Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN

GASTROENTERITIS AKUT (GEA)

STASE KEPERAWATAN ANAK

Nama : Alfi Putri Maharani


NIM : I4051221038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN ANAK

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Gastroenteritis adalah iritasi dan peradangan pada lapisan dalam lambung dan
usus kecil. Biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau parasite, serta
menyebabkan muntah dan diare yang parah. Gastroenteritis, paling sering ditularkan
melalui makanan atau air yang terkontaminasi. Selain itu, penularan juga terjadi dari
kontak dekat dengan individu yang terinfeksi. Saluran limbah selama musim hujan
dapat menyebabkan penyebaran lebih lanjut dari organisme penyebab. Kotoran terbuka
adalah alasan umum lainya yang menyebabkan penyebaran kondisi melalui lalat dan
hama lainya (Kardiyudiani & Susanti, 2019).
Gastroenteritis atau diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak daripada
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/ 24 jam. Definisi lain memakai frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari tiga kali perhari. Buang air besar tersebut
dapat/tanpa disertai lendir dan darah (Nurarif dan Kusuma, 2016).
Gastroenteritis akut atau GEA adalah buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat dan konsistensi tinja lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak
datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. GEA didefinisikan
sebagai diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. GEA adalah peningkatan frekuensi
yang abnormal dan penurunan konsistensi tinja selama kurang dari 2 sampai 3 minggu
(Khotimah, 2022).

2. Etiologi
Hampir 80% kasus GEA yang terjadi pada anak disebabkan oleh infeksi virus.
Sisanya disebabkan oleh bakteri dan parasit. Umumnya virus penyebab GEA adalah
Rotavirus, Adenovirus enteric, dan virus Norwalk. Virus penyebab lainnya yang lebih
jarang yaitu calicivirus dan astrovirus. Rotavirus merupakan penyebab pada 1/3 kasus
GEA, termasuk yang rawat inap. Meskipun jauh lebih jarang dari virus, bakteri
penyebab GEA Antara lain Campylobacter jejuni, Salmonella spp, Shigella spp,
Yersinia enterocolica dan spesies Eschericia coli (Pujiarto, 2014). Bolon (2021),
menyebutkan faktor penyebab dari gastroenteritis akut, antara lain adalah:
1) Faktor Infeksi
Infeksi enteral ialah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama gastroenteritis pada balita, meliputi infeksi enteral yaitu infeksi bakteri
seperti Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas,
dan sebagainya, infeksi virus yaitu Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, ,
Poliomyelitis, Adeno-virus, Rotavirus, dan lain-lain), infeksi parasit yaitu cacing
(Ascaris Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, Trichomonas hominis) dan jamur (Candida albicans).
2) Faktor Parenteral
Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya. Infeksi ini terutama terdapat pada bayi dan balita berumur di bawah 2
tahun.
3) Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, misalnya disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa); malabsorbsi
lemak dan malabsorbsi protein.
4) Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
5) Faktor Psikologis
Memiliki rasa takut dan cemas yang berlebihan.

3. Manifestasi Klinis
Bolon (2021) menyebutkan beberapa manifestasi klinis dari GEA diantaranya
adalah:
1) Pasien yang menderita GEA, mula-mula pasien cengeng dan gelisah.
2) Suhu tubuh biasanya meningkat.
3) Nafsu makan berkurang atau tidak ada. kemungkinan timbulnya diare.
4) Tinja cair mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu.
5) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet, karena sering defekasi dan tinja makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa
yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
6) Gejala muntah dapat timbul setelah atau sebelum diare dan dapat disebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.
7) Gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan
ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta
kulit tampak kering.
8) Frekuensi buang air besar (BAB) pada bayi lebih dari 3 kali sehari dan pada
neonatus lebih dari 4 kali sehari.
9) Dapat terjadi dieresis yang berkurang (oliguria sampai dengan anuria) atau sampai
dengan terjadi asidosis metabolik seperti tampak pucat dengan pernapasan kusmaul.

4. Patofisiologi
Penyebab gastroenteritis akut adalah virus (Rotravirus, adenovirus enteris,
norwalk), bakteri atau toksin (compulobacter, salmonella, escherichia coli, yesinia, dan
lainnya), dan parasit (biardia lambai dan cryptosporidium). Penularan gastroenteritis
akut bisa melalui fekal oral, dalam beberapa kasus, terjadinya penyebaran patogen
dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminas tinja, ekskresi yang buruk,
makanan yang tidak matang, bahkan makanan yang disajikan tanpa dimasak.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus), akibatnya isi
rongga usus menjadi berlebihan sehingga timbul diare. Selain itu, gangguan ini juga
dapat menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat, kemudian terjadi diare (Khotimah, 2022).
Gangguan motilitas usus dapat mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya, jika terjadi hipoperistaltik
akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan sehingga juga terjadi diare. Akibat dari
diare itu sendiri adalah kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake
kurang, output berlebihan), hipoglikemi, dan gangguan sirkulasi darah (Ardiansyah,
2012 dalam Khotimah, 2022).
5. Pathway

Gastroenteritis Akut

Kerusakan Integritas
Kulit Perianal

Risiko
Defisit Nutrisi

Hipovolemia

Sumber: Nurarif & Kusuma (2016)


6. Komplikasi
Wulandari (2017) menyebukan komplikasi yang dapat terjadi akibat diare dan
kehilangan cairan serta elektrolit secara mendadak yaitu sebagai berikut:
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik)
2) Syok hipovolemik
3) Hipokalemia (gejala meteorismus, hipotoni otot lemah, dan bradikardi)
4) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktose
5) Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik
6) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare yang berlangsung lama)

7. Pencegahan
Pujiarto (2014) menyebutkan bahwa terdapat dua terapi yang dapat mengurangi
angka kematian pada kasus GEA berdasarkan penelitian, yaitu:
1) Cairan rehidrasi oral (CRO), dengan formula baru dimana konsentrasi glukosa dan
garam yang lebih rendah diindikasikan untuk mencegah dehidrasi dan mengurangi
kebutuhan pemberian cairan intravena.
2) Suplementasi Zinc, diindikasikan untuk mempersingkat durasi, meringankan
perkembangan penyakit, serta mengurangi kemungkinan berulangnya penyakit
dalam waktu 2-3 bulan mendatang.

8. Penatalaksanaan
Pujiarto (2014) menyebutkan bahwa terdapat dua hal yang sangat penting dalam
penatalaksanaan GEA, yaitu:
1) Pemberian nutrisi pada anak harus tetap dilakukan, anak jangan dipuasakan.
2) Lakukan upaya preventif terjadinya Gastroenteritis Akut (GEA) di kemudian hari.
Langkah-langkah dalam tatalaksana GEA, yaitu:
1) Cegah dehidrasi dan pertahankan kecukupan gizi anak:
a. ASI diteruskan, selingi dengan Cairan Rehidrasi Oral (CRO)
b. Berikan minum yang banyak
a) Bila anak tidak mengkonsumsi ASI, pemberian susu formula tidak perlu
diganti atau diencerkan.
b) Bila terjadi dehidrasi ringan-sedang, pemberian makanan diteruskan dan
tidak ada pembatasan jenis makanan.
c) Bila terjadi dehidrasi berat, stop makanan hingga dehidrasinya membaik.
c. Kapan harus kembali ke dokter
a) Diare cair semakin sering
b) Darah pada tinja
c) Muntah terus menerus
d) Demam
e) Nyeri perut hebat
f) Terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang/ berat
2) Zinc
Suplementasi Zinc pada GEA telah terbukti mengurangi durasi dan beratnya
episode GEA, serta berhasil menurunkan insiden diare dalam waktu 2-3 minggu ke
depan. Oleh karena itu, semua pasien diare sebaiknya diberi Zinc segera seketika
anak mengalami diare.
a. Dosis:
a) Anak < 6 bulan: ½ tablet (10 mg), 1x sehari selama 10-14 hari.
b) Anak > 6 bulan: 1 tablet (20 mg) sehari selama 10-14 hari.
b. Cara pemberian:
a) Bayi: larutkan tablet dengan sedikit (5 mL) ASI perah, CRO atau air minum
bersih di sendok kecil.
b) Anak: tablet dikunyah atau dilarutkan dengan sedikit air di sendok.
c. Durasi:
Orang tua harus diberi penjelasan perihal pentingnya untuk memberikan Zinc
selama 10-14 hari meski diare nya sudah sembuh sebelum durasi tersebut.
Terangkan pula bahwa Zinc akan memperbaiki kesehatan secara menyeluruh,
pertumbuhannya dan nafsu makannya.

9. Pemeriksaan Penunjang
Mustakin (2012) menyebutkan pemeriksaan penunjang pada penderita GEA
antara lain:
1) Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat inteleransi gula
c. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menggunakan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan
analisa gas darah murni menurut astrup (suatu pemeriksaan analisa gas darh yang
dilakukan melalui darah arteri) bila memungkinkan.
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kratenin untuk mengetaui faal ginjal.
4) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam
serum (terutama pada penderita diare).

B. Asuhan Keperawatan secara Teoritis


1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Nama/inisial, tanggal pengkajian, tanggal lahir, umur, agama, pendidikan, jenis
kelamin, bahasa yang digunakan, data diperoleh dari, berat badan, dan tinggi badan.
Untuk umur pada pasien dengan GEA, sebagian besar adalah anak dibawah 2 tahun.
Insiden paling tinggiumur 6-11 bulan karena pada masa ini mulai diberikan
makanan pendamping. Kejadian GEA pada anak laki-laki hampir sama dengan anak
perempuan.
2) Keluhan Utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB
< 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/
sedang), atau BAB >10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung <14 hari
maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila selama 14 hari atau lebih
adalah diare persisten.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien mengalami:
a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan timbul diare.
b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak.
f. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine
normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan
atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat).
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
a. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak. Diare lebih sering terjadi
pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4
minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien.
Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapatimunisasi dasar lainnya
seperti imunisasi BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi polio.
b. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik), makan
makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab
diare.
c. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan botol
susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak mencuci tangan
saat menjamahmakanan.
d. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan
gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti otitis media akut (OMA),
tonsilitis, faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat menular ke
anggota keluarga lainnya, dan juga makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang
disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis.
6) Riwayat Nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi:
a. Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko diare
dan infeksi yang serius.
b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan diberikan
dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah menimbulkan
gangguan pencemaran.
c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa
minum.
7) Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Respirasi)
a) Inspeksi: adanya frekuensi pernapasan yang meningkat, irama pernapasan
tidak teratur, dan adanya penumpukan sekret.
b) Palpasi: vokal fermitus sama kanan dan kiri
c) Perkusi: paru normal
d) Auskultasi: anak akan mengalami depsnea, pernapasan cepat > 30 x/menit
karena asidosis metabolik (kontraksi otot pernapasan).
b. B2 (Kardiovaskuler)
a) Palpasi: anak dengan diare kronis akan mengalami nadi cepat dan lemah
>120 x/menit. Hal ini akibat dari manifestasi pola pernapasan, badan terasa
45 panas tetapi suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun sehingga
cardiac output meningkat.
b) Auskultasi: pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi, bunyi
jantung S1 S2 murmur atau bunyi tambahan lainnya.
c) B3 (Persarafan)
Pada anak dengan diare, terjadi kemungkinan anak mengalami dehidrasi,
yaitu terdapat dua atau lebih dari tanda dan gejala klinis berupa letargi atau
penurunan kesadaran, sakit kepala, dan disorientasi.
d) B4 (Perkemihan)
Pada pasien dengan diare kronis urin produksi oliguria sampai anuria (200-
400 ml/24 jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit. Jika anak
mengalami dehidrasi, urin yang dihasilkan akan berwarna kuning gelap atau
kecoklatan.
e) B5 (Pencernaan)
Secara umum, anak akan mengalami defisit kebutuhan nutrisi dikarenakan
mual muntah dan dehidrasi. Defekasi lebih dari 3 kali dalam sehari, feses
berbentuk encer, terdapat darah, lendir, lemak serta berbuih/berbusa. Perut
terasaa sakit saat dilakukan palpasi, dan kembung saat dilakukan perkusi.
Auskultasi: terdengar paristaltik usus meningkat (gurgling) >5-20 detik
dengan durasi 1 detik.
f) B6 (Muskuluskeletal)
Anak tampak lemah, aktivitas menurun. Pada saat dilakukan palpas terdapat
hipotoni, kulit kering, elastisitas menurun.
g) B7 (Pengindraan)
Mata: Pada keadaan diare dan mengalami dehidrasi, ditemukan mata
cowong dan reflek pupil menurun.
Hidung: Pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis
metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk
mengeluarkan CO2 dan O2, Nampak adanya pernapasan cuping hidung.
Telinga: Kemungkinan terjadi infeksi telinga (OMA, OPA) berpengaruh
pada kemungkinan infeksi parental yang pada akhirnya menebabkan
terjadinya diare Lidah: Inspeksi pada lidah biasanya ditemukan lidah
berwarna putih terutama pada bagian tengah lidah. Hal ini disebabkan
karena terjadi penurunan nafsu makan pada anak dehidrasi.
Kulit: Pada anak yang mengalami dehidrasi kulit menjadi kering
h) B8 (Endokrin)
Pada sisten endokrin tidak ditemukan adanya kelainan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare menurut
SDKI (2017) adalah sebagai berikut:
1) Hipovolemia
2) Risiko defisit nutrisi
3) Risiko syok

3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa (SIDI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
1. Hipovolemia Status Cairan (L.03082) Manajemen Hipovolemia
(D.0023) Setelah dilakukan asuhan (I.03116)
keperawatan selama ..... x Observasi
24 jam diharapkan status - Identifikasi status
cairan membaik dengan hipovolemia (mis.
kriteria hasil:
frekuensi nadi
- Kekuatan nadi
meningkat meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
- Turgor kulit menurun, tekanan nadi
meningkat menyempit turgor kulit
- Output urine menurun, membran
membaik
mukosa kering, volume
- Keluhan haus
menurun urine menurun,
- Tekanan darah hematokrit meningkat,
membaik haus dan lemah)
- Membran mukosa - Monitor intake dan
membaik output cairan
- Berat badan Terapeutik
membaik
- Hitung kebutuhan
- Kadar Hb membaik
- Kadar Ht membaik cairan
- Berikan posisi modified
Trendelenburg
- Berikan asupan cairan
oral
Edukasi
- Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
- Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis
(mis. cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, Plasmanate)
- Kolaborasi pemberian
produk darah
2. Risiko Syok Tingkat Syok (L.03032) Pencegahan Syok (I.02068)
(D.0039) Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan selama ..... x - Monitor status
24 jam diharapkan tingkat kardipulmonal
syok menurun dengan (frekuensi dan kekuatan
kriteria hasil: nadi, frekuensi napas,
- Kekuatan nadi TD, MAP)
meningkat
- Output urine - Monitor status
meningkat oksigenasi (oksimetri
- Tingkat kesadaran nadi, AGD)
meningkat - Monitor status cairan
- Staurasi oksigen (masukan dan haluaran,
meningkat turgor kulit, CRT)
- Akral dingin - Monitor tingkat
menurun kesadaran dan respon
- Pucat menurun pupil
- Haus menurun - Periksa riwayat alergi
- Asidosis metabolik Terapeutik
menurun - Berikan oksigen untuk
- Tekanan darah mempertahankan
sistolik membai saturasi oksigen >94%
- Tekanan darah - Persiapkan intubasi dan
diastolik membaik ventilasi mekanis, jika
- Tekanan nadi perlu
membaik - Pasang jalur IV, jika
- Pengisian kapiler perlu
membaik - Pasang kateter urine
- Frekuensi nadi untuk menilai produksi
membaik urine, jika perlu
- frekuensi napas - Lakukan skin test untuk
membaik mencegah reaksi alergi
Edukasi
- Jelaskan
penyebab/faktor risiko
syok
- Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
- Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda dan gejala awal
syok
- Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
- Anjurkan menghindari
alergen
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu
3. Risiko Defisit Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi
Nutrisi (D.0032) Setelah dilakukan asuhan (I.03136)
keperawatan selama ..... x Observasi
24 jam diharapkan status - Identifikasi status nutrisi
nutrisi membaik dengan - Identifikasi alergi dan
kriteria hasil: intoleransi makanan
- Berat badan - Identifikasi makanan
membaik yang disukai
- Frekuensi makan - Identifikasi kebutuhan
membaik kalori dan jenis nutrien
- Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
- Monitor asupan
makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
- Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
piramida makanan)
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen
makana, jika perlu
- Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk,
jika perlu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Bolon, C. M. T. (2021). Gastroenteritis pada Balita dan Peran Pola Asuh Orang Tua. Medan: Yayasan
Kita Menulis.
Kardiyudiani, N. K., & Susanti, B. A. D. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: PT.
Pustaka Buku.
Khotimah., dkk. (2022). Penyakit Gangguan Sistem Tubuh. Medan: Yayasan Kita Menulis.
Mustakin. (2012). Gangguan Gastointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda,
NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jilid I, Edisi Revisi. Yogyakarta: Mediaction.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Pujiarto, P. S. (2014). Gastroenteritis Akut (GEA) Pada Anak. INHEALTH.
Wulandari. (2017). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Cairan dan Elektrolit. Poltekkes Kemenkes Semarang.

Anda mungkin juga menyukai