Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

POST PARTUM SECTIO CAESAREA

DI RUANG FLAMBOYAN RSUD TAMAN HUSADA BONTANG

Dosen Pembimbing :

Ns. Tri Wahyuni, M.Kep

Di Susun Oleh :

Rika Purnamasari

NIM. 2211102412200

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROFESI NERS

2022
KONSEP DASAR POST PARTUM

A. Definisi

Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan

melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu

dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan

ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi

kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal (Mitayani,

2012). Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan buatan, yaitu janin

dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat

rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin diatas 500 gram (Solehati, 2015).

Beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa Sectio Caesarea adalah suatu Tindakan pembedahan yang

tujuannya untuk mengeluarkan janin didalam rahim melalui insisi pada dinding

dan rahim perut ibu dengan syarat Rahim harus dalam keadaan utuh dan bobot

janin diatas 500 gram.

B. Indikasi

Menurut (Amin & Hardi, 2013) operasi Sectio Caesarea dilakukan atas

indikasi sebagai berikut :

1. Indikasi yang berasal dari ibu

Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik

Disproportion (disproporsi janin/ panggul), ada sejarah kehamilan dan

persalinan yang buruk, ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul

ibu, keracunan kehamilan yang parah, komplikasi kehamilan yaitu pre


eklampsia dan eklampsia berat, atas permintaan, kehamilan yang disertai

penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium,

mioma uteri dan sebagainya)

2. Indikasi yang berasal dari janin

Fetal distress/ gawat janin, mal persentasi dan mal posisi kedudukan

janin seperti bayi yang terlalu besar (giant baby), kelainan letak bayi seperti

sungsang dan lintang, kelainan tali pusat dengan pembukaan kecil seperti

prolaps tali pusat, terlilit tali pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta

previa, solution plasenta, plasenta accreta, dan vasa previa. kegagalan

persalinan vakum atau forseps ekstraksi, dan bayi kembar (multiple

pregnancy).

C. Etiologi

Menurut (Falentina, 2019), penyebab sectio caesarea sebagai berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)

Chepalo pelvik disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu

tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu

tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan

susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan

jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah

perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab


kematian maternal dan perinatal paling penting. Karena itu diagnosa dini

amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut

menjadi eklamsi.

3. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar

ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan

dibawah 36 minggu. Ketuban pecah dini disebebkan oleh berkurangnya

kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine.

4. Bayi kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Caesarea. Hal ini karena

kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada

kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang

atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

5. Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor, dan kelainan bawaan

pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernapas.

6. Kelainan letak janin

a) Kelainan pada letak kepala

1) Letak kepala tengadah


Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam

teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala

bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan panggul.

2) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang

terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-

0,5 %.

3) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi. Dahi berada pada posisi

terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya

dengan sendirinya akan menjadi letak muka atau letak belakang

kepala.

b) Letak sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak

memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagaian

bawah kavum uteri dikenal beberapa jenis sungsang, yakni presentasi

bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak

sempurna dan presentasi kaki.

c) Kelainan letak lintang

Letak lintang ialah jika letak bayi di dalam Rahim sedemikian rupa

hingga paksi tubuh bayi melintang terhadap paksi Rahim. Sesungguhnya

letak lintang sejati (paksi tubuh bayi tegak lurus pada Rahim dan

menjadikan sudut 90°).


D. Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi section caesarea menurut (Purwoastuti & Walyani,

2015)

1. Sectio Caesarea

Klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertical sehingga

memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi

jenis ini sudah sangat jarang dilakukan karena sangat berisiko terhadap

terjadinya komplikasi.

2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda

Sayatan mendatar dibagian atas dari kandung kemih sangat umum

dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya

pendarahan dan cepat penyembuhannya.

3. Histerektomi Caesarea yaitu bedah Caesarea diikuti dengan pengangkatan

rahim. Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana pendarahan yang sulit

tertangani atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.

4. Sectio Caesarea extraperitoneal

Yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang pasien yang

sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas

sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa

abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan

segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara

ekstraperitoneum.

E. Teknik Sectio Caesarea


Sayatan yang paling sering dilakukan adalah sayatan transversal (Pfannenstiel,

Maylard, atau Cherney). Sayatan vertical biasanya dilakukan pada keadaan

emergensi atau apabila kita perlu secepatnya membuka rongga perut (Krisnadi,

dkk, 2012).

1. Sayatan Pfannenstiel

Digunakan pada pasien berdasarkan kenyataan bahwa operasi

pertama dilakukan dengan teknik sayatan yang sama. Saat insisi dilakukan,

jaringan subkutan akan terbuka dan perdarahan dihentikan dengan kauter

atau dijahit. Selanjutnya lapisan fascia dibuka kemudian sayatan diperluas

dengan menggunakan gunting/pisau.

2. Teknik Pelosi

Sayatan yang dilakukan adalah sayatan Pfannenstiel. Kauterisasi

dilakukan untuk memisahkan jaringan subkutan dan fascia secara

transversal. Muskulus rektus dipisahkan secara tumpul untuk memberi celah

pada kedua jari telunjuk, selanjutnya membuka fascia.

3. Teknik Joel-Cohen

Berbeda dengan 2 teknik diatas pada beberapa hal. Sayatan Joel-

Cohen dilakukan hanya pada kulit saja yaitu 3 cm dibawah spina iliaca

anterior superior, lebih tinggi dari sayatan pfannenstiel. Lapisan subkutan

hanya disayat dibagian tengah sepanjang 3cm. Fascia disayat hanya pada

bagian tengah yang selanjutnya diperluas ke lateral dengan menggunkan jari.

4. Teknik Misgav-Ladach
Merupakan modivikasi dari teknik Joel-Cohen, dikembangkan oleh Stark dan

kawan-kawan. Dilakukan sayatan Joen-Cohen, hanya fascia dibuka dengan

menggunakan gunting bagian ujungnya. Membuka uterus sama seperti teknik

Joel-Cohen, plasenta dikeluarkan secara manual.

F. Pathway

G. Patofisiologi

Sc merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat diatas 500 gr

dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan

lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin.

Janin besar dan letak sungsang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami

adaptasi post partum baik dari aspek kongitif berupa kurang pengetahuan. Akibat

kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak

adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan

menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan

perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi

yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

H. Manifestasi Klinis

Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih

koprehensif yaitu : Perawatan post operatif dan perawatan post partum.

Manifestasi klinis Sectio Caesaria (Doengoes, 2011) antara lain :

1. Nyeri akibat ada luka pembedahan

2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen

3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (Lokhea tidak

banyak)

5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml

6. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan

ketidakmampuan menghadapi situasi baru

7. Biasanya terpasang kateter urinarius

8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar


9. Pengaruh anastesi dapat menimbulkan mual dan muntah

10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler\

I. Komplikasi

Menurut (Chamberlain, 2012) komplikasi section caesarea yaitu :

1. Hemoragi, Paling buruk dari sudut insisi uterus atau pada plasenta previa.

2. Infeksi, Antibiotik profilaktik biasaya diberikan untuk section caesarea,

terutama jika operasi dilakukan setelah ketuban pecah.

3. Thrombosis

a) Risiko 8x lebih tinggi dibandingkan setelah pelahiran melalui vagina

b) Biasanya terjadi pada vena tungkai atau panggul

c) Risiko berupa embolisme thrombus pada pembuluh darah paru

d) Antikoagulan profilaktik diberikan, terutama pada ibu yang berisiko tinggi

(usia diatas 35 tahun, anemia, riwayat thrombosis, obesitas)

4. Ileus

a) Ileus ringan dapat berlangsung selama sehari sesudah operasi

b) Tangani secara konservatif dengan memberi cairan intravena dan jangan

berikan oral hingga ibu flatus.

J. Penatalaksanaan Post Operasi

Menurut (Hartanti, 2014) ibu post sectio caesarea perlu mendapatkan perawatan

sebagai berikut :

1. Ruang Pemulihan

Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan

dilakukan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi


dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan intravena juga dibutuhkan karena 6

jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan

intravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi

hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.

2. Ruang Perawatan

a) Monitor tanda-tanda vital

b) Pemberian obat-obatan

c) Terapi Cairan dan Diet

d) Pengawasan fungsi vesika urinaria dan dan usus

e) Ambulasi Dini

f) Menyusui

g) Keluarga berencana

h) Perawatan Luka

3. Personal hygiene

a) Perawatan Payudara

b) Perawatan Perineum

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia)

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia)

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU

DENGAN POST PARTUM SECTIO SAESAREA

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan

kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,

psikologis, social dan spiritual.

a. Identitas klien

Meliputi nama, tempat tanggal lahir, agama, suku bangsa, pendidikan

terakhir, pekerjaan, alamat, penghasilan per bulan.

b. Antisipatori

1) Status Kesehatan : alasan kunjungan, kunjungan, keluhan utama, riwayat

kesehatan.
2) Riwayat obstetri dan ginekologi : Riwayat haid, riwayat perkawinan,

riwayat KB, riwayat kehamilan & persalinan yang lalu. Riwayat kehamilan

& persalinan sekarang,

3) Pemenuhan kebutuhan dasar manusia : nutrisi, eliminasi, oksigenasi,

aktivitas dan istirahat.

4) Dukungan sosial : dukungan emosi, dukungan informasi, dukungan fisik,

dukungan penghargaan.

5) Fungsi keluarga

6) Pengkajian budaya

7) Stress

8) Pemeriksaan fisik ibu

a) Mata : konjungtiva normalnya berwana merah muda dan sklera

normalnya berwarna putih

b) Mammae : payudara simetris atau tidak, putting susu bersih dan

menonjol atau tidak. Hiperpigmentasi areolla atau tidak, kolostrum

sudah keluar atau belum.

c) Abdomen : terdapat luka bekas SC atau tidak, ada linea atau tidak,

striae ada atau tidak

d) Genetalia : bersih atau tidak, oedema atau tidak, kemerahan atau

tidak, perineum ada bekas luka epiostomi atau tidak

e) Ekstremitas : oedema atau tidak dan varises atau tidak

2. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik. D.0077


2) Menyusui Tidak Efektif b/d Ketidakadekuatan Suplai ASI. D.0029

3) Gangguan Pola Tidur b/d Kurang Kontrol Tidur. D.0055

4) Defisit Pengetahuan b/d Kurang Terpapar Informasi. D.0111

5) Resiko Infeksi b/d kerusakan integritas kulit D.0142

3. Rencana Keperawatan

N Dx. Keperawatan SIKI SLKI


o
1 Nyeri Akut b/d Agen Manajemen nyeri (1.08238) Setelah dilakukan tindakan
Observasi keperawatan selama 3x24 jam
Pencedera Fisik.
1.1 Identifikasi lokasi, diharapkan tingkat nyeri
D.0077
karakteristik, durasi, frekuensi, (L.08066) dapat menurun
intensitas nyeri. Kriteria Hasil
1.2 Identifikasi skala nyeri. - keluhan nyeri dipertahankan
1.3 Identifikasi faktor yang pada skala 3 (sedang) di
memperberat dan memperingan tingkatkan pada skala 5
nyeri. (menurun)
Terapeutik - meringis dipertahankan pada
1.4 Berikan tehnik non skala 3 (sedang) di tingkatkan
farmakologis untuk mengurangi pada skala 5 (menurun)
rasa Nyeri - Gelisah dipertahankan pada
1.5 Fasilitasi istirahat dan tidur skala 3 (sedang) di tingkatkan
Edukasi pada skala 5 (menurun)
1.6 Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengutangi nyeri.
Kolaborasi
1.7 Kolaborasi pemberian
analgetic, jika perlu
2 Menyusui Tidak Efektif Konseling Laktasi (1.03093) Setelah dilakukan tindakan
b/d Ketidakadekuatan Observasi keperawatan selama 3x24 jam
Suplai ASI. D.0029 2.1 Identifikasi permasalahan diharapkan status menyusui
yang ibu alami selama proses (L.03029) dapat membaik
menyusui Kriteria Hasil
2.2 Identifikasi keinginan dan - Perlekatan bayi pada
tujuan menyusui. payudara ibu meningkat
Terapeutik dipertahankan pada skala 3
2.3 Gunakan tehnik mendengar (sedang) di tingkatkan pada
aktif. skala 5 (meningkat)
2.4 Berikan pujian terhadap - Kemampuan ibu
perilaku ibu yang benar. memposisikan bayi dengan
Edukasi benar meningkat
2.4 Ajarkan tehnik menyusui dipertahankan pada skala 3
yang tepat sesuai kebutuhan ibu. (sedang) di tingkatkan pada
skala 5 (meningkat)
- tetesan/ Pancaran ASI
meningkat dipertahankan
pada skala 3 (sedang) di
tingkatkan pada skala 5
(meningkat)
- Suplai asi adekuat
dipertahankan pada skala 3
(sedang) di tingkatkan pada
skala 5 (meningkat)
- putting tidak lecet
dipertahankan pada skala 3
(sedang) di tingkatkan pada
skala 5 (meningkat)

3 Gangguan Pola Tidur Dukungan tidur (1.05174) Setelah dilakukan tindakan


Berhubungan Dengan Observasi keperawatan selama 3x24 jam
Kurang Kontrol Tidur. 3.1 Identifikasi pola aktivitas tidur diharapkan pola tidur
D.0055 Terapeutik (L.05045) dapat membaik
3.2 Modifikasi lingkungan Kriteria Hasil
Edukasi - keluhan sulit tidur
3.3 Anjurkan menghindari dipertahankan pada skala 3
makanan/minuman yang (sedang) di tingkatkan pada
mengganggu tidur skala 5 (meningkat)
- keluhan sering terjaga
dipertahankan pada skala 3
(sedang) di tingkatkan pada
skala 5 (meningkat)
- keluhan tidak puas tidur
dipertahankan pada skala 3
(sedang) di tingkatkan pada
skala 5 (meningkat)

4 Resiko Infeksi Pencegahan infeksi 1.14539 Setelah dilakukan tindakan


Berhubungan Dengan Observasi keperawatan selama 3x24 jam
Kerusakan Integritas 4.1 Monitor tanda dan gejala diharapkan integritas kulit dan
Kulit D.0142 infeksi local dan sistemik jaringan (L.14125) dapat
Terapeutik meningkat
4.2 Berikan perawatan kulit pada Kriteria Hasil
area edema - kerusakan jaringan
4.3 Cuci tangan sebelum dan dipertahankan pada skala 3
sesudah kontak dengan pasien (sedang) di tingkatkan pada
dan lingkungan pasien skala 5 (menurun)
Edukasi - kerusakan lapisan kulit
4.4 Jelaskan tanda dan gejala dipertahankan pada skala 3
infeksi (sedang) di tingkatkan pada
skala 5 (menurun)
4. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai

hasil akhir dari seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi

keperawatan meliputi :

S : Subjektif/Subjective

O : Objektif/Objective

A : Penilaian/Assesment

P : Perencanaan/Plan

DAFTAR PUSTAKA

Amin, & Hardi. (2013). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-

NOC. Yogyakarta : Mediaction.

Chamberlain, G. (2012). ABC Asuhan Persalinan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Doengoes, M. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta: EGC.

Falentina, D. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Post Op Sectio

Caesarea di Ruang Mawar Nifas RSUD. Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Hartanti, S. (2014). Penatalaksanaan Post Op Sectio Caesarea pada ibu. Published thesis for

University Of Muhammadiyah Purwokerto.

Krisnadi, dkk. (2012). Obstetri Emergensi. Jakarta : CV Sagung Seto.


Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.

Purwoastuti, E., & Walyani, E. S. (2015). Ilmu Obstetri & Ginekologi Sosial untuk kebidanan.

Perpustakaan Nasional RI : Katalog dalam Terbitan (KDT) Yogyakarta : Pustaka Baru

Press.

Purwoastuti, E., & Walyani, E. S. (2015). Ilmu Obstetri & Ginekologi Sosial untuk kebidanan.

Perpustakaan Nasional RI : Katalog dalam Terbitan (KDT). Yogyakarta : Pustaka Baru

Press.

Solehati. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi dalam Keperawatan Maternitas.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai