Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN POST NATAL DENGAN SECTIO CAESARIA (SC)

A. PENGERTIAN
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Sectio caesarea merupakan prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi
melalui abdomen dan uterus (Liu, 2007)
Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu
(laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih (Dewi
Y, 2007)
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan
berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
& Wiknjosastro, 2006)

B. TIPE-TIPE SECTIO CAESARIA


Tipe-tipe sectio caesaria menurut Oxorn (1996) adalah :
1. Tipe-tipe segmen bawah : insisi melintang
Insisi melintang segmen bawah uterus merupakan prosedur pilihan abdomen
dibuka dan disingkapkan, lipatan vesika uterina peristoneum yang terlalu dekat
sambungan segmen atas dan bawah uterus di sayat melintang dilepaskan dan
segmen bawah serta ditarik atas tidak menutupi lapangan pandangan.
2. Tipe-tipe segmen bawah : insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti pada insisi
melintang. Insisi membujur dibuat dengan skapal dan dilebarkan dengan gunting
tumpul untuk menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio caesaria klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skapal ke dalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting berujung tumpul.
4. Sectio caesaria ekstranperitoneal
Pembedahan ektraperitonial dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi
pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas
C. ETIOLOGI
Para ahli kandungan atau para penyaji perawatan yang lain menganjurkan sectio
caesarea apabila kelahiran melalui vagina mungkin membawa resiko pada ibu dan
janin. Indikasi untuk sectsio caesarea antara lain meliputi:
1. Indikasi Medis
Menurut Dewi Y (2007) ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :
a. Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan
lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang
mempengaruhi tenaga.
b. Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, anak “mahal” dengan kelainan letak lintang,
primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu
lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrome
(denyut jantung janin kacau dan melemah).
c. Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan
lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular
ke anak, umpamanya herpes kelamin (herpes genitalis), condyloma lota
(kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma acuminata (penyakit
infeksi yang menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin
wanita), hepatitis B dan hepatitis C.

2. Indikasi Ibu
Menurut Kasdu (2003) indikasi ibu untuk sectsio caesarea yaitu :
a. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki
resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan usia 40 tahun
ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko,
misalnya tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan
preeklamsia. Eklampsia (keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu
kejang sehingga dokter memutuskan persalinan dengan sectio caesarea.
b. Tulang Panggul
Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
melahirkan secara alami. Tulang panggul sangat menentukan mulus tidaknya
proses persalinan.
c. Persalinan Sebelumnya dengan sectio caesarea
Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan
selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada
indikasi yang mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi
terlalu besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau
membuka, operasi bisa saja dilakukan.
d. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.
e. Kelainan Kontraksi Rahim
Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine
action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada
proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat
melewati jalan lahir dengan lancar.
f. Ketuban Pecah Dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus
segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar
sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah cairan yang
mengelilingi janin dalam rahim.
g. Rasa Takut Kesakitan
Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami
proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan
pangkal paha yang semakin kuat dan “menggigit”. Kondisi tersebut karena
keadaan yang pernah atau baru melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan
cemas menjalaninya. Hal ini bisa karena alasan secara psikologis tidak tahan
melahirkan dengan sakit. Kecemasan yang berlebihan juga akan mengambat
proses persalinan alami yang berlangsung.
3. Indikasi Janin
Menurut Kasdu (2003) indikasi Janin untuk sectsio caesarea yaitu :
a. Ancaman Gawat Janin (fetal distress)
Detak jantung janin melambat, normalnya detak jantung janin berkisar
120- 160. Namun dengan CTG (cardiotography) detak jantung janin
melemah, lakukan segera sectio caesarea segara untuk menyelematkan janin.
b. Bayi Besar (makrosemia)
c. Letak Sungsang
Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah
jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong
pada posisi yang lain.
d. Faktor Plasenta
1) Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau selruh
jalan lahir.
2) Plasenta lepas (Solution placenta)
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari
dinding rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi dilakukan
untuk menolong janin segera lahir sebelum ia mengalami kekurangan
oksigen atau keracunan air ketuban.
3) Plasenta accrete
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada umumnya
dialami ibu yang mengalami persalinan yang berulang kali, ibu berusia
rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu yang pernah operasi
(operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan menempelnya
plasenta.
e. Kelainan Tali Pusat
1) Prolapsus tali pusat(tali pusat menumbung)
Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini,
tali pusat berada di depan atau di samping atau tali pusat sudah berada di
jalan lahir sebelum bayi
2) Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama tali pusat
tidak terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi dari plasenta
ke tubuh janin tetap aman

D. TANDA DAN GEJALA


Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih koprehensif
yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post partum. Manifestasi klinis sectio
caesarea menurut Doenges (2001),antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira -kira 600-800ml
6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau sama
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
12. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

E. KOMPLIKASI
Menurut Mochtar (1998) Komplikasi sectio caesaria adalah :
1. Infeksi puerpeural (nifas)
a. Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang, dengan kenaikan suhu lebih tinggi, disertai dehidrasi, perut sedikit
kembung.
c. Beral, dengan peritonitis dan sepsis, hal ini sering dijumpai pada partus
terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena
ketuban yang teah pecah terlalu lama, penanganannya adalah pemberian
cairan, elektrolit dan antibiotik yang ada dan tepat.
2. Perdarahan, disebabkan karena
a. Banyak pembuIuh darah terputus dan terbuka.
b. Antonia uteri
c. Perdarahan pada placenta bed.
3. Luka kandung kemih
4. Kemungkinan ruptura uteri spontanea pada kehamilan mendatang

F. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa
sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri
mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan
malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf
- saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
G. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Menurut Robbins dan Kumar (1995) proses penyembuhan luka pada post SC sebagai
berikut :
1. Hari pertama pasca bedah
Setelah lahir disambung dan dijahit, garis insisi segera terisi bekuan darah.
Permukaan bekuan darah ini mengering menimbulkan suatu kerak yang menutupi
luka.
2. Hari kedua pasca bedah
Timbul aktifitas yang terpisah yaitu reepitelisasi dan pembekuan jembatan yang
terdiri dan jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah sub epitalis.
Jalur-jalur tipis sel menonjol, dibawah permukaan kerak dan tepi epitel menuju ke
arah sentral. Dalam waktu 48 jam tonjolan ini berhubungan satu sama lain, dengan
demikian luka telah tertutup oleh epitel
3. Hari ketiga pasca bedah
Respon radang akut mulai berkurang dan neutrofil sebagai besar diganti oleh
makrofag yang membersihkan tepi cabang.
4. Hari kelima pasca bedah
Celah insisi biasanya terdiri dan jaringan granulosa yang kaya akan pembuluh
darah dan langgar. Dapat dijumpai serabut-serabut kolagen disekitarnya.
5. Akhir minggu pertama
Luka telah tertutup dan epidermis dengan ketebalan yang kurang dan normal.
6. Selama minggu kedua
Kerangka fibrin sudah ienyap dan jaringan parut masih tetap berwarna merah
cerah sebagai akibat peningkatan vaskularisasi, reaksi radang hampir hilang
seluruhnya.
7. Akhir minggu kedua
Struktur jaringan dasar parut telah mantap dan terjadi suatu proses yang panjang
(menghasilkan warna jaringan parut yang lebih muda sebagai akibat tekanan pada
pembuluh darah, timbunan kolagen dan peningkatan secara mantap dan rentang
luka) sedang berjalan
H. PATHWAY
Pada persalinan anak besar, mencegah robekan, Perineum yang robek dengan sendiri ( menipis dan pucat ) sehingga
mencegah ruptur periniil, terjadi gawat janin, letak /presntasi abnormal, perineum kaku

 Pada persalinan prematur, dimana untuk melindungi kepala janin yang prematur dari perineum yang ketat
Episiotomy
sehingga tidak terjadi cedera dan pendarahan intrakranial
 Pada Perineum kaku,

Pada daerah perineum Nifas

Laserasi pada jalan lahir Kurangnya Uterus Laktasi


proteksi dan
Terputusnya perawatan Progesterone dan
Kontraksi uterus Adekuat
inkontnuitas estrogen menurun
tidak adekuat
jaringan, pembuluh
darah, dan saraf Resiko infeksi Pengeluaran Prolactin meningkat
Atonia uteri desidua
Merangsang Pertumbuhan kelenjar
pengeluaran Perdarahan Lockhea susu terangsang
histamine dan
prostaglandin Isapan bayi
Hb O2 menurun

Oksitosin meningkat
Nyeri akut Metabolism anaerob

Deficit perawatan Ejeksi ASI adekuat Ejeksi ASI tidak adekuat


Kelemahan & kelelahan Asam laktat meningkat
diri: mandi
Efektif laktasi Ketidakefektifan
pemberian ASI
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien post partum SC menurut Manuaba (1999) adalah :
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
8. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Meliputi, nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku,
alamat, no. CM, tanggal MRS, dan identitas penanggung jawab
2. Alasan Dirawat
Meliputi alas an pasien masuk rumah sakit, dan keluhan saat dikaji
3. Riwayat Masuk Rumah Sakit
Meliputi keluhan utama saat MRS dan keluhan sekarang, riwayat persalinan
sekarang (dari kala I sampai dengan kala IV dan keadaan bayi saat lahir)
4. Riwayat Obstertri Dan Ginekologi
Meliputi riwayat menstruasi (menarche, siklus, lamanya, banyaknya, HPHT),
riwayat pernikahan, riwayat kelahiran, persalinan, dan nifas yang lalu, serta
riwayat KB
5. Pola Fungsional Kesehatan
1) Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehata
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang prosedur SC serta kurangnya
menjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola aktifitas
Pada pasien post partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
4) Pola eleminasi
Pada pasien post partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono,
yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
5) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
6) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan
orang lain.
7) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan
nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara
terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
8) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
9) Pola reproduksi dan seksual
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
10) Pola toleransi terhadap stress- koping
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
11) Pola keyakinan dan nilai
Biasanya klien akan merasa lebih bersyukur terhadap Tuhan karena hadirnya
eorang anak
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan
yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya hiperpigmentasi areola mamae
dan papila mamae
g. Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat
h. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
k. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

K. KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah)
2. Deficit perawatan diri : mandi berhubungan dengan kelemahan dan
ketidakmampuan merasakan bagian tubuh
3. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan ansietas ibu, kurangnya
pengetahuan orang tua tentang teknik menyusui, reflesk isap bayi buruk,
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan peran
5. Risiko infeksi dibuktikan oleh prosedur invasive

L. NURSING CARE PLAN


Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan NIC :
berhubungan tindakan keperawatan Pain Management
dengan agen selama 3x24 jam 1. Berikan informasi 1. Mengurangi
cedera fisik diharapkan nyeri akut mengenai nyeri, kecemasan pasien
(prosedur bedah) dapat berkurang seperti penyebab tentang nyeri yang
dengan criteria : nyeri, berapa lama dialami pasien
NOC : nyeri akan
1. Pain Level dirasakan, dan
Kriteria Hasil : antisipasi dari
a. Beristirahat ketidaknyamanan
dengan akibat prosedur
nyaman/tidak 2. Kurangi atau 2. Menghindari pasien
gelisah eliminasi faktor- dari nyeri
b. Tidak tampak faktor yang dapat
ekspresi wajah mencetus atau
kesakitan meningkatkan nyeri
c. Frekuensi (mis., ketakutan,
dalam batas kelelahan, keadaan
normal monoton, dan
(dewasa : 16- kurang
24 x/menit) pengetahuan)
d. Tekanan darah 3. Dorong pasien untuk 3. Memantau tingkat
normal memonitor nyeri dan nyeri dan
(dewasa : menangani nyerinya mengurangi nyeri
120/80mmHg) dengan tepat
4. Ajarkan penggunaan 4. Mengurangi
teknik non penggunaan obat
farmaklogi dan meminimalkan
(seperti,biofeedback, nyeri
TENS,hypnosiss,
relaksasi,bimbingan
antisipasi, terapi
musik, terapi
bermain, terapi
aktivitas,
akupressur, aplikasi
panas/dingin dan
pijatan, sebelum,
sesudah dan jika
memungkinkan
ketika melakukan
aktivitas yang
menimbulkan nyeri
sebelum nyeri
terjadi atau
meningkat, dan
bersamaan dengan
tindakan penurun
rasa nyeri lainnya)
5. Kolaborasi dengan
5. Memilih tenknik
pasien keluarga dan
penanganan nyeri
tim kesehatan
sesuai dengan yang
lainnya untuk
diinginkan pasien
memilih dan
mengimplementasik
an tindakan penurun
nyeri
nonfarmakologi
sesuai kebutuhan
6. Dukung
6. Istirahat yang
istirahat/tidur yang
adekuat akan
adekuat untuk
meminimalkan
membantu
nyeri
penurunan nyeri

Analgesic
Administration
1. Cek perintah
1. Mencegah salah
pengobatan meliputi
pemberian
obat, dosis dan
pengobatan,
frekuensi obat
frekuensi serta
analgesic yang
dosis yang
diresepkan
diberikan
2. Monitor tanda vital
2. Memantau
sebelum dan
perubahan yang
sesudah pemberian
terjadi setelah
analgesic pada
pemberian
pemberian dosis
analgesic
pertama kali atau
jika ditemukan
1.
tanda-tanda yang
tidak biasanya

2. Deficit Setelah dilakukan NIC :


perawatan diri : asuhan keperawatan Memandikan
mandi selama 3x24 jam 1. Bantu
berhubungan diharapkan pasien (memandikan
dengan memenuhu kriteria pasien) dengan
kelemahan dan hasil sebagai berikut : menggunakan
ketidakmampuan NOC : kursi untuk
merasakan 2. Perawatan diri : mandi, bak
bagian tubuh mandi tempat mandi,
Kriteria Hasil : mandi dengan
a. Tidak terganggu berdiri, dengan
dalam mencuci menggunakan
wajah cara yang tepat
b. Membersihkan area atau sesuai
perineum dengan keinginan
c. Mengeringkan (pasien)
badan 2. Cuci rambut
sesuai
d. kebutuhan
atau keinginan
3. Mandi dengan air
yang mempunyai
suhu yang
nyaman
4. Bantu dalam hal
perawatan
perineal jika
memang
diperlukan
5. Bantu dalam hal
kebersihan
(misalnya
deodorant,
parfum)
6. Berikan lubrikan
dank rim pada
area kulit yang
kering
7. Berikan bedak
pada lipatan kulit
yang dalam

3. Ketidakefektifan NOC : NIC :


pemberian ASI
berhubungan
dengan ansietas
ibu, kurangnya
pengetahuan
orang tua
tentang teknik
menyusui,
reflesk isap bayi
buruk,

4. Ansietas NOC : NIC :


berhubungan
dengan
perubahan peran

5. Risiko infeksi NOC : NIC :


dibuktikan oleh
prosedur
invasive
M. IMPLEMENTASI
N. EVALUASI
O. DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai