Anda di halaman 1dari 13

A.

Konsep Dasar
1. Definisi
Periode baru lahir atau neonatal adalah bulan pertama kehidupan (Maryunani &
Nurhayati, 2008).
Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm (37-42
minggu) dengan berat badan lahir 2500-4000 gram. Asuhan bayi baru lahir adalah
asuhan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran. (Saifuddin, 2006).
Bayi baru lahir memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi sosial. Periode
neonatal yang berlangsung sejak bayi lahir sampai usianya 28 hari, merupakan waktu
berlangsungnya perubahan fisik yang dramatis pada bayi baru lahir (Bobak dkk, 2005).
Pada masa ini, organ bayi mengalami penyesuaian dengan keadaan di luar
kandungan, ini diperlukan untuk kehidupan selanjutnya (Maryunani & Nurhayati,
2008).
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
a. His (Kontraksi otot rahim)
b. Kontraksi otot dinding perut
c. Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
d. Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
3. Pohon Masalah
(Prawirohardjo, 2007., Saifudin, 2007.,
Sylviati, 2008) Bayi baru lahir

Perubahan fisiologis

Sistem Respirasi Sistem Kardiovaskular Termoregulasi Pemotongan tali


pusat
Hipoksia, tekanan Alveolus terisi O2 Adaptasi hangat ke Port de entry bakteri
pada rongga dada, dingin (kehilangan
penumpukan CO2,
Resistensi vascular panas)
perubahan suhu
paru ↓ Risiko infeksi

Merangsang saraf Meningkatkan panas


pernapasan Resistensi vascular
paru ↓
Non shivering
Pernapasan termogenesis
Tekanan a.
pertama bayi pylmonalis ↓
Pembakaran Aktivitas otot
Pengeluaran brown fat
cairan paru Tekanan atrium
kanan ↓
Menangis, menggigil
Cairan pada
Bersihan jalan Alirah darah paru Tekanan atrium
jalan napas Termogenesis
nafas tidak masuk jantung kiri tdk adekuat
efektif menggigil tidak efektif
Tekanan atrium kiri ↑ Foramen ovale Percampuran Hipoksia
tdk menutup darah jaringan
Risiko Hipotermia
Penutupan foramen ovale
4. Klasifikasi
a. Klasifikasi Menurut Berat Lahir
Klasifikasi bayi menurut masa gestasi dan umur kehamilan adalah bayi kurang
bulan, bayi cukup bulan dan bayi lebih bulan. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam jangka waktu 1 jam pertama setelah lahir. Klasifikasi menurut
berat lahir adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat lahir < 2500 gram,
bayi berat lahir normal dengan berat lahir 2500-4000 gram dan bayi berat lahir lebih
dengan berat badan > 4000 gram (Sylviati, 2008).
b. Klasifikasi Menurut Masa Gestasi Atau Umur Kehamilan
Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi dalam 3 kelompok yaitu bayi
kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari),
bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan dari 37 minggu sampai
dengan 42 minggu (259 - 293 hari), dan bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa
kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (Sylviati, 2008).
5. Gejala Klinis
David dan Derek (2008) menyebutkan bahwa gejala klinis bayi baru lahir
normal yaitu:
1) Berat badan 2500 - 4000 gram.
2) Panjang badan 48 - 50 cm.
3) Lingkar kepala 33-35 cm.
4) Lingkar dada 30 – 33 cm.
5) Testis sudah turun ke skrotum pada bayi laki-laki dan labia mayora sudah
menutupi labia minora.
6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1) Pemeriksaan jumlah sel darah putih (SDP)
Jumlah sel darah putih 18.000/mm³, neutrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/mm³ hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
2) Pemeriksaan hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin 15-20 g/dl (kadar lebih rendah sehubungan dengan anemia atau
hemolisis berlebihan).
3) Hematokrit (Ht)
Kadar hematokrit 43%-61% (peningkatan sampai 65% atau lebih menandakan
polisitemia; penurunan kadar menunjukkan anemia atau hemoragi
prenatal/perinatal.
4) Essai inhibisi Guthrie
Tes untuk melihat adanya metabolit fenilalanin, manandakan fenilketonuria (PUK)
5) Pemeriksaan bilirubin total
Terdapat 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1 sampai 2 hari kehidupan,
dan 12 mg/dl pada 3 sampai 5 hari kehidupan.
6) Pemeriksaan dektrosik
Tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran rata-rata 40 sampai
50 mg/dl, meningkat 60 sampai 70 mg/dl pada gari ketiga.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut JNPK-KR/POGI, APN, (2007) dalam (Dwiendra R, Octa, dkk, 2014)
asuhan segera, aman dan bersih untuk bayi baru lahir, yaitu sebagai berikut :

1. Pencegahan infeksi
a. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan bayi
b. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan
c. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting,
penghisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah didesinfeksi tingkat tinggi
atau steril.
d. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi,
sudah dalam keadaan bersih. Demikin pula dengan timbangan, pita pengukur,
termometer, stetoskop.
2. Melakukan penilaian
a. Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap – megap atau lemah maka segera
lakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.
b. Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas.
3. Pencegahan kehilangan panas
a. Evaporasi
Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri
karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
b. Konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin, seperti meja, tempat tidur, timbangan yang
temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi
bila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut.
c. Konveksi
Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih
dingin, seperti ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari kipas angin,
hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.
d. Radiasi
Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda – benda
yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi, karena benda –
benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan
secara langsung)
Cegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya berikut:
a. Keringkan bayi dengan seksama
Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan
taktil untuk membantu bayi memulai pernapasannya.
b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
Ganti handuk atau kain yang telah basah oleh cairan ketuban dengan selimut
atau kain yang baru (hangat, bersih, dan kering).
c. Selimuti bagian kepala bayi
Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yg relatif luas dan bayi akan
dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
d. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah
kehilangan panas. Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam waktu satu
(1) jam pertama kelahiran

e. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir


Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya, sebelum
melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau
selimut bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi
pada saat berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut. Bayi
sebaiknya dimandikan sedikitnya enam jam setelah lahir.
4. Membebaskan Jalan Nafas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Apabila bayi tidak
langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas dengan cara :

- Letakkan bayi pada posisi telentangdi tempat yang keras dan hangat.
- Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu sehingga leher bayi lebih
lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah
ke belakang.
- Bersihkan hidung, rongga mulut, dan tenggorokan bayi dengan jari tangan
yang dibungkus kasa steril.
- Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi
dengan kain kering dan kasar. Dengan rangsangan ini biasanya bayi akan
segera menangis (Saifudin, 2007).
Oksigenasi yang adekuat adalah factor yang sangat penting dalam mempertahankan
pertukaran udara yang adekuat. Delam keadaan hipoksia, system pembuluh darah
paru vasokontriksi sehingga udara tidak dapat diangkut ke pembuluh darah untuk
oksigenasi area tubuh lainnya (Varney,2007).

5. Perawatan Mata
Perawatan mata harus dikerjakan segera. Tindakan ini dapat dikerjakan setelah bayi
selesai dengan perawatan tali pusat, dan harus dicatat dalam status termasuk obat
apa yang digunakan. Yang lazim dipakai adalah larutan Perak Nitrat atau Neosporin
dan langsung diteteskan pada mata bayi segera setelah lahir (Saifudin, 2007).
6. Perawatan Tali Pusat
Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir tidak begitu
menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi, kecuali pada bayi kurang bulan
(Saifudin, 2007).
Setelah plasenta lahir dan kondisi ibu dinilai stabil maka lakukan pengikatan
puntung tali pusat atau jepit dengan klem plastic tali pusat.

- Celupkan tangan (masih menggunakan sarung tangan) kedalam larutan klorin


0,5 %, untuk membersihkan darah atau sekresi lainnya.
- Bilas tangan dengan air DTT
- Keringkan tangan dengan handuk kering
- Ikat puntung tali pusat dengan jarak sekitar 1cm dari dinding perut bayi
(pusat). Gunakan benang atau klem plastic penjepit tali pusat DTT atau steril.
Kunci ikatan tali pusat dengan simpul mati atau kuncikan penjepit plastic tali
pusat.
- Jika pengikatan dilakukan dengan benang tali pusat, lingkarkan benang
disekeliling putung tali pusat dan ikat untuk kedua kalinya dengan simpul mati
dibagian yang berlawanan.
- Lepaskan klem logam penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan klorin
0,5 %.
- Selimuti kembeli tubuh dan kepala bayi dengan kain bersih dan kering.
7. Pemberian ASI
Pada masa laktasi menurut Pinem, 2009, terdapat refleks pada ibu dan refleks
pada bayi. Refleks yang terjadi pada ibu adalah:
a) Refleks prolaktin
Rangsangan dan isapan bayi melalui serabut syaraf memicu kelenjar
hipofise bagian depan untuk mengeluarkan hormon proaktin ke dalam
peredaran darah yang menye-babkan sel kelenjar mengeluarkan ASI.
Semakin sering bayi menghisap semakin banyak hormon prolaktin
dikeluarkan oleh kelenjar hipofise. Akibatnya makin banyak ASI dipro-
duksi oleh sel kelenjar. Sebaliknya berkurangnya isapan bayi menyebabkan
produksi ASI berkurang, mekanisme ini disebut supply and demand.
b) Refleks oksitosin (let down reflex)
Rangsangan isapan bayi melalui serabut saraf, memacu hipofise bagian
belakang untuk mensekresi hormon oksitosin ke dalam darah. Oksitosin ini
menyebabkan sel – sel myopytel yang mengelilingi alveoli dan duktuli
berkon-traksi, sehingga ASI mengalir dari alveoli ke duktuli menuju sinus
dan puting. Dengan demikian sering menyusu baik dan penting untuk
pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement (pembengkakan
payudara), tetapi sebaliknya memperlancar pengeluaran ASI.
Oksitosin juga merangsang otot rahim berkontraksi sehingga mempercepat
terlepasnya plasenta dari dinding rahim dan mengurangi perdarahan setelah
persalinan. Let down reflex dipengaruhi oleh emosi ibu, rasa khawatir, rasa
sakit dan kurang percaya diri.
Sedangkan untuk refleks pada bayi adalah:
a) Refleks mencari puting (rooting reflex)
Bila pipi atau bibir bayi disentuh, maka bayi akan menoleh ke arah sentuhan,
membuka mulutnya dan beru-saha untuk mencari puting untuk menyusu.
Lidah keluar dan melengkung mengangkap puting dan areola.
b) Refleks menghisap (sucking reflex)
Refleks terjadi karena rangsangan puting susu pada palatum durum bayi bila
areola masuk ke dalam mulut bayi. Gusi bayi menekan areola, lidah dan
langit – langit sehingga menekan sinus laktiferus yang berada di bawah
areola. Kemudian terjadi gerakan peristaltik yang mengeluarkan ASI dari
payudara masuk ke dalam mulut bayi.
c) Refleks menelan (swallowing reflex)
ASI dalam mulut bayi menyebabkan gerakan otot menelan.
8. Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B terhadap bayi,
terutama jalur penularan ibu-bayi.
9. Pemberian Vitamin K
Untuk mencegah perdarahan, semua bayi baru lahir normal dan cukup bulan
perlu diberi vitamin K peroral 1mg/hari selama 3 hari (Saifudin, 2007).
10. Identifikasi Bayi
Apabila bayi dilahirkan di tempat persalinannya mungkin lebih dari satu,
persalinan, maka sebuah alat pengenal yang efektif harus diberikan kepada setiap
bayi baru lahir dan harus tetap ditempatkan sampai waktu bayi dipulangkan. Pada
alat / gelang identitas harus tercantum nama (bayi,nyonya), tanggal lahir, nomor
bayi, jenis kelamin, nama lengkap ibu. Di setiap tempat tidur harus diberi tanda
dengan mencantumkan nama, tanggal lahir, nomor identifikasi (Saifudin, 2007).

8. Komplikasi
David dan Derek (2008) dan Prawirohardjo (2007) menyebutkan bahwa komlikasi
yang dialami bayi baru lahir diantaranya:
1) Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur. Asfiksia pada bayi di klasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu:
a) Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Penatalaksanaan pada kasus asfiksia ini yaitu dengan memperbaiki ventilasi
paru yaitu dengan melakukan ventilasi tekanan positif.
b) Asfiksia ringan (nilai APGAR 4-6)
Penatalaksanaan untuk asfiksia pada tingkat ini yaitu dengan memberikan
rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan cara menghisap
lendir bayi dan memberikan aliran oksigen pada bayi.
2) Ikterus
Ikterus dibagi menjadi 2 macam yaitu:
a) Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah kuning pada bayi yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya akan menghilang
pada akhir minggu pertama atau 10 hari pertama.
b) Ikterus patologis
Yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar billirubinnya
mencapai suatu nilai yang di sebut hiperbillirubinemia.
Penentuan kadar bilirubin atau penghitungan nilai ikterik dapat dilakukan
dengan metode Kramer. Kramer menyebutkan timbulnya ikterus ialah menurut
aturan tertentu yaitu sefalokaudal.
Interpretasi kadar bilirubin menurut Kramer:
(1) Daerah 1 ikterus pada kepala dan leher = 5 mg%.
(2) Daerah 2 ikterus pada daerah 1 + badan bagian atas = 9 mg%.
(3) Daerah 3 ikterus pada daerah 1 + 2 + badan bagian bawah dan tungkai
= 11 mg%.
(4) Daerah 4 ikterus pada daerah 1 + 2 + 3 + lengan dan kaki bawah lutut.
(5) Daerah 5 ikterus pada daerah 1 + 2 + 3 + 4 + tangan dan kaki = 16
mg%.
Penangan ikterus menurut kadar billirubinnya:
(1) Bilirubin <5 mg%: pemberian ASI sesering mungkin.
(2) Bilirubin 5 – 9 mg%: terapi sinar <24 jam dan pemberian kalori yang cukup.
(3) Bilirubin 10 – 14 mg%: transfusi tukar (sebelum dan sesudahnya diberi
terapi sinar) <24 jam selanjutnya terapi sinar 24-48 jam.
3) Hipotermi.
Bayi hipotermi adalah bayi yang mempunyai suhu tubuh di bawah 36 0C. Ada dua
macam hipotermi, yaitu hipotermi sedang (32-36 0C) dan hipotermi kuat (< 32 0C).
Tanda dan gejala hipotermi yaitu bayi tidak mau minum/ menetek, bayi tampak
lesu/ mengantuk/ letargie, tubuh bayi teraba dingin, denyut jantung bayi menurun
dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema). Penanganan hipotermi adalah perawatan
di dalam incubator/penyinaran lampu, metode kanguru, pemberian selimut hangat,
pemberian ASI sedikit-sedikit tapi sesering mungkin untuk mencegah
hipoglikemia, dan jika bayi tidak mau menyusu, beri infus glukosa 10% sebanyak
60-80 ml/kg per hari.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua data data
dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat ini. Pengkajian
harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan asfek biologis, psikologis, sosial,
maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan
membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data
adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik (Asmadi, 2008).
Pengkajian keperawatan pada bayi baru lahir meliputi: Identitas pasien, riwayat
kelahiran, riwayat persalinan, keadaan bayi saat lahir, pengkajian fisik, pengkajian status
neurologi, pengkajian nutrisi, dan pengkajian eliminasi.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Risiko hipotermia dibuktikan dengan bayi baru lahir
b. Risiko infeksi dibuktikan dengan ketuban pecah sebelum waktunya
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi
1 Risiko hipotermia Setelah dilakukan asuhan SIKI:
Manajemen Hipotermia
dibuktikan dengan keperawatan selama 1 x 2
 Monitor suhu tubuh
bayi baru lahir jam diharapkan risiko
 Monitor tanda dan gejala
hipotermia pada pasien
akibat hipotermia
berkurang/hilang dengan  Sediakan lingkungan yang
kriteria hasil: hangat (atur suhu ruangan)
SLKI:  Lakukan penghangatan pasif
Termoregulasi Neonatus (selimut, menutup kepala,
 Piloereksi berkurang pakaian tebal)
 Konsumsi oksigen
meningkat
 Tidak ada kutis
marmorata
 Frekuensi nadi
membaik
2 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan SIKI:
Pencegahan Infeksi
dibuktikan dengan keperawatan selama 1 X 2
 Monitor tanda dan gejala
ketuban pecah jam diharapkan risiko
infeksi local dan sistemik
sebelum waktunya infeksi pada pasien
 Batasi jumlah pengunjung
berkurang/hilang dengan
 Cuci tangan sebelum dan
kriteria hasil:
sesudah kontak dengan
SLKI:
pasien dan lingkungan
Kontrol Risiko
pasien
 Pemantauan perubahan
 Pertahankan teknik aseptic
status kesehatan
pada pasien berisiko tinggi
 Imunisasi meningkat
 Jelaskan pada keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan keluarga mencuci
tangan dengan benar
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

3 Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan SIKI:


Manajemen Jalan Napas
napas tidak efektif keperawatan selama 1 X 2
 Monitor pola napas
berhubungan jam diharapkan bersihan
(frekuensi, kedalaman,
dengan sekresi jalan napas pada pasien
usaha napas)
yang tertahan
berkurang/hilang dengan  Monitor bunyi napas
kriteria hasil: tambahan (mis. gurgling,
SLKI: mengi, wheezing, ronkhi
Bersihan Jalan Napas kering)
 Mekonium (pada  Lakukan penghisapan lender
neonatus) menurun kurang dari 15 detik
 Dispneau menurun
 Sianosis menurun
 Frekuensi napas
membaik
 Pola napas membaik
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta: EGC.

Bulechek, Gloria M., dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Ed. 6. United

Kingdom: Elsevier.

David, H dan Derek I.J. 2008. Dasar – dasar Pediatrik. Ed. 3. Jakarta: EGC.

Dwiendra R, Octa, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi Balita dan Anak

Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta: Deepublish.

Maryunani, A. Nurhayati. 2008. Asuhan Bayi Baru Lahir Normal. Jakarta: Trans Info Media.

Moorhead, Sue., dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Ed. 5. United Kingdom:

Elsevier.

NANDA International. 2015.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.

Jakarta: EGC.

Pinem. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Ed.

4 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Saifuddin. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Saifuddin. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Sylviati, M. 2008. Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi. Jakarta: Badan Penerbit

IDAI.

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Ed. 4. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai