KORONER AKUT
2. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang diakibatkan
oleh gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat progresif, terjadi
perubahan secara tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil. (Susilo., 2013;
Oktavianus & Sari., 2014)
Sindrom Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinik brupa perasaan tidak enak didada atau gejala- gejala lain
sehingga akibat dari iskemia miokard. Sindrom Koroner Akut adalah istilah
untuk tanda-tanda klinis dan gejala iskemia miokard: angina tidak stabil, non ST
segmen elevasi infark miokard, dan elevasi ST segmen infark myocard. Sindrom
Koroner Akut merupakan satu dari tiga penyakit pembuluh darah arteri koroner,
yaitu: STEMI, non STEMIdan unstable angina pectoris. (mulyadi., 2015)
Suatu spektrum penyakit dengan etiologi bermacam-macam, terdapat
ketidakseimbangan antara pemberian dan kebutuhan oksigen miokardium
Meliputi STEMI, non-STEMI, dan angina tak stabil. (Widya., 2014).
Acute coronary syndrome (ACS) mengacu pada spektrum presentasi klinis
mulai dari ST-I sampai elevasi miokard ST-segmen sampai presentasi yang
ditemukan pada infark miokard elevasi non-ST-segmen (NSTEMI) atau angina
yang tidak stabil. Dalam hal patologi, ACS hampir selalu dikaitkan dengan ruptur
plak aterosklerotik dan trombosis parsial atau lengkap dari arteri terkait infark.
Namun, dalam beberapa kasus, penyakit arteri koroner yang stabil dapat
mengakibatkan ACS jika tidak ada ruptur plak dan trombosis, ketika stres
fisiologis (misalnya trauma, kehilangan darah, anemia, infeksi, takiaritmia)
meningkatkan tuntutan pada jantung. Diagnosis infark miokard akut dalam
setting ini memerlukan temuan kenaikan dan penurunan penanda biokimia
nekrosis miokard selain minimal 1 dari yang berikut:
Gejala iskemik
Perkembangan gelombang Q patologis pada elektrokardiogram (EKG)
Perubahan ST-segment-T wave (ST-T) yang signifikan atau blok cabang
bundel kiri yang baru (LBBB)
Bukti pencitraan hilangnya miokardium baru yang baru atau kelainan gerak
dinding regional yang baru
Trombus introsoroner diidentifikasi dengan angiografi atau otopsi
(Sumber: Coven. 2016)
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut,
meliputi : hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan
terbentuknya Q pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang
dianggap baru. Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm
pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment
elevasi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2
sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2
mm pada 2 sadapan chest lead.
b. Enzim Jantung
- CKMB : Kreatinin Kinase dan isoenzimnya dipandang sebagai
indicator paling sensitive dalam menegakkan diagnosa infark
miokardium. CK-MB adalah isoenzim yang ditemukan hanya pada
sel jantung. Apabila terjadi kerusakan pada sel-sel jantung, nilai
CK-MB akan meningkat.
- Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi
4-8 jam pasca infark
- LDH : Laktat dehidrogenase dapat mendeteksi 0pasien yang
menderita infark miokard akut. Untuk mendiagnosa MI,
menggunakan LDH1 dan LDH2. Normalnya LDH2 lebih tinggi
dibandingkan LDH1. Apabila kadar LDH1 melebihi LDH2 maka
keadaan tersebut menunjukkan adanya infark miokard.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas,
misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
d. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
e. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
f. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan
mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty
atau emergensi.3
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pasien dianjurkan istirahat total
b. Pasang iv line dan infuse untuk pemberian obat-obatan intra vena
c. Atasi nyeri, dengan :
- Morfin 2.5-5 mg iv atau pethidine 25-50 mg
- Lain-lain : Nitrat, Calsium antagonis, dan Beta bloker
d. Oksigen 2-4 liter/menit
e. Sedatif sedang seperti Diazepam per oral.
f. Antitrombotik
- Antikoagulan ( Unfractional Heparin/ golongan Heparin atau Low
Molecul Weight Heparin/ golongan Fraxiparin)
- Antiplatelet ( golongan Clopidogrel, Aspirin)
g. Streptokinase/ Trombolitik ( Pada pasien dengan Acute STEMI onset
<3 jam)
h. Primary PCI ( Pada pasien dengan Acute STEMI onset > 3 jam).
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa riwayat kesehatan klien dan keluarga dahulu apakah
mempunyai riwayat penyakit jantung
b. Pernafasan
- Gejala: dispnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit
pernafasan kronis.
- Tanda: peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak atau kuat, pucat
atau sianosis, bunyi nafas bersih atau krekels atau mengi, sputum bersih
merah muda kental.
c. Nutrisi dan metabolic
- Gejala: mual. Kehilangan nafsu makan, nyeri ulu hati
- Tanda: penurunan turgor kulit, kulit atau berkeringat, muntah,
perubahan berat badan.
d. Nyeri dan ketidaknyamanan
- Gejala: Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tak
berhubungan dengan aktivitas), tidak hilang dengan istirahat atau
nitrogliserin.
- Lokasi: tipikal pada dada anterior, substernal, prekordia dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrum, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas: chrushing, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
- Intensitas: biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah di alami.
- Tanda: wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih,
meregang, menggeliat, menarik diri, kehilangan kontak mata, respon
otomatis perubahan frekuensi atau irama jantung, tekanan darah,
pernafasan, warna kulit atau kelembaban, kesadaran.
e. Sirkulasi dan TTV
- Tekanan darah: dapat normal atau tidak, perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk atau berdiri.
- Nadi: dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah atau kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur ( disritmia ).
- Bunyi jantung: bunyi jantung ekstra : menunjukkan gagal jantung atau
penurunan kontraktilitas atau complain ventrikel.
- Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
jantung.
- Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
- Distensi vena juguler, perifer, edema umum
- Warna: Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran mukosa dan
bibir.
f. Aktivitas dal latihan
Gejala atau tanda: kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
g. Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau
istirahat)
h. Integritas ego
- Gejala: menyangkal gejala penting atau adanya kondisi, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang
tak perlu, kuatir tentang keluarga, kerja dan keuangan.
- Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri atau nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:
a. Risiko Perfusi Miokard Tidak Efektif ditandai dengan hipertensi, hipoksia,
spasme arteri coroner
b. Risiko penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan irama jantung,
perubahan kontraktilitas
c. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
d. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
e. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
f. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
DAFTAR PUSTAKA
Alaeddini Jamshid, MD, FACC, FHRS. 2016. “Angina Pectoris”. Medscape,
desember 2016. http://emedicine.medscape.com/article/150215-
differential 23 November 2019
Oktavianus dan Febriana Sartika Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem
Kardiovaskuler Dewasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Roffi Marco. (2016). “2015 ESC Guidelines for the management of acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-
segment elevation”. European Heart Journal, is a available on the ESC
website http://www.escardio.org/guidelines 23 November 2019 hal:
273