Disusun Oleh:
Iswatun Yuliyantini
SN192033
2020/2021
A. KONSEP DASAR TEORI
1. Definisi
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram
(Prawirohardjo, 2017). Sedangkan menurut (Gulardi & Wiknjosastro, 2010)
Sectio caesarea adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh, dan
menurut (Mansjoer, 2011) Sectio caesarea ialah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding parut dan dinding rahim.
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau
Sectio Caesarea adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari
dalam rahim (Mochtar, 2010).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Carpenito, 2012).
a. Sectio primer (efektif) yaitu sectio dari semula telah direncanakan
karena tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul sempit
conjugata vera (CV kurang 8 cm).
b. Sectio sekunder, dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu
kelahiran biasa (partus percobaan) dan bila tidak ada kemajuan atau
partus percobaan gagal, baru dilakukan sectio.
c. Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section) ibu pada kehamilan
yang lalu mengalami sectio caesarea (previos caesarean secton) dan
pada kehamilan selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
d. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy) adalah
suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea,
langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.
e. Operasi Porro (Porro operation) adalah suatu operasi tanpa
mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan
langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim
yang berat.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Prawirohardjo (2017) manifestasi klinis pada klien dengan
post sectio caesarea, antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.
5. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi
dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus,
distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk
janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC
ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa
kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu
produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh
karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip
steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan
rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu
sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak
yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak
efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan
terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian
diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari
mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada
di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.
Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa
endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2010).
Bagan 1. Pathway ((Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2010)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengkap, golongan darah (ABO)
b. Urinalis untuk mengetahui kadar albumin
c. Kultur mengidentifikasi adanya virus herpes simplex II
d. Ultrasonografi melokalisasi lasenta, menentukan pertumbuhan dan
presentasi janin
7. Penatalaksanaan
Teknik SC transperitaneal profunda
a. Persiapan pasien
Pasien dalam posisi trandenburg ringan. Dilakukan anastesi spinal /
peridural pada oprasi efektif atau anastesi umum pada darurat alat
operasi, obat dan darah dipersiapkan
b. Pelaksanaan
1) Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan
oprasi dipersempit dengan kain suci hama.
2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simpisis
ampai dibawah umbilikus lapis demi lais sehingga kavum peritonium
terbuka.
3) dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
4) Dibuat bladder flap yaitu dengan menggunting peritonium kandung
kencing di depn segmen bawah rahim secara melintang pada
vesikouterma ini disisihkan secara tumpul ke arah bawah dan samping
dilindungi dengan spekulum kandung kencing
5) Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan
plikavesikouretra tadi sc tajam dengan pisau sedang ± 2 cm.
Kemudian diperlebar sc melintang secara tumpul dengan kedua jari
telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat
melintang (transversal)
6) Setelah kavum uteri terbuka selaput ketuban dipecahkan, janin
dilahirkan. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya.
Tali pusat dijepit dan diotong plasenta dilahirkan secara manual ke
dalam otot rahim intramuscular disuntik oksitosin. Laisan dinding
rahim dijahit :
Lapisan I : Dijahit jelujur pada endometrium dan miometrium
Lapisan II : Dijahit jelujur hanya pada miometrium saja
Lapisan III : Dijahit jelujur pada plika vesikoureterina
7) Setelah dinding rahim selesai dijahit kedua admeksa dieksplorasi
8) Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka
dinding perut dijahit
8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea
menurut (Rustam, 2010) adalah sebagai berikut :
a. Infeksi puerperal (nifas)
1) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
3) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
b. Perdarahan
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2) Atonia uteri.
3) Perdarahan pada placental bed.
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemihbila
reperitonealisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.
Edukasi :
Jelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi pereda
nyeri
Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
Anjurkan teknik
nonfarkamkologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik (jika perlu)
2 Resiko infeksi Setelah melakukan Observasi :
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1x 8 Monitor tanda dan gejala
kerusakan jam diharapkan infeksi local dan sistemik
integritas kulit. Tingkat infeksi menurun.
Kriteria Hasil : Terapeutik :
Kebersihan tangan Batasi jumlah pengunjung
meningkat (5) Berikan perawatan kulit
Kebersihan badan pada area edema
meningkat (5) Cuci tangan sebelum dan
Nyeri menurun (5) sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien
Pertahankan teknik
aseptic pada pasein
beresiko tinggi
Edukasi :
Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cuci tangan dengan
benar
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
antibiotik ataupun imusisasi
(jika perlu)
3 Intoleransi aktivitas Setelah melakukan Observasi :
berhubungan dengan tindakan keperawaran Identifikasi keterbatasan
imobilitas dibuktikan 1x24 jam diharapkan fungsi dan gerak sendi
dengan klien merasa Toleransi aktivitas Monitor lokasi dan sifat
lemah. meningkat. ketidaknyamanan atau rasa
Kriteria Hasil : sakit selama bergerak atau
Kemudahan dalam beraktivitas
melakukan aktivitas
sehari-hari meningkat Terapeutik :
(5) Lakukan pengendalian
Kecepatan berjalan nyeri sebelum memulai
meningkat (5) latihan
Jarak berjalan Berikan posisi tubuh
meningkat (5) optimal untuk gerakan sendi
Perasaan lemah pasif atau aktif
menurun (5) Fasilitasi menyusun
jadwal latihan rentang
gerak aktif atau pasif
Berikan penguatan
positif untuk
melakukan latihan bersama
Edukasi :
Edukasi
Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
Anjurkan ke toilet secara
mandiri
5 Gangguan mobilitan fisik Setelah dikakukan Observasi :
berhubungan dengan efek tindakan keperawatan Identifikasi adanya nyeri
agen farmakologis 1x24 jam diharapkan atau keluhan fisik lainnya
(anestesi) dibuktikan Mobilitas fisik meningkat. Identifikasi toleransi fisik
dengan fisik lemah. Kriteria Hasil : melakukan pergerakan
Nyeri menurun (5)
Kelemahan fisik Terapeutik :
menurun (5) Fasilitas aktivitas mobilisasi
Kekuatan otot dengan alat bantu
meningkat (5) Libatkan keluarga untuk
Gerakan terbatas membantu pasien dalam
menurun (5) meningkatkan pergerakan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
Anjurkan mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
6 Resiko ketidakseimbangan Setelah dikakukan Observasi :
cairan berhubungan tindakan keperawatan Monitor frekuensi dan
dengan prosedur 1x24 jam diharapkan kekuatan nadi
pembedahan dibuktikan Keseimbangan cairan Monitor tekana darah
dengan perdarahan. meningkat. Monitor jumlah dan warna
Kriteria Hasil : urin
Asupan cairan Monitor intek dan output
meningkat (5) cairan
Kelembaban membrane
mukosa meningkat (5) Terapeutik :
Membrane mukosa Atur waktu pemantauan
membaik (5) sesuai dengan kondisi klien
Turgor kulit membaik Dokumentasikan hasil
(5) pemantauan
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan
4. Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun langkah selanjutnya adalah dalam
menetapkan tindakan keperawatan. Tindakan ini dapat dilakukan secara
mandiri atau kerjasama dengan tim kesehatan lainnya (Hidayat, 2015).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah untuk penilaian yang dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan tujuan. Jika kriteria yang ditetapkan belum tercapai maka tugas
perawat selanjutnya adalah melakukan pengkajian kembali (Hidayat, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana, Jakarta : EGC
Saifuddin, AB. 2011. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal. Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
definisi dan indikator diagnostik. Jakarta Selatan : DPP PPNI