakukan komprehensif
tindakan keperawatan termasuk lokasi,
selama ... x 24 jam. karakteristik,
Pasien tidak mengalami furasi, frekuensi,
nyeri, dengan : kualitas dan faktor
Kriteria Hasil presipitasi
b. Observasi reaksi
a. Mampu mengontrol
nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab
ketidaknyamanan
nyer, mampu
c. Bantu pasien dan
menggunakan teknik
keluarga untuk
nonfarmakologi
mrncari dan
untuk mengurangi
menemukan
nyeri, mencari
dukungan
bantuan) d. Kontrol
b. Melaporkan bahwa
lingkungan yang
nyeri berkurang
dapat
dnegan
mempengaruhi
menggunakan
nyeri seperti suhu
manajemen nyeri
rungan,
c. Mampu mengenali
pencahayaan dan
nyeri (skala,
kebisingan
intensitas, frekuensi
e. Kurangi faktor
dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa presipitasi nyeri
f. Kaji tipe dan
nyaman setelah
sumber nyeri
nyeri berkurang
e. Tanda vital dalam untuk menentukan
rentang normal intervensi
f. Tidak mengalami g. Ajarkan tentang
gangguan tidur teknik non
farmakologi :
napas dala,
relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/dingin
h. Berikan informasi
tentang nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa lama
nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
i. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik
2 Risiko perdarahan NOC : NIC
a. Blood lose severity Bleeding precautions
b. Blood koagulation a. Monitor ketat tanda
Kriteria hasil : – tanda perdarahan
b. Catat nilai Hb dan
a. Tidak ada hematuria
HT sebelum dan
dan hematemesis
b. Kehilangan arah yang sesudah terjadinya
terlihat perdarahan
c. Tekanan darah dalam c. Monitor nilai lab
batas normal sistol (koagulasi) yang
dan diastole meliputi PT, PTT,
d. Tidak ada perdarahan
trombosit
pervagina d. Monitor TTv
e. Tidak ada distensi
ortostatik
abdominal e. Pertahankan bed
f. Hemogloblin dan
rest selama
hematokrit dalam
perdarahan aktif
batas normal f. Kolaborasi dalam
g. Plasma, PT, PPT
pemberian produk
dalam batas normal
darah (platelet atau
fresh frozen
plasma)
g. Lindungi pasien
dari trauma yang
dapat menyebabkan
perdarahan
h. Hindari mengukur
suhu lewat rectal
i. Hindari pemberian
aspirin dan
anticoagulant
j. Anjurkan pasien
untuk
meningkatkan
intake makanan
yang banyak
mengandung
vitamin K
k. Hindari terjadinya
konstipasi dengan
menganjurkan
untuk
mempertahankan
intake cairan yang
adekuat dan
pelembut feses
Bleeding reduction
a. Identifikasi
penyebab
perdarahan
b. Monitor trend
tekanan darah dan
parameter
hemodinamik
(CVP, pulmonary
capilary / artery
wedge pressure
c. Monitor status
cairan yang
meliputi intake dan
output
d. Monitor penentu
penentu pengiriman
oksigen ke jaringan
(PaO2, SaO2 dan
level Hb dan
cardiac output)
e. Pertahankan
patensi IV line
Bleeding reduction :
wound/luka
a. Lakukan manual
pressure (tekanan)
pada area
perdarahan
b. Gunakan ice pack
pada area
perdarahan
c. Lakukan pressure
dressing (perban
yang menekan)
pada area luka
d. Tinggikan
ekstremitas yang
perdarahan
e. Monitor ukuran dan
karakteristik
hematoma
f. Monitor nadi distal
dari area yang luka
atau perdarahan
g. Instruksikan pasien
untuk menekan
area luka pada saat
bersin atau batuk
h. Instruksikan pasien
untuk membatasi
aktivitas
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan
independen (mandiri) dan kolaborasi. Akan tetapi implementasi keperawatan
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasien. Tindakan mandiri adalah
aktivitas perawatan yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri
dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan
bersama seperti dokter dan petugas kesehatan lain. (Tarwoto Wartonah, 2004:
6).
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak
kesalahannya, dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan,
serta apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
Agus P, dkk. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta : Binarupa Aksara
Sudoyo, A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakrata : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.