Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST PARTUM SC (SECTIO


CAESAREA)

Disusun Oleh:
Iswatun Yuliyantini

SN192033

PRODI STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

2020/2021
A. KONSEP DASAR TEORI
1. Definisi
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Prawirohardjo, 2017). Sedangkan menurut (Gulardi & Wiknjosastro, 2010)
Sectio caesarea adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh, dan
menurut (Mansjoer, 2011) Sectio caesarea ialah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding parut dan dinding rahim.
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau
Sectio Caesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim (Mochtar, 2010).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Carpenito, 2012).
a. Sectio primer (efektif) yaitu sectio dari semula telah direncanakan
karena tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul sempit
conjugata vera (CV kurang 8 cm).
b. Sectio sekunder, dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu
kelahiran biasa (partus percobaan) dan bila tidak ada kemajuan atau
partus percobaan gagal, baru dilakukan sectio.
c. Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section) ibu pada kehamilan
yang lalu mengalami sectio caesarea (previos caesarean secton) dan
pada kehamilan selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
d. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy) adalah
suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea,
langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
e. Operasi Porro (Porro operation) adalah suatu operasi tanpa
mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan
langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim
yang berat.

2. Jenis-Jenis Sectio Caesaria


Jenis-jenis Sectio Caesaria menurut Prawirohardjo (2017)
a. Section caesaria klasik atau corporal : insisi meanjang pada segmen atas
uterus
b. Section caesaria transperineals profunda : insisi pada bawah rahim, bisa
dengan teknik melintang (kerr) atau memanjang (kronij).
c. Section caesaria extra peritonilis : Rongga peritoneum tidak dibuka,
dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section caesaria Hysteroctomi : Setelah section sesaria dilakukan
hysteroktomy dengan indikasi: Atonia uteri, plasenta accrete, myoma
uteri, infeksi intra uterin berat

3. Etiologi atau Indikasi


Menurut Manuaba (2010) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram> Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul
merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul
yang merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin ketika akan lahir
secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau
panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan
patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam ilmu
kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
d. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio
caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu,
bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir,
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,
adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek
dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,
yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna,
presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi kaki.

4. Manifestasi Klinis
Menurut Prawirohardjo (2017) manifestasi klinis pada klien dengan
post sectio caesarea, antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.

5. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan
rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak
yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak
efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada
di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2010).
Bagan 1. Pathway ((Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2010)

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengkap, golongan darah (ABO)
b. Urinalis untuk mengetahui kadar albumin
c. Kultur mengidentifikasi adanya virus herpes simplex II
d. Ultrasonografi melokalisasi lasenta, menentukan pertumbuhan dan
presentasi janin

7. Penatalaksanaan
Teknik SC transperitaneal profunda
a. Persiapan pasien
Pasien dalam posisi trandenburg ringan. Dilakukan anastesi spinal /
peridural pada oprasi efektif atau anastesi umum pada darurat alat
operasi, obat dan darah dipersiapkan
b. Pelaksanaan
1) Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan
oprasi dipersempit dengan kain suci hama.
2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simpisis
ampai dibawah umbilikus lapis demi lais sehingga kavum peritonium
terbuka.
3) dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
4) Dibuat bladder flap yaitu dengan menggunting peritonium kandung
kencing di depn segmen bawah rahim secara melintang pada
vesikouterma ini disisihkan secara tumpul ke arah bawah dan samping
dilindungi dengan spekulum kandung kencing
5) Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan
plikavesikouretra tadi sc tajam dengan pisau sedang ± 2 cm.
Kemudian diperlebar sc melintang secara tumpul dengan kedua jari
telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat
melintang (transversal)
6) Setelah kavum uteri terbuka selaput ketuban dipecahkan, janin
dilahirkan. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya.
Tali pusat dijepit dan diotong plasenta dilahirkan secara manual ke
dalam otot rahim intramuscular disuntik oksitosin. Laisan dinding
rahim dijahit :
Lapisan I : Dijahit jelujur pada endometrium dan miometrium
Lapisan II : Dijahit jelujur hanya pada miometrium saja
Lapisan III : Dijahit jelujur pada plika vesikoureterina
7) Setelah dinding rahim selesai dijahit kedua admeksa dieksplorasi
8) Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka
dinding perut dijahit

8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea
menurut (Rustam, 2010) adalah sebagai berikut :
a. Infeksi puerperal (nifas)
1) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
3) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2) Atonia uteri.
3) Perdarahan pada placental bed.
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemihbila
reperitonealisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Mengkaji identitas pasien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.
b. Alasan Dirawat
Kaji apakah ibu merasakan keluhan pada masa nifas. Kaji adanya sakit
perut, perdarahan, dan ketakutan untuk bergerak
c. Riwayat Masuk Rumah Sakit
Kaji riwayat kesehatan ibu dan keluarga serta keadaan bayi saat ini
meliputi berat badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar perut, dan
lain-lain.
d. Riwayat Obstertri dan Ginokologi
Kaji riwayat menstruasi yang meliputi menarche, siklus, banyak, lama,
keluhan, dan HPHT. Kaji juga riwayat pernikahan, riwayat kelahiran,
persalinan, nifas yang lal, dan riwayat keluarga berencana yang meliputi
akseptor KB, msalah, dan rencana KB.
e. Pola Kebutuhan Sehari-Hari
1) Bernafas
Kaji kemampuan ibu dalam bernafas secara sepontan.
2) Nutrisi
Kaji pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan
(Kalori, protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi, konsumsi snack
(makanan ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah, frekuensi.
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
3) Eliminasi
Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia
(hilangnya infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi
over distensi blass, apakah perlu bantuan saat BAK. Pola BAB,
frekuensi, konsistensi, rasa takut BAB karena luka perineum,
kebiasaan penggunaan toilet. Diuresis biasanya terjadi diantara hari
kedua dan kelima.
4) Aktivitas
Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan
merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan
menyusui.
5) Istirahat dan Tidur
Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu
istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau gelap,
apakah mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur
(penekanan pada perineum). Insomnia mungkin teramati.
6) Personal Hygine
Yang dikaji yaitu, pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan
pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias rambut
dan wajah.
7) Rasa nyaman
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari 3 sampai
ke-5 pasca partum.
8) Rasa Aman
Peka rangsang, takut/menangis (“postpartum blues”sering terlihat
kira-kira 3 hari setelah melahirkan).
9) Suhu
Kaji ada tidaknya perubahan suhu badan ibu dengan rentang normal
yaitu 36-37oC.
10) Ibadah
Kaji adakah perubahan cara atau waktu ibadah ibu selama masa nifas.
11) Hubungan sosial dan komunikasi
Kaji adakah perubahan pola komunikasi ibu pada keluarga dan
lingkungannya selama fase nifas.
12) Produktivitas
Kaji adakah perubahan produktivitas ibu selama berada dalam fase
nifas.
13) Rekreasi dan hiburan
Yang dikaji situasi atau tempat yang menyenangkan, kegiatan yang
membuat fresh dan relaks.
14) Kebutuhan belajar
Kaji adakah perubahan minat ibu untuk mempelajari tentang
perawatan ibu dan bayi selama masa nifas.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Observasi tingkat kesadaran dan keadaan emosi ibu
2) Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
Tekanan darah bisa meningkat pada 1-3 hari post partum. Setelah
persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan
tekananan darah sementara waktu. Keadaan ini akan kembali
normal selama beberapa hari. Bila tekanan darah menjadi rendah
menunjukkan adanya perdarahan post partum. Sebaliknya bila
tekanan darah tinggi, dapat menunjuk kemungkinan adanya pre-
eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas.
b) Suhu
Pada hari ke 4 setelah persalinan suhu ibu bisa naik sedikit
kemungkinan disebabkan dari aktivitas payudara. Bila kenaikan
mencapai lebih dari 38 oC pada hari kedua sampai hari-
hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau sepsis nifas.
c) Nadi
Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/menit
yakni pada waktu habis persalinan karena ibu dalam keadaan
istiraha penuh. Ini terjadi utamanya pada minggu pertama
post partum. Pada ibu yang nervus nadinya bisa cepat, kira-kira
110x/menit. Bisa juga terjadi gejala shock karena
infeksi khususnya bila disertai peningkatan
d) Pernafasan
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Bila ada
respirasi cepat pospartum (> 30 x/menit) mungkin karena adanya
ikutan dari tanda-tanda syok.
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Memeriksa apakah terjadi edema pada wajah. Memeriksa apakah
konjungtiva pucat, apakah skelera ikterus, dan lain-lain
b) Leher
Hiperpigmentasi perlahan berkurang, kaji pembesaran kelejar
tiroid, pembuluh limfe, dan pelebaran vena jugularis.
c) Thorak
- Payudara: payudara membesar, uting mudah erektil, pruduksi
kolostrums /48 jam. Kaji ada tidaknya massa, atau
pembesaran pembuluh limfe.
- Jantung: kaji munculnya bradikardi, S1S2 reguler tunggal
- Paru: kaji pernafasa ibu
d) Abdomen
Kaji bising usus pada empat kuadran, konsistensi, kekuatan
kontraksi, posisi, tinggi fundus. Kaji adanya linea gravidarum, strie
alba, albican.
e) Genetalia
- Uterus: kaji apakah kondisi uterus sudah kembali dalam kondisi
normal.
- Lokhea: periksa tipe, jumlah, bau, dan komposisi lokhea
- Serviks: kaji adanya edema, distensi, dan perubahn struktur
internal dan eksternal.
- Vagina: kaji adanya berugae, perubahan bentuk, dan produksi
mukus normal.
f) Perinium dan Anus
Pemeriksaan perineum: REEDA (red, edema, ecchymosis,
discharge, loss of approximation). Dan kaji ada tidaknya hemoroid.
g) Ekstremitas
Periksa apakah tangan dan kaki edema, pucat pada kuku jari,
hangat, adanya nyeri dan kemerahan, varises, refleks patella, dan
kaji homans’ sign (nyeri saat kaki dorsofleksi pasif).

2. Diagnosa yang Muncul


a. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak
meringis.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan
merasa lemah.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik dibuktikan
dengan tidak mampu mandi/berpakaian secara mandiri.
e. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan efek agen farmakologis
(anestesi) dibuktikan dengan fisik lemah.
f. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur
pembedahan dibuktikan dengan perdarahan.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


No. Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Intervensi Keperawatan
hasil
Keperawatan (SDKI) (SIKI)
(SLKI)
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dikakukan Observasi :
dengan agen cedera tindakan keperawatan  Identifikasi, lokasi,
fisik dibuktikan dengan 1x24 jam diharapkan karakteristik, frekuensi,
tampak meringis Tingkat nyeri menurun. intensitas nyeri
Kriteria Hasil :  Identifikasi skala nyeri \
 Keluhan nyeri menurun  Identifikasi factor penyebab
(5) nyeri
 Tampak meringis  Monitor efek samping
menurun (5) penggunaan analgetik
 Sikap protektif
menurun (5) Terapeutik :
 Berikan teknik
nonfarmakologis (tarik
nafas dalam, kompre hangat
atau dingin)
 Kontrok lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi :
 Jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi pereda
nyeri
 Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan teknik
nonfarkamkologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik (jika perlu)
2 Resiko infeksi Setelah melakukan Observasi :
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1x 8  Monitor tanda dan gejala
kerusakan jam diharapkan infeksi local dan sistemik
integritas kulit. Tingkat infeksi menurun.
Kriteria Hasil : Terapeutik :
 Kebersihan tangan  Batasi jumlah pengunjung
meningkat (5)  Berikan perawatan kulit
 Kebersihan badan pada area edema
meningkat (5)  Cuci tangan sebelum dan
 Nyeri menurun (5) sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
 Pertahankan teknik
aseptic pada pasein
beresiko tinggi

Edukasi :
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cuci tangan dengan
benar
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
antibiotik ataupun imusisasi
(jika perlu)
3 Intoleransi aktivitas Setelah melakukan Observasi :
berhubungan dengan tindakan keperawaran  Identifikasi keterbatasan
imobilitas dibuktikan 1x24 jam diharapkan fungsi dan gerak sendi
dengan klien merasa Toleransi aktivitas  Monitor lokasi dan sifat
lemah. meningkat. ketidaknyamanan atau rasa
Kriteria Hasil : sakit selama bergerak atau
 Kemudahan dalam beraktivitas
melakukan aktivitas
sehari-hari meningkat Terapeutik :
(5)  Lakukan pengendalian
 Kecepatan berjalan nyeri sebelum memulai
meningkat (5) latihan
 Jarak berjalan  Berikan posisi tubuh
meningkat (5) optimal untuk gerakan sendi
 Perasaan lemah pasif atau aktif
menurun (5)  Fasilitasi menyusun
jadwal latihan rentang
gerak aktif atau pasif
 Berikan penguatan
positif untuk
melakukan latihan bersama

Edukasi :

 Jelaskan kepada pasien atau


keluarga tujuan dan
rencanakan latihan bersama
 Anjurkan pasien duduk
ditempat tidur, disisi tempat
tidur (menjuntai) atau di
kursi
 Anjurkan melakukan
latihan rentang gerak pasif
dan aktif secara
sistematis
4 Defisit perawatan diri Setelah dikakukan Observasi :
berhubungan dengan tindakan keperawatan  Monitor tingkat
kelemahan fisik 1x24 jam diharapkan kemandirian
dibuktikan dengan tidak Perawatan diri meningkat.  Identifikasi kebutuhan alat
mampu mandi/berpakaian Kriteria Hasil : bantu dalam melakukan
secara mandiri.  Kemampuan mandi kebersihan diri, berpakaian,
meningkat (5) berhias, dan makan.
 Kemampuan pakaian  Monitor integritas kulit
secara mandiri pasien.
meningkat (5)
 Mempertahankan Terapeutik
kebersihan diri  Dampingi dalam melakukan
meningkat (5) perawatan diri
 Fasilitasi kemandirian klien
 Jadwalkan rutinitas
perawatan diri

Edukasi
 Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
 Anjurkan ke toilet secara
mandiri
5 Gangguan mobilitan fisik Setelah dikakukan Observasi :
berhubungan dengan efek tindakan keperawatan  Identifikasi adanya nyeri
agen farmakologis 1x24 jam diharapkan atau keluhan fisik lainnya
(anestesi) dibuktikan Mobilitas fisik meningkat.  Identifikasi toleransi fisik
dengan fisik lemah. Kriteria Hasil : melakukan pergerakan
 Nyeri menurun (5)
 Kelemahan fisik Terapeutik :
menurun (5)  Fasilitas aktivitas mobilisasi
 Kekuatan otot dengan alat bantu
meningkat (5)  Libatkan keluarga untuk
 Gerakan terbatas membantu pasien dalam
menurun (5) meningkatkan pergerakan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
 Anjurkan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
6 Resiko ketidakseimbangan Setelah dikakukan Observasi :
cairan berhubungan tindakan keperawatan  Monitor frekuensi dan
dengan prosedur 1x24 jam diharapkan kekuatan nadi
pembedahan dibuktikan Keseimbangan cairan  Monitor tekana darah
dengan perdarahan. meningkat.  Monitor jumlah dan warna
Kriteria Hasil : urin
 Asupan cairan  Monitor intek dan output
meningkat (5) cairan
 Kelembaban membrane
mukosa meningkat (5) Terapeutik :
 Membrane mukosa  Atur waktu pemantauan
membaik (5) sesuai dengan kondisi klien
 Turgor kulit membaik  Dokumentasikan hasil
(5) pemantauan

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan
4. Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam
menetapkan tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat dilakukan secara
mandiri atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya (Hidayat, 2015).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah untuk penilaian yang dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan tujuan. Jika kriteria yang ditetapkan belum tercapai maka tugas
perawat selanjutnya adalah melakukan pengkajian kembali (Hidayat, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2012. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


keperawatan dan masalah kolaboratif. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC

Muchtar. 2010. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC

Saifuddin, AB. 2011. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo

Sarwono Prawiroharjo. 2017. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
definisi dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai