Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN POST SECTIO CAESAREA (SC)


DI RUANG MIRANTI ( POST NATAL CARE )
RSUD TORABELO SIGI

ANGGI AINUN NISA


PO7120421003

PERSEPTOR LAHAN PERSEPTOR INSTITUSI

PROFESI NERS ANGKATAN 5

POLTEKKES KEMENKES PALU

T.A 2021 – 2022


A. Laporan Pendahuluan Post Sectio Caesarea

B. Pengertian
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan
sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui
vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi kendati cara ini semakin umum
sebagai pengganti kelahiran normal (Mitayani, 2012). Sectio Caesarea merupakan suatu
persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin diatas 500 gram
(Solehati, 2015).

Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewatinsisi


pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan. Sehingga janin di lahirkan melalui
perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan
sehat (Anjarsari, 2019).

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin denganmembuat sayatan


pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Martowirjo, 2018). Sectio Caesarea
adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada
dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sagita, 2019).

C. Penyebab dan Faktor Predisposisi

Menurut Martowirjo (2018), penyebab dari pasien Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
1) Penyebab yang berasal dari ibu
(a) Plasenta Previa Sentralis dan Lateralis (posterior) dan totalis.
(b) Panggul sempit.
(c) Disporsi sefalo-pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan
panggul.
(d) Partus lama (prognoled labor)
(e) Ruptur uteri mengancam
(f) Partus tak maju (obstructed labor)
(g) Distosia serviks
(h) Pre-eklamsia dan hipertensi
(i) Disfungsi uterus
(j) Distosia jaringan lunak.

2) Penyebab yang berasal dari janin


(a) Letak lintang.
(b) Letak bokong.
(c) Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.
(d) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain
tidak berhasil.

3) Gemeli menurut Eastma, sectiocaesarea di anjurkan :


(a) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (Shoulder Presentation).
(b) Bila terjadi interlok (locking of the twins).
(c) Distosia oleh karena tumor.
(d) Gawat janin.

4) Kelainan uterus :
(a) Uterus arkuatus
(b) Uterus septus
(c) Uterus duplekus
(d) Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala janin
ke pintu atas panggul.

Sedangkan menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea


adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram> Dari
beberapa faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio
sebagai berikut :
1) CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus
dilalau oleh janin ketikaakan lahir secara normal.

Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga


dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga harus
dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal .
2) PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting,
yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3) KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm diatas 37 minggu. .
4) Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal
ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
secara normal.
5) Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan
lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainanbawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6) Kelainan Letak Janin
(a) Kelainan pada letak kepala
(1) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya
kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
(2) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %. Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan
defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah menjadi
letak muka atau letak belakang kepala.
(b) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan
presentasi kaki

D. Manifestasi Klinik
Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post
Sectio Caesarea antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidakada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak

E. Patofisiologi dan Pathway

Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yang menyebabkan bayi


tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis dan
lateralis, pannggul sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-eklamsi, distokksia
service dan mall presentasi janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectiocaesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan
tindakan yang akan menyebabkan pasien mengalami mobilisasi sehingga akan
menimbulkan masalah gangguan mobilitas fisik. Kurangnya informasi mengenai proses
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah dan saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin
dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri.Setelah semua proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi,
yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi
Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang

a) Hemogblobin atau hematocrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadarpra


operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan
b) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c) Tes golongan darah, lama pendarahan, waktu pembekuan darah
d) Urinalisis / kultur urine
e) Pemeriksaan elektrolit (Dermawan, 2016)

G. Penatalaksanaan
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
1) Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per
intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

2) Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai
sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat
diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut,
hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4) Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
5) Pemberian Obat-Obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai
indikasi.
6) Analgetik dan obat
Untuk memperlancar kerja saluran pencernaan. Obat yang dapat di berikan melalui
supositoria obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24 jam, melalui oral, obat yang dapat
diberikan yaitu tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg
diberikan setiap 6 jam bila perlu.
7) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit C.
8) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
9) Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
10) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak
menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
H. Proses Keperawatan
1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik secara bio, pisiko, sosial
dan spiritual (Ramandany, 2019).
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan, pengkajian merupakan
tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. kemampuan menidentifikasi masalah
keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan oleh karena itu
pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perwatan pada klien
dapat diidentifikasi.
1. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada uumumnya pasien post sectio caesar mengeluh nyeri pada daerah luka bekas
operasi. Nyeri biasanya bertambah parah jika pasien bergerak.
3. Riwayat kesehatan
Pada pengkajian riwayat kesehatan, data yang dikaji adalah riwayatkesehatan dahulu,
riwayat kesehatan sekarang dan riwayat kesehatan keluarga. Dalam mengkaji riwayat
kesehatan dahulu hal yang perlu dikaji adalah penyakit yang pernah diderita pasien khususnya
penyakit kronis, menular, dan menahun seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC,
hepatitis dan penyakit kelamin.
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari dilakuakannya operasi sectio caesarea seperti kelainan letak bayi (letak
sungsang dan letak lintang), faktor plasenta (plasenta previa, solution plasenta, plasenta
accrete, vasa previa), kelainan tali pusat (prolapses tali pusat, telilit tali pusat), bayi kembar
(multiple pregnancy), pre eklampsia, dan ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu
membuat rencana tindakan terhadap pasien.
Riwayat kesehatan keluarga berisi tentang pengkajian apakah keluarga pasien
memiliki riwayat penyakit kronis, menular, dan menahun seperti penyakit jantung, hipertensi,
diabetes, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin yang merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya pre eklampsia dan giant baby, seperti diabetes dan hipertensi yang sering terjadi
pada beberapa keturunan.
4. Riwayat perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah sejak usia berapa, lama
pernikahan, berapa kali menikah, status pernikahan saat ini.
5. Riwayat obsterti
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin,
jumlah anak, apakah pernah abortus, dan keadaan nifas yang lalu.
6.Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis kelamin anak,
keadaan anak.
7. Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien pernah ikut
program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat keluhan dan maalah dalam penggunaan
kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas ini akan menggunakan alat kontrasepsi apa.
8. Pola-pola fungsi kesehatan
Setiap pola fungsi kesehatan pasien terbentuk atas interaksi antara pasien dan
lingkungan kemudian menjadi suatu rangkaian perilaku membantu perawat untuk
mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memilah-milah data. Pengkajian pola fungsi
kesehatan terdiri dari pola nutrisi dan metabolism biasanya terjadi peningkatan nafsu
makan karena adanya kebutuhan untuk menyusui bayinya. Pola aktifitas biasanya
pada pasien post sectio caesarea mobilisasi dilakuakn secara bertahap meliputi miring
kanan dan kiri pada 6-8 jam pertama, kemudian latihan duduk dan latihan berjalan.
Pada hari ketiga optimalnya pasien sudah dapat dipulangkan. Pra eliminasi biasanya
terjadi konstipasi karena pasien post sectio caesarea takut untuk melakukan BAB. Pola
istirahat dan tidur biasasnya terjadi perubahan yang disebabkan oleh kehadiran sang bayi
dan rasa nyeri yang ditimbulkan akibat luka pembedahan.Pola reproduksi biasanya terjadi
disfungsi seksual yang diakibatkan olehproses persalinan dan masa nifas.
9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasiendari ujung
kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis dari suatu penyakit
(Ramandany, 2019).
Pada pemeriksaan kepala meliputi bentuk kepala, kulit kepala, apakah ada lesi
atau benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat chloasma gravidarum pada ibu post
partum. Pada pemeriksaan mata meliputi kelengkapan dan kesimetrisan mata,kelompok
mata, konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan. Pada ibu post sectio caesarea biasanya
terdapat konjungtiva yang anemis diakibatkan oleh kondisi anemia atau dikarenakan
proses persalinan yang mengalami perdarahan.
Pada pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi,
pernafasan cuping hidung, kondisi lubang hidung, apakah ada secret, sumbatan jalan
nafas, apakah ada perdarahan atau tidak, apakah ada polip dan purulent.
Pada pemeriksaan telinga meliputi bentuk, ukuran, ketegangan lubang telinga,
kebersihan dan ketajaman pendengaran.
Pada pemeriksaan leher meliputi posisi trakea, kelenjar tiroid, bendungan vena
jugularis. Pada ibu post partum biasanya terjadi pemebesaran kelenjar tiroid yang
disebabkan proses meneran yang salah. Pada pemeriksaan mulut dan orofaring meliputi
keadaan bibir, keadaan gigi, lidah, palatum,orofaring, ukuran tonsil, warna tonsil.
Pada pemeriksaan thorak meliputi inspeksi (bentuk dada, penggunaan otot bantu
nafas, pola nafas), palpasi (penilaian voval fremitus), perkusi (melakukan perkusi pada
semua lapang paru mulai dari atas klavikula kebawah pada setiap spasiem intercostalis),
auskultasi (bunyi nafas, suaranafas, suara tambahan).
Pada pemeriksaan payudara pada ibu yang mengalami bendungan ASI meliputi
bentuk simetris, kedua payudara tegang, ada nyeri tekan, kedua putting susu menonjol,
areola hitam, warna kulit tidak kemerahan, ASI belum keluar atau ASI hanya keluar
sedikit. Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan palpasi (amati ada atau tidak
pulsasi, amati peningkatan kerja jantung atau pembesaran, amati ictus kordis), perkusi
(menentukan batas-batas jantung untuk mengetahui ukuranjantung), auskultasi (bunyi
jantung).
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi (lihat luka bekas operasi apakah ada
tanda-tanda infksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat striae dan linea), auskultasi
(peristaltic usus normal 5-35 kali permenit), palpasi(kontraksi uterus baik atau tidak).
Pada pemeriksaan genetalia eksterna meliputi inspeksi (apakah ada hematoma,
oedema,tanda-tanda infeksi,periksa lokhea meliputi warna, jumlah, dan konsistensinya).
Pada pemeriksaan kandung kemih diperiksa apakah kandung kemih ibu penuh atau tidak,
jika penuh minta ibu untuk berkemih,jika ibu tidak mampu lakukan kateterisasi.
Pada pemeriksaan anus diperiksa apakah ada hemoroid atau tidak. Pada
pemeriksaan integument meliputi warna, turgor, kerataan warna, kelembaban, temperatur
kulit, tekstur, hiperpigmentasi. Pada pemeriksaan ekstermitas meliputi ada atau tidaknya
varises, oedema, reflek patella, reflek Babinski, nyeri tekan atau panas pada betis,
pemeriksaan human sign.
Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi klien, proses
berpikir, kemauan atau motivasi serta persepsi klien.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri (D.0055)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan .nyeri
(D.0054)
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (D.0142)
5. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdomen dan penurunanperistaltic
usus (D.0049)
6. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan efek tindakan medis dandiagnostic
(D.0040)
7. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai ASI dan
ketidakadekuatan refleks menghisap bayi (D.0029)
3. Pereencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1.08238)
agen pencedera fisik (D.0077) selama 3x24 jam, diharapkan tingkat nyeri Observasi :
menurun (L.08066) dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
1) Keluhan nyeri menurun (5) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Kemampuan menuntaskan aktivitas 2) Identifikasi skala nyeri
meningkat (5) 3) Identifikasi respon nyeri non verbal
3) Kesulitan tidur menurun (5) 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
4) Pola tidur membaik (5) memperringan nyeri
5) Nafsu makan membaik (5) Terapeutik :
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Tidur (I.05174)
berhubungan dengan nyeri selama 3x24 jam, diharapkan pola tidur Observasi :
(D.0055) membaik (L.05045) dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
1) Keluhan sulit tidur menurun (5) 2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan
2) Keluhan sering terjaga menurun (5) atau psikologis)
3) Keluhan tidak puas tidur menurun (5) 3) Identifikasi makanan dan minuman yang
4) Keluhan pola tidur berubah menurun (5) mengganggu tidur (mis. kopi, the, alcohol,
5) Keluhan istirahat tidak cukup menurun makan mendekati waktu tidur, minum banyak
(5) air sebelum tidur)
6) Kemampuan beraktivitas meningkat (5) 4) Identifikasi obat tirdur yang dikonsumsi
Terapeutik :
1) Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)
batasi waktu tidur siang, jika perlu
2) Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
3) Tetapkan jadwal tidur rutin
4) Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur)
5) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
tindakan untung menunjang siklus tidur-
terjaga
Edukasi :
1) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3) Anjurkan menghindari makanan atau
minuman yang mengganggu tidur
4) Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
5) Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis. psikologis,
gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
6) Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
nonfarmakologis lainnya
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
berhubungan dengan penurunan selama 3x24 jam, diharapkan mobilitas Observasi :
kekuatan otot dan nyeri meningkat (L.05042) dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
(D.0054) 1) Pergerakan ekstremitas meningkat (5) lainnya
2) Kekuatan otot meningkat (5) 2) Identifikasi toleransi fisik melakukan
3) Rentang gerak (ROM) meningkat (5) pergerakan
4) Kaku sendi menurun (5) 3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
5) Gerakan terbatas menurun (5) sebelum memulai mobilisasi
Kelemahan fisik menurun (5) 4) Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik :
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat tidur)
2) Fasilitasi melakukan pergerakan
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur
ke kursi)
4. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (1.14539)
dengan prosedur invasif selama 1x24 jam, diharapkan tingkat infeksi Observasi :
(D.0142) menurun (L.14137) dengan kriteria hasil : 1) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
1) Kebersihan tangan meningkat (5) sistemik
2) Kebersihan badan meningkat (5) Terapeutik :
3) Demam menurun (5) 1) Batasi jumlah pengunjung
4) Kemerahan menurun (5) 2) Berikan perawatan pada area luka
5) Nyeri menurun (5) 3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
6) Bengkak menurun (5) dengan pasien dan lingkungan pasien
7) Kultur area luka membaik (5) 4) Pertahankan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
5. Konstipasi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151)
kelemahan otot abdomen dan selama 3x24 jam, diharapkan eliminasi fekal Observasi :
penurunan peristaltic usus membaik (L.04033) dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat
(D.0049) 1) Kontrol pengeluaran feses meningkat (5) pencahar
2) Keluhan defekasi lama dan sulit menurun 2) Identifikasi pengobatan yang berefek pada
(5) kondisi gastrointestinal
3) Mengejan saat defekasi menurun (5) 3) Monitor buang air besar (mis. warna,
4) Distensi abdomen menurun (5) frekuensi, konsistensi dan volume )
5) Nyeri abdomen menurun (5) 4) Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi atau
6) Kram abdomen menurun (5) impaksi
7) Konsistensi feses membaik (5)
8) Frekuensi defekasi membaik (5) Terapeutik :
9) Peristaltic usus membaik (5) 1) Berikan air hangat setelah makan
2) Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
3) Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi :
1) Jelaskan jenis makanan yang membantu
meningkatkan keteraturan peristaltic usus
2) Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
konsistensi, volume feses
3) Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik
4) Anjurkan mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi serat
5) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat supositoria anal,
jika perlu
6. Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Perawatan Diri: BAB/BAK
berhubungan dengan efek selama 3x24 jam, diharapkan eliminasi urine (I.11349)
tindakan medis dan diagnostic membaik (L.03019) dengan kriteria hasil : Observasi :
(D.0040) 1) Sensasi berkemih meningkat 1) Identifikasi kebiasaan BAK/BAB sesuai usia
2) Desakan berkemih (urgensi) menurun (5) 2) Monitor integritas kulit pasien
3) Distensi kandung kemih menurun (5) Terapeutik :
4) Volume residu urine menurun (5) 1) Suka pakaian yang diperlukan untuk
5) Nokturia menurun (5) memuhdakan eliminasi
6) Frekuensi BAK membaik (5) 2) Dukung penggunaan toilet/commode/pispot/
7) Karakteristik urine membaik (5) urinal secara konsisten
3) Jaga privasi selama eliminasi
4) Ganti pakaian setelah eliminasi, jika perlu
5) Bersihkan alat bantu BAK setelah digunakan
6) Latih BAK/BAB sesuai jadwal, jika perlu
7) Sediakan alat bantu (mis. kateter eksternal,
urinal), jika perlu
Edukasi :
1) Anjurkan BAK/BAB secara rutin
2) Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu
7. Menyusui tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Menyusui (I.12393)
berhubungan dengan selama 3x24 jam, diharapkan mampu Observasi :
ketidakadekuatan suplai ASI memberikan ASI yang cukup untuk bayi 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
dan ketidakadekuatan refleks (L.03029) dengan kriteria hasil : menerima informasi
menghisap bayi (D.0029) 1) Perlekatan bayi pada payudara ibu 2) Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
meningkat (5) Terapeutik :
2) Kemampuan ibu memposisikan bayi 1) Sediakan materi dan media pendidikan
dengan benar meningkat (5) kesehatan
3) Miksi bayi lebih dari 8 kali/24 jam 2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
meningkat (5) kesepakatan
4) Berat badan bayi meningkat (5) 3) Berikan kesempatan untuk bertanya
5) Tetesan/pancaran ASI meningkat (5) 4) Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri
6) Suplai ASI adekuat meningkat (5) dalam menyusui
7) Putting tidak lecet setelah 2 minggu 5) Libatkan sistem pendukung : suami, keluarga,
melahirkan meningkat (5) tenaga kesehatan dan masyarakat
8) Bayi rewel menurun (5) Edukasi :
9) Bayi menangis setelah menyusui 1) Berikan konseling menyusui
menurun (5) 2) Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
3) Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan
perletakan (lacth on) dengan benar
4) Ajarkan perawatan payudara antepartum
dengan mengkompres dengan kapas yang tela
diberikan minyak kelapa
5) Ajarkan perawatan payudara postpartum (mis.
memerah ASI, pijat payudara, pijat oksitosin)
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan. (2016). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang
Perawatan Mawar Nifas Rsud. Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. FLEPS 2019 -
IEEE International Conference on Flexible and Printable Sensors and Systems,
Proceedings, 6(1), 1–46. https://doi.org/10.1016/j.snb.2019.127013

Novanty, R. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengue Hemorrhagic Fever (Dhf)
Dengan Hipertermia Di Ruangan Nusa Indah Atas Rumah Sakit ….
http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/509

Ramandany, P. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Operasi Sectio Caesarea Di
Ruang Mawar Rsud a.W Sjahranie Samarinda. 1–125.

PPNI, T.P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat.

PPNI, T.P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat

PPNI, T.P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat

Sari L. (2016). Patofisiologi Sectio Caesarea. Published thesis for University of


Muhammadiyah Purwokerto

Sholihah, M. A. (2020). Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. P Post Sectio Caesarea
Dengan Penyulit Ketuban Pecah Dini (Kpd) (Doctoral dissertation, Universitas
MuhammadiyahMalang)

Anda mungkin juga menyukai