Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS POST SC DI RUANG


NIFAS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MATARAM

DI SUSUN OLEH
ANDINI RATU WULANDARI
011STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGAM
STUDI PENDIDIKAN NERS

2023

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU
NIFAS POST SC

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Sectio Caesareaadalah suatu pembedahan guna melahirkan janin
lewatinsisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga
janin di lahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar
anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Anjarsari, 2019).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo,
2018). Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Sagita, 2019).
Sectio Caesarea adalah jalan alternatif menyambut kelahiran seorang
bayi melalui operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan rahim
ibu. Sectio Cacsarca dilakukan sebagai tindakan penyelamatan terhadap
kasus-kasus persalinan normal yang berbahaya. Oleh karena itu tindakan
ini hanya di lakukan ketika proses persalinan alamiah melalui vagina tidak
memungkinkan karena risiko medis tertentu (Wahyudi, 2016).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan
pada dindinguterus melalui dinding depan perut. (amru sofian,2015). Post
Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. (Reeder, 2015). Post
Partum merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan.
Lama Post Partum ini antara 6-8 minggu. (Solchati & Kosasih, 2015 yang
melaporkan penelitian tahun 2002 oleh Mochtar)

2. Etiologi
1. Etiologic yang berasal dari ibu

2
yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin /
panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul. Plasenta previa terutama pada primigravida,
solutsio plasenta tingkat III, komplikasi kehamilan yang disertai
penyakit (jantung, DM). Gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium.mioma uteri, dan sebagainya).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapses tali pusat dengan pembukaan kecil, 8 9 kegagalan
persalinan vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000
gram. Dari beberapa faktor section caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin
yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan
yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuranukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih

3
belum jelas. Setelah pendarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi cklamsi.
c. KPD (Ketuban pecah dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37
minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi
yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah lelaklintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1. Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah, Bagian terbawah adalah puncak
kepala, padapemeriksaan dalam teraba UUB yang paling
rendah. Etiologinya kelainanpanggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan
dasarpanggul.
b) Presentasi muka. Letak kepala tengadah (defleksi),
sehingga bagian kepalayang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0),27-0,5%.

4
c) Presentasi dahi. Posisi kepala antara fleksi dan defleksi,
dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya
akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala.
g. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengankepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan
presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

3. Klasifikasi
Menurut Ramandanty (2019), klasifikasi bentuk pembedahan Sectio
Caesarea adalah sebagai berikut:
1. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan
berikutnya melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah
dilakukan tindakan pembedahan ini.
2. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini
dilakukan jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup
tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian
sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot- otot
3. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah
janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan
pegangkatan rahim.

5
4. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada
seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya
dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan
denganinsisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum
dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus
sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.

4. Meninfestasi klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum, manifestasi
klinis Sectio Caesarea menurut Dongoes 20 yaitu:
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus terletak di umbilicus
d. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750-1000
f. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
i. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
j. Bonding attachment pada anak yang baru lahir

5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah
komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok
perdarahan, obstruksi usu gangguan pembekuan darah, dan cedera organ
abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio
Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan
ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasii
(Anggi, 2015).

6
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu
infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak
factor, seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang
berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tubootaria, apendiksitis akut
perforasi. Diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol, kondisi
imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang
mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gisi buruk, termasuk anemia
berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga, alergi pada materi
benang yang digunakan daan kuman resistenterhadap antibiotic. Akibat
infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu pertama
pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa juga
sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka akan
bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman
tersebut dapat menyebar melalui aliran darah, Luka yang terbuka akibat
infeksi itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari caiiran luka
tersebut. (Valleria, 2016).

6. Fatofisiologi
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak lahir normal atau spontan, misalnya disebabkan
oleh panggul sempit dan plasenta previa. Dalam proses operasinya
dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan pasien mengalami
imobilisasi, efek anastesi menyebabkan konstipasi. Dalam proses
pembedahan akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya jaringan merangsang area sensorik
yang menyebabkan gangguan rasa nyaman yaitu nyeri.
Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post sectio caesarea, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menyebabkan resiko infeksi. Pada saat post partum mengalami
penurunan hormon progesteron dan estrogen akan terjadi kontraksi uterus
dan involusi tidak adekuat sehingga terjadi pendarahan dan bisa
menyebabkan risiko syok. Hb menurun dan kekurangan 02 mengakibatkan

7
kelemahan dan menyebabkan defisit perawatan diri (Nurarif & Kusuma,
2015).

7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin Hematokrit
6. Golongan Darah

8
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
10. Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker, Susan martin, 1998. Dalam buku
Aplikasi Nanda2015).

8. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6
sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air the.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi: Miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan
pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar. Hari kedua post operasi, penderita dapat
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bemafas dalam lalu
menghembuskannya. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah
menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama
berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. kateterisasi

9
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan Antibiotik cara pemilihan dan pemberian
antibiotik sangat berbeda-beda sesuaiindikasi.
f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan
ketopropen 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat 14 diberikan
tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75
mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
g. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.
h. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harusdibuka dan diganti.
i. Pemeriksaan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan
adalah suhu, tekanan darah. nadi.dan pernafasan.
j. Perawatan Payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post
operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut
payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan
kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

10
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami
luka, perawat harus siap dihadapkan dengan kondisi luka dengan berbagai
keadaan dan variasinya. Luka dapat terjadi sejak pasien belum masuk
kerumah sakit atau justru pasien sudah berada di rumah sakit. Apapun
kondisi, penyebab dan variasi luka yang ada, perawat harus melakukan
pendekatan dalam melakukan pengkajian sampai evaluasi penyembuhan
luka sistematik. Perawat juga harus mampu menunjukkan kepekaan
terhadap respon nyeri dan tingkat toleransi pasien selama pengkajian.
Kriteria dasar pengkajian luka menurut De Laune dab Ladner (2002).
a. Identitas Pasien
1. Pasien (diisi lengkap) : nama pasien, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No.RM, dan tanggal
MRS.
2. Penanggung jawab (diisi lengkap : Sumber informasi, keluarga
terdekat yang dapat dihubungi, pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa
nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah-daerah yang
menonjol, misalnya pada daerah abdomen, daerah tangan, telapak
kaki.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Hal-hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi. faktor yang memperberat
atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang
menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus

11
menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas,
mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati
3. Riwayat Kesehatan masa lalu:
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi
alergi apa yang timbul
4. Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit keluarga perlu
ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengauhi oleh penyakit-
penyakit yang diturunkan seperti: DM, alergi, Hipertensi (CVA).
Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien.
Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit
merupakan manifestasi dari sistemik seperti: kronis, kanker, DM
5. Riwayat kesehatan keluarga ( genogram )
Mengkaji dan atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
yang sama.

c. Pengkajian keperawatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia menurut


Gordon (11 pola)
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan menjelaskan tentang
bagaimana pendapat klien maupun keluarga mengenai apakah
kesehatan itu dan bagaimana klien dan keluarga mempertahankan
kesehatan.
2. Pola nutrisi/metabolic terdiri dari antropometri yang dapat dilihat
melalui lingkar lengan atau nilai IMT, biomedical sign merupakan data
yang diperoleh dari hasil laboratorium yang menunjang, clinical sign
merupakan tanda-tanda yang diperoleh dari keadaan fisik klien yang
menunjang, diet pattern merupakan pola diet atau intake makanan dan
minuman yang dikonsumsi.

12
3. Pola eliminasi : BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi,
bau, karakter). Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan
melakukan aktivitas dan anjuran bedrest
4. Pola aktifitas dan latihan : Activity Daily Living, status oksigenasi,
fungsi kardiovaskuler, terapi oksigen, Geejala : lemah, letih, sulit
bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun. Tanda : penurunan
kekuatan otot serta mengenai kurangnya aktifitas dan kurangnya
olahraga pada klien.
5. Pola kognitif dan perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan
keadaan indera.
6. Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri,
dan peran diri.
7. Pola seksualitas dan refroduksi : pola seksual dan fungsi refroduksi
8. Pola peran dan hubungan
9. Kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal dengan menyesuaikan
pakaian dan ruangan atau lingkungan.
10. Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat
11. Kebutuhan untuk mempelajari, menemukan, maupun mendapatkan
informasi dengan perkembangan dan kesehatan yang baik seperti
Kulit/jaringan : kaji warna, tekstur, dan apakah kulit mengalami
kerusakan dermis/epidermis, atau jaringan (membrane mulosa, kornea,
fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan atau ligament).

d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ibu
a. Keadaan umum, meliputi tentang kesadaran, nilai glasgow coma scale
(GCS) yang berisi penilaian eye, movement, verbal. Mencakup juga
penampilan ibu seperti baik. kotor, lusuh.
b. Tanda-tanda vital. meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan
respirasi.
c. Antropometri. meliputi tinggi badan, berat badan sebelum hamil, berat
badan saat hamil dan berat badan setelah melahirkan.

13
d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
- Kepala, observasi bentuk kepala, apakah terdapat lesi atau tidak,
persebaranpertumbuhan rambut, apakah terdapat pembengkakan
abnormal, warna rambut dannyeri tekan.
- Wajah, pada wajah ibu postpartum biasanya terdapat cloasma
gravidarum sebagaiciri khas perempuan yang pernah mengandung,
apakah terdapat lesi atau tidak, nyeripada sinus, terdapat edema
atau tidak..
- Mata, observasi apakah pada konjungtiva merah mudah atau pucat,
ibu yang barumengalami persalinan biasanya banyak kehilangan
cairan, bentuk mata kiri dankanan apakah simetris, warna sklera,
warna pupil dan fungsi penglihatan.
- Telinga, dilihat apakah ada serumen, lesi, nyeri tekan pada tulang
mastoid dan tespendengaran.
- Hidung, observasi apakah ada pernafasan cuping hidung, terdapat
secret atau tidak.nyeri tekat pada tulang hidung, tes penciuman.
- Mulut, dilihat apakah ada perdarahan pada gusi, jumlah gigi ada
berapa, terdapat lesi atau tidak, warna bibir dan tes pengecapan.
- Leher, pada leher dilihat apakah bentuknya proporsional, apakah
terdapat pembengkakan kelenjar getah bening atau pembengkakan
kelenjar tiroid.
- Dada, observasi apakah bentuk dada simetris atau tidak, auskultasi
suara nafas pada paru-paru dan frekuensi pernafasan, auskultasi
suara jantung apakah ada suara jantung tambahan dan observasi
pada payudara, biasanya pada ibu post partum payudara akan
mengalami pembesaran dan acrola menghitam serta normalnya
ASI akan keluar.
- Abdomen, pada abdomen observasi bentuk abdomen apakah
cembung, cekung atau datar. Observasi celah pada diastasis recti,
tinggi fundus uteri pasca persalinan, pada ibu yang mengalami
kehamilan tanda khas pada abdomen terdapat linia nigra, observasi
juga pada blas apakah teraba penuh atau tidak.

14
- Punggung dan bokong, dilihat apakah ada kelainan pada tulang
belakang, apakah terdapat nyeri tekan.
- Genetalia, observasi perdarahan pervaginam, apakah terpasang
dower cateter,observasi apakah terdapat luka ruptur, episiotomi
bagaimana keadaan luka, bersih atau tidak.
- Anus, observasi apakah ada pembengkakan, terdapat lesi atau
tidak, apakah terdapathemoroid.
- Ekstremitas Atas: pada ekstremitas atas dilihat tangan kiri dan
kanan simetris atau tidak, terdapat lesi atau tidak, edema, observasi
juga apakah ada nyeri tekan serta ROM.
- Bawah :pada ekstremitas bawah diobservasi apakah terdapat
varises, cdema, pergerakan kaki serta ROM.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (PPNI, 2017).
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik
(D.0077, Hal 172)
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
jaringan(D.0129. Hal 282)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh
yang tidak adekuat (D.0142. Hal 304)
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri(D.0055.Hal
126)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
otot(D.0056. Hal 128)
6. Resiko Syok Hipovolemik herhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan,pindahnya cairan intravaskuler ke

15
ekstravaskuler.(D.0039. Hal 92)

3. Rencana keperawatan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan
masalah atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan
keperawatan meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria
hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi
dan mendokumentasikan rencana perawatan. Perencanaan keperawatan
adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang
merupakankeputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, dan siapa yang melakukan dari
semua tindakan keperawatan (Lestari et al., 2019).

Tabel Rencana Keperawatan Menurut SDKI DPP PPNI (2017)


No SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akur b.d Setelah dilakukan tindakan Observasi
diskontuinitas keperawatan diharapkan a. Identifikasi lokasi,
jaringan selama 1x8 jam diharapkan karakteristik,durasi
nyeri dapat terkontrol , frekuensi,
dengan kriteria hasil : kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri nyeri
pasien menurun b. Identifikasi skala
2. Meringis pasien nyari
menurun c. Identifikasi respon
3. Skala nyari nyeri secara non
berkurang verbal
4. Kegelisahan pasien d. Identifikasi faktor
menurun yang memperberat
5. Ketegangan otot dan memperingan

16
pasien nyeri
6. Kesulitan tidur e. Identifikasi
pasien menurun pengetahuan dan
7. Kemampuan keyakinan tentang
menuntaskan nyeri
aktivitas pasien f. Identifikasi
meningkat pengaruh budaya
8. TTV dalam batas terhadap respon
normal nyeri
g. Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
h. Monitor efek
samping
penggunaan
analgestik
Terapeutik
a. Berikan tehnik no
farmakologi untuk
mengurangi rasa
nyri
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
d. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi

17
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyeba,
periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
d. Anjurkan
menggunakan
analgestik secara
tepat
e. Anjurkan teknik
non farmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian
analgestic
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi
integritas kulit keperawatan diharapkan a. Monitor
b.d kerusakan selama 1x8 jam diharapkan karakteristik luka
jaringan keutuhan kulit meningkat b. Monitor tanda-
dengan kriteria hasil : tanda infeksi
1. Suhu kulit membaik Terapeutik
2. Sensasi kulit a. Lepaskan balutan
membaik dan plester secara
3. Tekstur kulit perlahan
membaik b. Cukur rambut di

18
4. Nyeri menurun daerah luka, jika
5. Kemerahan pada perlu
kulit menurun c. Bersihkan dengan
6. Elastisitas kulit cairan NACL atau
meningkat pembersih
7. nontoksisk, sesuai
kebutuhan
d. Bersihkan jaringan
nekrotik
e. Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi,
jika perlupasang
balutas sesuai jenis
luka
f. Pertahankan tehnik
steril saat
melakukan
perawatan luka
g. Ganti balutas
sesuai jumlah
eksudat dan
drainase
h. Jadwalkan
perubahan posisi
setiap 2 jam atau
sesuai kondisi
pasien
i. Berikan diet
dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari
dan protein 1,25-
1,5/kgBB/hari

19
j. Berikan suplemen
dan vitamin dan
mineral
k. Berikan terapi
TENS( stimulasi
saraf
transcutaneous),
jika perlu
Edukasi
a. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
b. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
c. Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
a. Kolaborasi
prosedur
debridement
b. Kolaborasi
pemberian
anibiotik

3 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan Observasi


infeksi b.d keperawatan diharapkan a. Monitor tanda dan
pertahanan selama 1x8 jam diharapkan gejala infeksi lokal
tubuh yang pasien mengetahui dan dan sistemik
tidak adekuat mencegah resiko infeksi Terapeutik
dengan kriteria hasil : a. Batasi jumlah

20
1. Pasien mampu pengunjung
mengidentifikasi b. Berikan perawatan
resiko meningkat kulit pada area
2. Kemampuan edema
melakukan strategi c. Cuci tangan
kontrol resiko sebelum dan
meningkat sesudah kontak
3. Kemampuan pasien dengan pasien dan
mengubah prilaku lingkungan pasien
meningkat d. Pertahankan tehnik
4. Kemampuan pasien aseptic pada pasien
menghindari faktor beresiko tinggi
resiko meningkat Edukasi
5. Kemampuan a. Jelaskan tanda dan
mengenali gejala infeksi
perubahan status b. Ajarkan cara
kesehatan meningkat mencucu tangan
dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
oprasi
e. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
f. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan

4 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Observasi


aktivitas b.d keperawatan diharapkan a. Identifikasi adanya

21
kelemahan selama 1x8 jam diharapkan nyeri atau keluhan
otot mobilitas fisik meningkat fisik lainnya
dengan kriteria hasil : b. Identifikasi
1. Kekuatan otot pasien toleransi fisik
cukup meningkat melakukan
2. Rentang gerak pergerakan
pasien cukup c. Monitor frekuensi
meningkat jantung dan
3. Nyeri menurun tekanan darah
4. Kecemasan pasien sebelum memulai
menurun mobilisasi
5. Kelemahan fisik d. Monitor kondiri
menurun umum selama
6. Gerakan terbatas melakukan
pasien menurun mobilisasi
7. Kekakuan sendi Terapeutik
menurun a. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
b. Fasilitasi
melakukan
pergerakan, jika
perlu
c. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dengan
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
b. Anjurkan

22
melakukan
mobilisasi dini
c. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana
tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di
mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana
strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh
sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping
(Harahap, 2019).

5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk
melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan
dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai
berikut.
a. S :Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang
tidak dilaksanakan dapat diukur dengan menanyakan kepada pasien
langsung.

23
b. O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi prilaku
pasien pada saat tindakan dilakukan.
c. A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah
baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
d. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada
respon pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan tindakan
lanjut oleh perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal Dan Maternal
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007
Aprina dan Anita. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Persalinan Sectio Caesarea. Jurnal Kesehatan, 8(1), 90-99
Smeltzer, S, C., & Bare. B, G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahBrunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
definisi dan indikator diagnostik (Edisi 1).Jakarta: DPP PPNI.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
definisi dan tindakan keperawatan (Edisi 1).Jakarta: DPP PPNI.

24
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
definisi dan kriteria hasil keperawatan (Edisi 1).Jakarta: DPP PPNI.
https://id.scribd.com/document/534811751/LP-ASKEP-POST-SC-ATAS-
INDIKASI

25

Anda mungkin juga menyukai